Featured Post

Recommended

Beauty and the Best: Salihah Cantik yang Sesungguhnya

Bukan karena penampilan fisik yang membawa pada keridaan Allah tetapi keimanan dan ketakwaan seorang hamba ______________________________ Pe...

Alt Title
Beauty and the Best: Salihah Cantik yang Sesungguhnya

Beauty and the Best: Salihah Cantik yang Sesungguhnya




Bukan karena penampilan fisik yang membawa pada keridaan Allah

tetapi keimanan dan ketakwaan seorang hamba

______________________________


Penulis Siska Juliana 

Tim Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, REPORTASE - Sebutan cantik menjadi dambaan bagi setiap perempuan. Dipuji, dihargai, dan diakui kecantikannya adalah tujuan saat merawat diri. Tak ayal, para perempuan rela berbuat apa pun demi tampil cantik. Bahkan sampai ada yang melakukan operasi plastik. Bagaimana Islam memandang hal ini? 


Untuk menjawab rasa penasaran itu, Komunitas Smart With Islam mengadakan kajian yang bertajuk “Beauty and the Best: Salihah Cantik yang Sesungguhnya” pada Ahad, 18 Mei 2025. Kegiatan ini dihadiri oleh puluhan pelajar dan mahasiswa area Kota Bandung, Jawa Barat. 


Para peserta antusias mengikuti acara ini dari awal hingga akhir. Adanya sesi tanya jawab dan silah ukhuwah bersama peserta menambah pemahaman para remaja muslimah yang menghadiri acara ini. 


Teh Alfina selaku pemerhati remaja mengungkapkan fakta tentang dunia kecantikan. Misalnya, banyak artis yang melakukan oplas. Menurut data Ceoworld, negara dengan tingkat oplas tertinggi global tahun 2024 adalah Korea Selatan, sedangkan Indonesia di urutan 82. 


Produk skincare juga menjamur di Indonesia. Menurut katadata, total belanja produk kecantikan di Indonesia mencapai Rp262 triliun pada 2025. Hal ini ditambah dengan influencer yang gercep promosi barang endorse plus tutorial make up.


Ia menjelaskan bahwa kapitalisme sekuler melahirkan pemahaman yang salah terhadap kehidupan. Akibatnya, standar kebahagiaan yaitu kepuasan fisik, penilaian fisik sebagai tolok ukur, dan munculnya gaya hidup konsumtif (tidak bisa membedakan needs dan wants). 


Sebenarnya ingin tampil cantik itu fitrah yang merupakan wujud dari gharizah nau (naluri seksual). Alhasil, ingin dipuji teman atau lawan jenis. Oleh karena itu, Islam harus menjadi panduan dalam mengendalikan gharizah ini agar tidak salah jalan. 


“Allah itu Maha Pengasih dan tidak pilih kasih. Remaja enggak perlu galau terhadap qada atau ketentuan yang diberikan Allah kepadanya,” ucapnya.


Allah tidak akan menghisab warna kulit, ukuran dan tinggi badan, bentuk rambut lurus atau ikal. Semua “gratis” tidak diminta untuk menggantinya. Malah jika kita berusaha menggantinya untuk mengubah qada, justru tidak disukai Allah. 


Ingin cantik itu ternyata ada aturannya, yaitu menjadikan pemahaman Islam sebagai standar perilaku, menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak hanya berlaku pada mahram (QS. An- Nur: 31), serta dilarang tabarruj (menampakkan aurat, berdandan secara berlebihan) yang dijelaskan dalam surah Al-Ahzab ayat 33.


Ia mengungkapkan jika penggunaan skincare, make up, bahkan oplas yang tujuannya untuk menarik perhatian sehingga muncul rasa suka laki-laki terhadapnya adalah perbuatan yang menyimpang dari ajaran Islam.


Rasulullah saw. menganjurkan umatnya untuk menjaga penampilan dan mencintai keindahan. Tampil cantik boleh saja, asal memperhatikan rambu-rambu syariat agar tidak kebablasan. Penampilan fisik bukanlah hal yang paling penting, menjadi salihah adalah yang terpenting.  


“Pemuka wanita ahli surga ada empat. Ia adalah Maryam binti Imran, Fatimah binti Rasulullah saw., Khadijah binti Khuwailid, dan Asiyah istri Firaun.” (HR. Muslim dan Hakim)


Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan harta kalian tetapi Ia melihat hati dan amal kalian.” (HR. Muslim no. 2564)


Bukan karena penampilan fisik yang membawa pada keridaan Allah, tetapi keimanan dan ketakwaan seorang hamba. Sejarah telah mencatat hal itu.


Bilal bin Rabbah dijamin masuk surga meski ia budak berkulit hitam legam. Sumayyah ibunda Ammar bin Yassir menjadi wanita pertama yang syahid dengan jaminan surga. Abdurrahman bin Auf menjadi salah satu sahabat yang sangat dicintai Rasulullah saw. bukan karena ketampanan dan kekayaannya, tetapi karena kedermawanan dan kecintaannya terhadap dakwah Islam.


“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.” (QS. Al-Hujurat: 13)


Kemudian Teh Alfina menyebutkan tips agar kita tidak insecure akibat penampilan, yaitu:


Pertama, jangan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain.


Kedua, hidup dalam circle yang positif.


Ketiga, selalu positif thinking.


Keempat, rutin ikut kajian agar keimanan menguat dan mental kita kokoh.


“Tidak perlu malu jika fisik kita dipandang tidak sempurna oleh sesama manusia. Malu itu hanya saat tidak mau taat syariat,” jelasnya. 


“Enggak perlu galau jika tidak cantik. Menjadi salihah jauh lebih penting karena salihah itu cantik yang sesungguhnya,” tegasnya.


Demikianlah cara agar remaja muslimah tidak terjebak dalam standar cantik ala Barat dan memahami bahwa menjadi salihah adalah tujuan utamanya. Wallahualam bissawab.

Vasektomi Syarat untuk Bansos, Nyata Suatu Kezaliman!

Vasektomi Syarat untuk Bansos, Nyata Suatu Kezaliman!


Ketua Komnas HAM Atnika Nova Sigito mengatakan bahwa menjadikan vasektomi sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan sosial adalah bentuk pelanggaran hak otonomi tubuh

_______________________________


Penulis Tinah Asri 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Gubernur Jawa Barat yang satu ini memang beda. Dia senang sekali membuat sensasi dengan mengeluarkan kebijakan yang mengundang kontroversi. Kang Dedi Mulyadi (KDM) begitulah orang-orang memanggilnya, dia mengusulkan Vasektomi menjadi syarat untuk mendapatkan bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat pra sejahtera di wilayahnya, Jawa Barat. Gagasan tersebut dia sampaikan dalam rapat Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat dengan tajuk "Gawe Rancage Pak Kades Jeung Pak Lurah" di Pusdai, Jawa Barat, Senin 28 April 2025. 


Dedi Mulyadi juga mengatakan, bagi laki-laki yang bersedia melakukan vasektomi akan diberi uang intensif sebesar lima ratus ribu rupiah sebagai imbalan karena telah mendukung kebijakan pemerintah. Melalui program Keluarga Berencana (KB) pria vasektomi ini diharapkan bantuan sosial bisa terdistribusikan secara merata, jadi tidak hanya bertumpu pada keluarga yang itu-itu saja. Baginya, vasektomi merupakan bentuk tanggung jawab pria terhadap dirinya sendiri dan keluarga. Suami mengambil alih peran dalam membatasi angka kelahiran, yang selama ini dibebankan kepada perempuan. 

"Jangan membebani reproduksi hanya pada perempuan. Perempuan jangan menanggung beban reproduksi, sabab anu beukian mah salakina," ujarnya. (CNNIndonesia.com, 09-05-2025)


Tak urung usulan ini pun langsung mendapatkan penolakan dari berbagai pihak, termasuk  Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat. Ketua MUI Jawa Barat, K.H. Rahmat Syafei mengatakan tindakan vasektomi tanpa alasan syar'i jelas hukumnya haram menurut Islam.  Meskipun dalam kondisi-kondisi tertentu vasektomi boleh dilakukan apabila berhubungan dengan kesehatan reproduksi pada seorang pria. Mengenai keharaman asektomi ini telah ditetapkan pula dalam Ijtima' Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang diselenggarakan pada tahun 2012 lalu di Cipinang Tasikmalaya.


Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnika Nova Sigito yang mengatakan bahwa menjadikan vasektomi sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan sosial adalah bentuk pelanggaran hak otonomi tubuh.Tubuh termasuk bagian privasi, jadi tidak boleh dikompromikan dengan sebuah kebijakan, karena bisa disebut sebagai bentuk pemaksaan.


Vasektomi Upaya Memandulkan Rakyat Miskin 


Sebenarnya vasektomi sudah sejak lama ditawarkan kepada masyarakat Indonesia. Vasektomi adalah salah satu program keluarga berencana (KB) untuk pria yang dilakukan dengan metode operasi atau pembedahan untuk menyumbat atau memutus saluran sperma (vas deferens). Sebagian besar vasektomi bersifat permanen, artinya, seorang pria yang telah menjalani vasektomi kecil kemungkinan untuk bisa lagi mempunyai keturunan. Meskipun ada beberapa kasus orang yang telah menjalani vasektomi masih bisa mempunyai anak, tapi itu jarang sekali terjadi.


Di sinilah letak ketidakadilan khususnya bagi masyarakat miskin. Orang miskin dianggap sebagai sumber masalah. Orang miskin tidak boleh punya anak, harus dimandulkan secara paksa. Ini menunjukkan bahwa pemerintah sama sekali tidak peduli terhadap nasib rakyat, kalaupun ada yang peduli hanya sebatas pencitraan demi kekuasaan tetap dalam genggaman.


Padahal seharusnya, pemerintahlah yang bertanggung jawab memberikan jaminan hidup layak bagi masyarakat, menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu rakyat baik itu menyangkut pangan, sandang, dan papan. Bahkan, tidak hanya itu, pemerintah pun harus bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan dan juga keamanan bagi seluruh rakyat. Pemerintah harus menyediakan lapangan kerja untuk para suami. Agar mereka bisa melaksanakan kewajibannya, menafkahi dirinya sendiri dan keluarganya, dengan jerih payahnya bukan mengandalkan bantuan dari pemerintah.


Sayang, dalam negara yang menerapkan sistem demokrasi kapitalis pemerintah hadir bukan untuk mengurusi rakyat. Dengan mengatasnamakan rakyat, sejatinya para pemimpin bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri, keluarga, juga partai pengusungnya. Itu sebabnya kemakmuran dan kesejahteraan hanya bisa dirasakan oleh segelintir orang, yakni para penguasa, wakil rakyat, elite partai dan pemilik modal. 


Akibatnya, kesenjangan ekonomi semakin terasa. Pejabatnya kaya raya, bergelimang harta, bisa naik jet pribadi, sementara rakyatnya tetap dibiarkan sengsara dan menderita. Maka wajar jika timbul kecemburuan sosial, akibatnya terjadi berbagai tindak kejahatan dan ujung-ujungnya rakyat kecil yang menjadi korban.


Fungsi Pemerintah dalam Islam 


Fungsi pemerintahan dalam Islam berbeda jauh dengan fungsi pemerintahan dalam sistem demokrasi. Pemerintah dalam Islam hadir untuk mengurusi urusan rakyat, mensejahterakannya, menjaga akidahnya dan keselamatan seluruh rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda:

"Pemimpin yang memimpin rakyat adalah pengatur urusan mereka dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya." (HR. Al-Bukhari)


Mengenai kebutuhan pokok terutama pangan, papan ,dan sandang, negara Islam akan memastikan seluruh individu rakyat terpenuhi semua kebutuhannya. Caranya, negara akan mewajibkan laki-laki yang mampu untuk bekerja, menjalankan kewajibannya menafkahi keluarga. Jika tidak mampu maka kewajiban itu dilimpahkan kepada ahli warisnya. Jika tidak ada, maka tanggung jawab diambil oleh kaum muslimin dan negara melalui baitulmal, dan yang pasti tanpa syarat apapun. Maka, dapat dipastikan tidak ada orang yang terlantar karena tidak terpenuhi kebutuhan pokoknya.


Begitu pun dalam hal kepemimpinan, pemimpin dalam sistem Islam berbeda dengan pemimpin dalam sistem demokrasi. Seorang pemimpin dalam negara yang menerapkan Islam secara kafah hadir untuk melayani rakyat. Seorang khalifah dipilih karena kemampuannya dalam mengurus rakyat, karena keimanannya serta rasa takutnya kepada Allah Swt. Dengan keimanannya, seorang pemimpin akan berusaha menjalankan amanah kepemimpinan dengan sebaik-baiknya, yakni hadir sebagai pengurus rakyat, pelayan, sekaligus pelindung bagi rakyat.


Sebaliknya orang fasik tidak boleh diangkat menjadi pemimpin, sebab tanpa iman di dadanya seorang pemimpin akan mudah tergelincir ke dalam perbuatan maksiat, menggunakan kekuasaan nya untuk melakukan kezaliman dan kejahatan, seperti apa yang kita rasakan hari ini. Untuk itu, mengharapkan hadirnya seorang pemimpin yang benar-benar tulus melayani rakyat, bekerja untuk rakyat, dalam sistem demokrasi mustahil akan terwujud. Sekuat apapun iman seseorang jika berada di dalam sistem yang rusak maka akan terbawa rusak. Adanya pemimpin yang bekerja tulus melayani rakyat hanya akan terwujud jika negara menerapkan syariat Islam secara kaffah. Wallahualam bissawab. [GSM-MKC]

Jaminan Kesejahteraan dalam Islam

Jaminan Kesejahteraan dalam Islam


Sejatinya kebijakan vasektomi ini berangkat dari pemikiran ideologi kapitalisme.

Ideologi ini memandang bahwa banyaknya anak akan menjadi beban, bahkan menyebabkan kemiskinan

__________________________


Penulis Ummi Qyu

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Komunitas Rindu Surga 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengungkapkan rencananya menjadikan vasektomi atau Keluarga Berencana (KB) pria sebagai syarat untuk menerima bantuan sosial atau bansos. Ia menyampaikan rencana kebijakannya itu setelah rapat koordinasi di Gedung Balai Kota Depok pada Selasa, 29 April 2025. Dengan tujuan membantu mengurangi angka kemiskinan warga Jawa Barat. 


Akan tetapi, rencana itu langsung mendapat penentangan dan kritikan dari berbagai pihak, seperti Komnas HAM (Hak Asasi Manusia) dan MUI (Mejelis Ulama Indonesia). Oleh karena itu, Gubernur Jawa Barat memberikan klarifikasi bahwasanya program  KB, khususnya vasektomi tidak akan dijadikan syarat masyarakat miskin untuk mendapatkan bansos. Namun, hal ini merupakan bentuk seruan dan anjuran saja. Menurutnya, program KB bagi pria tidak harus dengan vasektomi saja. Bisa dengan pengaman ataupun pencegah kehamilan lainnya yang bisa digunakan oleh laki-laki. (Tempo.id, 8-5-2025)


Vasektomi dan Perencanaan Kelahiran 


Dalam dunia medis, ada 2 prosedur penghentian kemampuan reproduksi pria, yaitu kebiri dan vasektomi. Artinya, sama-sama memandulkan seorang laki-laki sehingga tidak bisa membuahi sel telur. Hanya saja perbedaannya, kebiri melibatkan pengangkatan testis sedangkan vasektomi hanya memutuskan jalur sperma dengan mengganggu vas deferens, yaitu yang menghubungkan epididimis dengan saluran kemih (uretra) sehingga sama-sama tidak bisa membuahi sel telur.


Meski metode vasektomi sudah ada operasi untuk dapat menyambungkannya kembali, akan tetapi tidak akan langsung pulih dan kembali sempurna. Kecil peluang untuk dapat menghamili istrinya kembali. 


Maka dari itu, program vasektomi  dan tubektomi (pemutusan saluran pada wanita) ataupun kebiri, yang menjadi bagian dari kebijakan pembatasan kelahiran (tahdîd an-nasl) hukumnya haram. Apalagi jika dijadikan sebagai kebijakan pemerintah yang bersifat memaksa kepada rakyat, itu sudah termasuk bentuk kezaliman.


