Featured Post

TPA Overload, Dimana Kesadaran dalam Mengelola Sampah?

Persoalan sampah tidak sekadar masalah teknis yang diselesaikan dengan pengolahan sampah oleh warga, tetapi ini menyangkut ideologis. ______...

Alt Title
TPA Overload, Dimana Kesadaran dalam Mengelola Sampah?

TPA Overload, Dimana Kesadaran dalam Mengelola Sampah?



Persoalan sampah tidak sekadar masalah teknis yang diselesaikan dengan pengolahan sampah oleh warga, tetapi ini menyangkut ideologis.


_________________________


KUNTUMCAHAYA.com, - Dulu pengelolaan sampah dikelola oleh PD. Kebersihan Kota Bandung kurang lebih 35 tahun, mulai tahun 1985 s/d 2020. Pengelolaan sampah ini terbilang unik dan pelik, karena tidak semua sampah yang ada di kota Bandung bisa terangkut dan hanya bisa terangkut sekitar 60-65%. Itupun dengan berbagai kendala mulai dari truk pengangkut sampah yang kurang memadai atau terbatas, cuaca (hujan yang terus menerus) dan jarak tempuh yang sangat jauh ke tempat pembuangan akhir atau dari TPS ke TPA.


Pengangkutan sampah yang dilakukan oleh PD. Kebersihan mulai dari tempat pembuangan sementara, yaitu sampah yang dari rumah tangga ke Tempat Pembuangan Akhir yaitu Leuwi Gajah.


Ketika TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Leuwi Gajah longsor, tentu sampah yang ada di Kota Bandung atau dari pembuangan sementara tidak terangkut, akhirnya kota Bandung pada saat itu tertutupi dengan sampah, sampai-sampai Kota Bandung mendapat julukan "Bandung Lautan Sampah." Dengan adanya longsor tadi banyak rumah disekitaran pembuangan sampah yg menjadi korban karena tertutup oleh tanah longsor.


Beberapa tahun kemudian TPA Leuwi Gajah ditutup kemudian dipindahkan ke TPA Sarimukti. Nah, kenapa TPA Sarimukti bisa overload? Karena memang lahan pembuangan sudah tidak ada sehingga TPA tersebut menampung sampah dari kota Bandung dan Kabupaten Bandung yang jumlah sampahnya kurang lebih 15.000 m³/hari (artikel tentang pengelolaan sampah 2015/kompas.com)


Dikutip dari Bandung kompas.com (11/10/2024), anjuran dari Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Herman Suryatman, mendorong setiap rumah tangga di Bandung Raya memanfaatkan teknologi sampah seperti pengomposan dan lain-lain, atau memilah sampah basah (organik), sampah kering (non organik), sampah B3 (sampah bekas lampu, kaca, batu batre dll). Menurut dia rumah tangga di wilayah Bandung Raya harus bisa mengelola sampah, mengingat lahan TPPAS Sarimukti semakin menipis bahkan bisa over load.


Pengelolaan sampah ini tanggung jawab bersama, masyarakat harus mempunyai kesadaran terhadap kebersihan, karena dalam Islam juga Kebersihan itu sebagian dari Iman. Ikhtiar yang dilakukan beragam dari kesadaran membuang sampah pada tempatnya, memilah sampah basah maupun kering dan bijak dalam pengolahan sampah plastik.


Persoalan sampah tidak sekadar masalah teknis yang diselesaikan dengan pengolahan sampah oleh warga, tetapi ini menyangkut persoalan ideologis. Mulai dari konsumerisme yang memproduksi banyak sampah, pembiaran negara terhadap pabrik-pabrik yang menggunakan kemasan yang sulit didaur ulang.


Karena sampah ini termasuk persoalan ideologis, maka penyelesaiannya pun harus secara ideologis pula yaitu dengan solusi penerapan sistem Islam. Karena dengan menerapkan hukum sara' maka akan adanya kesadaran kebersihan masyarakat dalam mengelola sampah pada individu maupun keluarga dan lingkungan sekitar. Karena kita tahu sendiri bahwa didalam hadisnya Rasululah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan”


Maka dari itu kita sebagai muslim yang selalu menerapkan hukum sara' pada kehidupan sehari-hari harus menjaga diri, keluarga dan lingkungan agar selalu bersih dan indah. Agar lebih terjamin kenyamanan dalam ibadah dan berdakwah.


Wallahualam bissawab. [SM]


Surat Pembaca

Penulis Siti Rani

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah

Agenda Global Menghancurkan Keluarga Muslim?

Agenda Global Menghancurkan Keluarga Muslim?


 


Wangi aroma kepentingan global atas kampanye pencegahan perkawinan anak

sejatinya sesuai amanat SDGs

______________________________


Penulis Marwana S, S.Kep.Ns

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Kesehatan


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dalam Seminar Nasional Cegah Kawin Anak di Semarang, Kamis (19/9/24), Woro Srihastuti Sulistyaningrum, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, menegaskan pentingnya kualitas remaja dalam mencapai bonus demografi.


“Dengan layanan pendidikan yang berkualitas dan kesehatan yang terjamin bagi remaja serta tersedianya lapangan kerja yang memadai bagi generasi muda, bonus demografi akan tercapai,” ujarnya. (https://kemenag.go.id)  

 

Tak lupa pentingnya memastikan usia pernikahan sesuai dengan batas yang wajar sebagai upaya pencegahan pernikahan anak. Cecep Khairul Anwar, Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah mengungkap, pihaknya akan mencegah perkawinan anak dengan upaya kolaborasi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan lembaga pendidikan dalam sosialisasi bahaya kawin anak.  

 

Saat ini Kemenag bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mendukung terwujudnya generasi berkualitas, salah satunya melalui pembinaan dengan memberi edukasi tentang bahaya praktik perkawinan anak kepada ratusan pelajar. (https://kemenag.go.id)  

Isu-Isu Negatif Pernikahan Usia Muda


Maraknya kawin anak dianggap sebagai penghambat terwujudnya generasi berkualitas. Kita dihadapkan dengan isu-isu negatif seperti putus sekolah, pernikahan dini, tingginya angka perceraian, kematian ibu dan bayi, terjadinya stunting, kekerasan dalam rumah tangga dan hal-hal yang dianggap negatif dalam kehidupan keluarga yang bisa menghambat tercapainya bonus demografi. (https://kemenag.go.id/nasional)

 

Perlu data objektif yang bisa dipertanggungjawabkan untuk membenarkan kesimpulan terkait perkawinan anak dengan generasi berkualitas. Jika tidak, maka akan menjadi tuduhan yang menyesatkan banyak orang, terutama umat Islam. (MNews/Gz)

Kebijakan yang Pro Seks Bebas


Jika memang ingin memberi hak hidup pada anak, semestinya bukan dengan mengajarkan kesehatan reproduksi dengan cara seks aman, menggunakan alat kontrasepsi maupun alat reproduksi, sebagaimana saat ini, disahkan kebijakan yang pro seks bebas. Salah satunya PP No 28/2024 telah membuka alat pelayanan kontrasepsi bagi pelajar. Remaja dihadapkan pada derasnya arus pornografi dan kebijakan yang pro seks bebas, sehingga tren hubungan seks luar nikah remaja 15-19 tahun terus mengalami peningkatan.

