Alt Title
Girls on Fire: Remaja Juara Remaja Bertakwa

Girls on Fire: Remaja Juara Remaja Bertakwa




Jagalah kemuliaanmu dengan menerapkan Islam

Jadilah remaja juara remaja bertakwa


______________________________


Penulis Siska Juliana

Tim Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, REPORTASE - Kisah tentang perempuan tidak pernah ada habisnya. Kartini yang menulis dalam sunyi demi cahaya emansipasi hingga para muslimah di Gaza yang berdiri tegak di tengah reruntuhan bangunan. Semua perempuan sedang berjuang dengan cara masing-masing. 


Kita menyadari bahwa menjadi muslimah yang taat di zaman sekarang bukanlah hal yang mudah. Lantas, apa saja yang harus dilakukan agar menjadi muslimah yang diridai Allah?


Untuk itu, komunitas Smart With Islam mengadakan kajian yang bertajuk “Girls on Fire: Remaja Juara, Remaja Bertakwa” pada Ahad, 27 April 2025. Kegiatan ini dihadiri oleh puluhan pelajar dan mahasiswa area Kota Bandung, Jawa Barat. 


Para peserta antusias mengikuti acara ini dari awal hingga akhir. Adanya sesi tanya jawab dan silah ukhuwah bersama peserta menambah pemahaman para remaja muslimah yang menghadiri acara ini. 


Teh Lia selaku pemerhati remaja mengawali pembahasannya dengan mengungkapkan kondisi mayoritas remaja muslimah saat ini. Misalnya, mengikuti sesuatu yang sedang viral seperti tren velocity, boros untuk membeli baju dan skincare, nongkrong di kafe berjam-jam, dan posting segala hal supaya mendapat validasi. 


Kondisi berbeda dialami oleh muslimah Palestina. Mereka banyak menjadi korban genosida. Menurut data PBB, sebanyak 70 persen korban tewas di Gaza merupakan perempuan dan anak-anak. Di tengah kondisi yang kacau, mereka tetap teguh dan taat kepada Allah. Mereka tetap mengenakan kerudung saat tidur agar ketika rumahnya dibom, mayatnya masih menutup aurat.


Perbedaan sikap yang terjadi pada muslimah disebabkan oleh Barat yang menyebarkan ide kebebasan. Ide tersebut lahir dari sistem kapitalisme sekuler. Akhirnya, perempuan makin bebas mengekspresikan diri (pamer aurat, pergaulan bebas) dan ingin disejajarkan dengan laki-laki (feminisme). 


Sosok yang senantiasa membela hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan adalah Ibu Kartini. Benarkah beliau memperjuangkan feminisme?


Ibu Kartini mempelajari dan mendalami Islam melalui Al-Qur’an. Beliau merasa kesulitan memahami Al-Qur’an karena berbahasa Arab. Suatu hari, beliau menghadiri pengajian Kyai Sholeh Darat yang memberikan tafsir surah Al-Fatihah. 


Beliau semangat mempelajari dan memahami Al-Qur’an, serta menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia. Ibu Kartini selalu membaca dan mempelajari Al-Qur’an yang sudah diterjemahkan ayat per ayat oleh Kyai Sholeh dari surah Al-Fatihah sampai surah Ibrahim karena Kyai Sholeh meninggal. 


Beliau sangat terkesan dengan surah Al-Baqarah ayat 257 bahwa Allah yang membimbing orang-orang beriman dari gelap kepada cahaya (minazh-zhulumaati ilan nuur). Alhasil, kita mengenalnya dengan ungkapan “Habis Gelap Terbitlah Terang”.


Namun, Ibu Kartini belum sempat mempelajari surah An-Nur dan Al-Ahzab sehingga kita mengenalnya belum mengenakan kerudung dan jilbab. Ibu Kartini menginginkan perempuan juga bisa belajar sesuai perintah Allah, bukan kesetaraan ala kaum feminis. 


Hanya dengan Islam perempuan bisa mulia. Hal ini terlihat jelas dari kondisi perempuan sebelum Islam datang dan sesudahnya. Sebelum Islam datang, bayi-bayi perempuan dikubur hidup-hidup. Selain itu, perempuan tidak dihargai, diperlakukan kasar, dan dilecehkan. 


Setelah Islam datang, Islam mengangkat harkat dan derajat perempuan, serta menempatkannya di posisi yang mulia.


