Featured Post

Recommended

Generasi Z dan Langkah Besar Menuju Islam Kafah

Selain itu dalam Islam kafah generasi muda dibentuk agar memiliki mental yang kuat dan kepribadian yang tangguh _________________________ KU...

Alt Title
Generasi Z dan Langkah Besar Menuju Islam Kafah

Generasi Z dan Langkah Besar Menuju Islam Kafah




Selain itu dalam Islam kafah generasi muda dibentuk

agar memiliki mental yang kuat dan kepribadian yang tangguh

_________________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Di balik gemerlap media sosial yang tampak sempurna, tersembunyi jeritan sunyi generasi muda Indonesia.


Masalah kesehatan mental kian mengkhawatirkan, menjadi ancaman serius bagi masa depan bangsa. Berdasarkan data BPS 2024, populasi remaja dan dewasa muda di Indonesia mencapai 22,12 juta jiwa untuk usia 15-19 tahun dan 22,28 juta untuk usia 20-24 tahun. Jumlah yang mencerminkan potensi besar sekaligus tantangan yang dihadapi bangsa (BPS, 2024). 


Melalui Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), survei kesehatan mental nasional pertama untuk remaja 10-17 tahun di Indonesia. Hasil survei menunjukkan satu dari tiga remaja Indonesia menghadapi masalah kesehatan mental, setara dengan 15,5 juta remaja. Dikutip dari timesindonesia.co.id, Kamis, 17/10/2024.


Generasi Z saat ini menghadapi berbagai tekanan hidup yang tidak ringan mulai dari stres, depresi, hingga kecemasan. Tekanan sosial dan finansial seperti biaya pendidikan yang tinggi dan minimnya kesempatan kerja semakin membebani pikiran generasi ini. Terasa seolah hidup hanyalah perlombaan tanpa akhir di bawah bayang-bayang ekspektasi sosial.


Di sisi lain, tren gaya hidup konsumtif yang mendominasi juga menjadi tantangan. Budaya FOMO, konsumerisme, dan hedonisme sudah seperti bagian dari keseharian. Ini bukan sepenuhnya kesalahan generasi muda melainkan pengaruh lingkungan sosial dan media yang sangat kuat dalam membentuk cara pandang dan nilai hidup.


Kapitalisme dan demokrasi yang saat ini diterapkan nyatanya cenderung menguntungkan segelintir pihak, dan kurang memperhatikan kesejahteraan masyarakat luas, terutama para remaja yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa. 


Meski demikian, generasi ini juga memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan. Kita dapat memilih untuk beralih dari sistem yang membuat kita tertekan menuju jalan hidup yang lebih sesuai dengan nilai hakiki. Jawabannya bukan pada kapitalisme atau demokrasi, tetapi pada penerapan Islam secara kafah. Yang akan memberikan solusi menyeluruh bagi setiap aspek kehidupan.


Islam kafah tidak hanya mengatur ibadah, tetapi juga memberikan pedoman untuk seluruh aspek kehidupan. Diperlukan sistem pemerintahan yang menerapkan aturan Allah Swt. secara adil untuk semua pihak, dari rakyat hingga pemimpin. Memastikan peraturan hukum akan ditegakkan dan tidak hanya sebagai formalitas atau kepentingan golongan tertentu.


Selain itu, dalam Islam kafah generasi muda dibentuk agar memiliki mental yang kuat dan kepribadian yang tangguh. Generasi Z akan mendapatkan bimbingan untuk menjadi individu yang berdaya, berakhlak baik, dan mampu membangun masyarakat yang sehat.


Jadi, jalan untuk keluar dari krisis ini ada di depan mata. Sistem yang kita butuhkan adalah yang benar-benar mampu membawa kita pada hidup yang lebih adil, sejahtera, dan bermakna. 


Penerapan Islam kafah bukan sekadar pilihan melainkan ini adalah kebutuhan bagi generasi yang tengah mencari arah atau jati diri dan makna hidup yang sejati.


Butuhnya pembinaan yang intensif bagi remaja saat ini agar bisa menjadi generasi penerus yang memiliki mental tangguh, berkepribadian Islam, berpegang teguh pada agama dan akan senantiasa membela agama Allah Swt.. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC


Hasna Husna Husniyah

(Aktivis Remaja)

Kabinet Zaken atau Seken?

Kabinet Zaken atau Seken?

 



Pada sistem demokrasi presidensial yang multipartai mewujudkan zaken kabinet

bagai pungguk merindukan bulan

______________________________


Penulis Elfia Prihastuti, S.Pd.

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kabinet Merah Putih memang gebrakan yang menarik perhatian. Presiden terpilih Prabowo Subianto berambisi membentuk zaken kabinet.


Wacana pembentukan zaken kabinet bukanlah hal baru dalam pemerintahan negeri ini. Sejak zaman Presiden Soekarno dan presiden terpilih lainnya, setiap jelang pergantian pemerintahan selalu mengungkapkan keinginan membentuk kabinet berdasarkan ahli.


Namun pertanyaannya mampukah kabinet Merah Putih mewujudkan zaken kabinet di tengah gemuknya koalisi pendukung pemerintah?


Ahmad Muzani juru bicara partai Gerindra menyampaikan bahwa Prabowo berharap kabinetnya kelak diisi oleh para menteri yang ahli di bidangnya masing-masing, bukan sekadar representasi partai politik (parpol).


Dengan kata lain Prabowo menginginkan sebuah pemerintahan zaken kabinet. Di mana para menterinya adalah orang-orang yang ahli di bidangnya, meskipun yang bersangkutan berasal atau diusulkan dari parpol. (Kompas.com, 9-9-2024) 


Apa Itu Zaken Kabinet?


Zaken kabinet adalah kabinet yang dibentuk berdasarkan keahlian yakni seorang menteri yang dipilih adalah seorang profesional yang kompeten di bidangnya. Dengan demikian, performa para menteri akan fokus pada implementasi program daripada kepentingan politis.


Dalam sejarahnya, kabinet zaken telah dilakukan sejak masa pemerintahan Soekarno. Misalnya Mohammad Natsir pada tahun 1950-1951. Natsir menunjuk Soemitro Djojohadikusumo sebagai menteri perdagangan dan perindustrian.


Sementara Bahder Djohan sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan. Selain itu, ada Kabinet Wilopo tahun 1952-1953. Periode ini identik dengan kabinet zaken meskipun beberapa masih diisi oleh orang-orang partai politik. 


Terakhir ada Kabinet Karya tahun 1957-1959 dipimpin Perdana Menteri Djuanda Kertawidjaya. Kabinet inilah yang menerapkan zaken kabinet paling sesuai. Oleh karena itu, Kabinet Karya disebut kabinet zaken.  Kabinet ini dinilai berhasil mengatasi berbagai masalah yang kompleks dan menciptakan stabilitas politik serta ekonomi yang relatif lebih baik.  


Bagai Pungguk Merindukan Bulan 


Zaken kabinet selalu menjadi wacana dalam setiap pemerintahan baru. Pembentukan zaken kabinet dalam sebuah pemerintahan hanyalah sebatas teoritis semata. Pasalnya konsep ini tidak mempunyai basis praktikal.


Walaupun negeri ini digadang pernah memiliki zaken kabinet, namun perlu dicermati kabinet-kabinet tersebut berada dalam sistem demokrasi parlementer. Jika kita telusuri lagi, kabinet yang disebut-sebut sebagai zaken kabinet tersebut berlangsung tidak lebih dari dua tahun.


Sementara dalam konteks penerapan sistem demokrasi presidensial yang multipartai, mewujudkan zaken kabinet, bagai pungguk merindukan bulan. Menjadi pemerintahan yang tidak akomodatif, menjadikan pemerintahan berjalan oleng.


Tentu pemerintah mana pun akan selalu berharap program-programnya dapat dilaksanakan dengan baik. Maka mencari sebanyak mungkin dukungan dari partai politik dan kelompok masyarakat lainnya adalah hal yang paling rasional.


Efektivitas dan efisiensi kerja kabinet memang idealnya dengan membentuk kabinet yang ramping dan diisi oleh orang-orang kompeten. Namun, pemberian dukungan sering kali disertai imbalan jatah kekuasaan.


Jadi sebuah kabinet ideal hanyalah konsep di atas kertas, sedangkan praktiknya tidak pernah terwujud dalam dunia nyata.


Dari Zaken Menuju Seken


Hal yang paling menonjol ketika kampanye, Prabowo mengungkapkan akan melanjutkan program pemimpin sebelumnya. Sebagai presiden berkelanjutan, Prabowo berusaha meniru pendahulunya. Yakni perkataan hanya terwujud dalam kata-kata belaka dan jauh dari realita.


Prabowo ingin kabinetnya cepat bekerja tapi banyak melakukan pemisahan dan penyatuan kementerian. Hal ini bukan perkara yang mudah. Kementerian baru akan sibuk menata lembaganya dan berakibat tidak bisa langsung bekerja.


