Featured Post

Recommended

Ramadan Tanpa Junnah, Maksiat Tetap Berjalan

  Pengumuman mengenai aturan nomor e-0001 tahun 2025 hanya bentuk pengadaan tanpa penerapan yang tegas _____________________ Penulis Sasmin ...

Alt Title
Ramadan Tanpa Junnah, Maksiat Tetap Berjalan

Ramadan Tanpa Junnah, Maksiat Tetap Berjalan

 


Pengumuman mengenai aturan nomor e-0001 tahun 2025

hanya bentuk pengadaan tanpa penerapan yang tegas

_____________________


Penulis Sasmin

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ramadan adalah bulan penuh berkah. Pintu-pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Selain itu, pahala di bulan ini dilipatgandakan sehingga banyak dari kita berbondong-bondong mengamalkan kebaikan. 


Bukan saja menahan lapar dan haus, tetapi nafsu juga ikut ditundukkan. Namun, banyak dari manusia tidak berbenah secara menyeluruh. Puasa hanya dimaknai menahan lapar dan haus. Ekspresi kebebasan maksiat sebelum Ramadan tidak luput, masih terus dilakukan. 


Faktanya, sejumlah diskotek di Jakarta boleh beroperasi. Selama Ramadan operasi usaha pariwisata di Jakarta hanya diatur, tidak ditutup. Sebagaimana Dinas Pariwisata dan Ekonomi  Kreatif telah menerbitkan pengumuman nomor e-0001 tahun 2025 tentang penyelenggaraan pariwisata di bulan Ramadan dari hari raya Idul Fitri 1446 H/2025 M. 


Dalam pengumuman tersebut terdapat aturan operasional usaha pariwisata. Salah satu ketentuan yang diatur pengumuman itu adalah terdapat beberapa jenis usaha pariwisata yang diwajibkan tutup selama H-1 Ramadan hingga H+1 hari kedua Idul Fitri. Jenis usaha pariwisata yang dimaksud adalah kelab malam, diskotek, mandi uap, rumah pijat, dan arena permainan ketangkasan manual. Akan tetapi, usaha pariwisata tersebut bisa beroperasi di hotel bintang empat dan bintang lima dalam pengadaannya jauh dari kawasan pemukiman warga, rumah ibadah, sekolah dan rumah sakit. (republik.com, 02-03-2025)


Artinya, pengumuman mengenai aturan nomor e-0001 tahun 2025 tersebut hanya bentuk pengadaan tanpa penerapan yang tegas. Aturan tersebut masih meminimalisir maksiat di bulan suci ini dengan sekadar membatasi tempat. Sementara itu, umat Islam sepatutnya fokus beribadah kepada Allah Swt.. Namun, dengan adanya tempat-tempat hiburan malam yang masih terbuka, tidak sedikit kaum muslim memanfaatkan waktu malamnya untuk bersenang-senang.


Kebijakan seperti ini dibuat setiap tahun di bulan Ramadan. Sebagai bentuk menghargai umat Islam yang sedang menjalakan ibadah puasa, setiap kepala daerah mengeluarkan surat edaran. Surat itu berisi perintah menutup sementara tempat-tempat hiburan malam. Akan tetapi, tidak sedikit daerah yang ternyata tidak menutup tempat hiburan malam.


Adapun tempat-tempat hiburan pasti identik dengan kemaksiatan padahal kemaksiatan apa pun itu tidak boleh dilakukan kapan pun, baik di luar bulan suci Ramadan apalagi dalam bulan suci Ramadan. Namun, sikap pemerintah memperlihatkan normalisasi terhadap kemaksiatan dengan adanya surat edaran tersebut.


Mirisnya, pelaku maksiat difasilitasi. Sepatutnya pelaku maksiat harus dihukum agar pelaku maksiat menjadi jera dan berkurang. Sejatinya, kebijakan apa pun yang diedarkan oleh pemerintah tidak akan berpengaruh. Apalagi mengurangi pelaku-pelaku maksiat bilamana seluruh tempat hiburan malam tidak ditutup dan pelaku maksiat tidak diberi sanksi sesuai perbuatannya.


Fakta demikian membuktikan bahwa negara kita benar-benar sekuler. Syariat Islam hanya dilakukan di bulan Ramadan saja. Sementara pada bulan-bulan lainnya syariat Islam tidak diterapkan sebagai aturan kehidupan. Akibatnya, seusai Ramadan banyak dari umat Islam kembali melakukan maksiat. Hal ini sangat memprihatinkan.


Umat Islam diwajibkan taat kepada Allah Swt.. Sebaliknya, umat Islam malah dijauhkan dari ketaatan. Semua itu terjadi akibat tidak adanya perhatian pemerintah kepada masyarakatnya. Mengembangkan ekonomi negara menjadi alasan jitu diberlakukannya kebijakan sarat maksiat tersebut.


Segala bentuk perbuatan dihalalkan selama membawa kemaslahatan. Demikianlah pengaturan negara dalam sistem sekuler kapitalisme padahal siapa sangka semua keuntungan yang mengatasnamakan negara nyatanya untuk oknum dan kelompok tertentu.


Umat Islam tidak bisa terus-menerus hidup dalam kubangan sekuler kapitalisme ini sebab dampak dari penerapan sistem kapitalis adalah kemaksiatan terus marak terjadi. Oleh karena itu, umat Islam sesungguhnya membutuhkan perisai yang mampu melindungi mereka dari kemaksiatan dan membawa pada ketaatan.


Adapun yang mampu membawa umat pada perbuatan baik hanya dengan diterapkannya sebuah sistem yang benar. Sistem yang mengatur setiap aspek kehidupan manusia secara komprehensif. Mampu membawa pada ketaatan kepada Allah Swt.. Sistem itu adalah sistem Islam kafah. Jika syariat Islam kafah menjadi sumber hukum negara ini, pasti masyarakat akan berada di jalan yang benar dan tujuan hidupnya pasti. 


Syariat Islam berlaku kapan pun dan di mana pun. Tanpa melihat sikon, syariat Islam wajib diterapkan sebab dengan adanya dukungan sanksi yang tegas bagi pelaku maksiat, pelakunya akan jera dan otomatis akan berkurang. Negara tidak akan membiarkan adanya perbuatan haram.


Selain itu, negara akan merekrut aparat penegak hukum yang bertakwa sehingga secara komprehensif negara akan menerapkan prosedur tersebut untuk memberantas segala bentuk kemaksiatan. Wallahualam bissawab. [Eva-Dara/MKC]

Pemimpin yang Tak Disebut di Ramadan

Pemimpin yang Tak Disebut di Ramadan

 



Adakah pemimpin dunia yang disebut saat tarawih tiba?

Selain Nabi Muhammad yang selalu diharapkan syafaat

__________________


Penulis Hanif Kristianto 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, PUISI - Adakah pemimpin dunia yang disebut saat tarawih tiba?
Selain Nabi Muhammad yang selalu diharapkan syafaat
Berulang disebut-sebut tanpa bosan
Tanda pemimpin idaman dunia dan spiritual


Adakah nama raja-raja dunia disebut dalam tarawih?

Raja yang selalu membuat hukum sesukanya

Raja yang memimpin seumur hidup menuju mati

Raja yang tak mau salah dan bertindak semaunya


Adakah nama-nama presiden dunia disebut di pergantian tarawih?

Presiden yang memegang negara republik di mana-mana

Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat diadukan jadi visi ke depan

Presiden yang terbatas dengan kekuasaan dan pembagian kuasa


Adakah nama-nama kaisar yang digdaya disebut di antara tarawih ke tarawih?