“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR. Muslim)


Islam dengan syariatnya menjaga kemuliaan wanita. Bagaikan mutiara yang mahal, tubuh perempuan harus benar-benar terjaga kesuciannya dan diwajibkan untuk mengenakan kerudung dan jilbab.


“Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)


Perempuan juga dilarang pergi sendirian tanpa ditemani mahram dalam perjalanan sehari semalam agar mereka terjaga dari orang-orang jahat.


Teh Lia menjelaskan jika muslimah mempunyai peran istimewa yaitu sebagai ummun wa rabbatun bayt (ibu dan pengelola rumah tangga) dan madrasatul ula (pendidik utama dan pertama bagi anak). Ia juga menceritakan beberapa kisah muslimah di masa Rasulullah saw., antara lain: 


- Khadijah 

Istri dan ibu terbaik yang mendukung dan menguatkan dakwah Rasulullah. Beliau rela menyerahkan seluruh yang dimilikinya kepada Allah dan Rasul-Nya.


- Sumayyah 

Merupakan syahidah pertama. Beliau mendapat berbagai siksaan dari kaum kafir, tetapi tidak melunturkan iman dari hatinya. 


- Ummu Imarah

Seorang pahlawan muslimah dalam Perang Uhud. Ia bersama suami dan anak-anaknya melindungi Rasulullah saw. dari musuh. 


- Asma’ binti Abu Bakar

Hijrah ke Madinah dalam keadaan hamil. Beliau menempuh perjalanan jauh, meninggalkan negerinya, keluarga, dan harta benda.


“Cara agar menjadi muslimah yang bertakwa yaitu, menampilkan cita rasa muslim yang gaul, syar’i, dan mabda’i, siap menjadi garda terdepan sebagai pembela Islam, dan istikamah mempelajari Islam lebih dalam,” ungkapnya. 


“Yuk buruan ngaji! Jagalah kemuliaanmu dengan menerapkan Islam! Jadilah remaja juara remaja bertakwa,” jelasnya. 


Demikianlah cara agar remaja muslimah menjadi bertakwa dan tidak terjebak dalam gaya hidup bebas yang merusak.


Wallahualam bissawab.

Jihad, Seruan Pembebasan Palestina

Jihad, Seruan Pembebasan Palestina



Hanya dengan negara Islam, seruan jihad bisa digerakkan 

untuk membebaskan Palestina dari tangan penjajah Israel


________________


Penulis Anastasia, S.Pd. 

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Penderitaan penduduk Gaza sungguh sudah di luar batas kemanusiaan. Dunia hanya diam seribu bahasa. Lautan manusia di berbagai dunia sudah melakukan aksi protes genosida.


Tepat di jantung negara kapitalis, di Universitas California, Los Angeles (UCLA) salah satu kampus paling bergengsi di Amerika Serikat  berlangsung unjuk rasa menentang penjajah di Gaza, Palestina. Hal ini memicu kampus-kampus yang lain untuk melakukan hal yang sama, (bbc.com, 3-03-2025)


Begitu banyak aksi protes membela Palestina, tetapi para pemimpin negara khususnya negara Islam tidak mampu memberikan solusi apa pun, hanya sekadar kecaman padahal sesama muslim itu bersaudara.


Bagaimana tanggung jawab kita di hadpaan Allah Swt. melihat sesama muslim dibantai. Bukankah sesama muslim itu harus saling mencintai dan menyayangi. Seperti dalam riwayat hadis Al-Bukhari dan Muslim dijelaskan bahwa Rasulullah saw. berkata: "Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Apalagi bumi Palestina adalah tanah yang diberkahi dan penuh dengan sejarah Islam. Seharusnya umat Islam merasa memilikinya. Akan tetapi, pemimpin kita lebih mencintai dunia dan takut mati. 


Sungguh ironi, melihat jumlah umat Islam di seluruh negeri yang begitu besar. Namun mereka adalah buih yang tidak memberikan kekuatan apa pun untuk membela Palestina. Tentu kita sangat malu kepada Rasulullah saw. dan para sahabat yang telah memberikan contoh berjihad di jalan Allah menghilangkan segala kezaliman. 


Kita memahami betul akar penjajahan Palestina adalah hilang Islam dari kekuasaan. Semenjak Islam menjadi negara kecil yang terpecah-pecah, umat Islam telah terkotak-kotak oleh ikatan kebangsaan, yaitu nasionalisme.


