Alt Title
TPPO Butuh Solusi Mengakar

TPPO Butuh Solusi Mengakar

 



Negara Islam akan menyelesaikan kasus TPPO

melalui penerapan politik luar negeri yang sesuai syariat Islam

______________________________

 

Penulis Aning Juningsih

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Baru-baru ini viral sebuah video yang menggambarkan Warga Negara Indonesia (WNI) disekap selama lebih dari dua pekan di Myawaddy, Myanmar. Di antara mereka, terdapat 11 WNI asal Sukabumi, Jawa Barat yang muncul dalam video berdurasi dua menit itu. Selain disekap, mereka diperlakukan kasar dan hanya diberi makan sekali sehari. Saat ini, mereka berharap bantuan agar bisa segera dipulangkan ke tanah air. (voaindonesia.com, 10-09-2024)


Awalnya, mereka dijanjikan gaji Rp35 juta per bulan dan bekerja sebagai pelayan bisnis investasi mata uang kripto di Thailand. Namun, kenyataannya mereka diberangkatkan ke Myawaddy, Myanmar, dan dipekerjakan sebagai operator penipuan daring.

 

Dalam video tersebut, terlihat beberapa laki-laki yang menurut Nani Rusyanti, Camat Kebonpedes Sukabumi, adalah warganya yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Ia menyatakan bahwa pada 14 Agustus 2024, pihak keluarga telah melaporkan kasus ini ke Dewan Pimpinan Nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (DPNSBMI). Pada 26 Agustus 2024, laporan tersebut diteruskan oleh DPNSBMI Pusat ke Kementerian Luar Negeri Bidang Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI). Saat ini, kasusnya sedang ditangani oleh Kemenlu RI.

Korban Sistem Kapitalis


Menurut Jejen Nurjanah, Ketua DPC SBMI Sukabumi, para WNI tersebut merupakan korban penyekapan oleh jaringan TPPO. Ia menjelaskan bahwa jaringan TPPO meminta tebusan Rp50 juta per orang atau total Rp550 juta untuk mempercepat proses pembebasan korban, dengan alasan sebagai denda dan biaya penyeberangan dari Thailand ke Myanmar.

Diduga dalam kasus ini, ada isu keterlibatan aparat. Jika benar adanya, tentu sangat memprihatinkan. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono, menduga bahwa bisa jadi ada keterlibatan aparat tertentu. Ia menegaskan bahwa sindikat seperti ini harus dibongkar hingga ke akar karena kejadian serupa bisa terus berulang. Pemerintah dinilai bertanggung jawab untuk memberikan edukasi dan perlindungan kepada para WNI korban TPPO di Myanmar.

Faktor Ekonomi dalam Negeri yang Labil


Dengan alasan ekonomi dan iming-iming gaji besar di tengah maraknya PHK di dalam negeri, para korban TPPO merasa tidak punya pilihan lain. Mereka terdesak oleh kondisi ekonomi yang semakin mengimpit di semua aspek kehidupan.

Tingginya angka PHK, kacau balaunya ekonomi nasional tampak dari inflasi pangan, kelangkaan gas elpiji bersubsidi, rencana pencabutan subsidi BBM, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, hingga harga kuota internet yang naik, semua ini menjadi faktor strategis yang memengaruhi kebutuhan hidup masyarakat luas. Selain itu, pajak, potongan, dan pungutan menghantui gaji pegawai yang jumlah pokoknya tidak seberapa.

Di sisi lain, godaan visual melalui aplikasi di ponsel pintar seperti belanja daring, game online, judi, dan pinjaman online juga memperburuk situasi. Gaya hidup hedonis dan konsumtif yang diadopsi masyarakat semakin menguras dompet mereka. Oleh karena itu, merantau untuk bekerja di luar negeri serasa menjadi angin segar.

Dalam hal ini, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan para korban. Di dalam negeri, mereka sudah terancam kesulitan hidup, tetapi saat mencari nafkah ke luar negeri ternyata keadaan tidak lebih baik. Mereka bahkan harus menerima perlakuan tidak manusiawi dari majikan. Faktor ekonomi yang membuat mereka bekerja jauh dari keluarga hanyalah bagian kecil dari dampak kapitalisme yang secara sistemis merugikan masyarakat.

Butuh Peran Negara yang Bervisi Mengurus Rakyat


Negara tidak cukup hanya mengevakuasi korban TPPO, harus ada solusi sistemis agar para korban yang kembali tidak menambah angka pengangguran. Namun, melihat peran negara yang selama ini terkesan lepas tangan dalam mengurus kebutuhan publik, sulit untuk percaya bahwa ada langkah strategis yang akan diambil pemerintah untuk menyelesaikan kasus TPPO secara tuntas, dengan jaminan politik dan ekonomi bagi para korban saat kembali.