Sementara koar-koar ingin membentuk zaken kabinet justru yang muncul adalah seken kabinet. 17 menteri presiden terdahulu masih turut mengisi Kabinet Merah Putih. Hal ini memberikan isyarat bahwa lebih dari sepertiga masih bercokol di kabinet Prabowo. 48 menteri ditempati oleh kalangan pengusaha, politikus, dan profesional yang dekat dengan para pengusaha.


Hal terpenting, sebagaimana diungkapkan oleh cendekiawan muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto, bahwa keberhasilan mengimplementasikan visi misi Presiden terpilih, memimpin negeri ini 5 tahun ke depan ditentukan oleh tiga hal.


Salah satunya jika tidak ada keinginan untuk mengubah sistem yang ada saat ini, maka visi dan misi itu hanya sebatas narasi. Dengan demikian, kabinet Merah Putih hanyalah sebuah kabinet seken semata.


Pandangan Islam 


Islam adalah agama yang datang dari Allah Swt.. Maka aturan-aturan yang diberlakukan untuk manusia sebagai hamba harus disandarkan pada aturan-Nya. Seluruh aspek kehidupan manusia tidak luput dari pengaturan-Nya. Termasuk dalam memilih orang untuk menduduki suatu jabatan. 


Sejatinya jabatan itu merupakan tanggung jawab besar untuk urusan besar. Oleh karena itu, setiap pejabat harus memiliki kemampuan, kapabilitas, dan integritas pada amanah yang ada. Sebab semua itu harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. 


Jika memegang jabatan tanpa kualifikasi maka berimbas pada dosa yang akan dipikulnya di dunia dan akhirat. Bisa jadi dia orang yang baik, tetapi karena amanah yang tidak tertunaikan membuatnya masuk neraka.


Nabi saw. sendiri sangat selektif dalam memberikan amanah kepada seseorang yang akan diberi tugas atas sebuah urusan. Dalam memberikan amanah, Nabi selalu melihat bukti kemampuan yang akan dipilihnya untuk mengemban suatu amanah. Hal ini digambarkan dalam hadis berikut yang artinya:


Dari [Abu Dzar] dia berkata, saya berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat)?” Abu Dzar berkata, “Kemudian beliau menepuk bahuku dengan tangan beliau seraya bersabda: “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan hak dan melaksanakan tugas dengan benar.” (HR. Muslim)


Hadis di atas menjelaskan bahwa seseorang dilarang untuk meminta jatah jabatan seperti yang terjadi pada sistem demokrasi saat ini. Sekaligus Islam juga mewajibkan adanya kesesuaian dengan bidang jabatan yang diamanahkan.


Namun gambaran pejabat yang ahli di bidangnya, tidak akan didapati dalam pemerintahan yang menerapkan sistem demokrasi. Pasalnya demokrasi harus akomodatif terhadap berbagai kelompok masyarakat yang mendukung pemerintahannya. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Hancurnya Kehormatan Perempuan Akibat Demokrasi

Hancurnya Kehormatan Perempuan Akibat Demokrasi



Lepasnya tanggung jawab pemerintah itulah yang memaksa individu

terutama perempuan, harus berjuang sendiri menjaga kehormatan

_________________________


Penulis Daun Sore

Kontributor Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Bukan lagi menjadi kasus yang viral, kasus kekerasan terhadap perempuan sudah menjadi kasus statis yang tengah melanda masyarakat khususnya kaum muslim sebagai penduduk mayoritas Indonesia.


Kasus ini bukan lagi terjadi beberapa kali, namun sudah menjadi kriminalitas yang berulang setiap tahunnya bahkan hampir setiap bulan. Banyak korban perempuan yang berjatuhan tanpa penanganan yang efektif.


Bahkan dalam pemantauan Komnas Perempuan, kekerasan seksual di lembaga pendidikan berbasis agama dan berasrama tergolong tinggi dibandingkan lembaga pendidikan secara umum.


Pondok pesantren saat ini sudah dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat normal. Ponpes yang benar-benar menjalankan nilai-nilai Islam pun seolah tertutupi akibat potret kerusakan yang terus melanda di lembaga pendidikan yang katanya berbasis agama dan keimanan tersebut.


Selain di pondok pesantren yang katanya berasas agama Islam, tak dimungkiri kasus kekerasan pada perempuan ini sungguh meledak di kalangan masyarakat umum, baik di tingkat pendidikan maupun kelompok pekerja.


Dilansir dari Kompas.com pada Senin, 07 Oktober 2024, kekerasan fisik dan seksual pada perempuan berusia 15-64 tahun lebih tinggi di kalangan mereka yang berpendidikan sekolah menengah atas (SMA) ke atas dibandingkan dengan yang berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP) ke bawah.


Dapat diambil contoh pada kasus yang tengah viral mengenai penganiayaan dan pemerkosaan remaja penjual gorengan yang berusia 18 tahun. Diliput oleh detik.com dari detiksumut pada Rabu, 11 September 2024, NKS (inisial korban) ditemukan tewas terkubur dalam kondisi tangan terikat dan tanpa busana pada Minggu petang. Kuat dugaan, remaja perempuan yang sehari-hari menjual gorengan keliling kampung itu menjadi korban pembunuhan dan pemerkosaan.

 

Tak hanya itu, dikutip dari Kompas.com (Senin, 07 Oktober 2024), prevalensi kekerasan fisik juga lebih banyak terjadi di kalangan perempuan yang bekerja dibandingkan dengan yang tidak bekerja.


Pada 2024, kekerasan terhadap perempuan dari pasangan maupun bukan pasangan mencapai 25,6 persen di kelompok pekerja, sedangkan di kelompok tidak bekerja sebesar 22,7 persen. Kekerasan yang terjadi sangat kompleks, mulai dari kasus penghinaan, penganiayaan, sampai pada pelecehan seksual.


Ketidakpahaman Hakikat Hidup


Kasus yang seolah terstruktur dan hukuman yang tidak setimpal bagi para pelaku ini dipastikan tidak akan pernah bisa dihentikan. Para pelaku tidak akan pernah merasakan efek jera akibat hukuman yang sangat lemah jika bertatapan dengan uang dan harta.


Seolah merendahkan harga diri korban bahwa tindak kejahatan yang dialami dapat mudah ditutupi dan dibersihkan dengan seonggok materi dunia.


Belum lagi kontribusi pemimpin dan kelompok rezim yang hanya mengandalkan mulut tanpa sebuah aksi perjuangan yang nyata. Calon pemimpin yang hanya mengandalkan suap demi mendapat suara rakyat. Program yang dibuat hanya dipuja di awal, pun tampak diciptakan tanpa akal dan solusi yang bersifat takzir atau memberi efek jera. 


Mengenai kasus kekerasan pada perempuan, calon presiden RI, Prabowo Subianto dan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka, membuat program yang berkaitan bahwa salah satu cara yang menjadi konsen calon tersebut yakni pembangunan kesejahteraan keluarga.


Agar tidak lagi bermunculan masalah tersebut, mereka menekankan langkah preventif dengan membangun kesejahteraan ekonomi keluarga, dengan lapangan pekerjaan makin dibuka luas. (surakarta.suara.com, 15 Desember 2023)


Tidakkah para calon pemimpin itu berpikir dengan normal? Tindak kriminalitas ini terjadi mengakar subur dari bibit kapitalisme demokrasi. Sistem yang sudah salah di awal, apa pun aturan baru yang dibuat akan tetap berujung pada kesalahan fatal.


Coba bayangkan, jika lapangan pekerjaan dibuka lebar, baik laki-laki maupun perempuan diberikan hak bekerja, apakah tidak menimbulkan masalah baru semisal dalam hubungan rumah tangga. Mulai dari perasaan narsistik antarpasangan sampai KDRT akibat tidak adanya sosok di dalam rumah untuk mengurus anak. 


Berselimut pancasila sebagai ideologi negara namun tidak dijadikan acuan dalam hukum, semua hanya dijadikan pajangan yang fungsi utamanya sebagai estetika, bukan dasar negara. Lantas untuk apa?


Permasalahan terstruktur ini tentu memiliki banyak peran, baik dari rakyat maupun yang katanya pemimpin rakyat. Rakyat yang muslim bahkan belum mengetahui hakikat hidupnya di dunia untuk apa.


Sebagian yang sudah paham dan berusaha taat akan agamanya, terus diterjang kemaksiatan di manapun mereka berada. Di dalam juga di luar rumah karena tidak ada peran kontrol bagi masyarakat.


Lepasnya tanggung jawab pemerintah itulah yang memaksa individu terutama perempuan, harus berjuang sendiri menjaga kehormatan yang nyaris hilang di zaman ini.


Sistem yang Tidak Pernah Memberikan Solusi


Sistem yang dibentuk atas dasar kebuasan nafsu manusia tidak akan pernah menghadirkan solusi atas seluruh permasalahan di berbagai bidang. Di awal terlihat menjanjikan, namun di akhir hanyalah kehancuran tak terbendung yang makin menyesatkan.


