Malapetaka Besar Indonesia Pasar Narkoba
Opini
Ancaman narkoba masih menjadi persoalan serius
yang tidak bisa diremehkan atau hanya diselesaikan secara parsial
_____________________
Penulis Sri Wulandari
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keragaman budaya. Namun, ironisnya kini kasus narkoba dan biaya transaksi narkoba makin melebar membuat Indonesia di pandang sebelah mata. Kini, Indonesia dikenal sebagai pasar narkoba. Pengedaran serta penyalahgunaan narkoba masih menjadi masalah serius di Indonesia.
Dilansir dari kompas.com penggagalan penyeludupan narkoba jenis sabu dengan berat 705 kilogram dan kokain dengan berat 1,2 ton oleh TNI Angkatan Laut melalui Lanal Tanjung Balai Karimun. Mereka berusaha masuk melewati perairan Indonesia di Selat Durian. Dalam konferensi pers pada hari Jumat 16 Mei, Panglima Komando Armada I Laksda Fauzi memberitahu ada lima pelaku yang ternyata Warga Negara Asing (WNA) asal Thailand dan Myanmar yang membawa narkoba dan menyeludupkan ke Indonesia.
Berdasarkan data dari Pusiknas Polri menunjukkan jumlah kasus narkoba pada tahun 2024 mengalami ketidakstabilan signifikan setiap bulannya. Selama lima tahun terakhir, jumlah terlapor kasus narkoba mengalami peningkatan. Pada tahun 2020 didapati lebih 30.000 kasus dan pada periode Januari-November tahun 2024 meningkat menjadi 53.672 kasus. Dari data BNN tahun 2024 Kepala BNN Marthinus Hukom menyatakan sebanyak 3,33 juta orang menyalahgunakan narkotika di Indonesia.
Berbagai upaya intensif dilakukan aparat dan BNN untuk memberantas narkoba di Indonesia. Namun, ancaman narkoba masih menjadi persoalan serius yang tidak bisa diremehkan atau hanya diselesaikan secara parsial. Dibutuhkan upaya sistematis juga solusi nyata untuk menyelesaikannya.
Lemahnya penegakan hukum dan tidak ada ketegasan dalam memberikan sanksi membuat pengedar tidak memiliki rasa takut. Apalagi besarnya jumlah pengguna di Tanah Air dapat memajukan perdagangan barang ilegal tersebut di seluruh dunia. Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN, menjadi pasar utama narkoba ATS, khususnya jenis metamfetamin (sabu) dan MDMA atau ekstasi. Bagi Indonesia, narkoba, sabu, ekstasi, ganja adalah tiga jenis narkoba yang paling banyak ditemukan peredarannya.
Narkoba masih menjadi musuh masyarakat. Pasalnya, penggunanya berasal dari beragam latar belakang tak hanya oleh masyarakat biasa, tetapi dari kalangan pejabat, penegak hukum, dan lainya. Dari tahun ke tahun jumlah penggunanya semakin besar, pengedarnya semakin meluas tanpa ada rasa ragu, apalagi bandarnya tidak kalah beringas.
Niat memberantas narkoba secara tuntas namun rasanya makin berat karena pemberantasan narkoba tidak bisa selesai hanya dengan merehabilitasi para pengguna dan pengedarnya. Bahkan, diberi hukuman penjara saja mereka tidak jera, apalagi hanya sebatas direhabilitasi.
Dalam beberapa kasus, terungkap para narapidana narkoba tetap leluasa mengendalikan jaringan mereka dari balik jeruji besi. Mereka mempunyai kaki tangan, sistem komunikasi, bahkan perlindungan didalam sana. Masih menjadi pertanyaan, mengapa hal ini tidak dicurigai atau justru dibiarkan oleh aparat?
Bagaimana mungkin Indonesia ingin memberantas narkoba jika sebagian dari penegak hukum sendiri justru menjadi pelindung bagi para bandar? Dalam kondisi seperti ini, upaya memberantas narkoba ibarat membersihkan tumpukan sampah dengan sebiji lidi. Tidak efektif, bahkan semakin memperluas penyebaran sampah itu sendiri.
Akar masalahnya juga tak hanya itu banyak pengaruh luar yang memberikan contoh buruk untuk kalangan pemuda khususnya remaja saat ini. Keluarga yang jauh dari agama, kedua orang tuanya yang menjadi penjudi bahkan pengguna narkoba. Mungkin mereka juga hidup di lingkungan dengan pergaulan yang bebas sehingga berteman dengan pengguna narkoba, atau para penjudi dan lain-lainnya.
Fakta bahwa semua itu terjadi karena mereka hidup di dalam sistem kapitalisme sekuler. Yang dimana agama dipisahkan dari kehidupan sehingga ajaran agama tidak menjadi pengatur dalam kehidupan. Tolak ukur halal dan haram tidak lagi menjadi standar dalam melakukan perbuatan.
Jika upaya yang dilakukan hanya berfokus pada tindakan represif tanpa memperbaiki akar permasalahan ekonomi, sosial, dan spiritual, jelas tidak akan membuahkan hasil signifikan. Sistem sekuler telah gagal melindungi masyarakat. Dan mereka membutuhkan alternatif solusi yang komprehensif, adil, dan beradab.
Islam memiliki beberapa mekanisme pencegahan dan penindakan terhadap tindak pidana kejahatan, termasuk narkoba. Dari aspek pencegahan, Islam akan melakukan mekanisme yang dapat menghentikan persoalan dengan tuntas. Jika ada di antara masyarakat yang taat agama dan ingin melakukan kebaikan, mereka hanya bisa sebatas mencegah kemungkaran itu dengan lisan mereka tidak bisa mencegah dengan tangan mereka.
Sementara, negara memiliki kekuasaan yang bisa mencegah kemungkaran. Negara juga memiliki hak membuat peraturan dan undang-undang yang melarang semua pemakai narkoba juga memberikan sanksi berat kepada pelakunya.
Negara Islam akan memberikan edukasi kepada seluruh masyarakat untuk hidup sesuai dengan ajaran agama, meraih keberkahan hidup dengan taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan memfokuskan melakukan sesuatu atas ridho-Nya. Islam memandang narkoba sebagai barang haram dan negara wajib mencegah serta memberantas dari akarnya untuk melindungi masyarakat terutama generasi muda. Islam menentukan sanksi tegas berupa ta’zir bagi pengguna, serta hukuman bagi pengedar dan produsen.
Pemberantasan narkoba akan berjalan efektif dan tuntas jika sistem Islam kaffah diberlakukan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Tidak ada sistem hukum paling efektif selain sistem sanksi Islam yang menjerakan bagi pelaku kejahatan. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]