 

Melihat data pergaulan bebas yang semakin marak, seharusnya pemerintah lebih fokus pada proses pencegahannya demi generasi yang lebih baik. Bukan malah mencegah mereka untuk menikah. Sebab dengan usia mereka yang sudah balig, maka secara syariat tidak lagi terkategori anak-anak atau di bawah umur, sehingga pernikahan tersebut sah-sah saja.

Kepentingan Global


Wangi aroma kepentingan global atas kampanye pencegahan perkawinan anak sejatinya sesuai amanat SDGs (Sustainable Development Goals) yang harus diwujudkan juga di negeri-negeri muslim. Program ini merupakan agenda Barat yang bersumber dari penerapan sistem sekuler kapitalisme.

 

Sebuah sistem rusak yang memunculkan beragam persoalan dalam kehidupan ini, termasuk munculnya paham liberalisme atau kebebasan berperilaku. Perlu kehati-hatian sebab agenda tersebut bisa berdampak buruk pada umat Islam.

 

Di antara target yang akan dicapai adalah pengentasan stunting dan pencegahan pernikahan anak, yang dijadikan proyek nasional dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024. Negeri ini telah melampaui penurunan angka perkawinan anak yang ditargetkan turun dari 11,2% di tahun 2018 menjadi 8,74% di tahun 2024.

 

Namun, tercatat di tahun 2023 sudah turun 6,92%, ini akan berdampak kepada berkurangnya angka kelahiran bahkan akan menghancurkan keluarga muslim. Sebab kehidupan serba bebas mewarnai kehidupan mereka. (Muslimah Media Hub)

Islam Melarang Mendekati Zina


Dalam Islam diterapkan peraturan pergaulan yang akan memaknai usia balig, pemisahan tempat pertemuan laki-laki dan perempuan, menjaga pandangan, menutup aurat, hingga larangan berdua-duaan.

 

Ini merupakan  bentuk pengurusan negara untuk memastikan interaksi masyarakat tidak melanggar syariat. Termasuk pemuda yang belum memiliki kemampuan menikah, maka ia pun wajib menjaga kehormatannya. Demikian sangat jelas bahwa pernikahan pada usia muda tidak dilarang dalam Islam, bahkan menjadi solusi anak-anak terhindar dari perzinaan.

Dalam Firman Allah QS Al-Isra ayat 32, “Dan janganlah kamu mendekati zina." Islam dengan tegas melarang mendekati zina, apalagi menjadi pelaku perzinaan.

 

Sedangkan pernikahan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghalizhan yang dilaksanakan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah atau ibadah.

 

Rasulullah saw. bersabda, "Nikah itu sunnahku, siapa yang membenci sunnahku, maka bukan dari golonganku" (HR. Ibnu Majah)

 

Tujuan dari pernikahan adalah membangun keluarga sakinah, mawaddah, warahmah yaitu keluarga tenteram, saling berkasih sayang karena Allah agar terwujud kelestarian keturunan dalam ketakwaan. Negara berperan besar menyiapkan warganya untuk memasuki jenjang pernikahan, negara akan melakukan edukasi mengenai pernikahan bahkan memasukkannya dalam kurikulum.

 

Di dalamnya meliputi berbagai hal terkait aspek rumah tangga seperti hak dan kewajiban suami-istri, pola asuh, pemenuhan gizi keluarga, ekonomi keluarga, dan lain-lain.

 

Tidak hanya itu, negara yang menerapkan Islam secara sempurna akan menjaga warganya dari pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan yang akan mencegah pergaulan bebas dan segala dampaknya.

 

Negara juga akan mewujudkan kesejahteraan rakyat dalam sistem ekonomi Islam, demikian pula sistem media yang akan berperan penting dalam menguatkan kepribadian Islam. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Pembangunan Fasilitas, Bentuk Memajukan Pendidikan Berkualitas

Pembangunan Fasilitas, Bentuk Memajukan Pendidikan Berkualitas

 




Negara memiliki kewajiban mutlak untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai

bagi seluruh warganya

______________________________


Penulis Shofi Lidinilah

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sekolah tanpa gedung adalah fenomena yang sangat memprihatinkan, terutama jika kita bicara tentang sebuah sekolah negeri.


Dilansir dari detik.com, sebuah video viral menunjukkan sekelompok siswa SMP yang sedang mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) di atas plastik terpal biru. Dalam video tersebut, terlihat bahwa mereka tidak memiliki meja atau kursi, dan harus duduk lesehan untuk mendengarkan guru yang memberikan pelajaran.

 

Video yang memperlihatkan siswa melakukan kegiatan belajar mengajar (KBM) di atas plastik terpal tersebut disebutkan berasal dari salah satu SMP negeri di Kota Bandung. Setelah ditelusuri memang sebenarnya bukan karena tidak ada kursi dan meja untuk para siswa.

 

Kursi dan meja yang merupakan bantuan dari Disdik Kota Bandung sebenarnya sudah tersedia dan disimpan di teras sekolah. Namun, kursi dan meja tersebut tidak digunakan karena siswa SMPN Bandung menumpang di salah satu bangunan SDN di Kota Bandung.

Kapitalis Abaikan Pendidikan


Sejak didirikan pada tahun 2018, sebuah SMP negeri masih menumpang di bangunan SD Negeri. Ironisnya, tidak semua kelas dapat tertampung di bangunan tersebut. Hal ini tentu saja menghambat proses belajar mengajar yang ideal.

 

Lebih tragis lagi, kondisi ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Pendidikan yang seharusnya menjadi prioritas negara malah terabaikan. Situasi ini mencerminkan bahwa situasi saat ini tidak sepenuhnya berpihak kepada rakyat.

 

Pendidikan adalah kebutuhan pokok yang menjadi hak setiap individu. Namun, di tengah sistem yang lebih mementingkan keuntungan material, pendidikan menjadi salah satu sektor yang sering kali terpinggirkan. Ketika sekolah berdiri karena kebutuhan masyarakat, negara seharusnya hadir untuk mendukung dengan menyediakan fasilitas dan sarana yang memadai.

 

Sayangnya, realitas menunjukkan bahwa negara tidak sepenuhnya mengambil peran tersebut. Alih-alih mendukung sepenuhnya, negara kerap kali absen dalam memfasilitasi keberlangsungan proses pendidikan yang layak.

 

Meski negara telah mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan, kenyataannya dana tersebut masih sangat minim jika dibandingkan dengan kebutuhan yang ada. Tidak hanya minim, dana pendidikan sering kali terserap dengan buruk karena berbagai kendala, mulai dari birokrasi yang berbelit, salah kelola, hingga praktik korupsi yang marak terjadi.

 

Padahal jika anggaran tersebut dikelola dengan baik, banyak perbaikan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, termasuk membangun gedung-gedung sekolah yang layak dan nyaman untuk proses belajar mengajar.

Pendidikan Adalah Prioritas dalam Islam


Islam melihat pendidikan sebagai salah satu pilar utama dalam membangun peradaban yang maju dan mulia. Dalam pandangan Islam, pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mencetak individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga berakhlak mulia.

 

Pendidikan berfungsi sebagai alat untuk membentuk generasi yang bertanggung jawab dan berkontribusi terhadap kebaikan masyarakat. Oleh karena itu, Islam menempatkan pendidikan sebagai bidang strategis yang harus dikelola dengan sungguh-sungguh oleh negara.