Bertumpah ruah korban di dalam negeri akibat sistem yang tidak menjamin perlindungan nyata. Entah itu masyarakat yang benar-benar korban atau mengorbankan diri demi materi dunia.


Manusia akan sulit menemukan jalan keluar atas masalahnya dikarenakan hilang peran pemimpin yang dapat menaungi dan memikirkan penuh umatnya.


Yang ada hanya pemimpin kotor bertopeng visi misi menarik, ketika sudah terpilih mereka akan dengan senang hati membuka topeng dan menunjukkan sifat asli. Layaknya pencuri dengan taktik manisnya yang siap menghunus kala korban berhasil direnggut.


Upaya yang Bisa Dilakukan 


Roda kehidupan itu berputar, ada masanya manusia naik ada masanya ia terpuruk. Roda kehidupan umat sungguh terpuruk di bawah penjajahan Barat.


Jika roda pernah di atas, tentu sudah ada sistem yang membuat roda itu mampu di atas, dan realitasnya sistem Islamlah yang pernah memimpin dunia sehingga bagian roda pernah ada di atas dalam kurun waktu yang lama. Roda kembali turun saat sistem Barat mengambil alih dan menghancurkan seluruh kehidupan dengan kebengisan di atas kebengisan.


Sudah lama roda dunia ini ada di bawah, saatnya umat bersatu memutar roda itu agar kembali naik dan berjaya. Satu-satunya yang mampu memutar kehidupan umat hanyalah sistem Islam. Penerapan sistem Islam secara menyeluruh akan menyelamatkan kehidupan manusia, bukanlah sistem demokrasi. 


Allah yang menciptakan manusia, tentu Allah tahu hukum dan peraturan yang terbaik untuk manusia itu apa. Bukan dibuat oleh manusia yang memiliki akal terbatas dan hanya berpusat pada pemuasan hawa nafsu saja.


Islam yang merupakan sistem sahih, akan mampu menjaga kehormatan perempuan dengan segenap jiwa. Seperti yang terjadi pada kekhalifahan Umar di mana Bani Qainuqa melecehkan perempuan secara verbal di pasar, pada saat yang bersamaan Umar bin Khattab langsung membawa pasukan menuju lokasi dan menghukum Bani Qainuqa tersebut. 


Apalagi hal yang berbau penganiayaan dan pelecehan fisik. Sistem sanksi yang tegas dalam Islam akan memberikan efek jera kepada pelaku bahkan mampu mencegah agar tidak ada lagi orang-orang yang berbuat serupa. 


Sampai di sini, apakah yakin masih akan mempertahankan sistem kufur buatan nafsu manusia yaitu kapitalisme demokrasi ini? Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Zionis Yahudi Menggila, Umat Satu Tubuh ke Mana?

Zionis Yahudi Menggila, Umat Satu Tubuh ke Mana?

 


Diamnya negara-negara Arab membuktikan penguasa negeri-negeri muslim telah tunduk dan patuh

kepada negara adidaya yang telah bekerja sama dengan Zionis Yahudi


________________________


Penulis Ummu Ahsan

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Mencermati situasi terkini di Gaza dan pasca gugurnya kepala biro politik Hamas Yahya Sinwar, tentara Israel melakukan serangan udara dan darat besar-besaran di permukiman Beit Lahia, Gaza Utara pada tanggal 20 Oktober. 87 warga Palestina dibantai di antaranya ada wanita dan anak-anak. 


Negara-negara Arab tidak berkomentar atas serangan-serangan brutal tersebut dan PBB sebatas mengutuk. Milter Israel mengatakan, pihaknya meningkatkan serangan di Gaza Utara untuk mencegah pasukan Hamas berkumpul kembali. 


Kebrutalan Zionis Yahudi di Gaza Utara memaksa ribuan penduduk untuk mengungsi tanpa arah tujuan. Tanpa adanya jaminan kehidupan. Dikutip dari (tempo.co, 21-9-2024) 


Adanya Pengkhianatan


Masalah Palestina semakin berlarut-larut. Hal ini dilihat dari solusi tambal sulam yang dilakukan dari kedua belah pihak antara kelompok Hamas dan pihak Zionis Yahudi.


Adanya pertukaran tahanan sampai gencatan senjata tidak mampu membawa pada satu kesepakatan untuk mengakhiri genosida. Mengapa demikian?


Akar masalah Palestina adalah perampasan hak milik berupa wilayah yang telah ditempati oleh rakyat Palestina. Zionis melupakan jasa yang telah diberikan oleh para pendahulu penduduk Palestina.


Di mana mereka tidak memiliki tempat tinggal dikarenakan sifat aslinya sebagai kaum pendusta dan khianat. Namun dengan kemurahan hati serta iman dan takwa rakyat Palestina, mereka bersedia menampung dan memberikan tempat tinggal yang layak bagi Zionis. 


Namun sayang seribu kali sayang, ibarat kacang lupa kulitnya Zionis yang hanyalah tamu, telah diberikan tumpangan ingin menguasai wilayah Palestina dengan segala cara. Bahkan dengan pengkhianatan terhadap rakyat Palestina, berupa menjadi musuh dalam selimut.


Zionis bekerja sama dengan beberapa negara melakukan provokasi dengan jalan perjanjiannya. Kesepakatan yang lebih memihak kepada Zionis inilah yang membuat penduduk Palestina terkhusus kelompok muslim di sana tidak menerima dan memutuskan perjanjian. 


Alhasil, Zionis tidak menerima dan mendramatisir situasi dan kondisi politik yang ada. Akhirnya kelompok muslim dicap sebagai kelompok pembangkang sampai pada tuduhan  terorisme karena membela kependudukan dan batas wilayah. 


Tidak sampai di situ, melihat fakta yang ada dari peperangan yang tak seimbang antara Zionis Yahudi dengan Hamas, korban terus berjatuhan. Karena target dari peperangan tersebut tidak hanya akan menghilangkan jejak kelompok Hamas, melainkan menghilangkan jejak kependudukan di tanah yang dimuliakan oleh Allah Swt., yakni Palestina. 


Diamnya negara-negara Arab membuktikan penguasa negeri-negeri muslim telah tunduk dan patuh kepada negara adidaya yang telah bekerja sama dengan Zionis Yahudi.


Bahkan kematian pemimpin Hamas Yahya Sinwar di kota Rafah, kota yang begitu dekat dengan Mesir. Konon Mesir adalah salah satu negara yang memiliki pasukan militer terkuat di Arab.


Harapan Palsu di Balik Nasionalisme


Nasionalisme adalah sebuah paham yang lahir dari pemisahan agama dari kehidupan (sistem hidup sekularisme). Nasionalisme sering digunakan dalam politik negara-negara Barat agar tidak saling mencampuri urusan satu sama lain.


Secara tak kasat mata memang memiliki fungsi yang baik yakni tidak saling mengganggu dan merecoki hubungi luar negeri ataupun dalam negeri. Pada intinya nasionalisme memberikan batas sikap, batas atas solusi serta batas bantuan.


Negara yang menjadikan nasionalisme sebagai bagian pilar pemerintahannya terkhusus pada sistem perpolitikannya, maka negara tersebut harus bisa mandiri dalam mengatasi problem internalnya.


Dari penjabaran nasionalisme ini telah membuktikan bahwa nasionalisme tidak bisa dijadikan harapan perubahan untuk menyolusi masalah Palestina bahkan untuk masalah negara lain. Rasa cinta yang berlebih pada suku, tanah air, keluarga dan kelompok telah mengantarkan pada pola pikir yang keliru. 


Bahwa ada solusi yang lahir dari paham nasionalisme. Membela tanah air, membela wilayah telah dicap sebagai satu satunya solusi yang harus diupayakan sampai titik darah penghabisan.


Ikatan seperti inilah yang mengikat dunia saat ini sehingga aktivitas penjajahan, genosida dan perampasan SDA di negeri-negeri muslim sampai detik ini masih terus terjadi.


Umat yang Satu


Sejatinya umat muslim bisa bersatu mematahkan ikatan nasionalisme dengan kesadaran politik Islam. Menuntut pemimpin negeri muslim agar mengirimkan pasukannya untuk membebaskan Palestina.


Umat harus dibangun kesadarannya membela Palestina, karena membela Palestina adalah amal yang sangat luar biasa besar pahalanya. Ada banyak pujian dan keistimewaan dalam membela Palestina.


Di antaranya dalam surah Al-Maidah ayat 21 Allah Swt. berfirman, "Wahai umatku, masuklah ke tanah suci yang telah ditetapkan Allah kepadamu dan janganlah kamu mundur (dari berperang di jalan Allah) karena nanti kamu akan dikembalikan sebagai orang-orang yang merugi.”