Selain itu, rencana kebijakan pemerintah itu bertentangan dengan syariat Islam. Karena Islam memerintahkan umatnya untuk menikah dan menganjurkan untuk mendapatkan banyak keturunan. Mengenai perencanaan kelahiran, syariat Islam mengizinkan kepada pasangan suami-istri untuk melakukan pengendalian atau pengaturan kelahiran (tanzhîm an-nasl). 


Misalnya, agar seorang ibu mendapatkan waktu yang cukup untuk masa pemulihan dirinya. Sehingga ia dapat maksimal dalam memberikan perhatian dan pemeliharaan pada anak-anaknya. Oleh karena itu, Islam membolehkan kepada para suami melakukan ‘azl (coitus interruptus [senggama terputus]) atau bisa dikatakan mengeluarkan sperma di luar kemaluan saat berhubungan intim dengan istrinya.


Atas dasar itu, hukum memakai alat-alat kontrasepsi lain, seperti kondom, spiral/IUD, atau kontrasepsi hormonal seperti pil KB atau suntikan adalah boleh dan legal secara syariat selama tidak menimbulkan mudarat (bahaya) bagi pengguna. Jika itu terjadi, harus segera dihentikan. Meskipun demikian, ketentuan penggunaan alat tersebut harus datang dari kedua belah pihak bukan sebagai kebijakan yang sifatnya memaksa demi mendapatkan pelayanan dari negara.


Jika kita teliti lebih dalam, sejatinya kebijakan vasektomi ini berangkat dari pemikiran ideologi yang diemban negeri ini, yakni kapitalisme. Ideologi ini memandang bahwa banyaknya anak akan menjadi beban bahkan menyebabkan kemiskinan. Padahal tidak ada hubungannya antara populasi dengan kemiskinan. Karena sejatinya, negara yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. Hanya saja, sistem kapitalisme ini justru berlepas tangan menyerahkan urusan hidupnya kepada masing-masing individu. 


Di sisi lain, ideologi ini mengizinkan kekayaan alam dikuasai oleh swasta, baik swasta lokal maupun asing sehingga penguasaan kekayaan negara dipegang oleh segelintir orang saja hanya berputar pada kalangan mereka. Sehingga roda ekonomi  tidak berputar menyeluruh dan muncul kesenjangan sosial yang lebar dan dalam. 


Jelas sudah, bahwa banyaknya anak bukan penyebab kemiskinan. Melainkan sistem batil kapitalisme yang menjadikan rakyat miskin.  


Sistem Islam Menjamin Kesejahteraan Rakyat


Sebagai agama yang sempurna, Islam mempunyai solusi di setiap permasalahan termasuk masalah kemiskinan. Di mana sistem Islam akan mengurus rakyatnya dengan menyediakan lapangan kerja yang luas untuk para kepala keluarga, agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Selain itu, Islam juga mengatur kepemilikan sumber daya alam (SDA) yang dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kemaslahatan rakyat. Tidak hanya itu, menerapkan sistem Islam dan aturan Allah Swt. juga akan ada keberkahan di dalamnya. 


Kita juga harus meyakini bahwa setiap makhluk hidup sudah ada jaminan rezeki dari Allah Swt. sehingga tidak perlu khawatir akan kekurangan. Sebagaimana zaman dahulu, orang-orang Arab jahiliah takut akan menjadi miskin jika mereka memiliki anak, lalu Allah Swt. mengingatkan: 

“Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah yang akan memberikan rezeki kepada mereka dan kepada kalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (TQS. Al-Isra’ (17): 31) 


Selain itu, untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, Islam juga akan menyediakan fasilitas-fasilitas dengan bebas biaya, seperti sekolah, rumah sakit dan lain sebagainya. Karena, pemerintahan Islam mempunyai pemasukan yang besar dari pengelolaan SDA di wilayahnya untuk kesejahteraan seluruh umat. 


Demikian, sistem kehidupan Islam yang akan memberikan solusi terbaik untuk seluruh umat manusia. Dengan menerapkan sistem Islam sebagai ideologi dan sistem kehidupan manusia, maka akan datang keberkahan dan rida Allah Swt..  Wallahuallam bissawaab. [Dara/MKC]

Pendidikan dan Politik Populis Saatnya Menatap Akar Bukan Daun

Pendidikan dan Politik Populis Saatnya Menatap Akar Bukan Daun

 



Program populis tahunan hanya menjadi penenang sesaat

Tidak menyentuh struktur, apalagi menciptakan transformasi

_________________________


Penulis Etik Rositasari

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Alumni Pascasarjana UGM


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pendidikan adalah urat nadi peradaban. Ia tak sekadar mendistribusikan pengetahuan, tetapi membentuk cara berpikir, nilai hidup, dan arah masa depan sebuah bangsa. Tidak ada negeri yang bangkit kecuali melalui pendidikan yang kokoh dan tidak ada generasi unggul tanpa sistem pendidikan yang adil, merata, dan berlandaskan visi luhur.


Setiap tanggal 2 Mei, Hari Pendidikan Nasional diperingati dengan gegap gempita. Pidato-pidato optimistik disampaikan, program-program diumumkan, dan kebijakan populis kembali digulirkan.


Tahun ini presiden memperkenalkan program renovasi sekolah serta bantuan tunai untuk guru honorer. Dalam pidatonya, beliau bertanya retoris, “Bagaimana anak-anak bisa unggul kalau sekolahnya rusak?” (tirto.id, 2 Mei 2025)


Sebuah pertanyaan yang layak kita balik: mengapa sekolah itu rusak, dan siapa yang seharusnya bertanggung jawab?


Pendidikan Kita: Potret yang Tak Lagi Samar


Sementara itu, kita lihat faktanya di lapangan. Di Kota Bekasi, ratusan siswa SDN Jatimulya VI belajar di perpustakaan karena ruang kelas mereka tak layak pakai. Kepala sekolah menuturkan, “Anak-anak sudah tidak nyaman, apalagi saat hujan mereka harus pindah-pindah tempat karena atap bocor." (tirto.id, 29 April 2025)


Sekolah yang seharusnya menjadi tempat tumbuh kembang intelektual dan moral anak-anak justru menjadi simbol keterbatasan dan pengabaian.


Sementara itu, guru honorer yang selama ini menjadi tulang punggung pendidikan di pelosok tetap menerima gaji yang jauh dari layak. Pemerintah memang menjanjikan bantuan cash transfer Rp3 juta per semester. Namun, kebijakan ini lebih menyerupai “penyedap rasa” daripada pemenuhan hak profesional.


“Bentuk bantuannya adalah cash transfer, bukan tunjangan profesi,” demikian pernyataan dari Kemendikbudristek. (kompas.com, 4 Mei 2025). Tidak ada skema jaminan karier, tidak ada standar penghidupan layak.


Ketika sarana pendidikan tak memadai dan guru tak dimuliakan, maka bagaimana kita berharap lahirnya generasi unggul? Harapan itu menjadi absurd jika negara tak menata ulang orientasinya terhadap pendidikan.


Kapitalisme dan Pengabaian Sistemik


Masalah ini bukan sekadar kegagalan administratif atau lemahnya manajemen. Akar persoalannya adalah sistemik. Pendidikan di negeri ini dijalankan dalam bingkai kapitalisme, yang memosisikan negara bukan sebagai penjamin hak, melainkan fasilitator pasar. Pendidikan pun berubah dari hak menjadi komoditas.


Negara hanya mengambil porsi minimum, menyediakan sebagian sekolah negeri, sementara sisanya dibebankan kepada masyarakat dan swasta. Dalam banyak hal, negara menyerahkan tanggung jawab pendanaan dan pengelolaan kepada mekanisme pasar. Maka tak heran, kualitas pendidikan kerap ditentukan oleh daya beli.


Keterbatasan anggaran menjadi dalih klasik. Sistem ekonomi kapitalistik membuat negara terus bergantung pada utang luar negeri untuk pembiayaan pembangunan, termasuk sektor pendidikan. Dalam situasi fiskal sempit, prioritas justru diberikan pada proyek-proyek infrastruktur dan pembayaran utang, bukan pemajuan pendidikan.