 

Pendidikan dalam pandangan Islam adalah kebutuhan pokok rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara. Tidak ada kompromi dalam hal ini. Negara memiliki kewajiban mutlak untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai bagi seluruh warganya. Ini termasuk penyediaan gedung sekolah, tenaga pendidik yang berkualitas, serta sarana dan prasarana lain yang mendukung proses pendidikan. Anggaran pendidikan dalam sistem Islam bersifat mutlak dan harus diprioritaskan.

 

Negara dalam Islam yang dikenal sebagai raai'n atau pelindung rakyat, bertanggung jawab untuk mengurus kebutuhan rakyat dengan cara terbaik. Tuntunan syariat memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana negara harus memenuhi tanggung jawab ini, termasuk dalam hal pendidikan. Negara tidak hanya berperan sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai penanggung jawab utama dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif dan berkualitas.

 

Salah satu keunggulan sistem Islam dalam menyediakan pendidikan yang berkualitas adalah kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan anggaran secara mandiri. Dalam sistem ekonomi Islam, sumber-sumber pendapatan negara sudah diatur dengan jelas oleh syariat.

 

Sumber-sumber tersebut, seperti zakat, kharaj, dan jizyah, memberikan negara kemampuan finansial yang stabil untuk mendukung sektor-sektor penting, termasuk pendidikan. Dengan sumber pendapatan yang sesuai dengan syariat, negara mampu memberikan anggaran yang cukup untuk pendidikan tanpa harus bergantung pada pinjaman atau dana luar.

 

Selain itu dalam sistem Islam, korupsi dan salah kelola anggaran bukanlah hal yang bisa ditoleransi. Syariat Islam memberikan panduan yang ketat dalam hal pengelolaan keuangan negara, termasuk dalam pengalokasian anggaran pendidikan.


Transparansi dan akuntabilitas menjadi prinsip utama dalam pengelolaan dana publik. Hal ini tentu berbeda dengan sistem kapitalis, di mana praktik korupsi sering kali menggerogoti anggaran yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, termasuk pendidikan.

 

Dengan sistem Islam, pendidikan tidak hanya akan tersedia secara gratis dan merata, tetapi juga akan dijamin kualitasnya. Negara akan bertanggung jawab penuh untuk memastikan setiap individu mendapatkan pendidikan yang layak dan bermutu. Tidak ada lagi sekolah yang harus menumpang di gedung orang lain atau kekurangan fasilitas. Negara akan memastikan bahwa setiap rakyat, dari kalangan mana pun, mendapatkan hak yang sama dalam mengakses pendidikan yang berkualitas.

 

Pendidikan adalah kunci bagi kemajuan suatu bangsa. Negara yang memahami pentingnya pendidikan akan berupaya sekuat tenaga untuk memastikan bahwa sektor ini berjalan dengan baik. Sistem Islam menawarkan solusi yang komprehensif untuk mengatasi masalah pendidikan, mulai dari penyediaan anggaran, pengelolaan dana, hingga penyediaan fasilitas dan tenaga pengajar yang berkualitas.

 

Dengan demikian, pendidikan yang layak dan berkualitas akan menjadi realitas bagi seluruh rakyat. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Deflasi Tanda Ekonomi Merosot, Rakyat Makin Tak Sejahtera

Deflasi Tanda Ekonomi Merosot, Rakyat Makin Tak Sejahtera


 


Deflasi yang berkepanjangan ini juga mencerminkan

kelemahan dari sistem ekonomi kapitalis

______________________________

 

Penulis Sri

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Komunitas Muslimah Coblong Bandung


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut sejak Mei hingga September 2024 menandakan adanya penurunan harga barang dan jasa secara konsisten di Indonesia.


Meskipun pada awalnya deflasi mungkin terasa menguntungkan bagi konsumen karena harga kebutuhan menjadi lebih murah. Namun dalam jangka panjang, deflasi membawa dampak negatif yang signifikan pada perekonomian. Deflasi berpotensi mengakibatkan stagnasi ekonomi, peningkatan angka pengangguran, dan beban utang yang meningkat.

 

Ekonom Muhammad Andri Perdana dari Bright Institute menyatakan bahwa fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat kelas pekerja sudah tidak lagi memiliki daya beli yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

 

Permintaan Bank Indonesia agar masyarakat meningkatkan konsumsi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 5% menjadi sulit tercapai karena banyak sektor industri yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Akibatnya, daya beli masyarakat semakin melemah dan mengakibatkan penurunan aktivitas ekonomi secara keseluruhan.

 

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, mengidentifikasi harga pangan sebagai salah satu faktor utama penyebab terjadinya deflasi selama lima bulan terakhir. Pada bulan September 2024, deflasi tercatat sebesar 0,12% month to month (mtm). Penurunan harga pangan ini terlihat dari menurunnya Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) sektor pertanian sejak April 2024. Harga komoditas pangan seperti cabai, telur, daging ayam, dan tomat mengalami penurunan yang signifikan.

Deflasi Akibat dari Kapitalisme


Deflasi yang berkepanjangan menjadi indikasi jelas bahwa pemerintah tidak mampu mengatasi penurunan daya beli masyarakat. Konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang utama perekonomian Indonesia mengalami penurunan drastis.

 

Hal ini menunjukkan bahwa banyak rumah tangga yang mulai mengurangi konsumsi mereka, bahkan untuk kebutuhan pokok. Penurunan konsumsi ini terjadi karena pendapatan masyarakat yang tidak lagi mampu menutupi biaya hidup yang terus meningkat.

 

Dampak langsung dari penurunan daya beli ini adalah berkurangnya kesejahteraan keluarga, terutama ibu dan anak. Sebagian besar anggaran rumah tangga saat ini digunakan untuk biaya pendidikan dan kesehatan, yang cenderung lebih mahal. Jika untuk memenuhi kebutuhan pokok saja keluarga harus mengurangi pengeluaran, maka alokasi untuk pendidikan dan kesehatan berisiko dikorbankan.

 

Dalam jangka panjang, hal ini dapat mengakibatkan penurunan kualitas kesehatan dan pendidikan generasi mendatang. Kualitas sumber daya manusia yang menurun berpotensi memperburuk kondisi ekonomi Indonesia, menciptakan lingkaran setan kemiskinan dan keterbelakangan.

 

Deflasi yang berkepanjangan ini juga mencerminkan kelemahan dari sistem ekonomi kapitalis sekuler yang selama ini diterapkan di Indonesia. Sistem kapitalis menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai satu-satunya ukuran keberhasilan, namun sering kali mengabaikan kesejahteraan nyata dari masyarakat. Dalam sistem ini, keuntungan korporasi menjadi prioritas, sementara masalah seperti pengangguran dan penurunan daya beli rakyat kerap terabaikan.

 

Sistem kapitalis sekuler juga mendorong masyarakat untuk hidup dalam ketergantungan pada utang, baik itu utang pribadi maupun utang negara. Hal ini membuat beban ekonomi semakin berat, terutama ketika terjadi krisis seperti deflasi.

 

Di satu sisi harga barang turun, tetapi di sisi lain, utang yang sudah terlanjur tinggi tidak mengalami penurunan. Hal ini menjebak masyarakat dalam situasi di mana mereka harus terus berhemat dan mengurangi konsumsi, yang pada akhirnya malah memperparah situasi deflasi.