Dari dalil ini telah disebutkan bahwa tanah Palestina adalah tanah yang Allah muliakan, terdapat banyak keberkahan hidup di dalamnya. Allah menyeru kepada seluruh kaum muslim tanpa terkecuali untuk membela Palestina.


Karena Islam adalah umat yang satu, sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw. bersabda, "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya)." (HR. Bukhari dan Muslim)


Perisai Hakiki


Umat membutuhkan payung yang akan menjadi pelindung dari kezaliman manusia yang zalim. Payung itu tidak lain adalah Daulah Islam. Umat harus kembali pada kesadaran penuh akan kewajiban menegakkan Daulah Islam.


Daulah Islam akan menghapus sekat nasionalisme dari pemikiran umat. Daulah Islam adalah sebuah institusi yang dipimpin oleh seorang khalifah yang akan menerapkan sistem Islam.


Islam hanya akan meninggikan rasa cinta kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Maka dibutuhkan sebuah kelompok dakwah yang akan menyadarkan umat pada posisinya sebagai umat terbaik dan wajibnya menegakkan Daulah Islam.


Rasulullah saw. telah memberikan teladan terbaik bagaimana menegakkan negara Islam kafah. Umat wajib meneladaninya. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Gen Z dalam Kapitalisme Demokrasi: Terjerat Gaya Hidup Materialistik

Gen Z dalam Kapitalisme Demokrasi: Terjerat Gaya Hidup Materialistik

 



Di era ketika media sosial menjadi pusat interaksi, 

Gen Z terus-menerus terpapar pada gambaran kehidupan orang lain yang tampak sempurna

____________________________


Penulis Etik Rositasari

Kontributor Media Kuntum Cahaya/Pascasarjana UGM


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Generasi Z atau biasa disebut dengan Gen Z ialah sebutan untuk orang-orang yang lahir di antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an.


Yang mana merupakan generasi pertama yang memiliki akses internet dan smartphone sejak usia dini dan membuat mereka sangat dekat dengan dunia digital.


Menurut Pew Research Center, sekitar 95% dari mereka memiliki smartphone dan 45% mengaku hampir selalu online atau terhubung internet. 


Fenomena Gen Z


Gen Z memiliki salah satu ciri khas dalam gaya hidup mereka, yakni media sosial memainkan peran penting dalam membentuk kebiasaan belanja mereka, sekitar 72% dari Gen Z lebih mungkin membeli produk yang dipromosikan oleh influencer. (Ypulse, 2021)


Banyak dari mereka yang lebih memilih pengalaman dibanding barang fisik, namun mereka tetap terpengaruh oleh gaya hidup materialistik. 


Kesadaran sosial dan lingkungan semakin meningkat di kalangan Gen Z, dengan 62% dari mereka bersedia membayar lebih untuk produk yang berkelanjutan. (IBM, 2020)


Hal ini menciptakan ambivalensi dalam sikap mereka terhadap materialisme, di mana nilai-nilai konsumerisme bertentangan dengan keinginan untuk bertanggung jawab secara sosial. Fenomena inilah yang sering kita dengar dengan istilah Fear of Missing Out (FOMO).


Budaya dan Lingkungan yang Rusak


FOMO telah menjadi fenomena yang sangat berpengaruh dan menjadi salah satu tren signifikan bagi Gen Z. FOMO mencerminkan dampak besar interaksi berbasis teknologi terhadap psikologi dan perilaku komunikasi individu, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.


Dengan akses yang luas ke berbagai platform seperti Instagram, TikTok, dan Snapchat, Gen Z sering terpapar pada konten yang menampilkan kehidupan orang lain yang terlihat ideal dan menarik. Hal ini menyebabkan mereka merasa tekanan untuk selalu terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, acara, dan tren, menciptakan persepsi bahwa mereka harus "selalu hadir" dalam setiap momen yang dianggap penting.


Akar munculnya gaya hidup FOMO dalam Gen Z merupakan hasil kombinasi akibat pengaruh media sosial, kultur perbandingan sosial, dan tekanan dari norma-norma sosial yang kuat yang mana semua ini terjadi dalam konteks sistem liberal kapitalisme demokrasi.


Sistem rusak ini mengakibatkan Gen Z bergaya hidup bebas, hedonistik dan konsumerisme. Semua kesenangan dunia sesaat mendominasi dan menjadi prioritas utama.


Di era ketika media sosial menjadi pusat interaksi, Gen Z terus-menerus terpapar pada gambaran kehidupan orang lain yang tampak sempurna, mendorong mereka untuk membandingkan diri dan merasa tidak puas dengan kehidupan mereka sendiri.


Keterhubungan yang tinggi melalui teknologi menciptakan harapan untuk selalu terlibat. Sementara norma sosial yang menekankan pentingnya partisipasi dalam berbagai kegiatan semakin memperkuat perasaan FOMO. 


Dampak Gaya Hidup Sekularisme


Dalam sistem liberal kapitalisme, individu didorong untuk mengejar kesuksesan dan status melalui nilai konsumtif dan pengalaman. FOMO menjadi salah satu dorongan bagi Gen Z untuk tidak hanya mengikuti tren, tetapi juga terlibat dalam budaya konsumtif yang semakin agresif. Sialnya hal ini justru sering kali berdampak negatif pada kondisi fisik hingga mental mereka.


Gen Z yang telah terpengaruh oleh gaya hidup rusak ini nantinya cenderung hanya menginginkan kemudahan. Mereka menginginkan penghasilan yang besar, ketenaran, dan kenyamanan hidup, tetapi enggan untuk bekerja keras. 


Kondisi tersebut semakin diperparah oleh sekularisme yang memengaruhi cara pandang hidup mereka.


Regulasi dalam sistem kehidupan yang tidak memberikan perlindungan bagi Gen Z, namun justru menjerumuskan Gen Z pada lingkaran materiaslistik.


Keinginan untuk menjalani hidup yang enak dan nyaman namun diwujudkan melalui cara-cara yang tidak tepat, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai agama. Gen Z berisiko menjauh dari nilai-nilai agama dan mungkin akan bekerja dalam bidang yang tidak sesuai, bahkan yang dilarang.


Dalam keadaan seperti ini, pola hidup hedonis, materialistis, dan kebebasan tanpa batas akan menguasai mereka. Mereka cenderung hidup semau mereka, asalkan kebutuhan hidup terpenuhi. Akibatnya, empati mereka akan menurun, terkesan egois, dan kurang peduli terhadap orang lain.


Bahaya Mengadang!


Akibatnya terjadi pengabaian potensi gen Z untuk berprestasi dan berkarya yang lebih baik, juga menghalangi potensinya sebagai agen perubahan menuju kebaikan. Apabila pola pikir yang keliru tentang pandangan kehidupan ini dibiarkan, konsekuensinya bisa berbahaya. 


Sikap ini akan mengalihkan perhatian mereka dari kesulitan yang dialami masyarakat, termasuk masalah yang dihadapi umat muslim di seluruh dunia. Ketika Gen Z lebih fokus pada dunia mereka sendiri, mereka akan mengabaikan isu-isu seperti kemiskinan, kejahatan, dan penjajahan. Tentu saja, sikap seperti ini tidak dapat dibiarkan begitu saja.


Gen Z Wajib Paham Islam!


Sejatinya kehidupan yang tenang dan nyaman hanya dapat dicapai jika Gen Z bersedia mengadopsi Islam. Islam bukan sekadar agama ritual, melainkan sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh. 


Dengan penanaman akidah Islam, Gen Z akan memahami bahwa ketenangan sejati tidak bergantung pada pekerjaan atau kekayaan materi. Ketenangan seorang muslim diperoleh melalui keridaan Allah dalam segala aspek kehidupan, seperti dalam pekerjaan, penggunaan media sosial, dan interaksi dengan lingkungan, yang semuanya dilakukan atas dasar iman dan ketakwaan.


Pola pikir semacam ini hanya bisa terwujud jika Gen Z hidup dalam sistem yang mendukung, yaitu sistem Islam. Penerapan prinsip-prinsip Islam dalam semua aspek kehidupan akan memudahkan Gen Z memahami makna kehidupan yang sesungguhnya.



Reideologi Gen Z


Gen Z perlu memahami pentingnya Islam sebagai ideologi kehidupan. Diskusi mengenai ideologi harus diperdalam di kalangan pemuda oleh semua gerakan, partai, dan organisasi Islam. Hal ini penting karena ideologi merupakan kebutuhan dasar dalam hidup manusia. 


Tinggi atau rendahnya orientasi hidup seseorang sangat bergantung pada ideologi yang dipegang.


Tanpa ideologi yang benar, potensi suatu generasi bisa dengan mudah dimanfaatkan oleh kepentingan musuh dan penjajah. Fenomena FOMO di kalangan Gen Z, merupakan satu contoh hasil dari propaganda negara berideologi kapitalisme yang menunjukkan betapa propaganda budaya yang muncul dari ideologi global.