Kaisar yang diturun-temurunkan kekuasaannya

Terlebih dalam simbol kekuasaan tanpa kekuatan

Dalam lindungan ada yang dikatakan keturunan dewa matahari bercahaya


Nama-nama pemimpin yang dielu-elukan

Didukung meski salah kaprah seolah memeras darah

Didengungkan di media dengan bersolek merakyat jiwa

Tak juga tersebut di lisan jamaah tarawih tiba


Nama-nama yang hadir dalam kontes pemilu di mana-mana

Kampanye dengan nama mentereng dengan logika merebut suara

Pilih dan seru harapan perubahan bangsa

Namanya tak satupun tersebut di tarawih malam harinya


Pemimpin tersebut seperti Abu Bakar As Shidiq

Pemimpin terpercaya jajaran Khulafaur Rasyidin disebutnya

Paling tinggi dalam berderma dan dekat nabi Muhammad mulia

Sosok yang disebut sebagai khalifah ula oleh bilal dengan merdunya


Umar bin Khattab tak pernah lawan tanding

Ketegasan dan kiprah menjaga syariah kafah jadi idola

Paling ditakutin setan hingga berlarian

Sosok favorit sebagai khalifah tsani pemberani


Utsman bin Affan juga paling dermawan

Kelembutan hati memimpin tanpa pamrih

Bukan pencitraan tapi kesungguhan sebagai ketundukan

Sosok pujaan sebagai khalifah tsalis yang manis


Ali bin Abi Thalib bukanlah pemimpin ghaib

Hadir dengan keluasan ilmu pengetahuan dan pemikiran

Pintu kebaikan dan menantu Rasulullah yang berislam sejak awal

Sosok mega bintang sebagai khalifah rabi' yang diittibai [Dara/MKC]

Efisiensi Anggaran Bukti Negara Tak Mampu Menjamin Kesejahteraan

Efisiensi Anggaran Bukti Negara Tak Mampu Menjamin Kesejahteraan

 



Spirit relasi pemerintahan dan rakyat adalah bisnis (interpreneur government)

bukan lagi pengurus dan pelayan bagi rakyat


__________________


Penulis Dewi Noviyanti

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Kebijakan yang dilakukan oleh Presiden Prabowo di awal tahun 2025 berpotensi mengubah cara negara dalam mengelola anggaran.


Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi Belanja dan Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 yang dikeluarkan pada tanggal 22 Januari 2025.


Salah satu yang terkena dampak ini adalah sektor pendidikan. Hal ini disampaikan oleh Menteri Pendididkan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyatakan bahwa kementerian yang ia pimpin terkena dampak pemangkasan anggaran sebesar Rp.8,01 triliun. (Tempo.co, 5-2-2025)


Meski demikian, Kementerian Pendidikan bukanlah satu-satunya yang terdampak efisiensi anggaran. Di antaranya Kementerian Pekerjaan Umum (Kementerian PU) Dody Hanggodo, efisiensi anggaran hingga 73 persen sekitar Rp81 triliun dari Rp110 triliun. 


Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, efisiensi anggaran hingga 35,27 persen sekitar Rp2,3 triliun dari total anggaran yang ditetapkan Rp6,4 triliun. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sri Mulyani, efisiensi anggaran hingga 22 persen sekitar Rp12 triliun dari total anggaran yang ditetapkan Rp53,1 triliun. 

 

Di satu sisi, kebijakan Presiden Prabowo dalam menerapkan efisiensi anggaran yang bertujuan merampingkan belanja negara, mengurangi pemborosan, dan memperkuat fondasi fiskal sungguh berbanding terbalik dengan pembentukan kabinet yang beliau lakukan, yaitu terdiri dari jumlah menteri yang lebih besar dari pemerintahan sebelumnya, yakni mencakup 48 kementerian dan 109 menteri dan wakil menteri.


Dipastikan hampir sebagian besar anggotanya adalah para pengusaha juga para pemilik modal. Hal ini menjadi tanda tanya besar tentang apakah kebijakan ini konsisten dengan semangat efisiensi yang dicanangkan?

 

Sebenarnya, efisiensi itu sering dipandang sebagai cerminan dari pemerintahan yang sehat. Namun, anggaran yang dirancang memang harus benar-benar cermat dan teliti sesuai dengan penggunaan kebutuhannya. Memastikan bahwa rupiah yang dikeluarkan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi rakyat. Kebijakan Presiden Prabowo dalam pelaksanaan efisiensi anggaran tampaknya ingin menunjukkan komitmen dalam mengelola keuangan negara dengan hati-hati.


Terutama dalam hal yang menurut beliau adanya ketidakpastian ekonomi pascapandemi, krisis energi dan ketegangan geopolitik yang terus membayangi. Namun, di balik langkah efisiensi itu formasi kabinet yang gemuk menjadi anomali yang sulit diabaikan. Struktur kabinet yang gemuk ini menimbulkan pertanyaan mendasar bagaimana efisiensi anggaran bisa tercapai jika struktur birokrasi justru diperluas.


Sejumlah analis menilai bahwa kebijakan efisiensi anggaran ala Prabowo tidak akan sepenuhnya efektif selama struktur kabinet tetap gemuk padahal ukuran kabinet yang besar bukanlah penentu utama efektivitas pemerintahan melainkan bagaimana setiap kementerian bekerja dengan efisiensi dan selaras dalam menjalankan pemerintahan. 


Pembentukan kabinet yang besar bukan tanpa risiko. Biaya operasional jelas lebih besar dan meningkat, dari mulai gaji pejabat hingga anggaran pendukung untuk kegitatan kementerian. 

 

Efisiensi Anggaran dalam Sudut Pandang Kapitalis


Menurut Pengamat Kebijakan Publik Dr. Rini Sjafri menyampaikan bahwa kebijakan efisiensi anggaran sejatinya wujud kelalaian negara terhadap urusan kehidupan masyarakat.


"Sebagaimana prinsip earning rather than spanding (menciptakan pendapatan dan tidak sekadar membelanjakan) dari konsep reinventing government. Pada gilirannya negara hadir untuk mendagangkan kemaslahatan hidup masyarakat," ucapnya kepada MNews, Jumat (19-2-2025).


Beliau juga menjelaskan bahwa efisiensi anggaran bukan sekadar penghematan, peniadaan belanja yang tidak perlu, kemudian digunakan untuk pembiayaan program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. Faktanya esensi efisiensi anggaran adalah bagaimana setiap rupiah yang dikeluarkan negara harus memberikan keuntungan atau pemasukan pada kas negara.


Pada akhirnya, spirit relasi pemerintahan dan rakyat adalah bisnis (interpreneur government), bukan lagi pengurus dan pelayan bagi rakyat. Setiap unit-unit teknis pelaksana fungsi milik negara harus dikelola dengan prinsip untung rugi.


Dalam konsep pelaksanaannya juga menggunakan konsep khusus yaitu Penganggaran Berbasis Kinerja atau PBK. Pastinya konsep ini menyatu dan erat dengan sistem ekonomi kapitalisme yaitu memberikan ruang yang luas kepada individu atau korporasi untuk menguasai modal sebanyak-banyaknya sebagaimana paham kebebasan memiliki dari ideologi sekularisme.


Pandangan hidup kapitalisme tentang hajat hidup masyarakat adalah komoditas untuk dijadikan objek pertumbuhan ekonomi dan bisnis. Oleh karenanya, korporasi difungsikan sebagai operator, yakni yang menguasai hajat hidup masyarakat sehingga negara harus dikeluarkan dari tugas asalnya sebagai pelayan rakyat dan beralih fungsi sebagai regulator atau fasilitator.


Dominasi korporasi makin menguat dengan keberadaan oligarki dan kepemimpinan yang populis otoritarian. Akhirnya mengarahkan kondisi di mana rakyat harus mengurusi kehidupan mereka sendiri sehingga menimbulkan kezaliman di mana-mana dan semakin meluas. Lalu, terjadilah berbagai persengketaan dalam kehidupan masyarakat.


Hampir seluruh masyarakat menemui kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Mulai dari pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Akhirnya meninbulkan banyak tindakan kriminal di tengah kehidupan masyarakat. Hal ini akan terus berlangsung selama negara tetap menerapkan sistem demokrasi kapitalis dalam pelaksanaan pemerintahannya. 

