Featured Post

Recommended

Kalah Pilkades Ujungnya Nggak Beres Tertipu Bank Gaib

  Politik demokrasi yang prosedural dengan pilihan langsung meniscayakan paslon (pasangan calon) berfikir modal besar ____________________ K...

Alt Title
Kalah Pilkades Ujungnya Nggak Beres Tertipu Bank Gaib

Kalah Pilkades Ujungnya Nggak Beres Tertipu Bank Gaib

 


Politik demokrasi yang prosedural dengan pilihan langsung meniscayakan paslon (pasangan calon) berfikir modal besar

____________________


KUNTUMCAHAYA.com, NEWS - Slamet (48) dibui gara-gara menipu seorang calon kepala desa (Kades) gagal di Kecamatan Dawarblandong, Mojokerto hingga merugi Rp325 juta. Ia sukses memperdaya korban dengan modus berburu pesugihan di pantai selatan. Seperti apa pengakuannya?


Slamet mengaku awalnya tidak kenal dengan korban berinisial SA, warga Kecamatan Dawarblandong. Menurutnya, SA tiba-tiba datang ke rumahnya di Dusun Kemlaten, Desa Mojowiryo, Kemlagi, Mojokerto pada Januari 2020 untuk meminta tolong.


Rupanya, SA mendatangi Slamet karena gagal terpilih dalam pilkades di salah satu desa Kecamatan Dawarblandong. Sehingga, ia ingin mencari pesugihan sebagai jalan pintas untuk mengembalikan kerugiannya karena pilkades.


"Saya tidak menggandakan uang, dia (SA) mencari pesugihan ingin kaya. Saya tolak, saya bilang kalau tidak bisa, tetapi dia terus maksa," cetusnya saat jumpa pers di Mapolres Mojokerto Kota, Jalan Bhayangkara, Selasa (3/9/2024 www.detik.com)


Catatan:

1) Ikuti permainan pilihan pemimpin yang salah, akibatnya jatuh kepada petaka. Biaya mahal dengan modal 300 jutaan lalu kalah kemudian minta balik cepat dengan pesugihan. Lalu, kalau jadi apa balik uangnya dengan korupsi?


2) Politik demokrasi yang prosedural dengan pilihan langsung meniscayakan paslon (pasangan calon) berfikir modal besar. Ini untuk membeli suara rakyat agar memilih. Di sisi lain, rakyat pun berpikir transaksional. Kalau sudah demikian, paslon biasanya cari pemilik modal atau utang di bank.


3) Manusia terkadang di luar nurul. Demi cari instant balikkan uang modal pilkades bank Gaib Nyi Roro Kidul jadi jalan pesugihan. Bank di dunia nyata saja nggak mau rugi dan menjanjikan keuntungan yang tinggi. Apalagi bank Gaib yang nggak jelas di mana Bank Centralnya?


4) Untuk siapapun yang mau maju dalam setiap kontestasi demokrasi, hati-hati. Nasib rakyat jangan dibuat main-main. Jangan banyak janji. Karena rakyat butuh kenyang dengan nasi, bukan janji.


5) Bahaya sistem politik demokrasi di Pilkades saja sudah memakan korban hingga ke jalan pesugihan. Malah ini menambah dosa menuju jalan kemusyrikan. Jangan sampai berbuat dosa lebih dengan menyampakkan hukum Allah dan Rasul-Nya. 


6) Kini rakyat dan publik harus sadar. Menghadirkan pemimpin dari level bawah hingga atas butuh sistem tuntas. Itu hanya ada pada Politik Islam yang basisnya akidah dan syariah. Pemimpin yang maju niat ikhlas lillahi ta'ala. Rida melaksanakan syariah Islam kafah dalam tugasnya. Kalau begini negara aman, sentosa, dan berkah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Fenomena Kotak Kosong Sebenarnya Rakyat Ingin Pemimpin bukan Tukang Bohong?

Fenomena Kotak Kosong Sebenarnya Rakyat Ingin Pemimpin bukan Tukang Bohong?

 


Kotak kosong bisa jadi ketiadaan minat rakyat pada proses demokratisasi

Pasalnya, gonta-ganti pemimpin kondisi sama saja

____________________


KUNTUMCAHAYA.com, NEWS - Pilkada Serentak 2024 bakal menarik. Sebab, ada 41 bakal calon kepala daerah (bacakada) yang akan melawan kotak kosong, lima di antaranya ada di Jawa Timur.


Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pendapatnya soal Pilkada lawan kotak kosong. Baginya, kotak kosong pada Pilkada 2024 ini bagian dari proses demokrasi. Ia tak menyangkal kenyataan yang terjadi saat ini. "Ya memang kenyataan di lapangan seperti itu, kotak kosong pun juga ada proses demokrasinya," kata Jokowi kepada wartawan di Pasar SoponyonoSurabaya, Jumat (6/9/2024).


Di Jawa Timur ada lima daerah yang melawan kotak kosong. Yakni Trenggalek, Ngawi, Gresik, Kota Pasuruan, dan Kota Surabaya. (www.detik.com)


Catatan:

1) Sebenarnya fenomena kotak kosong ini menyiratkan dua hal :

Pertama, paslon (pasangan calon) tidak mendapatkan perahu dan rekomendasi dari partai politik. Kalaupun maju independen siap-siap dengan energi yang luar biasa untuk menarik simpati suara.


Kedua, konsekuensi logis dari biaya mahal dalam proses pemilihan. Mulai dari biaya survei, kampanye, hingga tim pemenangan. Jika Paslon nekat biasanya menggandeng pemilik modal yang kuat.


2) Kotak kosong bisa jadi ketiadaan minat rakyat pada proses demokratisasi. Pasalnya, gonta-ganti pemimpin kondisi sama saja. Perilaku elit penguasa sering tidak mencerminkan kepedulian pada wong cilik dan rakyat yang termarjinalkan.


3) Sejatinya, rakyat menginginkan pemimpin yang jujur. Fenomena kotak kosong protes rakyat agar pemimpin tidak lagi tukang bohong. Apalagi demokrasi sering menipu rakyat dengan ragam upaya mempertahankan kekuasaan dan kepentingan kelompoknya.


4) Menghadirkan pemimpin yang baik dan memiliki kapasitas memang tidak semudah dalam pemilihan langsung. Pasalnya, pemimpin itu bukan dipilih dan diminta. Kepemimpinan itu menghadirkan sosok yang betul-betul berangkat dari sistem terbaik dari Allah Yang Maha Mengatur kehidupan manusia.


5) Fenomena demokrasi selain kotak kosong, rakyat juga sering kenyang dengan janji kosong. Harta rakyat pelan-pelan disedot atas nama konstitusi. Rakyat sudah capek dengan kondisi hidup yang belum plong.


6) Peristiwa kondisi Indonesia yang tidak baik-baik saja dalam politik ini hendaknya menyadarkan semua. Inilah kesempatan untuk kembali kepada Allah agar hidup pejabat dan rakyat selamat dunia akhirat. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Perda Pesantren  Perlukah?