 

Selain itu dalam sistem kapitalis, peran negara sering kali terbatas pada menjaga stabilitas pasar tanpa intervensi signifikan untuk melindungi masyarakat miskin. Contoh nyata dari situasi ini adalah lemahnya perlindungan bagi para pekerja yang kehilangan pekerjaan akibat PHK massal.

 

Ketika konsumsi masyarakat turun, perusahaan akan mengurangi produksi, dan dampaknya adalah pengurangan tenaga kerja. Sistem kapitalis tidak memiliki mekanisme yang efektif untuk menjamin kesejahteraan masyarakat yang kehilangan penghasilan.

Islam Solusi Hakiki


Islam menawarkan solusi komprehensif untuk mengatasi persoalan ekonomi, termasuk dampak negatif deflasi. Dalam sistem ekonomi Islam, pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu menjadi tanggung jawab negara. Negara berkewajiban memastikan bahwa setiap warga negara, baik laki-laki maupun perempuan, mampu mengakses kebutuhan dasar seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan.

 

Sistem Islam menitikberatkan pada distribusi kekayaan yang adil, tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi secara makro. Sumber pemasukan negara seperti zakat, kharaj, dan ghanimah digunakan untuk mendanai program-program kesejahteraan yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan seluruh rakyat tanpa bergantung pada utang atau pajak yang membebani.

 

Dalam Islam, pendidikan dan kesehatan dianggap sebagai hak setiap individu dan oleh karena itu negara wajib menyediakan layanan tersebut secara gratis atau dengan biaya yang sangat terjangkau.

 

Selain itu, sistem ekonomi Islam juga mendorong produksi yang berkelanjutan dan menyeimbangkan antara penawaran dan permintaan. Ini dilakukan melalui mekanisme pasar yang diawasi agar tidak ada praktik monopoli atau penimbunan yang dapat merugikan masyarakat. Negara juga memastikan harga barang tetap stabil dan terjangkau sehingga daya beli masyarakat terjaga.

 

Dengan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh, negara dapat mengatasi masalah deflasi dengan cara yang lebih manusiawi dan berkelanjutan. Perekonomian yang dikelola dengan sistem Islam tidak hanya mengejar pertumbuhan angka-angka statistik, tetapi juga berfokus pada kesejahteraan nyata setiap individu.

 

Dengan demikian, penerapan sistem Islam dapat menjadi solusi atas persoalan deflasi yang berkepanjangan serta memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar seluruh rakyat, sehingga kesejahteraan generasi saat ini dan masa depan dapat terwujud. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Wakil Rakyat Resmi Dilantik, Benarkah Melayani Kepentingan Publik?

Wakil Rakyat Resmi Dilantik, Benarkah Melayani Kepentingan Publik?



Sebab pada gilirannya

suara rakyat seolah tak lebih dari sekadar formalitas belaka

______________________________


Penulis Ummu Zhafran

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Wakil rakyat seharusnya merakyat

Jangan tidur waktu sidang soal rakyat


Masih ingat penggalan lirik di atas? Ya, lagu berjudul Wakil Rakyat karangan penyanyi legendaris Iwan Fals ini kembali bergema. Apalagi di musim hajatan demokrasi digelar tahun ini. Wakil rakyat memang seharusnya merakyat dan menyuarakan aspirasi rakyat. Bila tidak, publik berhak bertanya. Lantas siapa yang diwakili?

 

Tentu rakyat berharap semoga lima tahun ke depan suara mereka tak disia-siakan. Setidaknya harapan itu diletakkan di pundak 45 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang dilantik beberapa waktu lalu. (sultra.antaranews.com, 7-10-2024)  

Politik Transaksional


Bukan rahasia lagi jika ongkos politik yang harus dibayar selama proses pemilihan punya rekam jejak yang fantastis. Sejak lama diketahui secara umum rumus yang berlaku, siapa kuat finansial dialah yang berpeluang besar terpilih.

 

Hal ini diakui sendiri oleh salah satu mantan cawapres yang gagal terpilih di pilpres lalu. Dalam suatu kesempatan ia mengungkap bahwa caleg miskin pasti masa depannya agak suram. Sebab biaya politik untuk lolos melenggang ke Senayan saja misalnya, tak kurang dari Rp40 miliar. (detiknews, 11-8-2023)

 

Maka sejak dulu pula aroma oligarki kapitalis pemilik modal masif menguar di udara. Para kandidat di level mana pun yang kesulitan biaya, tak segan menggandeng pihak penyandang dana akibat tuntutan ongkos politik yang dibutuhkan. Terjadilah yang dinamakan politik transaksional, siapa, kontribusi berapa, dan apa imbalannya jika sudah mencapai posisi yang diinginkan. Kini bahkan tak sedikit oligarki dengan modalnya sendiri terjun langsung dalam kontestasi.

 

Senada dengan hal ini, pengamat politik Rocky Gerung  juga pernah melontarkan pernyataan, bahwa dalam demokrasi acap kali calon pemimpin yang memiliki intelektualitas dinihilkan oleh pemimpin yang hanya bermodal elektabilitas tapi memiliki modal besar. Bahkan tak ragu menuding bahwa pemilik amplop tebal selalu mendahului yang otaknya tebal. (rmol.id, 3-1-2022)

Sungguh tudingan yang lugas, sesuai realitas dan tanpa basa-basi.

 

Bila demikian, akankah harapan rakyat menjadi kenyataan? Sukar dibayangkan. Sebab pada gilirannya suara rakyat seolah tak lebih dari sekadar formalitas belaka. Dampaknya pun cukup berbahaya. Antara lain bisa dirasakan lewat lahirnya berbagai kebijakan maupun perundangan yang dianggap merugikan rakyat.


Omnibus Law atau UU Cipta Kerja misalnya, dinilai memberatkan kepentingan oligarki dan asing. Bagaimana tidak, undang-undang ini disahkan justru di tengah badai penolakan publik yang turun ke jalan melakukan aksi hingga berjilid-jilid.

 

Contoh lainnya yang kini sedang banyak mendapat sorotan, yaitu UU IKN. Sama halnya dengan Omnibus Law, UU yang menetapkan pemindahan ibukota ini juga tak luput dari dugaan memihak oligarki. Terlihat dari pemberian Hak Guna Usaha (HGU) selama 190 tahun.

 

Politik transaksional dan politik balas budi pun tumbuh bak pinang dibelah dua. Keduanya membuahkan sikap maju tak gentar membela yang membayar, bukannya pantang mundur menyuarakan kepentingan rakyat.

 

Terlebih lagi tugas utama parlemen dalam bingkai demokrasi adalah membuat produk hukum yang sayangnya tak berbasis agama. Maka dapat ditemukan kebijakan yang justru menyalahi aturan agama seperti dibolehkannya minuman keras (miras) di area pariwisata sedangkan miras sudah jelas haram hukumnya.


Miris, sebab bukankah kepemimpinan dan pelayanan kebutuhan publik adalah amanah yang kelak bakal dipertanggungjawabkan?
 