Di sisi lain, Islam memandang pemuda memiliki potensi luar biasa dan kekuatan yang dibutuhkan umat terlebih sebagai agen perubahan menuju kebangkitan Islam.


Islam memiliki sistem terbaik untuk melejitkan potensi Gen Z, mengarahkan hidupnya sesuai dengan tujuan penciptaan dan mempersembahkan karya terbaik untuk umat dan Islam.


Potensi ini dibutuhkan untuk membangun kembali peradaban gemilang yang pernah dicapai umat Islam pada masa lalu dalam naungan Daulah Islamiyah. Potensi demografis Gen Z di negara-negara muslim saat ini bisa menjadi sumber daya besar untuk kebangkitan Islam. Wallahualam bissawab. [As/MKC

Kemiskinan Akut Melanda Dunia, Apa Penyebab dan Solusinya?

Kemiskinan Akut Melanda Dunia, Apa Penyebab dan Solusinya?




Dahulu penjajahan dilakukan dengan militer, tapi sekarang penjajahan dengan gaya baru

pinjaman utang dan rencana pembangunan


______________________________


Penulis Verawati, S.Pd.

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Salah satu masalah dunia yang tidak bisa terelakkan adalah masalah kemiskinan.


Kemiskinan ini tidak hanya terjadi pada wilayah konflik saja, akan tetapi sudah menjamur di seluruh dunia. Angkanya setiap tahun terus bertambah, hingga saat ini telah tercatat sekitar 1,1 miliar. Jumlah yang cukup fantastis.


Di sisi lain banyak juga orang yang flexing, pamer kekayaan. Lantas apa akar problem utama dari kemiskinan global ini dan bagaimana solusi fundamentalnya?


Sejak tahun 1987, setiap tanggal 17 Oktober senantiasa diperingati  sebagai hari internasional pemberantasan kemiskinan.


Di antara tujuan dari peringatan ini agar ada kesadaran pada setiap warga negara akan kemiskinan yang terjadi dan diharapkan melakukan kegiatan konkret dalam mengentaskan kemiskinan tersebut. Seperti seminar, melakukan kajian, penggalangan dana, jalan sehat, dan lain sebagainya.



Pada peringatan tahun ini 17 Oktober 2024, dibacakan makalah yang diterbitkan Prakarsa Kemiskinan dan Pembangunan Manusia Oxford (OPHI) bahwa kemiskinan angkanya naik tiga kali. 


Lebih dari satu miliar orang hidup dalam kemiskinan akut di seluruh dunia. Setengah dari jumlah tersebut, anak-anak yang paling terkena dampaknya. Dikutip (beritasatu.com, 17-10-2024)


Di dalam negeri tingkat kemiskinan mencapai 9,03 persen per Maret 2024 (bps.go.id) atau sekitar 26 juta orang.


Selain itu, juga adanya penurunan kelas menengah yang jumlahnya hampir 10 juta orang pada tahun 2019 dan pada tahun 2024 ini mencapai 47,85 juta. Hal ini mencerminkan daya beli masyarakat turun.



Penyebab Kemiskinan



Jika kita cermati kemiskinan global yang sudah akut ini sejatinya adalah kemiskinan yang bersifat struktural, bukan kemiskinan individu. Kemiskinan struktural disebabkan oleh struktur atau pemegang kekuasaan baik di dunia internasional maupun regional.


Saat ini pemegang atau penguasa dunianya yaitu Amerika dan negara-negara Barat. Negara-negara ini menganut dan menyebarkan ideologi kapitalisme.


Ide ini mengagungkan kebebasan, baik kebebasan agama, kepemilikan, perilaku, dan berkumpul. Dengan ide kebebasan inilah mereka menjadi rakus, ingin mendapatkan keuntungan dari kekayaan yang ada di seluruh dunia. Inilah yang menjadi asas dari seluruh agenda mereka.


Sedangkan metode yang digunakannya yaitu dengan penjajahan. Penjajahan adalah metode untuk menguasai kekayaan. Dahulu penjajahan dilakukan dengan militer, tapi sekarang penjajahan dengan gaya baru, pinjaman utang dan rencana pembangunan.


Meski ada sebagian negara yang masih dijajah secara militer, namun sebagian besar dunia dijajah secara ekonomi, politik, budaya, dan pendidikan.


Dengan metode inilah mereka ambil dan keruk apa yang ada di setiap negara. Dengan dalih investasi, AS dan negara-negara Barat lainnya tidak perlu memaksa dengan senjata lagi.


Bahkan para penguasa negeri-negeri jajahan, khususnya negeri-negeri lemah dengan suka hati menyerahkan seluruh sumber daya alamnya, hingga mengemis ingin mendapatkan investor. Tanpa mereka sadari bahwa sesungguhnya sedang dijajah. 


Walhasil, secara global kemiskinan sudah dilakukan oleh negara adidaya dan negara-negara kapitalis lainnya, sehingga solusinya bukanlah diserahkan pada individu atau NGO, melainkan oleh sebuah negara yang mengadopsi ideologi yang benar.


Negara ini contohnya, memiliki kekayaan tambang emas yang begitu besar di Papua. Tapi tidak membuat negara ini keluar dari kemiskinan. Padahal hasil dari PT Freeport sangatlah besar, mampu mencukupi seluruh kebutuhan warga negara ini.


Namun faktanya tidak, bahkan Papua sendiri tergolong daerah yang tertinggal. Miris bukan?


Jadi, kemiskinan yang melanda dunia ini penyebabnya adalah sistem yang diemban Amerika dan negara-negara Barat lainnya. Alhasil, secara regional pun mengikuti arahan dunia dan mengikuti para kapital (pemilik modal).


Contoh di negeri +62 ini, ditetapkan berbagai UU yang isinya menguntungkan mereka dan merugikan rakyat. Ada UU Cipta kerja, UU sumber daya alam, dan masih banyak lainnya. Bahkan pembuatan UU ini kental dengan pesanan mereka.



Solusi Hakiki


Lempar batu sembunyi tangan, pepatah itu menggambarkan para penguasa jahat hari ini. seakan-akan kapitalisme baik, seolah Amerika dan negara-negara Barat peduli. Padahal sejatinya merekalah biang keladinya, sehingga harusnya kapitalisme dibuang jauh-jauh.


Dengan memahami akar dari kemiskinan ini tentu solusi yang bersifat individual atau NGO tidak akan mampu menyelesaikan. Solusi-solusi itu hanya akan melanggengkan sistem kapitalis.


Penyebab kemiskinan adalah ideologi yang diemban sebuah negara. Maka solusinya pun harus ada ideologi lain yang diemban oleh negara juga. Hanya saja negara ini harus berideologi yang benar. Ideologi ini tidak lain adalah ideologi Islam. Ideologi yang diturunkan oleh Allah Swt..


Hanya negara yang mengemban sistem Islamlah yang mampu menyelesaikan masalah kemiskinan ini. Negara Islam, sebuah negara yang menyatukan seluruh negeri muslim di seluruh dunia dan menerapkan aturan Islam pada seluruh aspek kehidupan termasuk ekonomi.


Dalam hal ekonomi, Islam membagi kepemilikan harta ke dalam tiga golongan. Yakni milik individu, masyarakat (umum) dan negara. Harta individu adalah harta yang boleh dikelola individu, biasanya jumlah terbatas.


Sedangkan harta milik umum adalah harta milik semua warga negara. Biasanya jumlahnya tidak terbatas, terus mengalir dan dibutuhkan oleh orang banyak. Di antara harta milik umum adalah air, api (termasuk barang tambang), dan padang rumput/gembala. 


Sebagaimana hadis Nabi Muhammad saw., "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad) 


Sedangkan harta milik negara adalah apa yang diperoleh negara dari ghanimah, fai, jizyah, kharaj dan dharabah (pajak) jika kondisi tertentu dan lain sebagainya.


Dari pembagian yang sangat jelas ini, harta milik umum tidak boleh diperjualbelikan, apalagi diserahkan pada investor. Harta ini bersifat tetap sampai hari kiamat.


Harta ini akan diserahkan pada rakyat setelah dikelola oleh negara. Bisa juga hasilnya dibagikan secara gratis atau digunakan untuk kepentingan umum lainnya. Seperti untuk gedung sekolah, rumah sakit, dan lainnya.


Selain itu, negara hadir untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Ada banyak hal yang dilakukan. Di antaranya yaitu membuka lapangan kerja, memberikan pelatihan, pemberian modal gratis hingga pembagian lahan gratis.


Sedangkan bagi yang tidak mampu bekerja, negara akan mendorong pihak keluarga untuk menafkahinya, jika tidak ada baru negara akan memberikan santunan.


Demikian aturan Islam dalam mengelola kekayaan alam. Sumber pendapatannya dan pengeluarannya sangat jelas. Hal ini akan menjamin kesejahteraan masyarakat baik dunia dan khususnya negeri-negeri muslim. Sebab, penyumbang orang miskin terbanyak adalah negeri-negeri muslim yang dijajah.