Nasionalisme adalah paham yang sangat berbahaya karena telah memisahkan kita dengan saudara muslim yang lainnya. Pemahaman ini telah menjadikan umat Islam  tidak merasa bagian dari muslim yang lainya sehingga permasalahan Palestina hingga detik ini tidak terselesaikan.


Derita Palestina dan Nasionalisme 


Masalah Palestina tidak bisa dipisahkan dari hilang kekuasaan Islam. Sepanjang Islam diterapkan dalam sebuah kekuasaan, umat Islam hidup dalam ketenangan dan perdamaian. Bukan hanya umat Islam yang merasakannya, tapi kekuasaan Islam mampu memberikan perlindungan kepada kafir dzimmi yang tunduk kepada negara Islam kala itu.


Namun kini, setelah runtuhnya Turki Utsmani, penderitaan umat Islam bagaikan anak kehilangan induknya. Tidak ada lagi yang memberikan perlindungan. Kafir penjajah sungguh sangat cerdik, setelah runtuhnya kekuasaan Islam, mereka telah membagi wilayah kekuasaan Islam menjadi wilayah kecil yang seolah-olah diberikan kemerdekaan. Padahal itu adalah bentuk memecah belah kesatuan Islam. 


Paham nasionalisme memang sengaja disuburkan oleh penjajah ke negeri-negeri Islam. Supaya mereka mencintai wilayahnya sendiri, sehingga umat Islam menjadi terpisah dari umat Islam yang lainnya. Hal inilah yang telah menghambat perjuangan kita untuk membebaskan Palestina.


Pembebasan Palestina tidak akan pernah bisa diwujudkan apabila saat ini, kita masih memiliki paham nasionalisme. Paham nasionalisme sangat berbahaya bagi umat Islam karena dengan sendirinya dia akan dituntut untuk mencintai negaranya dan mencukupkan peduli hanya kepada orang yang terdekat. Tentu ini bertentangan dengan Islam, yang beranggapan bahwa sesama muslim itu bersaudara tanpa melihat etnis, suku, dan perbedaan bahasa. 


Seruan Pembebasan Palestina


Tentu kita sadari bersama, solusi permasalahan Palestina sesungguhnya datangnya dari Islam, yaitu dengan menggerakkan seluruh elemen jihad dan militer. Namun, kekuatan ini tidak akan pernah terwujud apabila saat ini masih berharap pada sistem saat ini. 


Kita harus bisa menghapus paham nasionalisme dan menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Dalam sistem Islam, jihad untuk memerangi kejahatan adalah kewajiban, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. saat melakukan peperangan melawan kebatilan.


Hanya dengan kepemimpinan Islam, jihad dilakukan oleh negara. Untuk itu harus ada orang-orang menyeru kepada para pengusaha dan melakukan pembinaan dakwah pemikiran untuk membangun kesadaran agar kembali menerapkan syariat Islam dalam bentuk negara.


Hanya dengan negara Islam, seruan jihad bisa digerakkan untuk membebaskan Palestina dari tangan penjajah Israel. Negara Islam adalah negara yang kekuasaan tidak dipisahkan oleh batas geografis dan teritorial karena yang menjadi landasan adalah akidah Islam. Selama mereka adalah muslim, mereka bagian dari kekuasaan Islam yang harus dilindungi dan dijaga kehormatannya. 


Tentu, dasar demikian menjadikan kekuasaan Islam akan semakin luas sehingga dengan adannya kekuasaan Islam, persatuan dan persaudaraan sesama muslim akan semakin kuat. Kekuataan inilah yang saat ini dibutuhkan untuk membebaskan Palestina.


Untuk itu, sudah saatnya kita berjuang bersama-sama untuk menerapkan kembali sistem negara Islam. Umat Islam harus kembali lagi melihat perjuangan Rasulullah saw. dalam menerapkan Islam ke tengah-tengah masyarakat.


Setelah Islam menjadi kekuasaan yang diperhitungkan, Rasulullah saw. melakukan aktivitas jihad melawan segala bentuk kezaliman. Semenjak adanya kekuasaan dalam negara, Islam menjadi kekuatan yang tidak terkalahkan dan membawa dunia pada cahaya perdamaian dan keadilan. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Kisah Pilu Ekspemain Oriental  Sirkus Taman Safari Indonesia

Kisah Pilu Ekspemain Oriental Sirkus Taman Safari Indonesia




Hidup di sistem kapitalis sekuler saat ini membuat kita berpikir

betapa lemahnya peran negara

_______________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Dunia saat ini dibuat tercengang dengan kabar pemberitaan dari  beberapa jebolan  pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) Taman Safari Indonesia (TSI). Mereka  menyambangi  Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) terkait dugaan eksploitasi yang dialami saat bekerja di sana. 