 

Islam Solusi Segala Problematika


Kekuasaan dalam sistem Islam diatur dalam hukum syarak. Di mana khalifah sebagai kepala negara menjalankan kekuasaanya sebagai pelaksana hukum syarak. Khalifah bertugas sebagai raa’in atau pengurus umat juga pelayan umat. Mengurusi urusan umat menjadi tugas asli dan fungsi pokok yang dibebankan syarak kepada negara yang tidak boleh dilalaikan sedikitpun. Negara bertanggung jawab terhadap segala permasalahan yang terjadi di tengah-tengah umat.


Dalam sistem politik maupun ekonomi Islam memiliki pengaturan yang sempurna. Negara sebagai pelindung kemaslahatn umat, mencegah kezaliman, dan menyelesaikan persengketaan yang terjadi di tengah kehidupan umat. Negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan tugas-tugasnya dan fungsi politiknya.


Dalam sistem Islam, negara tidak akan kekurangan anggaran untuk mengurusi urusan rakyat, yang berasal dari 3 pos pemasukan negara, yaitu pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos infak, sedekah, dan zakat yang dikelola oleh Baitumal.


Tugas negara sebagai pelayanan memastikan bahwa setiap unit teknis pelaksana fungsi negara seperti fasilitas kesehatan, satuan pendidikan dan badan usaha milik negara harus dikelola dengan prinsip pelayanan penuh agar terwujud kemaslahatan publik dan terpenuhi hajat hidup masyarakat yang akan dijadikan sebagai ukuran kerja negara.


Sebagaimana seorang Khalifah Umar bin Abdul Azis yang benar-benar menjalankan kekuasaanya dengan memastikan langsung keberadaan umatnya untuk mendapatkan kesejahteraan hidup yang merupakan hak mereka dan kewajiban khalifah sebagai pelaksana pelayan umat. Tanpa harus melakukam efisiensi anggaran sehingga pada masa itu tidak ada satupun rakyatnya yang mengalami kemiskinan dan kelaparan hingga harta yang akan dibagikan kembali lagi ke Baitulmal.


Konsep kekuasaan yang bersifat sentralisasi memastikan negara memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk membuat keputusan politik secara cepat dan tepat. Konsep yang pernah diterapkan ini telah dirasakan kemaslahatan dan kebaikannya oleh umat manusia baik umat Islam maupun selain Islam di seluruh penjuru dunia selama 13 abad dan telah menghasilkan peradaban yang gemilang.


Oleh karenanya, urgensi untuk menghadirkan kembali kekuasaan Islam yakni dengan menegakkan Daulah Islamiah adalah hal yang wajib untuk diperjuangkan. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Carut Marut Efisiensi Anggaran, Layanan Publik Jadi Korban?

Carut Marut Efisiensi Anggaran, Layanan Publik Jadi Korban?




Pemangkasan anggaran sebagian besar justru menyasar alokasi dana

yang diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat

_________________________


Penulis Etik Rositasari

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswa Pascasarjana UGM


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Memasuki 100 hari kepemimpinan Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Gibran, publik digegerkan dengan terbitnya kebijakan pemangkasan anggaran yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. 


Efisiensi dalam Kapitalisme 


Langkah efisiensi anggaran yang kontroversial tersebut ditempuh konon untuk membiayai program kampanye makan bergizi gratis (MBG) serta sebagai modal investasi yang akan ditanamkan di Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), sebuah lembaga superholding BUMN bentukan presiden yang baru saja didirikan.


Dalam pidatonya pada peringatan HUT ke-17 Partai Gerindra, Sabtu (15-2-25), Presiden Prabowo mengumumkan rencana efisiensi anggaran yang akan dilakukan dalam tiga tahap utama (kompas.com, 16-2-2025)


Tahap pertama mencakup penghematan sebesar Rp300 triliun dari pos Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BABUN). Selanjutnya, tahap kedua berasal dari pemangkasan anggaran di seluruh kementerian dan lembaga (K/L), yang telah diselesaikan pada 14 Februari 2025 sesuai dengan Instruksi Presiden 1/2025. Target efisiensi anggaran awalnya ditetapkan sebesar Rp306,7 triliun, namun kemudian meningkat menjadi Rp308 triliun.


Pada tahap ketiga, efisiensi anggaran akan diperoleh dari peningkatan penerimaan dividen BUMN, yang diproyeksikan mencapai Rp300 triliun pada tahun 2025. Dari jumlah tersebut, Rp100 triliun akan dikembalikan kepada BUMN dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN).


Presiden menegaskan bahwa kebijakan efisiensi ini bertujuan untuk mengoptimalkan pengelolaan keuangan negara. Namun, langkah ini menuai kontroversi karena dinilai bertentangan dengan prinsip kesejahteraan publik dan berisiko mengganggu layanan dasar.


Ekonom sekaligus pakar kebijakan publik dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, juga mengingatkan bahwa pemangkasan anggaran yang dilakukan tanpa perencanaan matang dapat berdampak negatif terhadap kinerja kementerian dan lembaga negara. (metrotvnews.com, 16-2-2025)


Menilik Arah Efisiensi Anggaran


Sejak efisiensi anggaran diterapkan, masyarakat mulai merasakan dampak kebijakan tersebut secara nyata. Bagaimana tidak, pemangkasan anggaran sebagian besar justru menyasar alokasi dana yang diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat.


Beberapa dampak yang dirasakan antara lain pengurangan program perlindungan sosial yang selama ini menjadi penyokong bagi kelompok masyarakat kurang mampu, pemotongan dana penelitian yang semakin memperparah ketertinggalan Indonesia dalam bidang inovasi dan pengembangan ilmu pengetahuan, serta pelaksanaan program MBG yang minim kejelasan dan sarat kontroversi. (tirto.id, 13-2-2025)


Dampak tersebut menunjukkan bahwa rakyatlah yang menjadi pihak pertama yang harus berkorban dalam strategi efisiensi anggaran, sementara sektor-sektor lain tetap memperoleh porsi anggaran yang besar.


Ironi Pemangkasan


Ironi dari kebijakan efisiensi anggaran semakin terlihat ketika sektor-sektor tertentu tetap mendapatkan prioritas anggaran yang besar. Salah satunya adalah anggaran pertahanan untuk pengadaan alutsista, yang tidak tersentuh dalam kebijakan pemangkasan ini. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: Mengapa anggaran yang berdampak langsung bagi kesejahteraan rakyat justru dipotong, sementara sektor lain tetap mendapatkan porsi penuh?


Realitas ini semakin memperjelas bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak dilakukan dengan prinsip keadilan dan keseimbangan. Kondisi ini justru memperkuat sistem korporatokrasi, di mana kebijakan lebih berpihak pada kepentingan pemodal dan oligarki dibandingkan kepentingan rakyat banyak.


Penguasa adalah Raa’in, Bukan Pedagang


Dalam Islam, seorang pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar terhadap kesejahteraan rakyatnya. Rasulullah ï·º 

bersabda:

"Imam (pemimpin) itu adalah pengurus rakyat, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari & Muslim)


Seorang pemimpin dalam Islam tidak boleh berperan layaknya seorang pedagang yang menghitung untung rugi dalam mengelola negara. Sebaliknya, tugasnya adalah memastikan bahwa kebutuhan dasar rakyat terpenuhi, termasuk pendidikan, kesehatan, dan pangan. 


Pemimpin yang membiarkan rakyatnya mengalami kesulitan akibat kebijakan yang tidak berpihak pada mereka telah mengkhianati amanah kepemimpinan yang diberikan kepadanya.


Selain itu, Islam menetapkan bahwa kedaulatan berada di tangan syariat, bukan di tangan kelompok tertentu yang memiliki kepentingan ekonomi atau politik. Hal ini berarti bahwa setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum syarak, bukan berdasarkan pertimbangan pragmatis yang menguntungkan segelintir elite.