Dalam sistem Islam tidak ada penjajahan untuk mengeruk kekayaan. Tujuan Islam adalah membawa rahmat bagi alam. Keberkahan atas harta dan lainnya akan datang dari langit dan bumi serta arah yang tidak disangka-sangka. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Intoleransi di Indonesia Merusak Hak Umat Beragama Lain

Intoleransi di Indonesia Merusak Hak Umat Beragama Lain

 


Toleransi pada saat ini adalah bentuk toleransi yang salah

di mana bisa berpotensi dalam mencampuradukan ajaran Islam dengan pemikiran batil

______________________________


Penulis Nurul Fadila Trijunianti

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI

Pro Kontra Intoleransi dalam Demokrasi


Istilah intoleransi terus digaungkan di Indonesia saat ini. Seolah-olah negeri Indonesia dengan mayoritas beragama muslim sedang dijangkiti oleh penyakit intoleransi. Parahnya, label intoleransi ini sering kali disematkan pada kaum muslim. 


Sementara di sisi lain perilaku intoleransi yang nyata-nyatanya menghalangi umat Islam dalam melaksanakan ajaran agamanya akan tetapi pelakunya tidak disebut intoleran. Pelarangan memakai kerudung di Bali atau perusakan masjid di Papua contohnya.


Pelaksana harian (PLH) Direktur Eksekutif Wahid Foundation Siti Kholisoh menilai, penolakan pendirian sekolah kristen Gamaliel di kota Parepare. “Peristiwa ini merupakan tindakan intoleransi yang merusak hak umat beragama lain hanya karena berbeda keyakinan dengan mayoritas orang Indonesia,” kata Siti dikutip dari antaranews.com, Sabtu (28-09-2024).


Tentu, penolakan ini tidak sesuai dengan konstitusi dan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Perlu diingat juga bahwa Indonesia merupakan negara yang demokrasi, ucap Siti Kholisoh.


Menurutnya, orang-orang yang memakai kekerasan dan menggunakan simbol agama terhadap kelompok yang berbeda adalah orang-orang yang perlu dikasihani. 


“Orang-orang yang intoleran biasanya tidak memiliki informasi yang luas dalam menyikapi perbedaan dalam hidup bermasyarakat. Ia mengungkapkan agar masyarakat lebih kooperatif dalam mendukung kebijakan, maupun program yang dapat memperkuat dialog antaragama atau keyakinan,” ungkap Siti dikutip dalam BeritaSatu.com, Ahad (29-09-2024). 


Toleransi dalam Demokrasi Menyesatkan Umat Islam 


Inilah wajah toleransi dalam sistem demokrasi yang sangat berbeda dengan toleransi dalam ajaran Islam. Persoalan ini terjadi ketika negara tidak hadir sebagai pelindung (raa’in) bagi rakyatnya.


Pada sistem saat ini, negara justru membuka peluang yang lebar bagi liberalisasi akidah dan membiarkan terjadinya pemurtadan secara masif di kalangan umat Islam.


Parahnya, negara mengambil definisi secara global terkait toleransi. Hal ini mengakibatkan banyak organisasi, sekolah, bahkan individu muslim yang taat justru dituduh radikal bahkan intoleransi terhadap umat beragama lain.


Negara juga bersikap intoleran terhadap umat Islam. Oleh karena itu, perlu adanya sikap awareness terhadap diri kaum muslim terkait toleransi dalam pandangan Islam itu sendiri.  


Dengan toleransi yang seperti saat ini telah mengaburkan bagaimana toleransi yang sebenarnya dalam pandangan Islam.


Toleransi pada saat ini adalah bentuk toleransi yang salah. Di mana bisa berpotensi dalam mencampuradukkan ajaran Islam dengan pemikiran batil lainnya yang dapat berujung pada sifat maupun tindakan pluralisme. 


Pluralisme adalah senjata jitu dalam menerapkan toleransi yang kebablasan. Konsep pluralisme beragama seperti ini sengaja digaungkan agar ide-ide mereka mudah diterima umat Islam. Karena memang sudah dirancang agar sesuai dengan ajaran Islam. Padahal faktanya sangat bertentangan dengan Islam. 


Hal ini bisa dilihat dari ide dasar pluralisme sendiri yaitu menyatakan bahwa semua agama itu benar dan semua agama adalah sama.


Kalau dicermati ide ini jelas bertentangan dengan firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah Ali Imran ayat 19, “Sesungguhnya agama (yang di ridai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran : 19)


Hanya dengan Islam Toleransi Bisa Tepat


Fenomena seperti ini terjadi karena toleransi merujuk pada definisi global. Padahal dalam Islam sudah jelas definisi toleransi itu sendiri. Yang mana sudah di contohkan oleh Rasulullah dan para sahabat dari berabad-abad lamanya.


Sikap toleransi ini sudah dipraktikkan dengan baik ketika Daulah Islamiyah tegak berdiri dan dilanjutkan kembali pada kekhilafahan atau kepemimpinan selanjutnya.


Islam adalah agama yang sangat menghargai keberagaman dalam masyarakat. Apalagi di Indonesia sendiri memiliki berbagai macam perbedaan mulai dari suku, agama, ras, maupun bahasa.


Dalam pandangan Islam sendiri keberagaman adalah suatu keniscayaan. Sejarah telah membuktikan bahwa Daulah Islam yang dipimpin oleh Rasulullah saw. sebagai cerminan dari toleransi dan keindahan Islam itu sendiri. 


Dalam sistem Islam, warga negara dengan bebagai etnis, suku bangsa, agama, dan bahasa hidup saling berdampingan. Islam sendiri mengajarkan kepada seluruh kaum muslim untuk bersikap toleransi kepada nonmuslim, yaitu dengan cara membiarkan mereka menjalankan ibadah sesuai tata cara agama mereka masing-masing.


Dalam Islam, toleransi tidak dilakukan dengan cara kebablasan seperti toleransi saat ini. Misalnya, saling mengucapkan selamat hari raya, ikut memeriahkan acara yang mereka lakukan, atau membantu mereka dalam peringatannya. Tindakan seperti ini sama saja menganggap agama mereka benar. 


Seharusnya, kewajiban kaum muslim adalah mengajak nonmuslim untuk masuk Islam bukan memberi selamat atau bahkan membantu mereka dalam ibadahnya.


Itu berarti sama saja dengan menguatkan mereka untuk tetap dalam agama mereka, yaitu tetap dalam kesesatan agama mereka. 


Toleransi dalam pandangan Islam juga bukan berarti diam membiarkan kemaksiatan. Islam melarang untuk setiap individu kaum muslim untuk tidak mendiamkan kemaksiatan dan memerintahkan untuk beramar makruf nahi mungkar. Artinya, Islam tidak mentoleransi  kemaksiatan.


Khatimah 


Oleh sebab itu, dalam sistem Islam setiap individu, masyarakat, maupun negara diwajibkan untuk mencegah kemaksiatan. Setiap yang melakukan kemaksiatan atau melakukan perbuatan yang tidak sesuai ajaran Islam akan diberikan sanksi.


Sangat berbeda dengan toleransi ala moderasi saat ini, yaitu membiarkan kemaksiatan dan membebaskan setiap orang untuk melanggar ajaran Islam.


Semoga dari tulisan ini bisa tergambarkan bagaimana toleransi yang sesungguhnya dalam pandangan Islam. Proud of being a Muslim! Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Makan Bergizi Gratis, demi Siapa?

Makan Bergizi Gratis, demi Siapa?




Salah satu peristiwa terkait distribusi makanan gratis

di zaman Rasulullah saw. adalah "suffah"

______________________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Rencana program andalan pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berkampanye pada pilpres lalu yaitu makan siang gratis.


Prediksi Prabowo saat kampanye, anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp460 triliun. Awalnya program ini bernama makan siang gratis kemudian menjadi makan bergizi gratis. Program ini dijalankan menggunakan dana APBN untuk pendidikan dan perlindungan sosial. 


Isu anggaran makan siang gratis dari Rp15.000 menjadi Rp7.500 per porsi atau separuh dari anggaran sebelumnya. Anggaran Rp7.500 masih tahap pembahasan. 


Seperti yang diketahui setiap presiden dan wakil presiden yang terpilih akan memberikan janji-janjinya pada rakyat. Salah satunya makan bergizi gratis yang bertujuan untuk memenuhi kecukupan gizi bagi anak-anak.


Namun anggaran yang dikeluarkan sangatlah besar. Apabila anggaran yang besar itu bisa dialokasikan untuk rencana program andalan pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berkampanye pada pilpres lalu yaitu makan siang gratis. (bbc.com, 26-10-2024) 


Kebutuhan Masyarakat 


Pemenuhan kebutuhan gizi termasuk pemenuhan kebutuhan primer. Masyarakat berharap besar mendapat perhatian dari pemerintah untuk bisa memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari.