Seharusnya, negara berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan hanya memanfaatkan pekerja migran sebagai pahlawan devisa berdasarkan produktivitas ekonomi. Peningkatan kesejahteraan dapat dilihat dari pengentasan kemiskinan, pelayanan penuh dari negara di sektor publik, penyediaan lapangan kerja yang memadai, dan pengaturan perdagangan luar negeri agar tidak merugikan industri dalam negeri.

Negara juga perlu memberikan edukasi kepada masyarakat melalui sistem pendidikan dalam berbagai format, baik formal maupun nonformal, untuk mencetak SDM dengan keahlian dan kepakaran yang dapat menyelesaikan masalah teknis dalam kehidupan. Dengan demikian, negara tidak selalu bergantung pada investasi swasta atau asing untuk menjalankan berbagai sektor strategis di dalam negeri.

Selain itu, pemerintah harus tegas menerapkan sistem sanksi agar dapat menutup celah bagi sindikat TPPO. Jika benar dugaan adanya keterlibatan aparat, mereka juga harus diberi sanksi tegas karena keterlibatan aparat hanya akan membuat kasus TPPO terus berulang.

Negara Islam Memiliki Visi Riayah


Islam menawarkan solusi untuk menyelesaikan semua persoalan kehidupan. Negara Islam akan menyelesaikan kasus TPPO melalui penerapan politik luar negeri yang sesuai syariat Islam, berbeda dengan negara sekuler kapitalis yang telah gagal melindungi dan mengayomi rakyatnya. Adanya kasus TPPO menunjukkan bahwa negara sekuler tidak mampu menyelesaikan masalah yang ada.

Islam memandang politik luar negeri sebagai hubungan dengan negara-negara dan umat lainnya, serta pemeliharaan urusan umat di luar negeri. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya pemimpin itu adalah perisai, mereka berperang dari belakangnya, dan merasa kuat dengannya. Jika pemimpin itu memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah dan berlaku adil, maka bagi mereka pahala. Namun, jika ia memerintahkan selainnya, maka mereka mendapatkan dosa dari perintah itu." (HR. Bukhari)

Negara Islam menerapkan sistem ekonomi untuk memastikan kesejahteraan rakyat, sehingga mereka tidak perlu bekerja di luar negeri demi gaji besar karena kebutuhan mereka sudah dipenuhi negara. Tata kelola sektor-sektor strategis seperti tambang, migas, dan minerba diambil alih dari swasta dan hasilnya diberikan kepada rakyat sebagai pemilik asal.

Keahlian dan kepakaran warga dimanfaatkan dalam sektor-sektor publik yang dikelola pemerintah Islam, seperti pertanian, kehutanan, kesehatan, pendidikan, kemaritiman, transportasi, dan teknologi. Sistem pendidikan Islam, baik formal maupun nonformal, berlandaskan akidah Islam dengan pembelajaran sesuai kemampuan individu, sehingga membuka banyak lapangan kerja di dalam negeri.

Negara Islam menerapkan sanksi tegas sebagai pencegah dan penebus. Sanksi ini berfungsi untuk mencegah pelanggar hukum lainnya melakukan tindak kriminal yang sama dan sebagai penebus dosa pelaku. Dengan ini, negara Islam menutup semua celah munculnya kasus TPPO dan bentuk kejahatan lainnya, serta menjamin keamanan dan kesejahteraan rakyat. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Fenomena Bullying Kian Nyaring

Fenomena Bullying Kian Nyaring



Kasus perundungan dari waktu ke waktu justru tumbuh subur

bak jamur di musim hujan


 ______________________________

 

Penulis Linda Ariyanti, A.Md

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Tenaga Pendidik


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beberapa hari lalu, jagat maya tengah dihebohkan dengan beredarnya sebuah video perundungan yang dialami oleh remaja putri di Kota Jambi.


Dilansir dari detiknews.com (20-09-2024), seorang siswi SMP di Jambi menjadi korban perundungan (bully). Korban diduga disundut rokok, dipukul, hingga disiram dengan minuman kemasan. Video perundungan tersebut awalnya beredar di instagram dan kemudian menjadi viral. Mirisnya, pelaku perundungan juga remaja putri yang berjumlah empat orang, dan dari penyelidikan satu di antaranya adalah perempuan dewasa yang sudah memiliki anak.



Kasus perundungan tersebut rupanya berawal dari saling ejek di sosial media, kemudian satu orang pelaku mengajak korban bertemu di suatu tempat. Satu orang pelaku tersebut telah mengumpulkan teman-temannya untuk melakukan aksinya karena dipicu kemarahan. Kasus tersebut saat ini ditangani Polresta Jambi dan telah naik ke tahap penyidikan.