Pengaturan dalam Islam


Salah satu alasan utama di balik pemangkasan anggaran dalam sistem demokrasi adalah ketergantungan pada utang dan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. Berbeda dengan Islam yang memiliki berbagai sumber pemasukan yang sah dan berkelanjutan, seperti :


1. Kepemilikan umum (al-milkiyyah al-ammah), yakni sumber daya alam seperti tambang, minyak, gas, dan hasil bumi lainnya yang dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat.


2. Jizyah dan kharaj, yakni pajak yang dikenakan kepada nonmuslim dan hasil bumi dari tanah yang dikelola negara.


3. Zakat, yang dikelola oleh Baitulmal dan didistribusikan kepada kelompok yang berhak menerimanya sesuai ketentuan syariat.


Dengan mekanisme tersebut, Islam memastikan bahwa negara memiliki sumber pendanaan yang cukup tanpa harus memangkas anggaran yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat, di samping juga menekankan pentingnya pengelolaan anggaran yang bertanggung jawab karena jabatan pemimpin dalam Islam adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.


Khatimah


Kebijakan efisiensi anggaran yang saat ini diterapkan menunjukkan pola yang tidak adil dan tidak berpihak pada rakyat. Anggaran untuk sektor yang menyentuh kehidupan masyarakat sehari-hari justru dipotong, sementara sektor tertentu tetap mendapatkan anggaran yang besar. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan ini lebih didasarkan pada kepentingan tertentu dibandingkan dengan kesejahteraan masyarakat luas.


Islam memberikan solusi yang lebih adil dan komprehensif dalam pengelolaan keuangan negara. Dengan sistem berbasis syariah, negara tidak hanya mampu menghindari ketergantungan pada utang dan pajak, tetapi juga memastikan bahwa pengelolaan anggaran dilakukan secara adil, bertanggung jawab, dan sesuai dengan amanah kepemimpinan.


Oleh karena itu, sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam yang kafah dalam mengatur negara. Hanya dengan penerapan Islam secara menyeluruh, kesejahteraan rakyat dapat benar-benar terwujud tanpa mengorbankan layanan publik. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Momentum Bulan Suci, Pertamina Malah Beraksi

Momentum Bulan Suci, Pertamina Malah Beraksi



Sebagai kepemilikan umum, tentu seharusnya pengarah tata kelola minyak ini

menjadikan hasil produksi dapat digunakan masyarakat 

___________________


Penulis Daun Sore 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dalam menyambut bulan suci Ramadan, sebagian umat muslim mempersiapkan perbekalan yang dapat dijalankan saat Ramadan tiba. Mulai dari latihan puasa Senin-Kamis, mempersiapkan planning apa saja untuk menggait sebanyak-banyaknya pahala, sampai pada masyarakat yang berbondong-bondong menyiapkan bahan dan menu untuk berbuka atau sahur.


Aktivitas ini tentu menjadi rutinitas bagi kamu muslim. Meski demikian, tetap ada yang tidak menjadikan momentum bulan Ramadan ini sebagai hal yang istimewa. Namun, di tengah persiapan bulan mulia ini, masyarakat dihebohkan dengan kasus yang sebenarnya sudah pernah mengemuka beberapa tahun lalu. Akan tetapi, mendekati bulan Ramadan kasus ini kembali naik sampai membawa 7 tersangka di dalamnya, yaitu korupsi tata kelola minyak mentah. 


Sebagaimana disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Abdul Qohar yang menegaskan temuan adanya pengoplosan atau blending pertamax dalam konstruksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah serta produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018-2023. Dugaan ini ditemukan penyidik berdasarkan saksi juga alat bukti yang terkumpul.(kompas.com, 27-02-2025)


Dasar Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah


Perlu diketahui, bahwa minyak yang baru didapat di pengeboran memiliki warna hitam pekat. Artinya, minyak tersebut masih kotor dan belum bisa dipakai sebagai bahan bakar minyak (BBM). Minyak tersebut dinamakan minyak mentah yang perlu proses pemurnian terlebih dahulu di kilang minyak sebagai tempat pemurniannya. 


Dalam hal ini, yang berhak untuk mengimpor minyak mentah untuk di proses di kilang minyak adalah kilang Pertamina Internasional. Kemudian, pengimpor minyak hasil olahan kilang adalah Pertamina Patra Niaga.


Ketika negeri memproduksi minyak mentah, Pertamina menolak hasil minyak oleh KKKS dengan alasan harga minyak mentah domestik tidak ekonomis dan spesifikasinya tidak sesuai dengan kapasitas kilang. Maka, minyak mentah produksi dalam negeri diekspor ke luar negeri. 


Dampak selanjutnya yang terjadi adalah produksi dalam negeri tidak mencukupi padahal seharusnya distribusi produksi minyak mentah harus mengutamakan masyarakat dalam negeri, bukan diekspor ke luar.


Akibat hal ini, produksi minyak mentah berkurang. Membuat pertamina mengadakan impor minyak mentah yang faktanya harganya jauh lebih tinggi. Pada saat mengadakan impor minyak mentah, PT Kilang Pertamina Internasional dan PT Pertamina Parta Niaga melakukan pembelian ilegal dengan pihak broker atau pihak perantara penjual dan pembeli. Sampai ketika BBM dijual ke masyarakat, harganya menjadi lebih tinggi. 


Dalam kasus ini, menyebabkan negara mengalami kerugian sebesar Rp193,7 T dalam hitungan 2023 per tahun sejak 2018. Bisa dibayangkan jika 1 tahun saja kerugiannya mencapai hampir Rp200 T, Bagaimana dengan tahun sebelumnya?


Mengapa Hal ini Dapat Terjadi?


Sebenarnya, teknis pengelolaan minyak mentah ini patut dipertanyakan. Mulai dari produksi awal minyak mentah sampai pada tahap akhir kecukupan untuk masyarakat. Pengarah utama daripada Pertamina seharusnya mampu mengutamakan kebutuhan bagi rakyat dalam negeri, bukan justru dijual sebagai langkah awal memasukkan komoditas ke kantong milik sendiri.


Sebagai kepemilikan umum, tentu seharusnya pengarah tata kelola minyak ini menjadikan hasil produksi dapat digunakan masyarakat tanpa kekurangan apalagi penambahan biaya karena hasil minyak ini adalah milik umum atau masyarakat.


Solusi Islam dalam Mengelola Minyak


Minyak adalah salah satu dari kepemilikam umum. Hak kepemilikan benda atau manfaat yang dipergunakan untuk masyarakat, tidak boleh dijadikan hak negara dan individu. Minyak termasuk ke dalam sumber alam yang jumlahnya tidak terbatas. Maka dari itu, ia termasuk pemilikan umum. Seharusnya tidak ada pengambilan hak umum sebagai hak pribadi, termasuk pilihan daripada memprioritaskan impor produksi minyak ketimbang prioritas dalam negeri atas kebijakan sendiri.


Dalam pengelolaan dan penjagaannya, Islam dengan kebijakan syariat sudah menurunkan cara bagaimana kepemilikan umum dapat dikelola dengan baik tanpa pelanggaran apalagi korupsi. Hasil kelola minyak misalnya, akan sepenuhnya dikembalikan untuk rakyat tanpa ada pengambilan untuk disimpan individu sedikitpun. Produksi dan hasil sumber alam (barang tambang) akan terus berputar sehingga rakyat tidak pernah kekurangan apalagi mengalami keberhentian BBM. 


Apa yang terjadi apabila ternyata tata kelola minyak mengalami penyimpangan? Dengan sangat sigap negara akan turun langsung melihat kondisi lapangan dan langsung memberi uqubat (sanksi) pada orang-orang yang terlibat atas pelanggaran syariat. Sanksi yang ditetapkan juga ampuh untuk memberi efek jera kepada para pelanggar berupa hukum ta’zir oleh Khalifah atau pemimpin.