Di saat bersamaan, korupsi merajalela, menyedot anggaran yang seharusnya mengalir ke sekolah-sekolah dan kesejahteraan guru. Laporan Tempo (2020) menunjukkan program bantuan pendidikan pun rawan bocor dan disalahgunakan.


Dengan kondisi seperti ini, program populis tahunan hanya menjadi penenang sesaat. Tidak menyentuh struktur, apalagi menciptakan transformasi.


Islam: Pendidikan sebagai Amanah, Bukan Beban


Berbeda dari kapitalisme, Islam meletakkan pendidikan sebagai tanggung jawab penuh negara. Ia bukan produk pasar, bukan pula proyek politik. Rasulullah ï·º bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah)


Jika menuntut ilmu adalah kewajiban, maka negara wajib memfasilitasinya secara optimal dan gratis.


Dalam sejarah Islam, negara memimpin langsung penyelenggaraan pendidikan. Khalifah membangun sekolah, madrasah, hingga universitas. Guru digaji dari Baitulmal, bukan sekadar diberi insentif. Ilmu tidak dikomersialisasikan, melainkan disebarkan sebagai bagian dari jihad peradaban.


Sistem ekonomi Islam menopang kebijakan ini dengan struktur yang kokoh dan sumber pembiayaan yang stabil. Negara memperoleh pemasukan dari pengelolaan kekayaan alam (sebagai milik umum), zakat, kharaj, jizyah, dan fai’. Tidak ada ketergantungan pada utang luar negeri, tidak ada korporatisasi sektor strategis, dan tidak ada privatisasi pendidikan. Negara tidak akan berlindung di balik “keterbatasan anggaran”, karena ia tak boleh abai terhadap hak rakyat.


Islam memuliakan guru, bukan hanya dengan lisan, tetapi dengan jaminan hidup dan penghargaan sosial. Pendidikan bukan alat mencetak buruh murah, tetapi sarana mencetak manusia merdeka, berilmu, bertakwa, dan siap memimpin.


Butuh Perubahan Sistemik, Bukan Tambalan Musiman


Pendidikan Indonesia tidak sedang butuh proyek baru, tetapi paradigma baru. Ia tak sedang kekurangan ide, tetapi kekurangan keberanian untuk beranjak dari sistem yang selama ini mengekang potensi pendidikan.


Kita tidak boleh terus menormalisasi kebijakan tambal sulam. Jika negara terus memosisikan pendidikan sebagai beban fiskal, guru sebagai buruh tak bernilai, dan siswa sebagai statistik belaka, maka selamanya kita hanya akan berjalan di tempat.


Sudah saatnya kita melihat Islam bukan hanya sebagai nilai moral, tetapi sebagai sistem alternatif yang realistis dan terbukti mampu membangun peradaban ilmu selama berabad-abad. Islam bukan utopia, melainkan jalan yang pernah ditempuh, dan kini sangat mungkin dirintis kembali. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Menyoal Angka Kemiskinan dalam Sistem Kapitalis

Menyoal Angka Kemiskinan dalam Sistem Kapitalis



Tingginya angka kemiskinan menunjukkan bahwa

penerapan sistem kapitalis telah gagal dalam memberikan kesejahteraan bagi rakyat


____________________


Penulis Ummu Saibah 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beberapa waktu lalu kita dibuat heran dengan data yang di keluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa angka kemiskinan di negeri ini hanya 8,57 % dari sekitar 24,96 juta jiwa per September 2024. Masyarakat awam bisa melihat bahwa data tersebut tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.


Menurut data Bank Dunia penduduk miskin di Indonesia mencapai 60,3% dari 171,8 juta jiwa. Kepala BPS Amalia Adininggar W menyatakan perbedaan data tersebut terjadi karena standar garis kemiskinan yang digunakan oleh Bank Dunia berbeda dengan yang digunakan BPS disesuaikan dengan tujuan. (Tirto.id, 2-5-2025)


Perbedaan data angka kemiskinan antara BPS dan Bank Dunia membuka mata masyarakat awam bahwa ternyata di dalam sistem kapitalis data angka kemiskinan bisa dimanipulasi sesuai dengan tujuannya. Hal ini menunjukkan bahwa kemiskinan hanya sebagai angka pengukur saja tidak benar-benar digunakan sebagai acuan dalam mengentaskan kemiskinan.


Kemiskinan dalam Sistem Kapitalis Hanya Deretan Angka


Perbedaan mencolok antara angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS dan Bank Dunia menyebabkan kerancuan berpikir masyarakat awam. Pasalnya, seseorang bisa dikategorikan miskin secara nasional, tetapi masuk kategori miskin ekstrem secara global. Perbedaan tersebut muncul akibat perbedaan standar pengukuran antara BPS dan Bank Dunia juga perbedaan tujuan pengambilan data.


Dalam hal ini, Bank Dunia menggunakan tiga pendekatan atau standar garis kemiskinan yaitu Internasional Poverty Line untuk menghitung tingkat kemiskinan ekstrem dan menengah, kemudian Purchasing Power Parity. Hal ini dimaksudkan untuk memantau pengentasan kemiskinan secara global dan membandingkan tingkat kemiskinan antar negara. BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar atau Cost of Basic Needs untuk mengukur angka kemiskinan di Indonesia (CBN). (BPS.go.id, 2-5-2025).


Perbedaan standar kemiskinan terjadi karena dampak dari penerapan sistem kapitalis dalam tata kelola ekonomi dan sosial yang menimbulkan kesenjangan sosial. Dalam sistem kapitalis, individu diizinkan secara legal untuk menguasai dan mengelola sumber daya alam menyebabkan peredaran harta hanya berputar di kalangan tertentu saja.


Tingginya angka pengangguran akibat kurangnya lapangan pekerjaan berimbas pada distribusi pendapatan tidak merata. Selain itu, biaya pendidikan dan kesehatan yang mahal juga bisa disebabkan karena pengelolaan aset vital oleh individu. Yang tak kalah pentingnya adalah hilangnya peran negara sebagai pengurus urusan rakyat. Hal ini terbukti dengan banyaknya kebijakan yang dikeluarkan oleh negara tidak memihak kepentingan rakyat.


Tingginya angka kemiskinan menunjukkan bahwa penerapan sistem kapitalis telah gagal dalam memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Oleh karena itu, diperlukan sistem yang sahih untuk memperbaiki kondisi sekarang ini.


Mewujudkan Kesejahteraan Melalui Penerapan Ekonomi Islam


Islam adalah agama yang sempurna. Hal ini telah dikabarkan Allah Swt. dalam Al-Qur'an, Allah Swt. berfirman: "...pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untuk mu dan telah Aku cukupkan nikmat Ku bagimu dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu..." (QS. Al-Maidah (5):3)


Ayat di atas menjelaskan bahwa agama Islam tidak sekadar agama yang mengatur peribadatan kepada Allah Swt. saja. Namun, syariat Islam juga mengatur seluruh aspek kehidupan tak terkecuali aspek ekonomi.


Bila perekonomian dalam sistem kapitalis berbasis riba, maka perekonomian di dalam sistem Islam memiliki mekanisme yang berdasarkan syariat Islam, seperti larangan adanya riba, pengaturan kepemilikan harta, di mana ada harta yang boleh dimiliki individu, ada harta yang boleh dimiliki negara, dan juga ada harta yang menjadi milik umum sehingga distribusi kekayaan lebih merata.


Selain itu, praktik zakat dan sedekah yang diterapkan oleh negara akan mengurangi kesenjangan ekonomi karena zakat benar-benar akan didistribusikan kepada delapan asnaf sesuai QS. At-Taubah (9): 60 dan sedekah yang lebih luas cakupannya.


Islam juga menganjurkan adanya kerjasama dengan sistem bagi hasil (mudharabah) dan kemitraan (musyarakah). Oleh karena itu, penerapan ekonomi Islam akan mampu mengentaskan kemiskinan dengan mekanisme ekonomi yang lebih adil. 


Namun, untuk mewujudkan hal itu dibutuhkan sistem pemerintahan yang berdasarkan Islam dan dipimpin oleh seorang khalifah yang akan melegalisasi hukum atau membuat perundangan atas dasar hukum syariat karena Islam memandang bahwa pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu adalah tanggung jawab negara bukan diserahkan pada mekanisme pasar atau korporasi. 