Sabda Rasulullah saw., "...Seorang pemimpin adalah pemimpin bagi rakyatnya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya...”(HR. Bukhari)

Amanah yang Hakiki


Sebagai agama yang dianut mayoritas penduduk negeri, sangat layak untuk merujuk pada Islam. Tentu karena Islam menjawab semua problematik kehidupan, tanpa kecuali. Dalam Islam, amanah kepemimpinan ditujukan untuk menolong agama Allah.

 

Sebagaimana doa yang diajarkan Allah Swt. pada Nabi saw., “Dan katakanlah, ‘Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (QS. Al-Isra’: 80)

 

Maka kekuasaan di level mana pun dan dalam bentuk apa pun dalam Islam sejatinya untuk menjaga penerapan syariat Islam yang kafah hingga menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia, tanpa kecuali. Begitu pula jika amanah sebagai bagian dari Majelis Umat, misalnya.

 

Majelis Umat yang merupakan representasi rakyat dalam Islam memang kerap disandingkan dengan parlemen dalam sistem demokrasi. Kenyataannya sungguh sangat bertolak belakang. Jika yang disebut terakhir berwenang membuat aturan sendiri sesukanya, Majelis Umat justru hadir menjaga seluruh perangkat negeri berjalan dalam koridor syariat yang notabene datang dari Allah Swt. melalui Rasulullah saw..

 

Caranya, dengan melakukan musyawarah dan muhasabah terhadap penguasa. Dalilnya ditetapkan berdasarkan perilaku Rasulullah saw. dan para sahabat. Terdapat beberapa sahabat tertentu yang paling sering diajak bermusyawarah di masa Rasulullah saw., utamanya dalam hal yang mubah terkait persoalan teknis. Mereka berjumlah tujuh dari kaum Anshar dan tujuh lainnya dari kaum Muhajirin.      

 

Dari Ali bin Abi Thalib ra: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Tak seorang nabi pun sebelumku kecuali diberi tujuh pemimpin (kaum), pembantu yang mulia. Aku telah diberi empat belas pembantu, pemimpin yang mulia, tujuh dari Quraisy dan tujuh dari Muhajirin.” (HR. Ahmad).



Tetapi secara luas, syariat memberikan hak bagi setiap orang untuk menyampaikan pendapat, aspirasi, koreksi dan usulan kepada negara, yang dipimpin khalifah beserta seluruh jajarannya. Mereka dapat menggunakan hak itu secara langsung, ataupun mewakilkannya kepada orang lain dengan tetap berada dalam koridor penerapan syariat kafah. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Tren Nikah di KUA Meningkat, Pertanda Apa?

Tren Nikah di KUA Meningkat, Pertanda Apa?


 


Faktor menurunnya kemampuan ekonomi masyarakat

disinyalir menjadi penyebab meningkatnya tren nikah di KUA

______________________________


Penulis Rosita

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan yang sah, baik di mata hukum maupun agama. Tujuan mulia dari pernikahan adalah untuk mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah. Namun di era sekuler kapitalis saat ini, tak jarang untuk menyelenggarakan pernikahan membutuhkan biaya yang sangat besar, seperti dana resepsi, gedung dan catering.


Saat ini kondisi perekonomian rakyat kian sulit, negara semakin jauh dari tanggung jawabnya dalam menyejahterakan rakyat, sehingga banyak warga masyarakat yang akhirnya mencukupkan diri menikah di Kantor Urusan Agama (KUA). Alasannya selain praktis, hemat biaya, juga adanya kesadaran bahwa menikah itu yang penting adalah terpenuhinya syarat dan rukun. Bukan kemewahan dalam akad, tempat resepsi dan gedung yang megah.

 

Seperti halnya yang terjadi pada pasangan muda di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, yakni Seni Yulianti (23) dan Rizayanto (26) mereka memilih untuk melangsungkan akad nikah di KUA, selain praktis juga dapat menghemat budget. Kepala KUA Kecamatan Baleendah Rohmat, S.Ag menyatakan bahwa tren menikah di KUA telah menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun ini.


Rohmat juga mengatakan dengan meningkatnya tren menikah di KUA, ke depannya kami berharap dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan inovatif. Dengan terus berupaya memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi masyarakat yang akan menikah di KUA dan memastikan bahwa setiap calon mempelai akan merasa senang dan puas atas pelayanan yang diberikannya. (Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, 12 September 2024)

Ekonomi Semakin Sulit dalam Sistem Kapitalis


Tren menikah di KUA yang semakin banyak dilakukan pasangan yang akan menikah lebih dikarenakan faktor ekonomi. Karena saat ini tidak dimungkiri bahwa kondisi ekonomi dalam kondisi terpuruk. Terbukti dengan banyaknya PHK di mana-mana, pengangguran meningkat, dan daya beli masyarakat kian menurun.

 

Menurunnya taraf kesejahteraan rakyat tidak lain karena diberlakukannya kapitalisme, di mana sistem ini hanya mengutamakan keuntungan bagi para kapitalis, dibandingkan dengan kesejahteraan rakyat. Setiap kebijakan yang diambil negara pun tentu lebih menguntungkan para kapital dari pada rakyat. Bahkan negara lebih memilih membuka keran-keran impor guna mengkoordinir keinginan para pengusaha dan para pejabat dibandingkan dengan meningkatkan produksi lokal.

 

Alhasil, tidak heran jika produk-produk impor membanjiri pasar dalam negeri dengan dalih untuk memenuhi stok dalam negeri atau karena terjadinya gagal panen di wilayah pemasok pangan. Padahal dalih ini bukan karena dua alasan tersebut tapi karena keuntungan impor lebih menjanjikan dibandingkan menyalurkan hasil panen petani ke berbagai wilayah di Indonesia. Alasan lainnya adalah karena adanya pasar bebas yang mengharuskan Indonesia menerima barang-barang dari luar.

 

Inilah potret buruk sistem kapitalis yang diterapkan, di mana negara yang seharusnya memfasilitasi kebutuhan rakyatnya dengan mudah bahkan bisa jadi gratis, malah pro pada keinginan kapital. Alhasil, negara abai dengan urusan kebutuhan rakyatnya, termasuk dalam urusan pernikahan. Hal ini juga menunjukkan kegagalan negara dalam meriayah dan menyejahterakan rakyatnya.

Kebutuhan Masyarakat, Tanggung jawab Negara


Beda halnya dengan sistem Islam. Di mana dalam sistem ini negara bertanggung jawab penuh terhadap kebutuhan dan urusan rakyatnya, termasuk pernikahan. Pernikahan bukan hanya menyatukan dua pribadi yang berbeda, tapi memiliki tujuan untuk melestarikan manusia sebagaimana yang dimaksud syariat. Ini bentuk ketaatan seorang hamba pada Rabb dan Nabi-Nya. Oleh karena itu, bukan hanya individu saja yang harus menyiapkan pernikahan tetapi butuh support sistem dari negara.  

 

Hal ini seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Umar sebagai kepala pemerintahan Islam memahami bahwa kebutuhan masyarakat menjadi tanggung jawabnya, begitu pula perhatian beliau terhadap warganya yang belum menikah. Beliau menetapkan satu kebijakan bagi siapa pun yang tidak kuat membayar mahar, maka negara akan menanggungnya atau memberikan subsidi kepada rakyatnya yang ingin menikah tapi tidak memiliki uang untuk membayar mahar. Selain itu, beliau juga memutuskan bahwa siapa pun yang memiliki tanggung jawab keluarga tapi ia tidak mampu secara finansial atau fisik maka negara akan menanggungnya juga.