Alhasil, tidak ada lagi kejahatan-kejahatan yang terjadi karena hukuman yang adil dan menjerakan. Sebagaimana hukum kisas atau bunuh balik atas pelaku pembunuhan. Sayangnya, cara ampuh ini hanya mampu dirasakan apabila negara sudah mengganti sistem  yang diperintahkan oleh Allah melalui tegaknya Daulah Islamiah.


Hanya Daulah-lah yang mampu menghukum jera para pelaku kejahatan sesuai dengan hukum Allah sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Apabila metode atau sistem ini diterapkan pada negara demokrasi, tentu tidak akan mungkin cocok karena memang pada kenyataannya, ide dalam Islam sangat bertentangan dengan ide demokrasi kapitalis. Metode akan mampu berjalan apabila ide yang diemban memiliki keselarasan sempurna.


Untuk mengembalikan sistem negara yang Allah ridai serta keadilan yang hakiki, tentu sangat perlu mendakwahkan sistem Islam. Di mana dakwah ini tidak akan mampu dijalani oleh seorang saja, maka diperlukan dakwah jemaah sebagai kerja sama dalam mewujudkannya. Wallahualam bissawab.[Dara/MKC]

Ramadan Tanpa Junnah, Maksiat Terus Merekah

Ramadan Tanpa Junnah, Maksiat Terus Merekah

 


Mirisnya lagi, tatkala pihak yang mengambil keputusan menentukan kebijakan

malah membuka celah kemaksiatan

_________________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Marhaban Ya Ramadan. Ramadan kembali hadir di tengah-tengah kita semua, menebar keberkahan. Sudah semestinya umat muslim menyambutnya bukan hanya dengan kebahagiaan dan dijalani dengan ketaatan yang makin meningkat. Namun, tak jarang aktivitas maksiat masih memiliki ruang untuk melakukannya.


Celah Kemaksiatan di Bulan Ramadan 


Seperti dikutip dari berita Republik.co.id, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan pengumuman Nomor e-0001 tahun 2025 tentang penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada bulan suci Ramadan. Peraturan tersebut mengenai operasional usaha pariwisata di Jakarta selama Ramadan. 


Dalam pengumuman itu terdapat beberapa jenis usaha pariwisata yang mewajibkan tutup selama H-1 Ramadan hingga H+1 hari kedua Idul Fitri. Jenis usaha pariwisata yang dimaksudkan adalah kelab malam, diskotek, mandi uap, rumah pijat, dan arena permainan ketangkasan manual. 


Namun, ada pengecualian untuk beberapa jenis usaha yang disebutkan apabila diselenggarakan di hotel berbintang empat dan lima. Bahkan kawasan komersial yang tidak berdekatan dengan tempat tinggal warga, tempat ibadah, sekolah ataupun rumah sakit. Selain itu, dalam pengumuman tersebut juga terdapat jam operasional usaha pariwisata yang masih diizinkan beroperasi selama bulan Ramadan. (Metrotvnews.com)


Bagi kaum muslim, bulan Ramadan merupakan bulan yang sangat mulia. Penuh dengan segala keberkahan dan keistimewaannya. Allah Swt. telah menjamin bahwa siapa saja yang bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadan, maka akan mendapatkan derajat yang paling tinggi yakni takwa.


Namun, jika melihat yang terjadi saat ini, akan sulit kiranya kita dapat meraih takwa sebab tidak adanya support system yang mendukung dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadan. Mirisnya lagi, tatkala pihak yang mengambil keputusan menentukan kebijakan, malah membuka celah kemaksiatan. Membiarkan tempat-tempat hiburan yang menjadi sarang kemaksiatan tetap beroperasi.


Inilah gambaran pengaturan urusan umat yang berasaskan kapitalisme sekuler. Penguasa sebagai penentu kebijakan dengan gampangnya mengeluarkan kebijakan pro maksiat. Semua dikeluarkan untuk mendapatkan manfaat yang banyak padahal kebijakan tersebut telah jelas melanggar ketentuan syariat.


Pengaturan Tempat Hiburan dan Pariwisata dalam Islam 


Oleh karena itu, kemaksiatan hanya bisa diberantas dengan menerapkan syariat Islam secara kafah sebab kemaksiatan adalah pelanggaran hukum syarak dan memiliki sanksi yang tegas. Islam mengatur semua ranah kehidupan.


Dalam dunia hiburan dan pariwisata akan berlandaskan pada akidah Islam, bukan dilandasi asas manfaat. Semua yang menjerumuskan pada kemaksiatan akan dilarang. Di samping itu, diterapkan pula sanksi tegas yang menjerakan. 


Begitulah Islam mengatur setiap ranah kehidupan manusia secara keseluruhan. Jadi, tidak hanya mengatur urusan ibadah ritual saja. Akan tetapi, juga mengatur urusan sosial, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan aturan pemerintahan. Terutama aturan di bulan Ramadan, harus memakai aturan Islam bukan aturan sekuler. Wallahualam bissawab. [Eva-GSM/MKC]


Diana, SE

Ramadan Tanpa Perlindungan, Maksiat Tak Terhentikan

Ramadan Tanpa Perlindungan, Maksiat Tak Terhentikan

 



Kehadiran bulan Ramadan saja tidak mampu 

mencegah mereka dari perbuatan maksiat

___________________


Penulis Aryndiah 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Memasuki bulan Ramadan 1446 H, Pemprov DKI Jakarta melarang sejumlah tempat hiburan malam beroperasi selama bulan Ramadan hingga hari raya Idul Fitri.


Tempat hiburan malam yang wajib ditutup adalah klub, diskotek, mandi uap, rumah pijat, arena permainan ketangkasan orang dewasa, dan bar. Pengaturan ini tertulis dalam Surat Pengumuman Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Nomor e-0001 Tahun 2025 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata Pada Bulan Suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1446 Hijriah atau 2025 Masehi.


Namun, larangan ini dikecualikan oleh Disparekraf DKI Jakarta, jika tempat hiburan malam tersebut berada di hotel bintang 4 dan bintang 5, serta kawasan komersial, tidak berdekatan dengan pemukiman warga, rumah ibadah, sekolah, atau rumah sakit. Sementara itu, untuk karaoke dan rumah biliar masih boleh beroperasi hingga pukul 12 malam. (detik.com, 01-03-2024)


Hal ini juga disampaikan oleh Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno, ia menyampaikan bahwa pihaknya akan bertemu dengan para pengusaha tempat hiburan malam dan berupaya meyakinkan mereka untuk memahami situasi saat ini yang telah memasuki bulan Ramadan. Kemudian ia mengatakan bahwa tidak dapat dipungkiri kehidupan malam itu ada. Mengingat itu adalah sumber penghasilan mereka, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang tidak baik-baik saja hari ini. (detik.com, 24-02-2025)


Pengaturan jam operasional hiburan malam selama Ramadan menunjukkan bahwa kebijakan penguasa saat ini tidak benar-benar memberantas kemaksiatan. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan yang mereka buat hanya sebatas pada larangan atau pembatasan di bulan Ramadan saja dan tidak semua wilayah memberlakukan hal yang sama. Apalagi pemerintah juga mengecualikan beberapa tempat hiburan malam padahal adanya larangan atau pembatasan jam operasional tidak menjamin mereka akan mematuhi peraturan yang diberlakukan, mengingat lemahnya kondisi ekonomi saat ini.


Inilah potret penerapan sistem kapitalis sekuler dalam kehidupan. Sekularisme meniscayakan pemisahan agama dari kehidupan dan kapitalisme memandang segala hal berdasarkan aspek manfaat belaka. Buktinya, kehadiran bulan Ramadan saja tidak mampu mencegah mereka dari perbuatan maksiat. Disamping itu, masih ada kompromi dalam pelaksanaan aturannya dengan pertimbangan aspek ekonomi.