Kasus serupa juga sering terjadi bahkan di institusi pendidikan berbasis agama. Korban tak hanya terluka, bahkan sampai meregang nyawa. Tidak terhitung lagi jumlah kematian yang merenggut nyawa generasi akibat perilaku bullying ini. Dari pendidikan tingkat dasar, menengah bahkan perguruan tinggi, kasus perundungan selalu saja kita temukan.

Bullying Kian Nyaring dalam Sekularisme


Kasus perundungan dari waktu ke waktu justru tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Padahal sejak Agustus 2023 lalu, pemerintah telah menerbitkan Permendikbudristek nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Hal ini dilakukan agar kasus perundungan bisa dihentikan. Nyatanya sampai hari ini kasus perundungan masih menjadi  PR kita bersama. 



Pada Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah Tahun Ajaran Baru 2024/2025 ini, pemerintah bahkan memberikan tema tentang pencegahan perundungan dari sekolah tingkat dasar sampai tingkat menengah, sebagai upaya pencegahan terjadinya perundungan di lingkungan sekolah. Kasus perundungan sendiri bisa berupa verbal, fisik, elektronik, bahkan kekerasan seksual yang juga terus dialami peserta didik, baik laki-laki maupun perempuan. Namun mengapa fenomena ini tak kunjung berhenti? 



Semua berpangkal pada sistem hidup sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Buah dari sistem ini lahirlah sistem pendidikan yang tidak menjadikan akidah Islam sebagai asasnya. Tujuan pendidikan di negeri ini hanya fokus pada capaian akademik dan materi semata. Output pendidikan yang diinginkan oleh kurikulum merdeka adalah tenaga kerja yang siap menjadi buruh terdidik, atau pengusaha yang siap mengejar cuan sebanyak-banyaknya.

Sekularisme juga melahirkan kehidupan yang serba bebas, maka wajar jika generasi hari ini hidup serba bebas tanpa aturan agama. Ditambah lagi, kehidupan yang serba digital membuat generasi hari ini mudah sekali mengakses berbagai hal. Sayangnya, dunia digital hari ini dipenuhi oleh informasi-informasi sampah yang justru merusak keimanan para generasi. Alhasil, generasi benar-benar hidup untuk mengikuti hawa nafsunya tanpa peduli baik dan buruk.

Islam Solusi Perundungan


Polemik perundungan tidak akan tuntas jika hanya diselesaikan oleh satu pihak. Semua pihak yang terlibat dalam pendidikan anak baik dari keluarga, masyarakat, juga negara harus bersungguh-sungguh mencabut akar masalah terjadinya perundungan ini, yakni diterapkannya sistem hidup yang memisahkan agama dari kehidupan (sekularisme).

 

Islam harus diterapkan dalam institusi terkecil bernama keluarga, sehingga pendidikan yang ditanamkan oleh orang tua berasaskan pada akidah Islam yakni terbentuknya kepribadian Islam pada anak-anak. Orang tua adalah teladan bagi anaknya, maka sudah selayaknya orang tua juga memiliki ketakwaan yang tinggi agar melahirkan anak-anak yang saleh dan salihah.



Masyarakat tidak boleh acuh jika mendapati generasi yang menunjukkan kemaksiatan, karena Islam mewajibkan adanya amar makruf nahi mungkar. Tidak boleh ada sikap individualis dalam jiwa kaum muslim. Seorang wanita tidak hanya menjadi ibu bagi anaknya, tetapi ia juga menjadi ibu bagi generasi (ummu ajyal) yang punya tanggung jawab dalam pendidikan hingga terbentuk generasi cemerlang penerus peradaban.


Terakhir, negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam menjaga ketakwaan rakyatnya (termasuk menjaga generasi dari perbuatan bullying). Karena penguasa bertanggung jawab terhadap seluruh urusan rakyatnya.

 

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya imam/khalifah adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah 'Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya, ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR Muslim)

 

Negara dalam Islam akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai asasnya. Pendidikan dalam Islam memiliki tujuan mulia yakni mewujudkan kepribadian Islam pada peserta didik dengan membentuk aqliyah (pola pikir) dan nafsiyah (pola sikap) Islam.