Rasulullah saw. bersabda: "Al Imam atau Khalifah adalah raa'in atau pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari)


Keberadaan seorang khalifah yang menerapkan syariat Islam dalam negara dengan sistem pemerintahan berdasarkan Islam merupakan kebutuhan yang mendesak untuk diperjuangkan saat ini. Tanpa kepemimpinan seorang khalifah yang menerapkan syariat Islam, hilanglah perisai atau pelindung umat sehingga mengakibatkan kesengsaraan global seperti yang sekarang ini terjadi.


Impitan kemiskinan dan tekanan dari musuh-musuh Islam selalu berniat untuk menguasai wilayah dan mencegah kebangkitan kaum muslim. Oleh karena itu, kita harus menyadari pentingnya persatuan umat melalui ikatan akidah untuk memperjuangkan kembali penerapan syariat Islam. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Pecahnya Hubungan Netanyahu-Trump Rapuhnya Persatuan Musuh Islam

Pecahnya Hubungan Netanyahu-Trump Rapuhnya Persatuan Musuh Islam

 



Sistem sekuler-kapitalistik bermuara pada asas manfaat

Sangat wajar, jika hari ini kita jumpai keretakan hubungan antara AS-Zion*s Isra*l

__________________


Penulis Rahmatul Aini

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Polemik Timur Tengah yang tiada hentinya, skandal yang terus bergulir sampai detik ini bukan hanya saja polemik agama (Islam vs Yahudi), tetapi polemik kekuasaan untuk menguasai tanah Pal*stina.


Ada kekuatan musuh yang menaungi Zion*s Isra*l, memasok senjata, mendanai besar-besaran, mengerahkan tentara terbaik untuk dikirimkan melwan kaum muslim. Siapa lagi kalau bukan AS negara super power yang secara terang-terangan memperlihatkan keberpihakan kepada Zion*s Isra*l. 


Namun, ternyata hubungannya tidak selalu harmonis. Kekecewaan Trump pada Perdana Menteri Netanyahu membuat murka. Lebih lanjut, Trump mengatakan bahwa Netanyahu telah memanupulasinya. Kegagalan Zionis Isra*l untuk menyajikan rencana dan jadwal konkret mengenai Iran dan Houthi Yaman karena pemerintah Netanyahu telah gagal menawarkan proposal konkret mengenai Gaza. (tempo.co, 09-05-2025)


Isra*l Alat Kambing Hitam AS


Zion*s Isra*l tak lebih menjadi robot yang terus disetir di bawah kendali AS. Isra*l sadar bahwa mereka adalah alat atau jalan mulus bagi AS mencapai tujuan. Bantuan yang terus dikerahkan selama peperangan berlangsung antara Zion*s Isra*l dan Pal*stina bukan tanpa alasan. Itulah mengapa AS konsisten berpihak kepada Zion*s Isra*l di saat negara lain mengecam bahkan meminta segera peperangan dihentikan


Kerja Sama Musuh Terikat pada Kepentingan 


Tampak jelas bahwa pertemanan yang sejati ini lahir dari kepentingan masing-masing. Meski mereka bersatu untuk memerangi kaum muslim, namun tetap mengutamakan kepentingan kelompoknya. Demikianlah, gambaran rapuhnya ikatan persatuan musuh Islam keterikatan mereka hanya menstandarkan untung rugi. 


Sesuai dengan firman Allah Swt.: “Permusuhan mereka sangat hebat. Kamu mengira mereka itu bersatu, padahal hati mereka terpecah belah. Hal itu disebabkan mereka kaum yang tidak berakal.” (TQS. Al Hasyr: 15)


Sistem sekuler-kapitalistik bermuara pada asas manfaat. Sangat wajar, jika hari ini kita jumpai keretakan hubungan antara AS-Zion*s Isra*l sebab tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Hanya ada kepentingan yang abadi.


Dalam dunia perpolitikan demokrasi pun sama koalisi bisa berubah menjadi oposisi begitu juga sebaliknya. Bukti sistem sekuler-kapitalis melahirkan manusia-manusia yang ambisius terhadap harta, kekuasaan, jabatan, tamak lagi serakah. 


Kekuatan Islam 


Perbandingan yang sangat jauh antara ikatan yang dibangun oleh sistem kapitalis dengan Islam. Persatuan kaum muslim dibangun berdasarkan akidah Islam bukan asas manfaat. Seperti yang dicontohkan oleh baginda Nabi Muhammad saw. yang menyatukan antara kaum muhajirin dan anshar. Kala itu, para penduduk anshar menawarkan segudang kekayaan untuk penduduk muhajirin bukan karena mereka kapitalis, tetapi mereka paham memuliakan saudara mereka akan Allah Swt. ganti di surga. 


Kekuatan kaum muslim bertambah dengan persatuan di antara keduanya. Ekspansi jihad terus dilakukan dalam rangka seruan hukum-hukum Allah Swt. agar Islam membumi di penjuru negeri. Di antara mereka terus menopang dan saling menguatkan satu sama lain. Hal ini terbukti dari beberapa kisah seperti ketika terjadi perang mu’tah.


Kisah Zaid bin Haritsah yang menjadi komando peperangan lalu kemudian beliau gugur dalam pertempuran. Setelah itu digantikan dengan Ja’far bin Abi Thalib sebagai komando kedua ditengah pertempuran. Kedua tangan beliau terputus sembari memegang panji Islam dengan kedua lengannya. Lalu beliau wafat dan segera digantikan oleh komando ketiga yakni Abdullah bin Rawahah beliau memimpin pasukan dengan gagah perkasa. 


Tidakkah kita merindukan kekuatan ukhuwah Islam itu? Selama ini kita terkungkung dalam sistem kapitalis yang menstandarkan kepada ikatan manfaat. Hari ini kita masih menjumpai perpecahan antar-kaum muslim. Saling serang hanya karena beda golongan mazhab.  Begitu rapuhnya akidah kaum muslim di bawah sistem kapitalis. 


Kesatuan Umat 


Kesadaran akan kekuatan kaum muslim membutuhkan kerja jemaah dakwah ideologis. Jemaah dakwah ini membina serta membimbing umat senantiasa menapaki jalan perjuangan Rasulullah saw. agar senantiasa menjadikan akidah Islam sebagai pengikat di antara mereka. Kegemilangan Islam akan mampu terwujud apabila kesatuan kaum muslim terlaksana. Persatuan itu akan menghantarkan kepada kemuliaan Islam yang dengan itu pula Khil4fah akan tegak. 


Khil4fah Menjadi Perisai Kaum Muslim


Serangan yang menargetkan para penduduk muslim hari ini bukan hanya di Palestina, tetapi juga di Rohingya, Uighur, Xinjiang, Pakistan, Lebanon, dan negeri muslim yang lainnya sebab tidak adanya junnah (perisai) yang mampu melindungi kaum muslim. 


Ibarat anak ayam yang kehilangan induknya tiada terurus terlunta-lunta, itulah urgensi hadirnya Khil4fah di tengah-tengah umat. Menjadi perisai bagi kaum muslim di seluruh dunia, termasuk solusi hakiki bagi Pal*stina serta mampu menumbangkan, melemahkan, dan menumpaskan rezim Zion*s dan antek-anteknya. 


Khil4fah akan mampu memberikan jaminan keamanan bagi setiap warga negara tidak hanya kaum muslim, tetapi juga kafir akan diberikan jaminan dan hak yang sama. Kisah perempuan muslimah yang ketika itu dilecehkan di pasar jilbabnya tersingkap kemudian sampai terlihat sebagian auratnya. Wanita itu lantang berteriak memanggil Khalifah Al Mu'tasim Billah. Kabar tersebut sampai terdengar ke telinga khalifah kemudian sang pemimpin mengerahkan pasukannya menuju Ammuriyah. 


Sepenggal kisah seorang Yahudi mengadukan perihal tanahnya yang akan dijadikan sebagai masjid. Respons Umar bin Khatab ketika beliau menjadi khalifah sangat marah. Beliau kemudian memberikan tulang yang sudah tercoret oleh sebilah pedang untuk dikirimkan kepada Amr Ibn Ash Gubernur Mesir.