Inilah bukti nyata adanya sekularisasi dalam kehidupan. Banyak dari mereka yang memisahkan peran agama dalam kehidupan. Sehingga mereka merasa bebas melakukan apa saja selama terdapat aspek materi di sana.


Di sisi lain, adanya praktik kemaksiatan seperti ini menunjukkan gagalnya sistem pendidikan sekuler. Pendidikan sekuler menjadikan para pelajar bebas melakukan apapun tanpa mempertimbangkan apakah perbuatannya sesuai dengan syariat Islam atau tidak. Mereka lebih fokus untuk mendapatkan nilai tinggi bagaimanapun caranya meskipun harus berbuat curang. 


Hal ini akan berdampak pada kehidupan mereka setelah dari bangku pendidikan. Mereka akan melakukan apa pun untuk mendapatkan pekerjaan. Sekalipun pekerjaan tersebut menjurus ke arah kemaksiatan dengan pertimbangan kondisi ekonomi yang lemah saat ini.


Sungguh miris melihat kondisi kehidupan saat ini, dimana kemaksiatan sudah merajalela, tetapi tidak ada satu pun kebijakan pemerintah yang mampu memberantasnya padahal mereka mempunyai andil besar dalam mengatur kehidupan rakyatnya. Namun, apa yang bisa dari harapkan dari pemerintah yang juga menerapkan asas sekuler kapitalis dalam menjalankan pemerintahannya?


Mereka selalu saja membuat kebijakan parsial, sebatas untuk pencitraan saja karena aslinya mereka tidak benar-benar berniat memberantas kemaksiatan. Mereka juga turut merasakan keuntungan dari praktik maksiat yang ada. Lagi-lagi kebijakan dibuat berdasarkan aspek manfaat semata.


Sungguh hanya Islam saja yang mampu memberantas praktik kemaksiatan. Hal ini karena dalam Islam, kemaksiatan merupakan bentuk pelanggaran hukum syarak. Pelanggaran hukum syarak meniscayakan adanya sanksi yang diberlakukan bagi para pelakunya. Sanksi ini bertujuan agar tidak ada lagi masyarakat yang berani melakukan kemaksiatan, mengingat sanksi dalam Islam bersifat tegas dan tidak ada kompromi di dalamnya. 


Di samping itu, Islam juga mengatur semua aspek kehidupan, termasuk hiburan dan pariwisata. Hiburan dan pariwisata akan dijalankan berdasarkan aturan Islam dan bukan asas manfaat semata. Segala bentuk hiburan yang menjerumus ke dalam kemaksiatan akan tegas dilarang. 


Di sisi lain, negara akan menerapkan sistem pendidikan berdasarkan syariat Islam. Sistem pendidikan Islam akan membentuk pribadi pelajar menjadi pribadi yang berkepribadian Islam, yaitu pola pikir dan pola sikap berdasarkan Islam saja. Dengan demikian, akan terbentuk individu yang bertakwa dan akan terus berpegang teguh pada syariat Islam.


Termasuk memilih pekerjaan dalam bidang hiburan atau pariwisata. Jika itu sesuai dengan syariat Islam mereka bisa memilihnya. Namun, jika itu ada unsur kemaksiatan, mereka meninggalkannya. Dengan demikian, Islam adalah solusi tuntas untuk memberantas kemaksiatan saat ini.


Pengaturan Islam berlaku untuk semua kondisi, tidak hanya pada saat bulan suci Ramadan saja. Islam akan menjaga manusia dari aktivitas kemaksiatan. Maka dari itu, menjadi tanggung jawab kaum muslim untuk terus berdakwah Islam kafah di mana pun dan kapan pun untuk menyadarkan umat urgensi penerapan syariat Islam dalam kehidupan melalui penegakkan Daulah Islamiyah ala' Minhaj Nubuwwah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

PHK Marak, Hidup Rakyat Makin Berat

PHK Marak, Hidup Rakyat Makin Berat




Penyebab utama terjadinya PHK adalah penurunan pemesanan dari merk global

Adanya izin produk impor, membuat tekstil Cina mudah membanjiri pasar

___________________________________


Penulis Nur Aini Risanwenzal 

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Gelombang PHK di industri nasional masih terus berlanjut. Setelah dikabarkan PT Sritex yang sudah gulung tikar dan banyak masyarakat yang terkena imbasnya yaitu pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.


Kini, industri alas kaki juga dikabarkan melakukan PHK terhadap buruh. Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mengungkapkan dua pabrik alas kaki milik asing melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan buruh.


Dua pabrik di antaranya PT Adis Demension Footwear, produsen sepatu Nike dan PT  Victory Chingluh, produsen sepatu Adidas, Reebok, Nike, hingga Mizuno, yang beroperasi di Tangerang. Presiden KSPN, Rista mengatakan total kedua pabrik melakukan PHK kepada 3.500 buruh. Adapun proses PHK tengah dilakukan keduanya secara bertahap pada bulan ini. "Susul Sritex, dua pabrik sepatu di Tangerang PHK 3.500 karyawan. (Kompas.com, 6-3-2025)


Berdasarkan catatan bisnis, beberapa tahun lalu, PT Victory Chingluh Indonesia masih didera krisis akibat imbas dari pandemi dan kelesuan ekspor. Padahal semula PT Victory Chingluh Indonesia termasuk memiliki jumlah karyawan terbanyak lebih dari 10.000 buruh.


Penyebab Pabrik Industri Mem-PHK Karyawan


Penyebab utama terjadinya PHK adalah penurunan pemesanan dari merk global. Adanya izin produk impor, membuat tekstil Cina mudah membanjiri pasar. Khususnya di Indonesia. Akibatnya, membuat produk lokal menjadi kalah bersaing.


Baik dari daya beli dan daya produksi juga ikut merosot. Hal inilah yang membuat pengangguran di Indonesia makin meningkat. Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlahnya mencapai 7,47% juta orang. 


Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa bukan hanya para buruh saja yang kehilangan pekerjaan. Akan tetapi, imbasnya ada pada masyarakat umum juga. Mulai dari kepala keluarga yang kehilangan mata pencaharian, bisnis kontrakan tidak laku, hingga katering tutup total. Alhasil, rakyat jadi pengangguran.


Dalam mengatasi hal tersebut, pemerintah telah menyediakan program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) atau program jaminan sosial. Namun, tidak dapat memberi manfaat kepada pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja. Justru itu bukanlah solusi yang tepat untuk rakyat. 


Hal ini menjadi bukti bahwa pemimpin gagal menyejahterakan rakyatnya. Sungguh miris sekali bukan? Seharusnya pemimpin itu berperan penting dalam melayani, memperhatikan rakyatnya, atau mencari solusi. Agar rakyat makin sejahtera dan terhindar dari pengangguran. 


Justru sebaliknya, seolah-olah pekerjaan itu menjadi urusan masing-masing individu rakyat. Bagi rakyat yang memiliki cukup uang, bisa jadi lebih mudah mencari peluang pekerjaan. Akan tetapi, bagaimana dengan kalangan masyarakat bawah yang tidak punya apa-apa sedangkan kebutuhan hidup harus terpenuhi.


Menjawab Problematika 


Indonesia menjadi salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam. Namun, rakyatnya sangat kesusahan mencari pekerjaan. Hal ini wajar saja, jika rakyat kesusahan mendapatkan pekerjaan karena negaranya tidak menyediakan lapangan pekerjaan yang luas.


Selain itu, sumber daya alam yang banyak tidak dikelola dengan benar. Hasilnya pun tidak jelas ke mana perginya. Sesungguhnya rakyat itu menyadari bahwa ada ketimpangan dalam dunia politik. Namun, apalah daya mereka tidak bisa berbuat apa-apa. 