Alih-alih program gizi ini akan menyelesaikan masalah pemenuhan gizi masyarakat terutama anak-anak, seakan suatu yang mustahil. Karena bisa kita perhatikan sebelum program gizi gratis dimulai, sudah banyak kendala.


Dari anggaran biaya yang sudah berkurang separuhnya per porsi, belum lagi anggaran yang diambil dari APBN ini menjadi polemik. Karena masih ada kebutuhan dasar lainnya yang harus lebih diprioritaskan.


Pemerintah harus mempertimbangkan kembali anggaran yang akan dikeluarkan dengan skala prioritas kebutuhan masyarakat lainnya. Penekanan bisa berfokus pada bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, daripada terus fokus pada program makan gratis.


Apalagi anggaran tersebut tidak mencukupi dan malah terjadi pengurangan. Akhirnya program tersebut hanya asal berjalan saja.


Tambal Sulam dalam Kapitalisme 


Dalam sistem kapitalis liberal, masalah terselesaikan seperti tambal sulam. Tidak pernah tuntas ke akar permasalahan masyarakat, sehingga masalah kebutuhan gizi selalu muncul kembali.


Di beberapa daerah kerap muncul masalah anak kekurangan gizi, bahkan bertambah banyak kasus stunting terjadi di berbagai daerah.


Maka persoalan pun tak kunjung usai karena pemerintah tidak maksimal dalam mengurus urusan rakyatnya.


Pandangan Islam 


Dalam Islam kepengurusan rakyat harus diurus dengan maksimal, tanpa pandang bulu. Setiap individu berhak mendapatkan kebutuhan pokok termasuk kebutuhan gizi bagi anak-anak dan seluruh masyarakat.


Islam menjadikan amanah pada seorang pemimpin dalam menjalankan tugas pemerintahan. Tugas sebagai seorang pemimpin dalam mengurus urusan rakyat adalah kewajiban yang mutlak dalam menerapkan aturan dan hukum-hukum sesuai syarak.

 

Pemerintah harus bertanggung jawab dalam kekuasaan kepengurusannya. Seperti dalam kitab Nizhamul Hukmi Fi al-Islam:


"Khalifah adalah orang yang mewakili umat Islam dalam urusan kekuasaan atau pemerintahan dan penerapan hukum-hukum syarak."


Pada masa kejayaan Islam, pemberian makan bergizi gratis sudah dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat. Karena kebutuhan pokok masyarakat termasuk pangan sangat diperhatikan. 


Islam memenuhi kebutuhan gizi dengan tuntunan makanan yang halal dan baik. Salah satu peristiwa terkait distribusi makanan gratis di zaman Rasulullah saw. adalah "suffah".


Suffah adalah sebuah tempat di Masjid Nabawi yang dihuni oleh kaum Muhajirin yang belum memiliki pekerjaan dan penghidupan di Madinah.


Rasulullah dan para sahabat pun mengantarkan makanan bergizi kepada para penghuni suffah dengan menu kombinasi makanan berdasarkan ilmu gizi dan asupan yang seimbang.


Adapun pada masa kekhilafahan Turki Utsmani sejak abad ke-14 sampai abad ke-19 mendirikan Imaret. Imaret didirikan oleh para sultan, kalangan militer dan individu untuk mendekatkan diri pada Allah Ta'ala.


Imaret ini bertujuan untuk menyiapkan makanan dan didistribusikan secara gratis pada masyarakat dari berbagai latar belakang.


Anggaran makanan bergizi gratis pada masa Islam didapatkan dari kas Baitulmal yang dikelola oleh negara secara maksimal sesuai dengan kebutuhan pokok seluruh masyarakat baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, pangan, pertanian, ekonomi, harta dan sebagainya.


Khatimah


Begitulah Islam menyelesaikan permasalahan rakyatnya sesuai dengan hukum Islam tanpa melanggar aturan Allah Ta'ala, sehingga keberkahannya terasa pada seluruh alam.


Menjadikan pemimpin dan para pejabat bekerja dengan penuh tanggung jawab. Begitulah pemerintahan Islam menjadi rahmatan lil'alamiin bagi seluruh rakyat baik muslim maupun nonmuslim. Wallahualam bissawab. [SJ/MKC


Siti Rahmawati

Polemik Sertifikasi Halal ala Kapitalisme

Polemik Sertifikasi Halal ala Kapitalisme



Sertifikasi ala kapitalisme telah menjadikan nama suatu produk tak jadi masalah

asal zatnya itu halal

______________________________


Penulis Nurlina Basir, S.Pd.I

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Indonesia adalah salah satu negeri muslim terbesar di dunia saat ini. Jumlah penduduk muslimnya mencapai 245,93 juta jiwa atau 87,08% dari jumlah penduduk (data Kemendagri). Dengan jumlah tersebut mengharuskan adanya penyediaan produk-produk yang terjamin halal terjual di pasaran, seperti kebutuhan hidup berupa makanan, minuman, pakaian dan sebagainya.

 

Namun, perbincangan soal sertifikasi halal pada produk-produk dengan nama sebutan yang tidak halal, serta mengambil nama-nama buruk seperti setan, tuyul, tuak, beer, wine dan yang semisalnya. Ternyata ada yang secara zatnya termasuk kategori halal. Misalnya, mie setan pedas, bakso setan, atau diambil dari nama yang terkesan tidak senonoh.

 

Pemberian nama seperti beer dan wine yang jelas-jelas minuman beralkohol atau minuman keras justru diberikan label halal. Akhirnya berdampak pada penerimaan masyarakat, mirisnya hal tersebut dianggap biasa. Sebagai seorang muslim tentu saja keadaan ini mengkhawatirkan.

 

Sertifikasi ala Kapitalisme


Sertifikasi ala kapitalisme telah menjadikan nama suatu produk tak jadi masalah asal zatnya itu halal. Padahal berpotensi menimbulkan kerancuan yang dapat membahayakan. Karena persoalan halal haramnya suatu benda dalam pandangan Islam merupakan hal prinsip yang sangat berkaitan dengan akidah seorang muslim.

 

Nama suatu produk pun harusnya sudah menggambarkan perihal kandungannya (zatnya). Sebagai konsumen, kita sudah paham bahwa itu aman. Sudah menjadi rahasia umum ketika sertifikasi menjadi ladang bisnis untuk meraup keuntungan.

 

Negara yang menganut sistem ekonomi kapitalisme sekularisme akan menjadikan ini sebagai sesuatu yang menghasilkan. Adanya batas waktu sertifikasi akan membuat sebuah usaha mengabaikan kehalalan dan keamanan.

 

Islam Sangat Memperhatikan Kehalalan Sesuatu

 

Islam merupakan agama sempurna yang mengurus segala aspek kehidupan dunia hingga akhirat. Ia juga memiliki aturan tentang benda atau zat, ada yang halal dan ada pula yang haram. Halal berarti boleh dan haram berarti harus ditinggalkan. Setiap yang dilarang pasti ada keburukan di dalamnya yang berpotensi tertolaknya amalan baik seseorang.



Perintah Allah Swt. dalam Al-Qur'an adalah memakan sesuatu yang halal dan baik yang terdapat di  bumi ini. (baca: QS. Al-Baqarah [2]: 168)



Secara fitrah, manusia membutuhkan setiap asupan yang mengandung dua sifat yaitu halal dan tayibah. Halal dalam pemahaman para ahli fikih adalah dilihat dari segi zat dan prosesnya. Sedangkan tayibah, berdasarkan penjelasan dr. Zaidul Akbar, beliau menulis dalam buku JSR yaitu apabila makanan tersebut aman, baik dan tidak menimbulkan masalah apa pun jika dikonsumsi, baik jangka pendek maupun jangka yang panjang dan dapat memberi manfaat bagi tubuh manusia.

 

Tubuh kita akan memberikan respons 'menolak' ketika diberikan yang haram. Alhasil, timbul berbagai keluhan kesehatan yang skalanya kecil maupun besar.  

 

Makanan yang haram dari segi zatnya adalah bangkai, hewan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah Swt., khamr, babi dan turunannya. Sementara yang terkategori haram berdasarkan prosesnya dapat dilihat dari makanan yang diperoleh dengan cara yang haram seperti korupsi, menipu, suap dan lain-lain.

 

Kaum muslimin berkeyakinan bahwa setiap yang dimakan akan menjadi daging di dalam tubuh dan akan memengaruhi pola tingkah laku. Ini adalah salah satu peringatan Allah Swt.. You are what you eat.

 

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari hal yang dimurkai Allah (haram) dan neraka adalah paling tepat untuknya.” (HR. Musnad Ahmad 13919)

 

Jaminan Halal Adalah Tugas Negara


 

Oleh karena itu, peran negara adalah memastikan setiap produk yang beredar di masyarakat adalah barang halal secara zatnya. Ini adalah bentuk perlindungan pemimpin kepada rakyatnya.