Hal itu menunjukkan bahwa sang gubernur sedang mendapat teguran keras dari khalifah bahkan tidak enggan untuk membunuh jika tidak berlaku adil. Inilah gambaran keadilan dalam sistem Islam yang tidak memandang ras, suku, dan agama. Wallahualam bissawab.[Dara/MKC]

Generasi Dihantui Pengangguran Massal Islam Beri Solusi Tuntas

Generasi Dihantui Pengangguran Massal Islam Beri Solusi Tuntas




Tidak sedikit dari kalangan lulusan sarjana

banting setir dengan pekerjaan yang tidak sesuai dengan bidang pendidikannya

________________________


Penulis Sri Wulandari

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Guru, dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Indonesia Emas 2045 merupakan cita-cita pemerintah untuk membawa negara Indonesia menjadi negara maju, sejahtera, dan berkeadilan sosial. Visi ini memiliki banyak dukungan dari berbagai kalangan.


Gagasan ini diancangkan oleh Presiden Joko Widodo melalui kementerian perencanaan pembangunan nasional pada tahun 2019. Adanya rancangan ini seluruh masyarakat memiliki harapan besar agar terwujudnya kesejahteraan dan keadilan yang telah lama dicita-citakan sejak bangsa ini merdeka.


Namun, fakta di lapangan tidak berjalan semulus yang direncanakan. Nyatanya, banyak rintangan yang dihadapi Indonesia untuk dapat mewujudkan visi tersebut. 


Generasi hari ini telah terjebak dalam sistem pendidikan yang justru minim dalam memfasilitasi untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bukannya sibuk untuk mengembangkan ilmu, generasi hari ini justru ketika menempuh pendidikan lebih berorientasi pendidikan untuk legalitas mencari pekerjaan. Gelar sarjana yang didapatkan sebagai bagian dari kebutuhan untuk mencari peluang meningkatkan kesejahteraan.


Apalagi saat ini persaingan yang makin ketat dan sempitnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Ini menjadikan sebuah paradoks yang memprihatinkan bagi generasi muda yang mengakibatkan tidak ada semangat untuk mencari pekerjaan.


Menurut data laporan International Monetary Fund (IMF) mengungkapkan bahwa Indonesia adalah negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di antara enam negara Asia Tenggara pada tahun 2024. Peringkat pengangguran Indonesia tersebut merujuk laporan World Economic Outlook April 2024.


IMF melihat data tingkat pengangguran berdasarkan persentase angkatan kerja atau penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Sedangkan yang sedang mencari pekerjaan Indonesia tercatat memiliki tingkat pengangguran mencapai 5,2 persen per April 2024. (kompas.com 11-05-2025)


Dari hasil data Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat sejak tahun 2014 sampai 2024 lulusan sarjana yang menganggur meningkat tinggi dari 495.143 menjadi 981.203 orang. Sedangkan dari kalangan lulusan SMA justru lebih besar sebanyak 2,51 juta pada tahun 2023. Dari lulusan diploma angka pengangguran lebih sedikit dibandingkan kalangan SMA sekitar 170.527 orang pada tahun 2024. (detik.com, 11-05-25)


Bahkan tidak sedikit dari kalangan lulusan sarjana kemudian banting setir dengan pekerjaan yang tidak sesuai dengan bidang keahlian pendidikannya karena tuntutan untuk membiayai kehidupan sehari-hari bahkan untuk membiayai keluarga.


Pekerjaan seperti menjadi ojek online, buruh dipasar, office boy perkantoran, dan lainnya menunjukkan betapa sulitnya lapangan pekerjaan saat ini. Belum lagi dari kalangan yang sudah mendapatkan pekerjaan, namun terpaksa berhenti karna gelombang PHK yang melanda banyak sektor usaha.


Menurut data dari kementerian ketenagakerjaan, pada tahun 2022 lebih dari 25.000 pekerja yang di rumahkan, bahkan jumlah ini terus bertambah dari tahun 2023 sejumlah 64.855 menjadi 77.965 pada tahun 2024. Menurut Muhammad Andri Perdana seorang pengamat ekonomi dari Bright Institute menjelaskan bahwa imbas perlambatan ekonomi di Indonesia sudah mulai sejak 2020 karena adanya pandemi covid-19, 85% sektor usaha terdampak secara langsung. (bbc.com, 12-05-2025)


Buah Penerapan Kapitalisme


Masalah pengangguran menjadi masalah serius yang merupakan buah hasil dari penerapan kapitalisme karena memang akar permasalahan tingginya jumlah penggangguran adalah penerapan kapitalisme sekularisme yang diberlakukan hari ini baik di tingkat nasional maupun global. 


Berbagai solusi teknis yang telah dilakukan oleh pemerintah saat ini seperti pelatihan vokasi, penyempurnaan kurikulum dan program kartu prakerja. Hal itu mungkin memang bisa meningkatkan keterampilan teknis tenaga kerja, tetapi itu hanya menyentuh permukaan permasalahan belum menjangkau akar masalah pengangguran. 


Inilah gambaran kehidupan masyarakat yang hidup dalam sistem kapitalis sekularisme dan jauh dari aturan Islam. Pemerintah tidak menjalani kewajiban sebagai pelayan rakyat, tetapi justru menjadi pelayan korporasi dan pemalak rakyat dengan berbagai jenis pajak.


Solusi dalam Islam 


Maka dari itu, tentunya masyarakat terlebih para pekerja membutuhkan solusi yang nyata. Negara yang akan memberikan jaminan lapangan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja. Dunia juga membutuhkan sistem ekonomi yang tahan krisis/resesi ekonomi global. Hanya sistem Islamlah yang memiliki sistem ekonomi yang jelas dan rinci, anti krisis, dan juga memiliki berbagai mekanisme yang dapat menjamin pekerja mendapatkan hidup sejahtera.


Dalam sistem Islam, negara adalah pelayan untuk rakyat. Negara memiliki tanggung jawab untuk pemenuhan segala hak masyarakat yang bersifat mendasar. Selain kebutuhan dasar dari aspek ekonomi, sistem Islam juga akan memenuhi aspek sandang, pangan, dan papan, termasuk kesehatan dan pendidikan sehingga dalam penerapan sistem Islam, negara tidak berlepas tangan. Negara akan menjamin kesejahteraan rakyatnya dan membuka lapangan kerja.


Untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut, negara akan menyiapkan lapangan pekerjaan bagi para laki-laki sebagai penanggung nafkah. Negara tidak boleh memberikan tanggung jawab kepada para korporasi atau swasta untuk membuka lapangan pekerjaan dan membiarkan mengelola sumber daya alam yang dimiliki oleh negara untuk kesejahteraan rakyat.


Negara akan memastikan setiap generasi bisa mengakses pendidikan, baik dasar hingga perguruan tinggi. Sistem pendidikan Islam mengedepankan pemahaman tsaqafah dan ilmu pengetahuan untuk dapat mengembangkan sains dan teknologi bagi kemajuan dan kemudahan manusia.


Dalam sistem Islam, negara akan mengerahkan seluruh potensi dan kemampuan sebagaimana yang telah disyariatkan di dalam Islam untuk mengelola bagi penyelenggaraan jaminan kesejahteraan masyarakat. Melalui penerapan sistem Islam seperti inilah yang akan dapat menjadikan tercapainya cita-cita untuk mewujudkan masyarakat makmur dan sejahtera secara merata, sebagaimana visi Indonesia emas 2045. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Islam Solusi Tuntas Atasi Pengangguran yang Menghantui Generasi

Islam Solusi Tuntas Atasi Pengangguran yang Menghantui Generasi

 

 


Hanya syariat Islam yang dapat mengatasi permasalahan pengangguran

yang menghantui generasi sekarang


____________________



KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Pada tahun 2024, IMF menyebutkan bahwa  Indonesia menduduki peringkat pertama tertinggi tentang masalah penganguran se-ASEAN atau orang yang tidak memiliki pekerjaan. Meskipun banyak dari mereka lulusan universitas (sarjana dan diploma).  (kompas.com, 01-05-2025)


Susah mencari pekerjaan atau pengangguran menjadi tradisi di negeri ini meskipun mereka bergelar sarjana. Tidak ada jaminan setelah lulus kuliah mereka akan mendapat pekerjaan. Gelar sarjana di zaman dulu sangat menjadi kebanggaan bahkan dipuja. Gelar ini sebagai jalan mudah menuju masa depan yang indah. Dengan lulusan sarjana, mudah mendapat pekerjaan sehingga dapat meningkatkan ekonomi keluarganya.