Hal yang menjadi permasalahan utama ada pada sistem politik negaranya (demokrasi). Jika dilihat dari berbagai masalah yang ada di tengah- tengah masyarakat saat ini itu tidak terjadi secara alami. Melainkan semua bermuara pada satu akar utama yaitu penerapan pada sistem kapitalisme sekuler (pemisahan agama pada kehidupan). Di mana sistem ini sesungguhnya diciptakan agar masyarakat bebas memberikan ruang kepada siapapun untuk berkuasa, yang terpenting bisa menguntungkan banyak uang.


Dalam sistem pengelolaan sumber daya alam sudah tidak tepat. Indonesia sering mengekspor sumber daya alam ke luar negeri dengan harga murah. Akan tetapi, saat mengimpor dikenakan lebih mahal bahkan berlipat-lipat naik harganya. Akhirnya, membuat negara sendiri menjadi  kelimpungan, serba kekurangan, dan minimnya lapangan pekerjaan.


Begitu pun dengan APBN yang makin menurun karena tidak ada pemasukan dalam negara. Jikamengandalkan APBN yang notabenenya menggunakan sistem kapitalisme, peraturan yang semata-mata dibuat oleh akal dan hawa nafsu manusia. Hal itu akan membuat rakyat jauh lebih melarat.


Pandangan Islam 


Di dalam sistem Islam, negara mempunyai kewajiban terhadap rakyatnya. Salah satunya ialah negara harus menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masing-masing individu rakyat. Mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Caranya dengan mewajibkan tiap individu, khususnya pria dewasa untuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarganya, orang tuanya, maupun sanak kerabatnya.


Oleh karena itu, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi warna negaranya. Jikalau pria dewasa sudah tidak ada lagi yang mampu untuk bekerja, maka orang terdekatnya berkewajiban untuk menjamin mereka. Jika itu tidak ada juga, negara yang wajib menjamin kebutuhan mereka.


Masyaallah, begitu luar biasanya Islam. Dalam sistem Islam semua probelamtika umat bisa terselesaikan. Apalagi perkara kepala keluarga untuk mencari nafkah, itu sudah jelas akan diselesaikan. Terkait mencari nafkah itu adalah kewajiban bagi setiap muslim khususnya untuk para suami atau ayah.


Tentunya, untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Hal ini sudah dijelaskan dalam Al-Qur'an dan hadis-hadis Nabi Muhammad saw., Allah Swt. berfirman: "Kewajiban ayah itu memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf." (TQS. Al-Baqarah: 233)


Rasulullah saw. juga bersabda, "Seorang laki-laki (ayah atau suami) adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


Dengan demikian, aturan yang dibuat manusia tidak akan pernah menjadi solusi tuntas dalam menyelesaikan permasalahan umat. Karena sesungguhnya, yang paling berhak untuk mengatur manusia itu hanyalah pencipta manusia itu sendiri, yaitu Allah Swt.. Wallahualam bissawab. [Eva/Dara/MKC]

Mudik Nyaman, Bukan Hanya dengan Tiket Murah

Mudik Nyaman, Bukan Hanya dengan Tiket Murah



Layanan transportasi dikelola swasta atau pemerintah dalam pandangan komersil

akibatnya harga tiket transportasi publik mahal 

________________________


Penulis Ria Nurvika Ginting, SH, MH

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Mudik merupakan tradisi umat muslim yang akan berhari raya dikampung halaman, setelah lama berada diperantauan. Tradisi ini merupakan momen dimana untuk bersilahturahmi dan berkunjung ke sanak saudara yang telah lama tidak berjumpa, terutama orang tua.


Mudik merupakan tradisi tahunan di Indonesia yang mana penduduknya mayoritas muslim. Setiap tahun di momen mudik ini pembahasan soal transportasi yang murah, aman dan nyaman merupakan hal penting. Segala kebijakan dilakukan pemerintah untuk memberikan kenyamanan bagi pemudik. 


Lebaran tahun ini pemerintah akan mengadakan mudik gratis kembali. Ini disampaikan oleh menteri Koordinator BIdang Infrastruktut dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang bekerja sama dengan Kementerian BUMN.


Ia pun menekankan bahwa kuota tahun ini mencapai 100.000 orang. Selain mudik gratis, pemerintah juga akan memberikan diskon 20% bagi pemudi yang pulang kampung dengan kendaraan pribadi serta tiket penerbangan domestik kelas ekonomi akan dikorting 13-14%. (vivanews.com, 1-3-25) 


Kebijakan ini hanya menekankan kepada gratis dan murahnya transportasi yang diberikan oleh pemerintah ketika akan mudik (momen lebaran). Jika kita telaah lebih jauh, masalah transportasi bukan hanya sekedar murahnya saja atau ketika moment tertentu saja. Transportasi umum terutama merupakan kebutuhan masyarakat yang perlu diperhatikan dengan seksama oleh pemerintah. Pembahasan transportasi tentu tidak hanya dari sisi biaya tapi juga sarana dan prasarana yang terkait dengannya. 


Paradigma Kapitalisme-Sekularisme


Permasalahan transportasi ini bukan sekadar masalah teknik, namun masalah sistemik. Paradigma yang salah bersumber dari paham kapitalis-sekuler yang mengesampingkan aturan agama dalam kehidupan. Segala sesuatu dinilai dengan untung-rugi, begitu pun dengan transportasi dianggap sebagai sebuah industri yang dapat menghasilkan keuntungan sehingga dikomersialisasikan sebab orientasinya materi. 


Cara pandang ini mengakibakan kepemilikan fasilitas umum diserahkan dan dikuasai oleh perusahaan atau swasta yang secara otomatis memiliki fungsi bisnis bukan pelayanan. Bahkan, negara bisa tunduk pada para kapital transportasi.  


Menurut kapitalis, pelaksanaan pelayanan publik negara hanya berfungsi sebagai legislator yang bertindak sebagai operator diserahkan kepada mekanisme pasar. Layanan transportasi dikelola swasta atau pemerintah dalam pandangan komersil, akibatnya harga tiket transportasi publik mahal namun tidak disertai dengan layanan yang memadai. Fasilitas  tol bekerjasama dengan swasta hingga rakyat harus membayar jika ingin menikmatinya. Apabila ada ruas jalan yang rusak tidak ada perbaikan secepatnya karena jalur tersebut bukan jalur utama. Jika diperbaiki maka diperbaiki dengan kualitas yang buruk. 


Dengan paradigma ini maka wajar jika harga tiket yang melambung tinggi (mahal) untuk menikmati transportasi ini. seharusnya harga murah bahkan gratis bukan hanya dirasakan ketika mudik tapi juga diluar mudik. Kebutuhan transportasi umum harusnya menjadi hal yang dapat dinikmati oleh masyarakat kapan saja. Namun, kenyataannya tidak demikian. Inilah salah satu kebijakan populis yang diambil oleh kepemimpinan hari ini. 


Islam dan Transportasi


Sistem Islam yang dengan rinci telah mengatur persoalan transportasi. Dalam pandangan Islam pengolahan trasportasi merupakan kewajiban negara yang tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi pihak asing. Negaralah yang bertanggung jawab penuh untuk mewujudkan trasportasi yang nyaman dan terjangkau untuk rakyat. Sebagaimana hal ini telah terbukti secara histroris yang dicontohkan oleh para khalifah. 


Pada masa khalifah Umar bin Khattab beliau menyampaikan bahwa “Seandainya ada seekor keledai terperosok di Kota Bagdad karena jalan rusak, aku khawatir Allah akan meminta pertanggungjawaban diriku di akhirat kelak.” 


Paradigma ini yang digunakan beliau sebagai pemimpin negara dalam menjalankan kebijakan trasportasi. Dengan sistem Islam yang berlandasakan akidah Islam yang menjadikan syariat sebagai penuntunnya. Dimensi akhirat menjadi hal utama yang penting untuk diperhatikan. Islam telah menetapkan bahwa seorang pemimpin negara (khalifah) merupakan pengurus urusan rakyat (pelayan rakyat) bukan hanya sekadar sebagai regulator seperti dalam sistem kapitalis-sekuler.