 

Terwujudnya perhatian dan tanggung jawab pemimpin dalam Islam karena mereka memiliki landasan keimanan dan ketakwaan yang kuat dan menyadari bahwa jabatan adalah sebuah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di yaumil akhir. Nabi Muhammad saw. bersabda: “Imam adalah pengurus rakyat. Ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Aturan Islam dalam Menyejahterakan Rakyat


Oleh karena itu, Islam memiliki seperangkat aturan dalam menyejahterakan rakyatnya, sehingga rakyat dalam naungan Daulah Islam tidak akan mengalami kekurangan atau kemiskinan. Langkah pertama yang akan negara lakukan adalah:

 

Pertama, negara akan memahamkan kepada para laki-laki dewasa bahwa bekerja adalah bagian dari ibadah dan juga akan memberikan pendidikan yang mumpuni sehingga masyarakat memiliki keahlian dalam bidangnya masing-masing. Dengan bekerja seorang ayah, paman, dan anak laki-laki dapat menjalankan kewajibannya yaitu memberikan nafkah bagi keluarganya.

 

Kedua, negara akan mengelola sumber daya alam secara mandiri, dan memberikan keuntungannya untuk kesejahteraan rakyat dengan membangun fasilitas umum. Dengan mengelola sumber daya alam secara mandiri, otomatis penguasa akan membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya dari berbagai sektor bagi masyarakat.

 

Ketiga, negara tidak akan membuka keran impor untuk menyediakan kebutuhan rakyatnya selama kebutuhan tersebut masih bisa diproduksi di dalam negeri. Negara hanya akan membuka keran impor jika barang tersebut tidak ada dan tidak bisa diproduksi di dalam negeri.

 

Keempat, negara akan bertanggung jawab secara penuh bagi kebutuhan masyarakat yang tidak mampu, salah satu contohnya adalah negara menggratiskan biaya nikah dan membiayai biaya mahar.

 

Adapun dana yang diperoleh oleh negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat diperoleh dari kas Baitulmal. Sedangkan kas Baitulmal diperoleh dari hasil pengelolaan sumber daya alam, fa'i, ganimah, kharaj, jizyah, dan zakat.

 

Itulah beberapa langkah yang diambil negara guna menyejahterakan rakyatnya. Hal ini jelas tidak dapat diwujudkan jika negara masih menerapkan sistem kapitalis. Karena sistem kapitalis sangat bertolak belakang dengan sistem Islam.

 

Oleh karena itu, sudah menjadi tugas bagi seorang hamba Allah Swt. yang beriman untuk melanjutkan kehidupan Islam ala minhajin nubuwwah. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Diundang ke Kartanegara untuk Mengurus Negara

Diundang ke Kartanegara untuk Mengurus Negara




Dipanggil ke Kartanegara diminta mengurus negara

Tak perlu berbangga kalau tidak kapabel dan kompatibel sesuai bidangnya


______________________________

 

Penulis Hanif Kristianto

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, PUISI - Kepala negara terpilih berencana membentuk kabinet tanpa mode diet

Urusan rakyat menumpuk banyak dengan persoalan yang berat

Utang di depan mata menumpuk lebih dari 8.000 triliun rupiah

Masa-masa tak pasti ekonomi doyong ke kanan dan ke kiri


Wajah-wajah tamu undangan tampak jelas di layar kaca
Kandidat yang akan didaulat mengisi kabinet orang-orang hebat
Gemuk dan gemoy sudah pasti berisi
Semoga kelak tiada yang tertawa dan menari demi menyelamatkan diri sendiri

 

Dipanggil ke Kartanegara demi menjalankan amanat bernegara
Posisi menteri yang diincar partai koalisi
Si paling oposisi pelan-pelan merapat dapat kabar kursi
Sungguh nikmat jadi pejabat dengan kekuasaan di atas rakyat

 

Si paling vokal pun mendapat jatah kedudukan
Tasyakuran menjadi menteri dengan eksistensi diri
Pada yang memilih dan mendukung di pemilu lalu
Begitulah tingkah pola pejabat yang berbagi kuasa dengan kue manisnya

 

Rakyat berspekulasi dengan nama-nama yang tersebar di media sosial
Tanpa sumber yang jelas masih prakiraan cuaca dengan mendung hitam
Bisa jadi yang dipanggil belum tentu dipanggil ulang
Karena manuver dalam politik penuh seni dalam intrik jabatan

 

Dipanggil ke Kartanegara mengurus negara
Doa-doa rakyat di tahun 2019 akhirnya dikabulkan juga
Prabowo presiden menggantikan Jokowi yang habis masa tugasnya
Sungguh rakyat tak boleh melupa untuk tetap sebagai alarm pengingat

 

Dipanggil ke Kartanegara mengurus negara
Beban rakyat sungguh berat dengan jeratan pajak yang mengikat
Bicara kesehatan masih jauh dari pemerataan
Kesejahteraan masih jauh dan menunggu sampai benar-benar rakyat cemburu

 

Ingatlah mengurus negara tidak bisa main-main begitu saja
Mengurus negara tak bisa dengan aturan liberal yang telah nyata membelenggu kehidupan rakyatnya
Kedudukan menteri akan tiada arti jika berkebijakan tak berpijak pada hukum Tuhan
Ketundukan pada undang-undang yang jelas membelenggu mengatasnakaman rakyat atas penindasan rakyat

 

Mengurus negara sejatinya tidak bermain-main dengan logika
Anggaran yang harusnya diperuntukkan untuk rakyat sesekali jangan diembat
Hak rakyat yang seharusnya didapat jangan sesekali yang atas yang nikmat
Jargon dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat hanya tanda yang teramat singkat

 

Dipanggil ke Kartanegara diminta mengurus negara
Tak perlu berbangga kalau tidak kapabel dan kompatibel sesuai bidangnya
Tak perlu jumawa kalau tidak niat dalam hati demi mengurusi rakyat setulus hati
Tak perlu tinggi hati kalau nanti ujungnya ada yang tertangkap basah korupsi [Dara/MKC]

Fight for Freedom

Fight for Freedom




Kebebasan dalam Islam adalah kebebasan untuk melakukan segala sesuatu dalam kehidupannya

tetapi dilakukan dalam koridor syariat Islam

______________________________


Penulis Arda Sya'roni

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - “We're calling for freedom, fighting for freedom. We know You won't let us fall. We know You're here with us.” Demikian penggalan kalimat dalam lirik lagu Freedom oleh Maher Zein.

 

Penggalan lirik ini bila diterjemahkan adalah "Kami memanggil untuk kebebasan, berjuang untuk kebebasan. Kami tahu Kau takkan membiarkan kami jatuh. Kami tahu Kau ada bersama kami." Lagu ini untuk memberikan dukungan bagi penduduk Gaza dalam perjuangannya meraih kemerdekaan. (Tribunhealth.com, 9-11-2023)



Tetapi kalimat ini bisa ditujukan bagi seluruh kaum muslim di segala penjuru dunia terkait kebebasan dan kemerdekaan. Lalu, kemerdekaan macam apa yang perlu diperjuangkan? Bukankah sebagian besar negara di dunia telah meraih kemerdekaan?