Berita yang menggemparkan tersebut, berdampak kepada Taman Safari Indonesia (TSI) yang kembali disorot masyarakat. Terutama oleh netizen di dunia maya. 


Masyarakat jadi mengetahui betapa kejamnya perlakuan pihak Taman Safari. Mereka mengaku diperlakukan secara tidak manusiawi sejak mereka kecil tinggal dengan pemilik Taman Safari tersebut. Dalam pengakuannya eks pemain OCI kepada Wakil Menteri HAM Mugiyanto mengungkapkan ada praktik perbudakan dan kekerasan. 


Dari laporan tersebut, Kementerian HAM pun memanggil pihak Taman Safari untuk memberikan tanggapan terkait kasus tersebut. Komisaris TSI Tony Sumampouw membantah tuduhan itu dan mengatakan tuduhan itu salah alamat. (detik.com, 20-04-2025)


Bantahan tersebut sangat kontras dengan hadirnya puluhan korban yang diasuh sejak balita. Mereka diambil dari tangan orang tua mereka, bahkan ada yang diambil dari tempat penampungan tidak jelas asal-usulnya. Mereka dijanjikan diberi pendidikan yang layak. Namun nyatanya, mereka dijadikan pemain sirkus dari sejak usia dini. Kekerasan fisik maupun verbal pun mereka alami.


Sistem Kapitalis Sekuler Pemicu Eksploitasi Anak


Sungguh sangat menyayat hati kita sebagai netizen merasa sangat geram. Terlebih pihak Taman Safari menyangkal perbuatan tersebut. Diadopsinya sistem kapitalis sekuler jadi pemicu utama terjadinya eksploitasi anak. Para oligarki tersebut dengan leluasanya memanfaatkan tenaga anak dari sejak dini bahkan tanpa bayaran.


Kurangnya ketahanan keluarga titik awal munculnya kerumitan kasus ini. Mereka dengan mudahnya melanggar syariat tidak mengindahkan aturan Islam.  Namun saat terlahir seorang anak ke bumi, mereka dengan mudah pula menjualnya atau mengalihkan tanggung jawab kepada pihak lain. Gayung pun bersambut, saat pihak luar memanfaatkan peluang, terjadilah eksploitasi.


Lemahnya Peran Negara 


Hidup di sistem kapitalis sekuler saat ini membuat kita berpikir, betapa lemahnya peran negara. Kasus yang jelas-jelas menimbulkan kekejaman dan menghilangkan kemerdekaan anak-anak dibiarkan berlangsung begitu saja bertahun-tahun tanpa ada sikap tegas negara padahal seharusnya penderitaan mereka bisa berakhir kalau negara dari dulu turun tangan pelakunya diadili dan dipidanakan.


Lemahnya sistem pendidikan di Indonesia juga jadi salah satu faktor penyumbang terjadinya eksploitasi anak ini. Negara gagal dengan program pendidikan yang diusungnya. Pendidikan yang bagus hanya bisa di terima bagi mereka yang berkecukupan. Tidak adanya jaminan pendidikan dari pemerintah sehingga orang tua dengan mudahnya melepaskan kehidupan anaknya ke pangkuan orang lain dengan diiming-imingi jaminan pendidikan yang layak. 


Dalam aturan Islam itu sendiri harusnya pendidikan adalah tanggung jawab negara kepada rakyatnya. Bukan tugas individu apalagi pengusaha yang rentan untuk mengambil keuntungan.


Solusi Islam


Negara juga wajib membina masyarakat untuk tidak individual. Kebiasaan di masyarakat, mereka enggan melakukan pembelaan jika terjadi kekerasan yang melanggar hukum. Terlebih jika pelakunya para konglomerat. Lagi-lagi uang berbicara dan kebenaran jadi hal yang rancu. Benar dan salah sulit dibedakan karena sudah diperjualbelikan. 


Kekacauan tersebut hanya bisa diselesaikan jika aturan Islam tegak di muka bumi ini. Karena hanya aturan Islamlah yang paling tegas bersifat preventif dan bikin efek jera bagi pelakunya. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]


Siti Sopianti