 

Salah satu tugas dari sepuluh tugas Imam yang disampaikan oleh Imam Al Mawardi, dalam kitab beliau yaitu Ahkam Sulthaniyah adalah menegakkan hukum dengan tegas agar segala yang dilarang oleh Allah Swt. tidak mudah dilanggar dan memelihara hak-hak hamba-Nya agar tidak mudah diselewengkan dan diremehkan.

 

Jadi negara Islam wajib menjamin kehalalan dan ketayiban sesuatu yang akan dikonsumsi oleh manusia secara umum. Begitu pun pendidikan yang berbasis akidah Islam wajib diberikan kepada masyarakat agar mereka senantiasa sadar bahwa apa pun yang dilakukan dalam kehidupannya, kelak akan dipertanggungjawabkan.



Sertifikasi halal adalah layanan yang harus diberikan oleh negara dalam Islam dengan biaya yang murah bahkan gratis. Sebab ketika masyarakat yang punya usaha dibebankan pembiayaan yang tinggi kepada mereka, bisa jadi membuatnya enggan untuk mengurusnya, akhirnya tidak mementingkan kehalalan produknya. Apalagi pengawasan minim dilakukan kepada pelaku usaha, maka ini akan sangat memberikan peluang. 



Untuk itu, para kadi yang telah ditunjuk oleh negara harus melakukan pengawasan secara rutin setiap harinya. Pengawasan itu dilakukan di berbagai tempat seperti pasar, tempat pemotongan hewan, gudang pangan, ataupun pabrik. Para kadi akan melakukan pengawasan dan pengecekan pada produksi dan distribusi produk untuk memastikan kehalalan produk, juga tidak adanya kecurangan (ghaban) dan kamuflase (penyamaran).



Kalaupun ada yang melakukan itu, maka sanksi tegas harus diberikan untuknya. Sanksi yang memberikan efek jera tentunya. Keputusan dikembalikan kepada kadi untuk menjatuhkan hukuman sebagai lembaga yang memiliki wewenang tersebut.

 

Tentu kehidupan tersebut harus diwujudkan dalam bentuk perjuangan mengembalikan kehidupan Islam secara menyeluruh, sebagaimana Allah Swt. menyuruh kita untuk melakukannya. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Fenomena FOMO, Tren Merusak Pemuda Remaja

Fenomena FOMO, Tren Merusak Pemuda Remaja



Cara pandang masyarakat yang bebas tidak mau terikat dengan agama

hedonis dengan hidup bermewah-mewahan dan konsumtif 

______________________________


Penulis Liza Khairina

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Gejala sosial karena pengaruh internet dan media sosial telah menjadikan seseorang mau tahu apa saja, mau mencoba apa saja.


Hal ini membuatnya ingin mendapatkan pengalaman yang dimiliki orang lain. Dunia sosial memperkenalkan dengan istilah gejala FOMO, yang mana akhir-akhir ini menjangkiti kawula muda dan dewasa muda.


Fenomena FOMO


Menurut pengamat sosial Devie Rahmawati FOMO atau Fear Of Missing Out dapat menyebabkan dampak buruk, karena untuk mengejar perhatian bisa menggunakan segala cara.


Bahkan sekalipun menggadaikan harga dirinya, keluarganya dan bangsanya untuk mendapatkan hal yang sedang tren. (Lifestyle.kompas.com, 21 September 2024)


Istilah-istilah gaya hidup terus bermunculan seiring perkembangan tingkah laku manusia. Juga berkembangnya teknologi yang semakin canggih menjadikan semua orang terkondisikan dalam lingkarannya.


Tentu saja akar persoalannya adalah sistem yang sedang diterapkan di tengah-tengah umat saat ini. Pengaruh sistem sedemikian kuat dan mampu mengubah cara pandang manusia dalam bersosial. Termasuk gejala FOMO yang hari ini telah menjadi tren dan keresahan semua kalangan. Gaya hidup meniru tanpa batasan.


Salah Satu Tren Buah Kapitalisme


FOMO yang sedang menjangkiti generasi digital akhir-akhir ini adalah buah dari penerapan sistem kapitalis yang basisnya adalah sekuler, memisahkan agama dari kehidupan.


Cara pandang masyarakat yang bebas tidak mau terikat agama, hedonis dengan hidup bermewah-mewahan dan konsumtif membeli barang tapi tidak terpakai menjadikan haluan hidup sebatas kesenangan duniawi yang sesaat. 


Akibatnya, terjadi polarisasi masyarakat bermasalah secara psikis dan candu populis. 


Dari kehidupan yang hanya untuk senang-senang saja pastinya yang paling terdampak adalah para pemuda. Pemuda yang terlahir dalam lingkungan kapitalisme mudah terikut arus dan pada akhirnya terbentuk sebagai generasi lost prestasi, pembebek dan jauh dari berpikir kreatif, inovatif apalagi solutif.


Sebab tontonan niragama menjadi konsumsi dan lifestyle. Padahal gerak maju dan mundurnya suatu bangsa ini bergantung generasinya. Generasi yang tumbuh ke arah baik dan cerdas memimpin di masa depan.


Namun sayang, dalam sistem kapitalis demokrasi ini generasi baik hanya menjadi mimpi belaka, sebab tidak adanya support ruang dan perlindungan sistem yang memungkinkan lahir dan tumbuhnya generasi beradab dengan visi akhirat.


Islam sebagai Penguat Karakter Generasi


Berbeda dengan sistem Islam yang memiliki sistem kekebalan disorientasi. Islam dengan karakter fitrahnya memandang generasi sebagai kekuatan untuk sebuah perubahan dan kebangkitan. Itulah kenapa membentuk pola pikir generasi dengan konsep yang benar adalah hal utama agar tidak salah dalam bersikap.


Pola pikir di sini tentunya adalah pola pikir yang berdasarkan iman dan takwa bervisi amal di dunia untuk kebahagiaan di akhirat. Sistem Islam membatasi gaya hidup dengan standar halal haram.


Pertimbangan maksiat taat dalam berpikir dan bersikap adalah upaya membentengi generasi agar tidak terjerumus dalam kerusakan dan kemunduran.


Karenanya, penting mengembalikan potensi generasi sesuai tujuan penciptaannya. Yaitu dilahirkan ke bumi hanya untuk beribadah. 


Aktivitas amaliyah di dunia yang berangkat dari kesadaran hubungannya dengan Allah Swt.. Sebab segala hal yang dilakukan di dunia akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Pemilik alam semesta.


Pemuda hari ini dengan semangat kiprah keumatannya, kelak ketika dewasa siap menjaga dan melanjutkan cita-cita luhur para pendahulunya.


Dengan predikat umat terbaik, mereka akan mampu mengambil alih kepemimpinan yang menjadi miliknya, di bawah bendera Al-liwa dan Ar-rayah. Rasulullah saw. bersabda:


يَعْجَبُ رَبُّكَ مِنْ شَابٍّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ


"Rabb-Mu kagum dengan pemuda yang tidak memiliki shobwah (kecenderungan menyimpang dari kebenaran)." (HR. Ahmad)


Para pemuda dari generasi terbaik telah meninggalkan jejak sejarah keemasannya  dengan berdiri sebagai sosok berdikari dan beramar makruf nahi mungkar.


Lantang menyuarakan kebenaran dengan berpijak pada Al-Qur'an dan hadis. Menyambut janji Allah Swt. dan kabar gembira Rasul saw. dengan berlomba dalam kebaikan melalui karya-karya yang mengagumkan.


Sebutlah sahabat Nabi saw. dari kalangan pemuda seperti Mush'ab bin Umair, Sa'ad bin Abi Waqqas, Zaid bin Tsabit, Zubair bin Awwam. Juga para pemuda di masa Islam setelahnya. Ada Shalahuddin Al Ayyubi, Muhammad Al Fatih, Abdurrahman Ad Dakhil yang memimpin di usia muda.


Para pemuda polimath yang pada zamannya adalah pemuda Ahlul Qur'an kemudian terbina sebagai penemu-penemu saintek yang karyanya diakui dunia dan hari ini dinikmati oleh semua lapisan masyarakat dunia.


Ada Al-Khawarizmi penemu angka 0-9, Ibnu Firnas, Ibnu Sina bapak kedokteran yang karyanya menjadi rujukan dunia kesehatan. Dan lain-lainnya dari para muslim muda yang dunia mengenalnya sebagai agen perubahan dan kebangkitan besar.


Pada usianya yang masih belia, mereka terus menempa diri dengan belajar dan berlatih, tidak larut dalam kesenangan duniawi dan hura-hura. Alhasil, tumbuh berjiwa besar dan memimpin umat dengan bakat yang berbeda tapi dalam satu irama meninggikan kalimat Lailahaillallah Muhammadur Rasulullah.


Tentu semua itu sebab akidah Islam yang menancap di dada-dada mereka. Juga support sistem yang menaruh perhatian besar pada pemuda. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]