Perda Pesantren Perlukah?

 


Dikhawatirkan pula perda ini akan mengarahkan para santri sedikit demi sedikit terkotori pola pikirnya

 Menjauhkan ajaran agama Islam murni, menuju paham sekularisme

_________________________


Penulis Ummu Bagja Mekalhaq

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Perda pesantren Jabar Nomor 1 Tahun 2021, mengenai Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren. Terdiri 35 pasal 12 bab yaitu:

Ketentuan Umum Kebijakan Umum perencanaan pelaksanaan pengembangan pesantren, koordinasi dan komunikasi partisipasi masyarakat, sinergitas kerjasama dan komitmen sistem informasi  tim pengembangan dan pemberdayaan pesantren, monitoring evaluasi pembinaan dan pengawasan pendanaan, ketentuan penutup.


Menurut Toni Setiawan perda pesantren memiliki filosofi. sosiologi dan yuridis. Santri dan pesantren itu tidak terlepaskan dari historis perjuangan kemerdekaan, artinya di masa sekarang harus punya kesamaan dengan lulusan pendidikan umum ujarnya kepada Tribun Jabar. Id pada selasa.(27/8/2024)


Sekilas memang benar, jika kita mencermati isi dari perda tersebut seolah pemerintah ingin mengembangkan pesantren yang ada di Jabar yang jumlahnya lebih dari 15 ribu pesantren yang tersebar di wilayah Jabar. Meskipun banyak pesantren namun lulusannya tidak setara dengan lulusan umum.


Maka DPRD Jabar berupaya melaksanakan penyempurnaan dalam bentuk perda yang bertujuan untuk mendorong dan peningkatan fasilitas pesantren di lingkungan Jabar. Mengingat pentingnya pengelolaan pesantren lebih baik ke depannya.


Maka pemerintah berinisiatif ikut berpartisipasi dalam mengelola pesantren. Salah satu tujuannya untuk mengembangkan pesantren agar lebih maju dengan lulusan yang sama dengan lulusan umum.


Tentu dengan adanya perda tersebut ada yang pro dan kontra. Masyarakat ingin mengetahui lebih jauh lagi apa maksud dan tujuan perda tersebut. 


Karena sejarah pesantren dari dulu hingga kini bertujuan untuk membentuk jiwa mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki nilai-nilai Islam yang kuat, sehingga menjadi generasi saleh dan salihah.


Pesantren dengan pendidikan berbasis pembinaan agama Islam yang akan mengahantarkan Indonesia emas tahun 2024. Karena, kurikulum pesantren sangat menitikberatkan pelajaran agama Islam, sehingga lulusannya menjadi ulama pewaris nabi.


Mereka dibina setiap hari dengan jam terbang belajar lebih dari sekolah umum seperti pembinaan ibadah wajib serta sunah yang dilakukan menjadi kebiasaan harian. Rutinitas harian bangun awal tahajud dan amalan ibadah lainnya dipraktekkan sehingga mampu membentuk jiwa kuat lahir batin.


Selain itu, para santri hasil binaan pesantren  pasti memiliki keunggulan edukasi menguasai  bahasa arab nahwu sharaf ilmu fiqih ilmu faraid dan lain lain yang berkaitan dengan agama Islam. Sehingga setelah lulus dari pesantren mereka bisa berhidmat untuk umat.


Tidak dimungkiri lulusan pesantren dengan ilmu agama yang dimiliki  mampu hidup mandiri dalam situasi dan kondisi sesulit apapun. Karena selama belajar di pesantren tentu tafakuh fiddin telah  terbentuk dalam dirinya. 


Berbekal pembinaan ilmu agama dari pesantren tentu makin menguatkan akidah Islam tertancap kokoh dijiwanya. Berbekal ilmu agama Islam maka lulusannya survive mengarungi kehidupan. Pasca lulus dari pesantren mereka mampu bersosialisasi dengan masyarakat, bahkan mereka dihargai karena kedudukan ilmu dan adab yang dipraktekkan merupakan hasil pembinaan agama di pesantren. Oleh karena itu tentu tidak akan sama lulusan pesantren dengan lulusan umum, mengingat kurikulum pesantren lebih ditekankan pada pembinaan agama. 


Maka jika Komisi V Bidang Kesejahteraan Rakyat DPRD Toni Setiawan berharap lulusan pesantren ingin sama dengan lulusan umum tentu sulit tercapai. Mengingat kurikulum pesantren dan kurikulum sekolah umum berbeda. 


Untuk itu jika perda ini tetap disempurnakan untuk memiliki kesamaan dikhawatirkan ambyar, tidak memiliki tujuan yang pasti untuk para santri akibat adanya perda tersebut. 


Dikhawatirkan pula perda ini akan mengarahkan para santri sedikit demi sedikit terkotori pola pikirnya dari ajaran agama Islam murni kepada paham sekularisme. Yakni memisahkan agama dari kehidupan. Karena dengan adanya perda tersebut pemerintah menuntut adanya koordinasi dan komunikasi partisipasi masyarakat serta kerjasama sinergitas tim kemitraan sistem informasi di dalamnya.


Akhirnya dikhawatirkan akan mengalihkan kefokusan pesantren dari pembinaan agama Islam murni beralih menjadi Islam Nusantara dengan segala kearifan lokalnya yang merusak akidah murni diarahkan kepada paham nasionalisme dengan pluralisme di dalamnya.


Di sinilah pentingnya mengkritisi perda Provinsi Jabar Nomor 1 Tahun 2021 Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren yang sekilas tampak benar bahwa pemerintah Jabar sangat memperhatikan keberlangsungan hidup pesantren. Namun berkaca dari pengalaman yang sudah terjadi dalam sistem demokrasi setiap peraturan yang datang dari sistem kufur buatan manusia pasti berujung fasad atau rusak.


Bisa jadi ikut campurnya pemerintah Jabar terhadap pesantren dengan mengeluarkan perda akan didapati keburukan di dalamnya. Yakni menghilangkan jati diri santri yang hakiki berkarakter kuat bersakhsiyah dan pola pikir Islam. Dikhawatirkan terkecoh menjadi jiwa nasionalis mengakui pluralisme di dalamnya.


Solusi Islam 

Sejatinya pesantren lebih serius fokus serta setia pada pembinaan para santri untuk mempelajari agama dengan mendalam. Menguasai bahasa arab agar mampu menjelaskan hukum hukum Islam yang terdapat dalam Qur'an dan sunah. Serta para santri memiliki akidah yang murni tidak terkotori dengan paham sesat dan menyesatkan seperti nasionalisme yang mengakui pluralisme di dalamnya.


Hendaknya pesantren membina para santrinya dengan pemahaman Islam murni yang menjadikan Islam sebagai ideologi dalam hidupnya.