Namun, sekarang gelar sarjana tidak ada harganya. Masih banyak lulusan sarjana makin susah mencari lowongan pekerjaan. Menunggu tanpa kepastian di tengah pasar kerja yang kian selektif dan jenuh. Apalagi yang tidak punya gelar atau hanya lulusan SD, makin sulit mencari pekerjaan di negeri ini.


Abainya negara mewujudkan kesejahteraan rakyatnya sendiri menjadi faktor penyebab banyak orang menganggur. Bukan mereka malas bekerja, tetapi tidak ada lapangan pekerjaannya serta penyediaan lapangan kerja tidak dijamin oleh negara.


Negara tidak mau ikut campur untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya dan tidak mau berperan dalam penyediaan lapangan kerja bagi rakyatnya. Nyatanya, meskipun mempunyai gelar sarjana, mereka dibiarkan harus berjuang sendiri untuk menciptakan dan mencari lapangan pekerjaannya untuk memenuhi kebutuhanya sehari-hari.


Dalam sistem kapitalis, negara hanya bertindak sebagai regulator yang mementingkan korporat. Negara hanya berpihak kepada pemilik modal. Sedangkan rakyat dibiarkan berjuang sendiri, bahkan tidak sedikit yang memutuskan untuk mencari pekerjaan ke luar negeri demi mencukupi kebutuhan hidupnya. 


Tidak hanya itu, negara menyerahkan tanggung jawabnya untuk membuka keran lapangan kerja. Namun, melalui keran investasi pada pihak asing, yakni swasta dan para korporat sehingga banyak tenaga kerja asing yang dipekerjakan, sedangkan warga lokal dibiarkan menjadi pengangguran.


Orang bilang negeri ini bagaikan tanah surga karena memiliki banyak kekayaan, termasuk SDA yang melimpah, tetapi tidak dikelola sendiri oleh negara. Namun, diserahkan kepada pemilik modal atau swasta sehingga negara tidak mampu memberikan lapangan pekerjaan untuk rakyatnya meskipun mempunyai skill atau kemampuan di bidang industri.  

 

Kenyataan ini membuat nasib masyarakat Indonesia kian terpuruk dalam kesulitan ekonomi. Para kepala keluarga atau suami susah mencari pekerjaan sehingga kesulitan memberi nafkah yang layak untuk anak dan istrinya. Wanita dipaksa harus ikut membantu mencari nafkah demi sesuap nasi.


Negara telah gagal menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya, bahkan tidak menjamin terbukanya lapangan pekerjaan. Meskipun rakyatnya memiliki gelar sarjana. Terjadilah kesenjangan atau tidak ada keseimbangan antara lapangan pekerjaan dan pencari kerja. 


Dalam Islam, negara adalah raa'in (pengurus rakyat) yang akan memenuhi seluruh kebutuhan pokok rakyatnya secara makruf. Seperti sandang, pangan, papan termasuk pendidikan, kesehatan, dan peran yang paling penting negara membuka lapangan kerja untuk rakyatnya memenuhi kebutuhannya.


Dalam sistem Islam, negara tidak akan berlepas tangan terhadap rakyatnya. Negara akan bertanggung jawab menjamin kesejahteraan dengan membuka lapangan kerja bagi warga yang memiliki kemampuan. Termasuk bagi para suami, ayah atau wali yang memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk mencari nafkah bagi anak istrinya. 


Sistem ekonomi Islam yang diterapkan negara mampu membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk rakyat dan mendorong setiap orang yang memiliki tanggung jawab nafkah terhadap anak istrinya, seperti para suami untuk bekerja keras. Jika tidak mencukupi, keluarga terdekatnya wajib membantu. Jika belum juga, negara akan turun tangan langsung untuk membantu mereka dari kas Baitulmal. 


Negara Islam akan melakukan pengelolaan SDA, seperti tambang, nikel, batu bara, minyak bumi dan lain-lainya secara mandiri sehingga mampu membuka lapangan pekerjaan dari sektor industri dalam jumlah besar kepada rakyatnya dan tidak pernah rida pengelolaannya diserahkan kepada swasta apalagi diberikan kepada asing. Hanya syariat Islam yang dapat mengatasi permasalahan pengangguran yang menghantui generasi sekarang. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


Anis Nuraini

Kemiskinan Alami atau Buatan Sistem Ini?

Kemiskinan Alami atau Buatan Sistem Ini?

 



Perbedaan standar kemiskinan yang ada

karena kapitalisme telah mengakar kuat di seluruh dunia


____________________


Penulis Mulyaningsih

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Pemerhati Anak dan Keluarga


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dikutip dari liputan6.com (06-05-2025), berdasarkan laporan Macro Poverty Outlook April 2025 Bank Dunia menetapkan bahwa penduduk Indonesia dikatakan miskin jika pengeluaran per hari kurang dari USD 6,85 atau Rp113.777,-.


Jika melihat pada besaran angka tersebut setidaknya 60% atau 171,9 juta jiwa masih tergolong miskin. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan per September 2024 hanya 24,06 juta orang atau 8,57%. Nilai tersebut sangat jauh dari proyeksi Bank Dunia. 


Standar kemiskinan yang berbeda antara dalam serta luar negeri, membuat munculnya angka kesenjangan ketika memahami kesejahteraan masyarakat. Di negeri ini, jika melewati standar yang ada berarti tidak masuk kategori miskin. Hal tersebut dikarenakan pendapatannya melewati ambang batas nasional. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan standar internasional atau Bank Dunia masuk dalam kategori miskin. Hal tersebut muncul karena standar yang dipakai berbeda satu dengan lainnya. 


Perbedaan standar kemiskinan yang ada karena kapitalisme telah mengakar kuat di seluruh dunia. Permainan nilai menjadi kunci atas keberhasilan sebuah kepemimpinan sehingga standar yang ada dibuat seolah-olah hasilnya merupakan nilai yang dapat membuktikan dan menjelaskan kondisi sebuah masyarakat di sebuah negeri.


Dengan menetapkan standar rendah akan sangat mudah untuk klaim penurunan nilai kemiskinan tadi. Nilai tersebut juga menjelaskan bahwa pemerintah berhasil dalam mengatasi satu problem yang ada di masyarakat. Namun, pada faktanya justru sangat bertolak belakang. Masih banyak masyarakat berada dalam lingkaran kemiskinan, tak mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. 


Akan sangat berbeda ketika sistem Islam diterapkan dalam kehidupan manusia selama di dunia ini. Dengan akidah yang kuat pada ciri-ciri para penguasa serta masyarakat, akan membuat mereka untuk selalu taat dan patuh terhadap segala perintahnya Allah. Dan menjalankan seluruh aktivitas termasuk mengeluarkan kebijakan yang bersumber dari hukum syarak. 


Termasuk pula pada pandangan terhadap kemiskinan. Dalam Islam, standar untuk seseorang dikatakan miskin jika tidak terpenuhi kebutuhan pokoknya (baca: sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan). Berarti jika sudah mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tidak lagi dikatakan miskin. 


Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa di antara kalian berada dalam keadaan aman di tempat tinggalnya, sehat badannya, dan memiliki makanan pokok untuk hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia telah dikumpulkan untuknya." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)


Dari hadis tersebut menggambarkan kepada kita bahwa Islam begitu jelas membedakan antara miskin dan mampu. Tak hanya memunculkan nilai atau angka saja, namun secara riil dipastikan. Bahkan bukan per kepala keluarga tetapi dilihat individu per individunya.


Hal tersebut menjadi tanggung jawab negara, dalam hal ini adalah penguasa yang sedang menjabat. Berarti, pemimpin negara (khalifah) wajib untuk melakukan kontrol pada setiap wilayah yang ia pimpin. Semua itu bertujuan agar amanahnya dapat terlaksana dengan baik. 


Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra. yang melakukan patroli setiap malam guna memastikan kehidupan masyarakat. Bahkan, beliau memanggul gandum serta memasakkan makanan kepada satu keluarga yang sedang kelaparan. Seharusnya jiwa seperti inilah yang harus dimiliki oleh pemimpin saat ini.


Takut terhadap ancaman Allah Swt. artinya menjalankan seluruh perintahNya tanpa kecuali karena menyadari bahwa segala sesuatu yang dikerjakan di dunia tentunya akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di Yaumil Akhir. Tidak seperti sistem sekarang yang hanya memunculkan nilai rata-rata sebagai gambaran kondisi masyarakat. Tanpa tahu gambaran asli masyarakat.


Yang kaya akhirnya makin kaya dan miskin makin miskin. Itulah gambaran riil masyarakat yang berada di bawah sistem kapitalis karena perwujudan tanggung jawab pemimpin hanya sekadar formalitas saja atau bisa disebut sebagai perantara saja. 


Kondisi kemiskinan seperti sekarang akan dapat teratasi dengan sempurna ketika Islam hadir dalam kehidupan manusia. Dalam wujud sebuah institusi yang akan menerapkan hukum syarak secara sempurna dan menyeluruh. Ialah Daulah Islam yang akan dengan tanggung jawab penuh akan melindungi serta mengayomi masyarakatnya. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Judi Online Candu yang Merusak Generasi Jambi

Judi Online Candu yang Merusak Generasi Jambi



Maraknya praktik perjudian tidak muncul begitu saja

semua ini dihasilkan dari nilai kehidupan yang diterapkan dalam masyarakat


_____________________


Penulis Linda Ariyanti

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Masyarakat di Provinsi Jambi baru saja mendapat kabar yang mengejutkan. Pada hari Selasa (8 April 2025), Gubernur Jambi Al Haris menyampaikan bahwa praktek judi online (Judol) di Provinsi Jambi menempati urutan tertinggi secara nasional di Indonesia dengan pelaku terbanyak dari kalangan remaja usia 10 sampai 20 tahun. (rri.co.id, 09-04-2025)


Sebanyak 1.515 situs judi online telah ditemukan oleh Tim Subdit Cyber Polda Jambi dalam patroli cyber selama kurun waktu bulan Januari-April 2025 (pilardaerah.com, 15-04-2025). Jumlah tersebut nampaknya masih akan terus bertambah selama praktik judi online belum dimusnahkan.


Dalam acara Pembukaan Deklarasi dan Sosialisasi Pencegahan Judi Online yang diikuti pelajar SLTA, SMK sederajat dan SDLB Se-Provinsi Jambi Rabu, 16-04-2025 di Gedung Olahraga (GOR) Kota Baru Jambi, Gubernur Jambi Al Haris mengajak seluruh lapisan masyarakat dan semua pihak untuk menolak praktik perjudian termasuk judi online (aksesjambi.com, 16-04-2025)


Candu yang Menakutkan


Generasi adalah aset berharga bagi negeri ini. Baik buruknya masa depan bangsa ini mendatang, sangat bergantung dengan kualitas para pemudanya. Tidak ada bangsa yang ingin hancur, semua bangsa ingin membangun peradaban yang gemilang. Begitu juga negeri ini punya cita-cita ‘Indonesia Emas 2045’. Namun, nampaknya generasi kita justru menuju generasi cemas.


Kerusakan generasi akibat ketagihan judi online kian hari kian menakutkan. RP (inisial), seorang pemuda warga Pall Merah Kota Jambi nekat mencuri sepeda motor demi bisa bermain judi slot (detik.com, 08-04-2025). Di Sarolangun, lima orang pemuda menjadi tersangka karena mencuri kotak amal masjid demi bisa bermain judi online (jambi.tribunnews.com, 05-11-2024). Bahkan seorang pemuda di Jelutung Kota Jambi sampai menganiaya korban saat pelaku merampok sepeda motor korban demi bisa bermain judi online.(jambi.tribunnews.com, 29-05-2023)


Kasus kriminal lainnya tentu masih sangat banyak akibat pemuda yang sudah kecanduan judi online. Apa pun rela dilakukan oleh para pejudi asalkan bisa terus bermain judi. Para pemuda yang seharusnya sibuk mempersiapkan masa depannya justru malah sibuk melakukan kejahatan demi candu yang tak tau kapan akan bertemu ujungnya. Lalu, mengapa hal ini bisa terjadi dan adakah solusi untuk mengakhirinya?


Sekularisme Menyuburkan Praktik Perjudian


Maraknya praktik perjudian tidak muncul begitu saja, semua ini dihasilkan dari nilai kehidupan yang diterapkan dalam masyarakat. Sekularisme adalah asas kehidupan yang diterapkan saat ini. Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga manusia diberi kebebasan untuk menjalani kehidupan ini sesuai dengan hawa nafsunya. Dalam praktiknya, agama hanya hadir di ruang ibadah ritual tetapi tidak hadir di ranah kehidupan yang lain. 


Pemisahan agama dari kehidupan menghasilkan sebuah ideologi bernama kapitalisme yang meletakkan kebahagiaan pada kepuasan materi dan jasadiah. Wajar jika pemuda hari ini mengejar kepuasan tersebut karena menilainya sebagai sebuah kebahagiaan. Dalam kasus ini, judi online adalah kesenangan jasadiah karena memberikan efek candu bagi pelakunya.


Kurikulum pendidikan yang saat ini diterapkan juga belum mampu membentengi generasi dari parktik judi online karena masih menjadikan sekularisme sebagai asas dalam pendidikan. Output pendidikan yang dihasilkan tidak diukur dengan ketakwaan melainkan sebatas kebutuhan dunia kerja (pasar). 


Disisi lain, kapitalisme telah membentuk masyarakat yang hanya mengejar uang dengan cara instan. Tanpa uang tidak ada kebahagiaan. Para bandar judi online adalah mereka yang memanfaatkan potensi pemuda demi meraup untung sebanyak-banyaknya.


Bisnis judi online memang sangat menggiurkan. Perputaran uang judi online mencapai Rp1.200 triliun sepanjang tahun 2025 (viva.co.id, 27-04-2025). Terlebih lagi, hukum yang diterapkan di negeri ini belum mampu mengurai akar masalah maraknya judi online dan sistem sanksinya belum membuat efek jera bagi para pelaku. Justru para aparat dan pejabat di negeri ini malah menjadi pelaku judi. 


Islam Melindungi Generasi dari Perjudian


Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna mengatur seluruh aspek kehidupan. Dalam Islam, telah jelas bahwa judi adalah keharaman yang harus ditinggalkan oleh setiap muslim. Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 219 yang artinya: "Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamr dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, “(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir."


Sebagai sebuah keharaman, sistem Islam akan memastikan bahwa praktik judi baik online maupun offline akan dimusnahkan. Negara akan memastikan bahwa setiap individu memiliki ketakwaan yang kuat sehingga tidak akan mendekati keharaman. Ketakwaan akan menghapuskan segala bentuk pemikiran rusak seperti sekularisme, hedonisme, liberalisme dan isme (paham) lainnya yang tidak sejalan dengan aqidah Islam dan merusak kehidupan.


Anak-anak (usia sekolah) akan dididik dengan kurikulum berbasis aqidah Islam di sekolah sehingga akan terbentuk generasi yang memiliki kepribadian Islam serta memiliki kemampuan saintek yang bermanfaat bagi umat. Keluarga juga memiliki peran untuk melindungi generasi dengan menancapkan keimanan sejak lahir dan menjaga ketakwaan tersebut sepanjang hayat. 


Media dalam Islam akan menayangkan konten yang mengokohkan ketakwaan individu dan bukan merusak moral generasi. Kecanggihan teknologi harus sejalan dengan misi Islam yakni terikat dengan seluruh aturan Allah Swt. dan menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia. 


Masyarakat dalam Islam juga harus saling mengingatkan dalam kebaikan dan mencegah dari kemunkaran (amar makruf nahi munkar). Kemudian, negara akan memberikan sanksi berupa takzir yang jenis dan kadarnya diserahkan kepada Khalifah. Sanksi yang diberikan akan memberikan efek jera bagi siapa saja yang terlibat praktik judi. Dengan demikian, generasi akan terjaga dari karusakan karena kecanduan judi. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]