 

Kemerdekaan mungkin telah digenggam oleh hampir semua negara, termasuk negara kita. Tetapi faktanya, kemerdekaan itu tidak benar-benar kita rasakan. Tanpa kita sadari, sesungguhnya kita masih terbelenggu oleh penjajahan. Meski, penjajahan yang kita hadapi saat ini bukan secara fisik seperti yang terjadi di Gaza, tetapi penjajahan secara halus berupa pemikiran melalui tsaqafah asing.



Bila dulu tsaqafah asing masuk lewat gold, glory, dan gospel yang diemban oleh kaum penjajah saat menduduki negara kita. Kini, tsaqafah tersebut disebarkan melalui food, fun, and fashion yang menyasar di kalangan pemuda.


Kapitalisme, Sekularisme, dan Liberalisme


Kebebasan yang diasumsikan oleh kapitalisme adalah kebebasan seutuhnya diatur oleh manusia. Di mana boleh melakukan apa pun sesuka hati tanpa adanya campur tangan dari Sang Pencipta atau biasa disebut sebagai liberalisme. Sedangkan kapitalisme menyandarkan segala sesuatu pada manfaat atau keuntungan semata.



Selama sesuatu itu menguntungkan bagi dirinya akan diambil, tak peduli bila sesuatu itu menyebabkan masalah atau kerugian bagi orang lain. Sebaliknya bila sesuatu itu memberatkan dirinya pasti akan disingkirkan. Kapitalisme juga mengacu pada keuntungan, wajar bila semua urusan dinilai dengan uang. Hukum pun bisa dibeli dengan uang.



Sesuai dengan prinsip kapitalisme yang menyandarkan segala sesuatu pada asas manfaat dan uang. Penerapan sistem ini akan menjauhkan kita dari agama. Karena agama diberi ruang pada ibadah ritual saja, tidak untuk diterapkan dalam kehidupan apalagi bernegara.

 

Negara yang berkuasa tidak berdasarkan aturan Sang Pencipta, melainkan bersandar pada aturan buatan manusia. Aturan yang diterapkan merupakan pesanan dari para pemilik modal atau para kapital guna memuluskan langkah mencengkeram kekayaan negara.

 

Kapitalisme, sekularisme, dan liberalisme dikemas dengan demikian cantik seolah merupakan solusi yang berbuah kebahagiaan, sehingga umat tertipu dan masuk ke dalam perangkap. Tak sadar bahwa akidah dipertaruhkan. Bagai serigala berbulu domba, hadir dengan tutur kata dan senyuman manis, meski akhirnya memangsa umat secara perlahan.

 

Atas nama hak asasi manusia, segala maksiat dilegalkan. Perlahan langkah umat memasuki jurang nestapa. Judol, pinjol, perilaku kaum nabi Luth, pergaulan bebas, miras, narkoba, begal, tawuran, dan masih banyak lagi kasus lainnya yang dianggap wajar di zaman sekarang karena dianggap tren.

 

Dengan dalih HAM, hal-hal tersebut tak lagi dianggap maksiat yang dapat menyebabkan murka Allah. Padahal, jelas hal ini bertentangan dengan Islam dan membawa mudarat yang luar biasa. Inilah bentuk kebebasan yang diusung oleh kapitalisme, sekularisme, dan liberalisme di mana kebebasan ini akhirnya tidak mewujudkan kebahagiaan, melainkan kerusakan di setiap lini kehidupan.

Islam sebagai Ideologi


Kebebasan dalam Islam adalah kebebasan untuk melakukan segala sesuatu dalam kehidupannya, tetapi dilakukan dalam koridor syariat Islam. Kebebasan yang diusung dalam Islam tetap memiliki batasan karena yang dicari hanya rida Allah semata. Dengan keputusan benar dan menilai suatu perbuatan manusia hanya Allah.



Hal ini dapat dilihat pada QS. Yusuf ayat 40, ”Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

 

Islam bukan hanya sebuah agama yang mengatur ibadah ritual saja, melainkan sebagai sebuah ideologi dengan menggunakan aturan Allah sebagai dasar hukum di setiap lini kehidupan. Hukum yang diterapkan adalah hukum syarak, sehingga dapat dipastikan akan adil dan tidak menzalimi siapa pun. Aturan Allah juga yang paling tepat dalam mengatur kehidupan manusia, karena Allah sebagai Pencipta tentu paling tahu yang terbaik dan tepat bagi kelangsungan hidup manusia.

 

Bukti-bukti keberhasilan Islam sebagai ideologi dapat kita tengok sejarah pada masa kekhilafahan yang berlangsung selama 13 abad. Pada masa kejayaan Islam tersebut angka kriminalitas sangat minim, umat juga merasakan kedamaian dan kemakmuran. Ilmuwan dan tokoh muslim banyak lahir di masa itu. Sangat berbeda dengan kondisi saat ini di mana pintu kemaksiatan dibuka lebar dan semakin tak terbendung.

 

Tidakkah kita merindukan kejayaan itu kembali? Sudah saatnya bagi kita untuk berjuang meraih kemerdekaan sejati, yaitu terlepas dari belenggu hawa nafsu yang mengekang dan untuk mengembalikan kehidupan Islam kembali berjaya. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Anak dalam Bayang Kekerasan, Bukti Regulasi Tak Mempan

Anak dalam Bayang Kekerasan, Bukti Regulasi Tak Mempan




Beragam sanksi yang menjadi ancaman bagi para pelaku kekerasan terhadap anak

tampaknya tak mempan menghentikan kejahatan yang menimpa anak

______________________________

 

Penulis Ummu Zhafran

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Orang tua mana yang tak sayang dengan anak sekaligus buah hatinya, namun faktanya kasus kekerasan yang menimpa anak makin menggejala. Tak jarang pelakunya justru dari lingkaran terdekat macam ayah dan ibu, yang kandung ataupun sambung.


Mengutip kantor berita Antara Sultra, telah terjadi sebanyak 192 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Bumi Anoa, periode Januari-Juni 2024. Khusus untuk kota Kendari terdapat 23 kasus yang melibatkan anak dan perempuan. Dinas terkait pun mengakui jumlah itu hanya terhitung dari yang terlapor saja. (sultra.antaranews.com, 13-8-2024)

 

Inilah kondisi anak dalam bayang kekerasan. Fakta yang sangat memprihatinkan. Apalagi bila merujuk data Kementerian PPA, rumah tangga menjadi tempat kejadian tindak kekerasan terbesar yaitu 61,4 persen dari total 11.796 dan anak yang menjadi korban, data ini sepanjang Januari hingga September 2024. (tribunnews, 7-9-2024)

Regulasi Tak Menjamin Solusi


Memang bukan tak ada upaya yang dilakukan untuk mengatasi dan menghindarkan anak menjadi korban kekerasan. Ada berbagai produk perundangan yang silih berganti disahkan. Di antaranya UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak dengan dua pilar utama, yaitu pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak.


UU ini telah dua kali diubah melalui UU 35/2014 dan UU 17/2016. Melalui UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, negara bahkan mengamanatkan setiap daerah untuk melakukan berbagai upaya pemenuhan hak anak dan perlindungan anak. Wilayah yang memenuhi semua indikator yang dibutuhkan pun dapat dinobatkan sebagai Kota Layak Anak (KLA).