Karena dari akidah Islam yang murni akan terpancar aturan yang benar yakni aturan Islam dengan petunjuknya yang jelas yakni kitabullah dan sunnah Rasulullah saw..


Telah aku tinggalkan dua perkara yang jika berpegang pada keduanya tidak akan sesat yakni: Kitabullah (Qur'an wasunnaturrasulallah) dan sunnah Rasulullaah saw. atau hadis. Artinya kembali kepada akidah dan sistem Islam, bukan yang lain. Dengan demikian maka tidak akan tersesat.


Jadi perlukah perda pesantren? Jawaban yang tegas adalah tidak perlu, karena akan mengaburkan lulusan  pesantren. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Saatnya Kembali Kepada Syariah Islam

Saatnya Kembali Kepada Syariah Islam


Kini saatnya umat Islam kembali kepada syariah-Nya dan meninggalkan pragmatisme

Apalagi demokrasi yang banyak menghasilkan permasalahan bagi umat

___________________________


Penulis Atikah Juju Juariah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Saat ini tengah ramai diperbincangkan terkait pilkada, ditambah akan berakhirnya kepemimpinan Presiden Jokowi. Perpolitikan sekarang terasa begitu panas. Sampai-sampai ada yang ingin mempertahankan politik dinasti dengan menghalalkan segala cara, hingga aturan bisa diubah-ubah atau direkayasa dengan sesuka hatinya.


Kepada pihak lain, tampak begitu kuatnya ingin mengahalangi supaya tidak ikut serta menjadi kandidat dalam pemilihan sebab dianggap persaingan. Tidak sedikit juga ada yang berubah sikap dalam perpolitikkan. Begitu juga dengan gonta-ganti partai dan berpindah-pindah koalisi. Semua mereka lakukan tampak tidak peduli lagi pada idealisme, ideologi, apalagi melihat kepada haram halalnya. Seolah yang ingin mereka lakukan hanyalah mempertahankan kekuasaan.


Sikap pragmatis sekarang banyak  dianut oleh para rezim, parpol, anggota DPR, politik lokal, maupun nasional. Bahkan , tak jarang mereka dengan terang-terangan memperlihatkannya. Hal demikian diduga kuat mereka hanya berkepentingan untuk dirinya sendiri serta kelompoknya. Urusan rakyat seolah tak menjadi prioritas. Mereka berambisi meloloskan kepentingannya, di mana tak jarang dilakukan dengan menghalalkan banyak cara. (Buletin Kaffah, 30/8/2024)


Pengertian pragmatisme sendiri ialah segala daya upaya dilakukan dengan cara instan, prkatis, dan hanya dilihat dari sisi banyak manfaat  atau tidaknya dalam pandangan manusia saja. Tidak peduli apakah kemanfaatan itu sesuai pada syariah atau tidak. 


Pada sistem demokrasi, pragmatisme sangat jelas terasa. Para penguasa, pejabat, ataupun parpol kerap mempertontonkan perilaku pragmatis. Pilihan-pilihan aktivitasnya tak sedikit yang terdeteksi bukan untuk kepentingan rakyat, lebih untuk kepentingan pribadi, kelompok, oligarki, juga pihak asing. 


Pragmatisme sangat erat hubungannya dengan demokrasi. Karena, demokrasi saat ini makin tidak berpihak kepada rakyat. Demokrasi sangat bertolak belakang dengan syariah Islam. Seperti, disahkannya UU Migas, UU Minerba, UU Cipta Kerja, UU IKN, dan lain-lain. Semua UU yang dibuat lebih menguntungkan kepada pihak-pihak yang berkuasa, oligarki, dan para wakil rakyatnya. Juga UU Pemilu atau Pilkada yang dibuat untuk pro pada penguasa, bukan rakyat. 


Hal demikian sangat berbeda bagaimana Islam memandang terkait urusan politik. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani berpendapat bahwa politik adalah pemeliharaan urusan umat baik dalam atau  luar negeri berdasarkan ketentuan syariat Islam. 


Politik dalam Islam ialah mengurusi urusan umat sesuai ketentuan syariah Islam. Negara Islam memimpin, mengatur, mengelola, dan melindungi umat dengan menerapkan hukum-hukum Allah dalam setiap aspek kehidupan


Oleh sebab itu, politik Islam terikat dengan halal dan haram. Dengan kata lain standarnya ialah hukum-hukum Islam, bukan kemanfaatan dalam pandangan manusia atau hanya hawa nafsunya saja. Dengan menerapkan syariah Islam akan melahirkan banyak kemanfaatan atau kemaslahatan umat. 


Karena, alasan manfaat dengan menurut pandangan manusia, keluarlah fatwa terkait memilih kepemimpinan yang membolehkan seorang kafir atau fasik. Dibolehkannya seorang wanita menjadi pemimpin, dan membolehkan berkoalisi dengan partai sekuler, dan lain-lain. Justru itu semua bertentangan dengan syariat Islam.


Umat muslim sungguh wajib terikat dengan hukum syariah. Sebagaimana Allah telah memerintahkan kepada umatnya dalam Al-Qur'an: "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (TQS Al-Baqarah (2): 208)


Sangat jelas ayat tersebut mengajarkan kepada umat Islam agar menjalankan Islam secara keseluruhan dari semua aspek kehidupan termasuk masalah politik. Allah Swt. Juga berfirman: "Hendaklah kamu (Muhammad saw.) memutuskan perkara di antara mereka menurut wahyu yang telah Allah turunkan, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka untuk meninggalkan kebenaran yang datang kepada dirimu." (TQS Al-Maidah (5): 48


Wahyu yang telah Allah turunkan bertujuan untuk menjadikan umat Islam berpegang teguh kepada hukum Allah dan memutuskan segala sesuatu bukan karena hawa nafsunya. Sebagaimana terdapat hadis sebagai berikut: "Berpegangteguhlah kalian pada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang terbimbing. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian." (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi

 

Rasulullah telah bersabda: "Aku telah mewariskan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada keduanya, yakni: Kitab  Allah (Al-Qur'an) dan sunnah nabi-Nya." (HR Malik dan Al-Hakim)


Ijmak sahabat menyampaikan betapa pentingnya umat Islam taat pada syariah Islam. Tindakan mereka tercermin pada saat wafatnya Rasulullah saw., saat terjadi perbedaan pendapat, atau adanya sebuah masalah di berbagai aspek kehidupan. Mereka tidak pernah memutuskan masalah berdasarkan hawa nafsunya, tetapi mereka selalu merujuk kepada Al-Qur'an dan as-sunnah yang menjadikannya sebagai pedoman hidup yang paling utama. 