Mekanisme sistem transportasi dalam Khilafah adalah dengan membangun infrastruktur yang memadai hingga dapat mempelancar transportasi yang beroperasi. Sementara dana transportasi/infrastruktur akan diambil dari posko kepemilikan negara dan kepemilikan umum yang tersedia di Baitulmal.


Inilah yang menjadi penyokong khilafah dalam menyediakan transportasi yang nyaman dan terjangkau (murah) untuk rakyat. Dengan menegakkan kembali syariat dalam setiap lini kehidupan termasuk dalam sistem ekonomi Islam yang mengatur mengenai kepemilikan. Salah satunya adalah sumber daya alam yang seharusnya dimiliki negara harus dikembalikan ke negara hingga dapat dimanfaatkan untuk pengurusan rakyat, bukan diserahkan kepada swasta atau asing.


Maka, satu-satunya solusi untuk persoalan umat saat ini termasuk masalah mahalnya biaya trasportasi adalah dengan diterapkannya syariat Islam secara kafah (menyeluruh) disetiap lini kehidupan dalam sebuah institusi negara yakni Daulah Islamiah. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Ramadan, Hiburan Malam, dan Potret Sekularisasi

Ramadan, Hiburan Malam, dan Potret Sekularisasi

 



Kebijakan pembatasan jam operasional tempat hiburan selama Ramadan

menunjukkan adanya paradigma sekuler dalam mengambil keputusan

_________________________


Penulis Etik Rositasari

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswa


KUNTUMCAHAYA.com, OPlNl - Ramadan, bulan suci yang seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan ketakwaan dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan, ternyata masih diwarnai dengan praktik-praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.


Berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, khususnya terkait pengaturan jam operasional tempat hiburan selama Ramadan, justru menunjukkan bahwa kemaksiatan masih tetap berjalan. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah kebijakan yang ada saat ini benar-benar efektif dalam memberantas kemaksiatan, atau justru menjadi bumerang bagi upaya penegakan nilai-nilai agama?


Realitas Pengaturan Hiburan Malam selama Ramadan


Beberapa sumber berita terbaru menyebutkan bahwa sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Jakarta, masih mengizinkan tempat hiburan seperti karaoke, billiard, bahkan diskotek untuk beroperasi selama Ramadan, meskipun dengan pembatasan jam operasional. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, misalnya, membatasi jam operasional tempat hiburan malam hingga pukul 01.00 WIB selama bulan Ramadan. (metroTVnews.com, 28-2-2025)


Di wilayah Banda Aceh yang dikenal dengan penerapan syariat Islam  kini justru tidak lagi melarang tempat hiburan beroperasi selama Ramadan. (viva.co.id, 27-2-2025)


Kebijakan ini tentu menuai pro dan kontra. Sebagian masyarakat menganggap pembatasan jam operasional sudah cukup sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan suci. Namun, kebijakan ini dianggap terlalu longgar dan tidak sejalan dengan semangat Ramadan yang seharusnya menjadi momentum untuk mengurangi bahkan menghilangkan praktik-praktik maksiat.


Sekularisasi Menjadi Biang Keladi


Kebijakan pembatasan jam operasional tempat hiburan selama Ramadan menunjukkan adanya paradigma sekuler dalam pengambilan keputusan. Pemerintah seolah-olah mencoba menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dan nilai-nilai agama. Namun, pada praktiknya kebijakan ini justru terkesan setengah hati.


Pemerintah terkesan ingin menjaga citra sebagai pengayom nilai-nilai agama dengan membatasi jam operasional. Selain itu, pemerintah juga tidak ingin merugikan para pelaku bisnis hiburan yang tentu memiliki kepentingan ekonomi.


Paradigma ini jelas bertentangan dengan prinsip syariat Islam yang menghendaki agar segala aspek kehidupan, termasuk hiburan, diatur berdasarkan akidah Islam. Dalam Islam, kemaksiatan bukan hanya dianggap sebagai pelanggaran moral, tetapi pelanggaran hukum syara yang harus diberi sanksi tegas. Namun demikian, kebijakan yang ada saat ini justru mengabaikan aspek ini, sehingga kemaksiatan tetap berjalan meskipun dengan pembatasan jam operasional.


Fenomena ini juga menunjukkan kegagalan sistem pendidikan sekuler dalam membentuk individu yang bertakwa. Pendidikan yang seharusnya menjadi pilar utama dalam membentuk karakter dan moralitas justru lebih menekankan aspek akademik dan keterampilan, sementara aspek pembentukan nilai-nilai Islam menjadi terabaikan.


Dalam sistem pendidikan sekuler, pemahaman agama lebih bersifat individual hanya mengatur ritual ibadah. Hal ini berdampak pada pola pikir masyarakat yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Akibatnya, banyak individu yang masih terjebak dalam gaya hidup hedonisme dan konsumtif yang diperkuat oleh kebijakan yang longgar terhadap hiburan malam.


Memberantas Kemaksiatan Secara Tuntas


Memberantas kemaksiatan hingga akarnya memerlukan solusi yang komprehensif yaitu dengan menerapkan sistem Islam secara kafah. Dalam Islam, segala sesuatu yang menjurus pada kemaksiatan tidak hanya diatur, tetapi dicegah secara sistematis melalui beberapa mekanisme. 


Mekanisme pertama adalah melalui pengaturan sosial berbasis akidah Islam. Semua kebijakan di dalam sistem Islam dibuat berdasarkan hukum syara, bukan asas manfaat dan materi. Oleh karena itu, tempat-tempat hiburan yang berpotensi menjadi sarana kemaksiatan akan dilarang, terutama selama bulan suci Ramadan. Keputusan ini bukan semata-mata bersifat represif, tetapi merupakan langkah preventif dalam menjaga moralitas masyarakat.


Selain itu, dalam menangani pelanggaran syariat, Islam memiliki mekanisme hukum yang jelas. Dengan adanya sanksi yang tegas, individu dan pengusaha tempat hiburan akan berpikir dua kali sebelum melanggar aturan. Penerapan sanksi bukan hanya bertujuan menghukum, tetapi  memberikan efek jera agar masyarakat tidak tergoda untuk kembali kepada perilaku yang menyimpang.


Dari segi pendidikan, Islam tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi menanamkan pemahaman akidah yang kuat, sehingga individu akan secara sadar memilih jalan yang sesuai dengan aturan syariat. Hal tersebut diperkuat dengan hadirnya negara dalam memastikan seluruh kebijakan yang diambil selaras dengan nilai-nilai Islam. Alhasil, negara bukan hanya sebagai regulator yang bertugas membatasi jam operasional hiburan malam, tetapi sebagai pemimpin yang bertanggung jawab dalam menjaga kesucian bulan Ramadan dengan memastikan tidak adanya praktik yang bertentangan dengan ajaran Islam.


Khatimah


Realitas yang terjadi saat ini, di mana tempat hiburan malam tetap beroperasi selama Ramadan dengan berbagai regulasi fleksibel merupakan cerminan dari sistem kapitalisme sekuler yang tidak menjadikan syariat Islam sebagai dasar kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa bulan Ramadan hanya hadir sebagai momen peningkatan spiritual, sistem yang ada belum sepenuhnya mendukung nilai-nilai ketakwaan.


Solusi atas permasalahan ini adalah penerapan syariat Islam secara kafah dalam naungan sistem Islam yang sejati. Dengan kebijakkan yang berbasis akidah Islam, penerapan sanksi yang tegas, serta sistem pendidikan yang berbasis Islam, kemaksiatan dapat diberantas secara menyeluruh. Hanya dengan sistem Islam yang benar-benar dijalankan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam hal hiburan, kesucian Ramadan dapat benar-benar terjaga. Wallahualam bissawab. [Luth/Dara/MKC]