 

Namun seperti kata pepatah, hal tersebut seolah bagaikan menggantang asap alias sia-sia, karena tak menyentuh akar persoalan. Terwujudnya lingkungan yang kondusif dan aman bagi anak faktanya makin jauh dari kenyataan. Beragam sanksi yang menjadi ancaman bagi para pelaku tampaknya juga tak mempan.

Sekularisme Biang Masalah


Mengapa demikian? Jawabannya sungguh terpampang jelas di depan mata. Bahwa aneka kasus kekerasan pada anak memang bukan karena produk regulasi yang kurang banyak, melainkan terletak pada asas di mana regulasi tersebut bersandar. Asas inilah yang jadi penentu efektif tidaknya sebuah aturan.



Bukan rahasia lagi bila semua regulasi dan kebijakan negeri berangkat dari sekularisme, sebuah paham yang menolak cawe-cawe agama (baca: syariat) dari kehidupan. Alih-alih menoleh pada syariat guna mendapatkan solusi, justru tak segan membuat aturan sendiri.

 

Padahal jelas, sekularisme yang buatan manusia selalu gagal menumbuhkan rasa takut, malah menumbuhsuburkan kekerasan terhadap anak terus terjadi. Meski beragam sanksi telah ditetapkan mulai dari pemberatan hukuman pidana, denda, hingga kebiri. Tak heran, sebab mengabaikan aturan agama sama artinya dengan menuhankan materi dan hawa nafsu. Risikonya, jadi lupa akan fananya duniawi dan kekalnya hidup di akhirat kelak.

Berpikirlah Serius!


Apabila ingin menyudahi problem kekerasan terhadap anak, sudah saatnya meninggalkan sekularisme bila serius ingin problem kekerasan terhadap anak selesai. Kemudian mengadopsi syariat Islam yang kafah sebagai solusi. Sebab Islam bukan sekadar agama yang bicara soal spiritual, namun absen menyelesaikan masalah kehidupan yang aktual.

 

Islam merupakan way of life, petunjuk jalan hidup yang disampaikan Allah Swt. yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur kepada Rasulullah saw. melalui tuntunan wahyu.

 

Dalam Islam, anak yang belum balig wajib berada dalam pengasuhan orang tuanya sesuai tuntunan Islam, yaitu dengan pola asuh yang menghindarkan anak dari segala macam bahaya, lemah lembut, dan penuh kasih sayang. Rasulullah saw. bersabda, “Hendaknya kamu bersikap lemah lembut, kasih sayang, dan hindarilah sikap keras dan keji.” (HR. Bukhari)



Anak memang dibolehkan secara syariat untuk dipukul saat berusia 10 tahun jika masih enggan salat. Akan tetapi, hal tersebut semata untuk membangun kesadaran anak akan kewajiban salat. Selain itu, pukulan yang dimaksud adalah untuk mendidik bukan yang menyakitkan atau yang fatal akibatnya. Syariat pun merinci agar pukulan juga tidak diarahkan ke wajah maupun kepala, sebab bisa membahayakan bahkan mematikan. (Fatawa Nurun ala Darb (13/2))



Adapun hukuman bagi pelaku kekerasan akan dijatuhkan sesuai tindak kejahatannya. Ambil contoh kasus kekerasan seksual seperti pedofilia misalnya. Maka mengutip penjelasan cendekiawan muslim, Ustaz Ismail Yusanto, jika termasuk kategori zina, pelaku harus dijilid 100 kali bagi ghairu muhshan (belum menikah), jika sudah menikah (muhshan) maka dirajam sampai mati. Adapun jika terkategori dengan sesama jenis, maka pelaku dapat divonis hukuman mati.



Dengan pengaturan syariat di atas, dipastikan bayang kekerasan terhadap anak akan mampu diatasi. Karena, setiap orang akan berhitung besarnya risiko yang mengancam sehingga kejahatan dapat dicegah bahkan tak mustahil terhenti dengan sendirinya.


 
Alhasil dengan penerapan Islam yang kafah, maka niscaya membuka lebar pintu terwujudnya perlindungan keamanan dan kesejahteraan tak hanya bagi anak, juga buat orang tua, masyarakat hingga negara.

 

Tinggal kita, mau mengambil dan memperjuangkannya karena yakin akan keagungan Allah Swt. atau diam menyaksikan generasi yang juga aset masa depan terus tumbang jadi korban. Wallahualam bissawab. [EA/ MKC]

Kesehatan yang Porak Poranda di Gaza

Kesehatan yang Porak Poranda di Gaza

 




Kesehatan yang porak poranda di Gaza

Tanpa jaminan kesehatan yang mencukupi rakyat sebagai korban


______________________________


Penulis Hanif Kristianto

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com,PUISI - Investigasi PBB merilis suatu hal yang miris

Bangsa penjajah merusak wilayah dan sistem kesehatannya

Sekonyong-konyong tak ada yang menolong

Gaza di Palestina kembali melolong

 


Inilah hari dengan bayangan kegelapan
Kembali kesuraman nasib kesehatan untuk melumpuhkan mental
Satu, dua, tiga musuh tertawanya tertelan
Ketahuilah bahwa sesungguhnya di balik kesombongan ada kepunahan



Bukti apalagi untuk memvonis bangsa itu begitu bengis
Bukalah mata untuk melihat fakta dan berita sesuai adanya
Bukalah telinga untuk mendengar rintihan sakit ketiadaan rumah sakit
Bukalah hati untuk mengerti dan menolong Gaza lebih berarti



Laporan yang akan dibahas di meja pertemuan dunia
Membahas kekejian dan perusakan sistem kesehatan sebuah bangsa
Apalagi kata dan hukuman yang pantas untuk penjajah
Diam seribu bahasa bukan solusi untuk Gaza Palestina



Kesehatan yang porak poranda di Gaza
Mematikan nurani bangsa penjajah
Kebengisan manusia yang tak berhati manusia
Pelan-pelan manusia sedunia bergerak dengan komando random

 

Kesehatan yang porak poranda di Gaza
Tanpa jaminan kesehatan yang mencukupi rakyat sebagai korban
Nyawa begitu mudah melayang tanpa pertolongan
Luka-luka yang terus menganga memberikan sinyal kepada penduduk dunia

 

Kesehatan yang porak poranda di Gaza
Perusakan kebutuhan asasi untuk bertahan hidup sebentar saja
42 ribu nyawa tembus hilang seperti olah debus
Bangsa penjajah kembali bikin kasus

 

Kesehatan yang porak poranda di Gaza
Kekuatan bertahan tanpa keluhan atas keputusasaan
Kekokohan akidah menjadi daya hidup bertahan di sisa-sisa luka
Pantang mundur ke belakang karena di depan gambaran jelas surga


Oh Gaza sedang tak biasa
Bisa-bisanya pasukan itu tak segera dikirim dalam mobilisasi misi perdamaian
Untuk apa senjata canggih tapi tak menggetarkan musuh yang merusak sistem kesehatan?
Untuk apa kekuatan militer tapi tak bergerak dan keluar dari barak?


Oh Gaza yang telah menjadi laporan dunia
Penduduk langit telah menyiapkan pesta penyambutan di sana
Bolehlah manusia sibuk mengurusi hidupnya sendiri yang masih susah
Namun penduduk langit tak pernah lengah untuk menolong dengan ajaibnya [Dara/MKC]