Imam Asy-Syafi'i rahimahullah berkata: "Siapa saja memandang baik sesuatu (tanpa dalil Al-Qur'an dan as-sunnah) berarti ia telah membuat syariat (baru) dalam agama ini." (Qadhi 'Iyadh, Tartib al-Madarik wa Taqrib al-masalik, 1/22)


Imam asy-Syafi'i tidak menginginkan penerapan hukum berdasarkan pada prasangka baik saja tanpa berlandaskan dalil-dalil syariah. Dan menurut ulama kontemporer seperti Syaikh Wahbah az-Zuhaili, berkata: "Seorang muslim dilarang meninggalkan syariat Islam dalam keadaan apapun." (Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, 1/25)


Maka dari itu, kini saatnya umat Islam kembali kepada syariah-Nya dan meninggalkan pragmatisme apalagi demokrasi yang banyak menghasilkan permasalahan bagi umat. Di mana aturannya dibuat oleh manusia berdasarkan hawa nafsunya. Sedangkan syariah Islam, hukumnya dibuat oleh Alah Swt. untuk kemaslahatan umat. Dan yang berhak membuat hukum hanya Allah Swt. semata (QS. Yusuf (10): 40).


Bersegeralah mengamalkan, menerapkan, dan menegakkan syariah Islam secara kafah pada setiap aspek kehidupan. Penerapan dari berbagai segi, seperti ekonomi, perdagangan, bahkan politik, dan lain sebagianya. Dengan begini keberkahan di langit dan di bumi akan kita raih


"Andai penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat) itu. Karena itu kami menyiksa mereka sebabkan karana ulah tangan mereka." (TQS Al-A'raf (7): 96) Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Keganasan Sistem Sekuler Mematikan Naluri Ibu

Keganasan Sistem Sekuler Mematikan Naluri Ibu

 


Peran keluarga hilang

Terjerembab ke dalam lumpur sistem kapitalis-sekuler, akhirnya peran keluarga mandul tidak berfungsi

_________________


Penulis N' Aenirahmah 

Tim Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi Islam 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sebuas-buasnya harimau tidak akan memangsa anaknya sendiri. Sebuah peribahasa yang menggambarkan orangtua sebagai penjaga keselamatan anaknya, bahkan akan rela pasang badan, agar anaknya aman sentosa. 


Namun berbeda dengan ibu berinisial E, yang tega mencelakakan anaknya dengan menyodorkannya kepada lelaki hidung belang. Lelaki itu adalah seorang Kepala Sekolah Dasar berinisial J (41) yang diduga sebagai selingkuhannya juga. Kini kedua pelaku bejat moral tersebut telah diamankan oleh anggota Resmob Polres Sumenep di Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep. (kumparan.com, Jum'at 30 Agustus 2024)


Tak dapat disangkal perilaku bejat seorang ibu E dan J di atas, akibat dunia menerapkan sistem sekularisme. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan. Sistem sekuler ini telah membuka kran kejahatan, sehingga mematikan naluri ibu yang fitrah dalam menjaga dan melindungi anaknya.


Sekularisme telah menjajakan prinsip kebebasan berperilaku, membuat manusia bisa berbuat sesuai hawa nafsunya. Tidak ada kesadaran bahwa hidupnya akan berakhir dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak.


Kebebasan berperilaku telah menghembuskan gaya hidup hedonis, yang berhasil mengubur fitrah yang suci. Di mana tolak ukur segalanya adalah materi. Dalam kasus di atas, seorang ibu tega menghantarkan anaknya untuk dicabuli, karena akan mendapatkan imbalan materi, berupa sebuah sepeda motor sebagai kompensasi merelakan kesucian anaknya direnggut lelaki bejat tak bermoral. 


Disfungsi Peran Keluarga Terkoyak

Peran keluarga hilang. Terjerembab ke dalam lumpur sistem kapitalis-sekuler, akhirnya peran keluarga mandul tidak berfungsi. Saat ini seringkali dijumpai keluarga yang melakukan pengabaian terhadap tanggungannya atau terhadap anak-anaknya.


Dalam sistem sekuler-kapitalis, keluarga telah kehilangan fungsinya sebagai tempat merawat, melindungi dan memberi teladan bagi anak-anak. Banyak orang tua disibukkan dengan mencari nafkah, merasa sudah memperhatikan anak jika kebutuhan materinya sudah terpenuhi, tetapi di sisi lain fungsi pendidikan dan religi terabaikan.


Rumah tidak lagi memberikan kesejukan dan kedamaian. Sosok ibu yang semestinya menjadi panutan dan tempat berkasih sayang telah hilang. Ibu yang seharusnya sebagai pembimbing dalam merealisasikan mimpi dan masa depan, telah rusak. Bahkan yang lebih pilu dari itu, seorang ibu yang kehilangan identitas dan kebanggaan yang harus dijaga dan dipertahankan, yaitu berpegang kepada tali agama, akhlak dan moral.


Di sisi lain sistem sekuler-kapitalis yang dijadikan landasan dalam sistem pendidikan, telah melahirkan lulusan generasi yang cacat, krisis iman dan akhlak. Pendidikan hari ini hanya memproduksi para robot kapitalisme yang mengedepankan materi. Buktinya, kedua pelaku di atas. Walaupun mereka termasuk kalangan pendidik tapi tidak memiliki moral sebagai pendidik. Mereka terjebak gaya hidup sekuler dan liberal yang bebas.


Ketidakhadiran negara dalam urusan publik memperparah kondisi. Negara tidak hadir sebagai pelindung dan pengayom rakyat. Negara seharusnya memiliki visi dan misi dalam membangun dan melahirkan generasi penerus peradaban. Negara adalah pihak yang paling bertanggungjawab dalam menentukan tujuan pendidikan dan kurikulumnya. Negara adalah pihak yang paling bertanggungjawab dalam menciptakan keharmonisan masyarakat dan keluarga di dalamnya, dengan aturan yang diterapkan dalam sistem pergaulan, pendidikan, ekonomi dan sistem peradilan. 


Namun ketika negara tetap mengadopsi sistem sekularisme, harapan kesejahteraan, kedamaian, keadilan dan keamanan tidak akan pernah terwujud.


Sistem Islam Harapan Masa Depan

Dunia pernah merasakan hidup dalam naungan Islam yang menyejahterakan. Di mana pada masa itu semua aturan kehidupan berlandaskan pada akidah Islam. Akidah Islam aturannya bersumber dari Rabb, Pencipta alam dunia, manusia dan kehidupan.


Dalam aspek pendidikan, Islam menetapkan tujuan pendidikan adalah untuk membentuk generasi yang berkepribadian Islam, yaitu memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Membekali anak didik dengan ditanamkan akidah Islam sejak pendidikan dini hingga universitas. Dengannya akan lahir generasi yang mulia beriman dan bertakwa. Mereka tetap menguasai berbagai jenis ilmu, sains dan tehnologi, karena negara bervisi menjadi negara yang berdaulat dan mandiri.


Negara pun akan memberikan edukasi kepada setiap keluarga. Bahwa, tujuan berkeluarga yaitu untuk melestarikan keturunan dan mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, yang dilandaskan hanya untuk beribadah kepada Allah Swt.. Sehingga seluruh anggota keluarga akan berusaha bersama-sama menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing dan menjadi hamba yang taat.


Ditambah peran negara yang akan menjaga rakyat dari gempuran pemikiran yang merusak bangunan keluarga. Negara tidak akan membiarkan perzinaan, pornografi, narkoba dan tontonan kekerasan dan lain sebagainya. Semua akan ada di bawah kontrol negara. Sehingga rakyat terbebas dari kerusakan dan terciptalah lingkungan masyarakat yang damai, aman dan sejahtera. Termasuk terciptalah keluarga yang harmonis yang dirindukan setiap manusia.

Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Sekularisme Kapitalisme Mengakibatkan Matinya Naluri Ibu

Sekularisme Kapitalisme Mengakibatkan Matinya Naluri Ibu

 


Masyarakat sekuler menganggap kebahagiaan itu mencari kesenangan materi bukan rida ilahi

Sampai-sampai tak peduli hingga harus mengorbankan anak sendiri

__________________


Penulis Anis Nuraini

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Nasib pilu dialami seorang remaja perempuan di Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep. Dia dicabuli kepala sekolahnya berinisial J (41) yang juga seorang PNS. Mirisnya, pencabulan ini disetujui dan diketahui ibu kandungnya yang juga seorang PNS berinisial E. 


"Pelaku yang merupakan Kepala Sekolah Dasar dan ibu kandung korban sudah diamankan anggota Resmob Polres Sumenep pada hari Kamis, tanggal 29 Agustus 2024 sekitar pukul 15.00 WIB, di rumahnya, Desa Kalianget Timur." kata Widiarti. Jum'at (30/8 kumparan.com)

  

Lemahnya iman membuat seorang ibu tercabut dari fitrahnya, ibu yang seharusnya menjadi pendidik utama dan pertama, justru melakukan kekejian luar biasa. Sampai tega mengantarkan anaknya sendiri untuk dicabuli oleh kepala sekolahnya sekaligus selingkuhannya. Bahkan, menyetujui pencabulan itu dengan alasan untuk ritual penyucian diri, dan dijanjikan akan diberi hadiah oleh pelaku berupa motor vespa matic.

  

Sebuas-buasnya harimau tidak akan membuat anaknya celaka tetapi berbeda kasus seorang ibu di atas. lni menunjukkan matinya naluri keibuan nyata adanya, karena sistem sekuler yang diterapkan di negeri ini telah menambah panjang deretan potret buram rusaknya pribadi ibu yang akan berpengaruh pada rusaknya masyarakat.


Fenomena ini menunjukkan adanya persoalan sistemis dan bukti kegagalan sistem yang diterapkan. Aturan sekuler kapitalisme telah membuat negara abai terhadap rakyatnya tidak mau membantu rakyat untuk memenuhi kebutuhan pokok, sehingga tidak mampu menyejahterakan rakyatya terutama kaum ibu. Akibatnya kaum ibu pun turun tangan untuk membantu suami mencukupi kebutuhan keluarganya.


Impitan ekonomi menjadi faktor penyebabnya. Bahan-bahan pokok yang ikut naik membuat ibu stres dan depresi. Sehingga mematikan hati nurani ibu. Hanya karena sebuah hadiah sampai tega mengantarkan anaknya untuk dicabuli. Akalnya sudah tunduk pada hawa nafsu, tak peduli meskipun harus mencelakakan buah hatinya sendiri hingga melanggar aturan Allah. 


Selain itu, sistem pendidikan sekuler juga telah membuat agama harus dipisahkan bahkan dijauhkan dari kehidupan masyarakat, sehingga cara pandang masyarakat sekarang menilai manfaat saja dan standarnya bukan halal dan haram.


Masyarakat sekuler mengangap kebahagiaan itu mencari kesenangan materi bukan rida Ilahi, sampai tak peduli hingga harus mengorbankan anak sendiri.


Kasus kekerasan seksual terhadap anak banyak terjadi, bahkan sudah merajalela dan tidak ada perlindungan dari negara. Lemahnya penegakan hukum, sehingga negara tidak memberikan sanksi yang membuat jera para pelaku.


Islam menetapkan peran dan fungsi ibu, yaitu sebagai pendidik pertama, ummu warabatul bait yaitu sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Dengan dasar keimanan yang kuat seorang ibu akan taat pada seluruh aturan Islam. Serta akan menjaga anaknya agar menjadi muslim yang taat.


Islam akan menjamin kesejateraan ibu dengan jalur nafkah oleh suami, suami dituntut untuk bekerja keras, ketika suami belum mampu memenuhinya, maka keluarga suami wajib membantu, kalau keluarga suami tidak mampu juga, maka negara akan turun tangan membantu.

 

Sistem Islam juga menyediakan adanya supporting system yang dijunjung tinggi di tempat kerja oleh masyarakat Islam, dengan prinsip ta'awun. Apabila ada salah satu anggota masyarakat yang kekurangan secara ekonomi, maka anggota masyarakat lain akan meringankan bebannya dengan membantu seperti tawaran pekerjaan bagi kepala keluarga, memberikan sedekah, dan bantuan lainnya yang dibutuhkan. 


Kesempurnaan sistem Islam akan terwujud dari sistem pendidikan yang membentuk kepribadian Islam, nafsiah (pola sikap) dan akliah (pola fikir) sesuai Islam, yang akan melahirkan muslim yang bertakwa kepada Allah Swt..


Sistem sanksi Islam, akan memberikan sanksi yang tegas bagi siapa pun yang telah mukalaf yang melakukan pelanggaran,  memberikan efek pencegah terhadap masyarakat agar tidak melakukan pelanggaran yang serups dan terhadap pelaku sebagai efek jera serta penebus dosa. Sanksi dalam Islam ini telah terbukti menjaga masyarakat dan melindungi atas darah, jiwa, agama, keturunan, dan harta manusia, serta mampu menjaga setiap individu dalam kebaikan, ketaatan dan keberkahan Allah.


Hanya aturan Islam sajalah yang mampu menjaga fitrah ibu, dan melindungi anak agar terhindar dari kekerasan fisik maupun psikis.

Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

 Kemerdekaan Hakiki Hanya Ilusi

Kemerdekaan Hakiki Hanya Ilusi



Wujud kemerdekaan hakiki adalah

menjadikan penghambaan hanya kepada Pencipta yaitu, Allah Swt.

_______________________________

                               

Penulis Rosita

Tim Media Kuntum Cahaya

 

KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beberapa waktu lalu, pelaksanaan peringatan kemerdekaan RI ke-79 digelar di Lapangan Upakarti, Komplek Pemda Soreang. Bertindak sebagai pemimpin upacara saat itu adalah Bupati Bandung, Dadang Supriatna.


Dalam kesempatan ini, beliau menegaskan bahwa makna proklamasi bukan sekadar momen sejarah semata, tetapi rakyat berkewajiban untuk mempertahankan dan mewujudkan apa yang menjadi cita-cita perjuangan para pendiri bangsa. Keberadaannya juga bukan tujuan akhir, melainkan sebuah alat untuk menyusun tata kehidupan yang baru. Demi mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Masih dalam kesempatan yang sama, Dadang juga menegaskan bahwa beliau telah memiliki 5 konsep untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Di antaranya, peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang profesional dan paham digitalisasi, memahami dan melengkapi big data, melakukan kajian, research and development, dan membentuk institusi yang kuat, serta mengelola keuangan dengan baik. Sedangkan salah satu langkah nyata yang telah dilakukan adalah  program Beasiswa Ti Bupati (BESTI). (hibar.pgrikabupatenbandung.id, 17/8/2024)

Makna Kemerdekaan


Kemerdekaan masih dimaknai samar, bahkan boleh dikatakan negeri ini belum merdeka secara hakiki. Karena saat ini rakyat masih terbelenggu dalam segala hal. Merdeka tidak cukup hanya diartikan lepas dari penjajah, tetapi juga harus bebas dari penguasaan sumber daya alam (SDA), atau intervensi di berbagai bidang oleh negara lain.

Apa yang menjadi program Bupati sifatnya hanya membantu untuk sebagian individu. Sementara sistem pendidikan di negeri ini juga masih membutuhkan banyak perbaikan, bukan hanya dana, tapi juga pendidikan yang berkualitas, di antaranya yang berkontribusi besar untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Selain itu, kemerdekaan seharusnya dapat dinikmati oleh segenap rakyat dengan segala kemudahan yang didapat. Minimal tercukupi kebutuhan primer seperti sandang, pangan, dan papan. Dengan SDA yang melimpah, sebenarnya lebih dari cukup untuk memenuhi dan menyejahterakan rakyat. Hanya ketika pengelolaannya dilakukan oleh negara melalui pemimpin yang amanah, dengan kebijakan yang bersandar pada syariat Islam.

Namun sayang, rakyat terhalang menikmatinya. Tidak sedikit rakyat yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan perut, tempat berteduh, dan kebutuhan lainnya. Rumah masih mengontrak, listrik, dan air semuanya harus dibayar dengan harga yang sangat mahal. Sungguh dengan kondisi seperti ini, sangat sulit bisa merasakan merdeka, yang ada justru makin susah.

Lebih miris lagi, penjajahan pemikiran masih terus berlangsung, terutama di kalangan generasi muda. Melalui berbagai macam paham yang mengandung "isme" telah dijajakan, seperti materialisme, hedonisme, pluralisme, dan isme-isme lain yang telah melemahkan generasi. Mereka, yang sejatinya pemilik potensi yang luar biasa, malah justru menjadi penikmat konten-konten unfaedah.

Merasa puas dengan menjadi konten kreator, selebgram, dan influencer karena imbalannya materi yang berlimpah. Padahal digitalisasi saat ini, digunakan tidak lebih sebagai alat kapitalis untuk meraup untung dengan melibatkan generasi agar terjun di dalamnya. Generasi tanpa sadar telah terkungkung oleh gaya hidup Barat yang hedonis dan liberal. Jauh dari memikirkan bangsanya sendiri agar mandiri, dan berdaulat.

Kemerdekaan Hakiki


Kemerdekaan hakiki sangat mustahil diwujudkan, jika negeri ini masih mengadopsi, dan merealisasikan kapitalisme sekuler. Terbukti sudah sekian lama negeri ini merdeka, tetapi bukan kemajuan yang didapat, melainkan terpuruk hampir di berbagai aspek. Baik aspek politik, ekonomi, maupun sosialnya. Utang menggunung dan ekonomi dikuasai asing dan aseng. Moral bangsa banyak yang rusak, korupsi, ketidakadilan hukum, dan seabrek masalah lainnya.

Sesungguhnya, bangsa ini hanya mampu mewujudkan kemerdekaan hakiki jika kembali kepada aturan Islam. Islam memaknai bahwa kemerdekaan adalah sebagai bentuk terbebasnya manusia dari segala bentuk penghambaan terhadap makhluk.

Wujud kemerdekaan hakiki adalah menjadikan penghambaan hanya kepada Pencipta yaitu, Allah Swt.. Artinya, agama Islam dijadikan sebagai aturan yang akan mengatur seluruh aspek kehidupan, sehingga keadilan dan kesejahteraan akan terwujud nyata dan merata. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

Pertama, menerapkan syariat Islam. Seorang penguasa wajib menjalankan amanahnya dengan melaksanakan seluruh aturan yang telah Allah Swt. turunkan, dan dicontohkan oleh Rasulullah saw.. Seorang penguasa akan melaksanakan tanggung jawabnya, dengan menjalin kerja sama yang baik antara kepemimpinan pusat dan daerah.

Kedua, mandiri dalam mengelola sumber daya alam (SDA), tanpa campur tangan dari pihak asing maupun swasta. Hal ini merujuk pada hadis Rasulullah saw.;
“Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput, dan api.” (HR. Ibnu Majah)

Dari hasil kekayaan alam tersebut akan diperuntukkan demi kesejahteraan masyarakat, sehingga akan terjamin kesehatan, keamanan, dan pendidikan. Selain itu, pengelolaan SDA juga akan membuka lapangan kerja. Sekaligus akan dapat menyediakan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat berupa laboratorium, jaringan internet, jembatan, jalan, dan lain-lain.

Ketiga, mengontrol setiap media yang menayangkan, atau mempertontonkan konten-konten yang tidak mendidik, dan menyesatkan pemikiran umat. Pemerintah akan menindak tegas setiap pelanggaran sesuai syariat, siapa pun yang melanggar hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Swt..

Tentunya untuk merealisasikan kemerdekaan hakiki, negara tidak bisa berpegang teguh pada aturan kapitalisme sekuler yang rusak, dan telah melahirkan penjajahan gaya baru. Hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan kemerdekaan hakiki. Sebagaimana dulu Islam pernah berjaya. Islam berhasil membebaskan banyak negara dari berbagai bentuk kezaliman menuju keadilan dan kesejahteraan. Wallahualam bissawab. [MGN-SH/MKC]

Seorang Ibu Jadi Bejat di Habitat Sekularisme

Seorang Ibu Jadi Bejat di Habitat Sekularisme

 



Ibu yang seharusnya menjaga, mendidik, menyayangi anaknya

malah merusak dengan cara yang sangat tidak masuk akal


______________________________




KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Apakah manusia saat ini sudah berubah jadi binatang? Sungguh miris berita yang dimuat di media Kumparan, bahwa seorang ibu mengantar anak remajanya untuk dicabuli kepala sekolah.

Remaja putri T disuruh melakukan hubungan badan dengan J seorang kepala sekolah (PNS) oleh ibunya E yang juga seorang PNS. Ibu korban menyetujui pencabulan itu untuk ritual penyucian diri. (kumparan.com, 1/9/2024)

Heran, ada ibu setega itu. Apa yang dipikirkan E sampai bisa berbuat seperti itu. Apakah E pengikut aliran sesat yang diharuskan mengikuti ritual sesat seperti itu? Apakah E dijanjikan sejumlah uang hingga rela mengantarkan putrinya berbuat maksiat? Apakah E sedang kesurupan jin kafir sehingga perbuatan yang dilakukannya di luar nalar akal sehat? Apakah E jelmaan setan atau iblis yang berbentuk manusia? Nyatanya ketika diinterogasi polisi J mengakui perbuatannya untuk memenuhi nafsu biologis semata, bukan untuk ritual penyucian diri.

Ibu yang seharusnya menjaga, mendidik, menyayangi anaknya malah merusak dengan cara yang sangat tidak masuk akal. Perbuatan keji yang dilakukan E menunjukkan matinya naluri keibuan, rusaknya pribadi ibu, dan rusaknya masyarakat.

Kejadian ini merupakan masalah sistemis dan lagi-lagi menunjukkan gagalnya sistem pendidikan sekuler membentuk orang baik yang bertakwa. Juga merupakan gagalnya sistem sanksi.

Islam menempatkan posisi ibu di posisi yang mulia, yaitu sebagai pendidik utama dan pertama. Kesempurnaan sistem Islam nampak pada sistem pendidikan Islam yang mampu membentuk seseorang berkepribadian islami. Dengan indikasi memiliki pola pikir islami atau aqliyah Islamiyah dan pola sikap islami atau nafsiyah Islamiyah.

Sistem sanksi dalam Islam bersifat jawabir dan zawajir. Jawabir maksudnya menjadi tebusan dia atas dosa yang dilakukannya. Zawajir artinya bisa menimbulkan efek jera bagi orang lain, maksudnya membuat seseorang berpikir seribu kali untuk melakukan perbuatan yang melanggar aturan tersebut.

Secara umum, sistem Islam mampu melahirkan generasi manusia terbaik sepanjang sejarah peradaban manusia. Hal ini diakui oleh sejarawan Barat maupun bagian dunia lainnya. Bahkan diakui oleh Allah sebagai pencipta manusia, pencipta langit, bumi, dan seisinya.

Allah berfirman: "Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia yang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran dan beriman kepada Allah. Sekiranya beriman ahli kitab sungguh itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik." (QS. Ali Imran ayat 110)

Sistem Islam yang canggih luar biasa ciptaan Allah yang Maha Kuasa pasti mampu mencetak generasi terbaik, unggul, hebat, dan mampu menjaga setiap individu dalam kebaikan, ketaatan serta keberkahan Allah. Islam mewajibkan negara agar mampu menjaga fitrah ibu, anak juga manusia semuanya. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

 Mardiyah
 

 Sampai Kapan Dunia Abai pada Gaza?

Sampai Kapan Dunia Abai pada Gaza?




Genosida telah berlangsung sejak 1948

saat entitas Yahudi menduduki tanah Palestina secara ilegal

______________________________


Penulis Anis Nuraini

Kontributor Media Kuntum Cahaya

 

KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) kembali mengabarkan perkembangan terkini di Gaza, Palestina, setelah wilayah itu masih terus menjadi sasaran serangan Israel.


Israel memulai serangannya di Gaza setelah pejuang Hamas menyerbu Israel Selatan pada 7 Oktober 2023, dengan menewaskan 1.200 orang yang sebagian besarnya warga sipil. Dalam serangan itu, Hamas juga menangkap lebih dari 250 sandera.


Di sisi lain, hampir 40.000 warga Palestina telah tewas dalam serangan Israel di Gaza sejak perang pecah Oktober lalu. Pejabat kesehatan Gaza mengatakan sebagian besar korban tewas adalah warga sipil, tetapi Israel mengatakan setidaknya sepertiganya adalah pejuang Hamas. Israel mengatakan telah kehilangan 329 tentara di Gaza. Dikutip dari (antaranews.com, 22/8/2024)
 
Serangan entitas Yahudi semakin brutal tidak hanya melawan Hamas, tetapi  menyerang warga sipil. Justru yang paling banyak menjadi korban adalah orang tua, anak-anak dan wanita, tujuannya mereka  untuk memusnahkan penduduk Gaza dan mengambil tanah mereka.

Penerapan ideologi kapitalisme telah membunuh jutaan jiwa di seluruh dunia dengan berbagai cara. Terutama di Gaza oleh Zionis Yahudi, dengan cara genosida, ini tidak terjadi hanya saat ini saja.
Genosida telah berlangsung sejak 1948 saat entitas Yahudi menduduki tanah Palestina secara ilegal. Sudah banyak yang kehilangan nyawa akibat genosida.

Derita kaum muslim di berbagai belahan dunia tidak kunjung usai, diakibatkan tidak adanya negara Islam yang melindungi mereka. Mereka bagaikan anak ayam kehilangan induknya untuk tempat berlindung, ini menjadi bukti bahwa sistem dunia hari ini jahat.

Akibat nasionalisme, sejauh ini para pemimpin dunia Islam tidak melakukan tindakan yang nyata untuk menghentikan kebiadaban Zionis, mereka seakan menutup mata dan telinga atas penderitaan warga Palestina dan sebagiannya hanya sibuk bersandiwara. Mereka bersikap seakan hanya menjadi macan podium dan macan kertas yang hanya bisa menggertak.

Akibat nasionalisme juga, para pemimpin muslim di sekelilingnya tak peduli terhadap warga Palestina, seolah enggan melakukan pembelaaan dan berdiam diri atas penderitaan mereka. Hanya bisa beretorika atau hanya mengecam dan mengutuk kebiadaban Zionis, serta hanya memberikan bantuan keuangan dan logistik seadanya. Mereka sudah merasa puas melakukan tindakan itu, padahal mereka punya kekuatan militer besar yang bisa untuk menyelamatkan Palestina dan menghancurkan Zionis.  

Bahkan para pemimpin muslim menjadi antek musuh Islam, dan mereka yang mendukung Zionis untuk menyerang Palestina, dengan memberikan bahan bakar untuk kendaraan-kendaraan tempur Zionis yang dipakai untuk menggempur Gaza. Artinya, tangan para pemimpin muslim itu ikut berlumuran darah muslim Palestina.
Ini mencerminkan rusaknya kepemimpinan dunia Islam, lemahnya dan tak berdayanya, mereka tak sanggup melawan entitas Yahudi yang sebetulnya negara kecil dan terbukti lemah.

Genosida di Gaza jelas merupakan perang ideologi. Perang antara ideologi Islam yang sahih dengan ideologi kapitalisme yang kufur. Karena itu, ideologi kapitalisme akan melawan dan menyerang kaum muslim di seluruh dunia. Termasuk muslim Palestina dan individu yang berideologi Islam melalui para kaki tangannya yaitu seperti Zionis Yahudi. Sayangnya lagi, ideologi Islam baru diemban oleh individu dan belum diemban oleh negara. Maka untuk melawan kebiadaban Zionis Yahudi yang didukung AS negara adidaya, dibutuhkan lawan yang seimbang yaitu negara berideologi Islam.  

Perang ini adalah perang melawan negara sehingga membutuhkan tegaknya negara berideologi Islam, yaitu negara Islam yang akan mendorong adanya jihad. Seorang pemimpin Islam yang menjadi perisai dan pelindung bagi kaum muslim yang terjajah, dengan menyeru pasukan kaum muslim dari seluruh dunia untuk membantu para mujahidin yang berada di sana, sehingga berhasil mengusir kaum Yahudi penjajah dari bumi kaum muslimin.

Tegaknya negara Islam membutuhkan kesadaran yang sama di tengah umat. Bahwa mereka adalah sama saudara kita, karena Tuhannya, nabinya, kitabnya, dan kiblatnya sama. Allah Swt. telah berfirman:

إِنَّمَا الْمًؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ

"Sungguh kaum mukmin itu bersaudara." (QS. Al-Hujurat [49]: 10)

Kaum muslim dan dunia Islam harus dipersatukan kembali dengan ukhuwah Islamiyyah yang berlandaskan akidah Islam, maka keberadaan kelompok dakwah ideologis sangat dibutuhkan sebagai pemersatu umat, dengan dakwah pemikiran tanpa kekerasan sebagaimana dicontohkan Rasululah saw..

Hanya negara Islam sajalah yang mampu membebaskan negeri-negeri kaum muslim yang terjajah oleh kaum kafir penjajah. Wallahualam bissawab. [SM-EA/MKC]

Jeratan Pinjol Mampu Menghilangkan Akal dan Pikiran

Jeratan Pinjol Mampu Menghilangkan Akal dan Pikiran

 




Kemudahan dalam mengakses aplikasi judol menjadi pilihan dangkal tanpa usaha maksimal

Judol nyatanya telah meracuni akal pikiran masyarakat


______________________________


Penulis Yuni Irawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Seorang pria yang berinisial HP (31) nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di rumahnya yang berada di wilayah Kampung Pasantren, Desa Sukamukti, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung pada Rabu (31/7/2024).

Menurut keterangan saksi, kasus bundir tersebut terjadi sekitar pukul 8 pagi. Bermula ketika pelaku cekcok dengan istrinya yang berinisial SRM (23). Tak lama kemudian, istrinya meninggalkan rumah lalu mendatangi rumah tetangganya untuk meminta pertolongan. Namun setelah kembali ke rumah, sang istri beserta tetangganya mendapati HP dalam keadaan tak bernyawa karena gantung diri.

Seketika warga berdatangan dan melihat kondisi HP tersebut. Warga langsung melaporkan kejadian itu ke Polsek Katapang. Tak lama kemudian, Polsek Katapang dan tim INAFIS melakukan olah TKP. Kejadian bundir dibenarkan oleh Kompol Asep Surahman, selaku Kapolsek Katapang. Beliau menyatakan bahwa Tim Inafis Polresta Bandung sudah melakukan evakuasi kepada jenazah di Tempat Kejadian Perkara (TKP). (Kompas.com, 31 Juli 2024)

Maraknya kasus bundir membuat kita merasa miris. Judol menjadi salah satu cara untuk meraih keuntungan secara instan tanpa memedulikan halal haram. Kemudahan dalam mengakses aplikasi judol menjadi pilihan dangkal tanpa usaha maksimal. Judol nyatanya telah meracuni akal pikiran masyarakat.

Dampak yang diakibatkan dari judol ini kian meresahkan, banyak orang menjadi stres, depresi hingga bunuh diri. Keadaan seperti ini, mendorong pemerintah untuk melakukan upaya agar dampak kerusakan judol bisa ditekan. Adapun upaya pemerintah tersebut di antaranya upaya pencegahan yang dilakukan lewat jalur edukasi dan literasi, men-take down situs judol maupun situs yang menampilkan judol, kemudian upaya yang tidak masuk akal adalah dengan memberikan dana bansos kepada para pelaku judol. Lalu, mampukah upaya-upaya tersebut menyelesaikan dan mencegah masyarakat dari jeratan perjudian?

Sementara pelaku judol saat ini bukan saja rakyat miskin yang notabene tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, pelaku juga merupakan masyarakat menengah bahkan sampai kalangan elite. Semua itu dilakukan demi mendapatkan harta yang banyak dengan cara instan.

Lebih miris lagi, saat kita mengetahui bahwa pelaku judol banyak dari kalangan pemerintahan yang seharusnya mereka memberikan contoh baik dan mengurusi permasalahan yang terjadi pada masyarakat seluruhnya. Inilah wajah buruk dari kapitalisme sekularisme. Sistem ekonominya telah gagal menyejahterakan rakyat, sistem pendidikannya gagal mencetak generasi berkepribadian mulia, sehingga kondisi masyarakat semakin jauh dari nilai-nilai agama, sekularisme benar-benar meracuni pemikiran masyarakat.

Meski, dikabarkan Kominfo telah melakukan pemblokiran 5000 situs judi online. Namun, upaya tersebut tidak cukup untuk membasmi judol. Karena pelaku atau penyedia permainan bisa membuat situs-situs lainnya selama gembong dari pembuat judol masih bebas berkeliaran. Dengan begitu, dibutuhkan komitmen dari negara untuk membasmi judol dari akarnya. Di sinilah pentingnya peran dari semua kalangan. Mulai dari keluarga, masyarakat, dan yang utama adalah negara yang harus berperan serta bertanggung jawab dalam mengontrol situs-situs di media sosial.

Sementara, Islam sangat menjaga masyarakat dari perbuatan yang rusak dan merusak, termasuk aktivitas judi. Dan Islam mengharamkan yang namanya perjudian. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. Al-Maidah ayat 90: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."

Dengan sistem Islam, negara menjadi benteng utama dalam melindungi generasi. Itulah peran negara dalam sistem Islam, tak mungkin menyediakan fasilitas untuk keharaman. Peran negara dalam Islam sangat penting. Pemimpinnya wajib menjalankan amanah-amanahnya dalam mengurus urusan rakyat.

Seperti halnya menjamin kesejahteraan rakyatnya, lapangan pekerjaan disediakan seluas-luasnya. Negara mengatur hak kepemilikan, baik kepemilikan individu dan umum. Dalam hal hukum, sistem Islam akan menerapkan sanksi yang seberat-beratnya bagi pelaku kejahatan, kemaksiatan sesuai dengan aturan Islam.

Sungguh hanya dengan penerapan sistem Islam semua permasalahan mampu terselesaikan termasuk problem perjudian bisa teratasi hingga ke akarnya. Oleh karena itu, semestinya kita campakkan kapitalisme hari ini dan segera terapkan syariat Islam di bawah naungan sistem Islam. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]