 

Alhasil, ketakwaan akan senantiasa ada pada diri setiap peserta didik. Ketakwaan inilah yang akan mengontrol dirinya untuk tidak melakukan kemaksiatan termasuk perbuatan bullying. Demikianlah solusi Islam atas masalah bullying (perundungan). Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]


Mencintai dan Menaati Nabi saw. secara Utuh

Mencintai dan Menaati Nabi saw. secara Utuh

 



Peringatan Maulid Nabi dilakukan setiap tahun

tetapi sayangnya politik di negeri ini adalah sistem demokrasi yang diajarkan oleh Montesquieu, Jhon Locke, dan para ahli Barat lainnya

______________________________


Penulis Dhini Sri Widia Mulyani

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, NAFSIYAH - Ingatkah saat ini kita berada di bulan apa? Ya, bulan Rabiulawal, salah satu bulan yang istimewa. Yang mana di bulan ini lahirlah seseorang yang begitu istimewa, yaitu baginda Rasulullah saw..


Tentu saja umat muslim beramai-ramai memperingati hari lahirnya Rasulullah dengan penuh sukacita. Allah memberikan nikmat agung bagi umat manusia atas terlahirnya Rasulullah saw.. (Buletin Dakwah Kaffah edisi 361, 20-09-2024)



Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah Ali-Imran ayat 164 yang artinya, "Sungguh, Allah telah memberi kaum mukmin karunia ketika Dia mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri. la membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, serta mengajari mereka Al-Kitab (Al-Qur'an) dan hikmah (as-sunah) meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata."

 

Salah satu wasilah untuk menjaga kecintaan kita terhadap Rasulullah yaitu dengan memperingati lahirnya Rasulullah. Hal ini sering disebut dengan 'Maulid Nabi.' Namun, mencintai beliau tentu harus lebih istimewa dibandingkan kecintaan kita kepada yang lainnya.

Wajib Hukumnya Mencintai Rasulullah


Kita selaku umatnya mencintai beliau hukumnya wajib. Di samping itu, wajib juga bagi kita menaati semua ajarannya secara utuh dan menyeluruh.

Dalam Al-Qur'an terdapat ancaman terhadap siapa pun yang cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya, teralihkan dengan kecintaan kepada yang lain.

Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an surah At-Taubah ayat 24,


"Katakanlah, 'Jika bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian dan keluarga kalian, juga harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta dari jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab)-Nya'. Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik."

Di sisi lain, barang siapa yang mencintai Allah Swt. dan Rasul-Nya sampai akhir hayat pasti akan bersama dengan beliau di surga-Nya kelak. Sesuai sabda Nabi saw., "Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cinta." (HR. Al-Bukhari)

Haram Menyakiti Hati Rasulullah


Ketika kita mencintai Rasulullah, tentunya kita haram menyakiti hati beliau. Barang siapa yang menyakiti beliau, Allah telah mengancam keras di dalam firman-Nya, "Orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu bagi mereka azab yang pedih." (QS. At-Taubah [9]: 61)

Jika benar mencintai dan menaati Nabi saw. dengan sepenuh hati, seorang muslim tidak boleh sedikit pun membuat beliau marah. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan melalui jalur Ummul Mukminin Aisyah r.a.. Hadis tersebut menegaskan bahwa bukti cinta hakiki kepada Nabi saw. adalah menaati beliau tanpa ragu.

Ketaatan pada Rasul Menghantarkan Menuju Surga


Ketaatan umat muslim terhadap beliau pun pada faktanya akan mengantarkan ke dalam surga. Ini ditegaskan dalam hadis yang diriwayatkan Al-Bukhari yang artinya, "Setiap umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan," para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapa yang enggan?" Beliau menjawab, "Siapa yang menaati aku pasti masuk surga dan siapa yang membangkang kepadaku berarti ia enggan (masuk surga)."

Tanda cinta kepada Rasulullah saw. adalah taat secara utuh kepada beliau. Seperti yang dikutip oleh Imam Al-Qusyairi dalam Risalah Al-Qusyairiyyah: "Sungguh di antara cinta itu adalah taat."

Dengan begitu, umat muslim wajib menaati Rasulullah secara keseluruhan pada aspek kehidupan beliau. Ketaatan yang tidak terbatas hanya pada aspek ibadah ritual dan akhlak beliau saja. Karena hal itu menjadi bukti cinta kepada Allah Swt..

Sebagaimana firman-Nya: "Katakanlah, "Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku." (QS. Ali Imran [3]: 31)

Allah Swt. berfirman: "Sungguh engkau (muhammad) berada di atas khuluq yang agung." (QS. Al-Qalam [68]: 4)

Imam Jalalain menyatakan dalam tafsirnya bahwa kata khuluq dalam ayat di atas bermakna dîn (agama, jalan hidup) (Jalalain, Tafsîr Jalâlayn, 1/758). Ayat tersebut bisa dimaknai: "Sungguh engkau berada di atas agama/jalan hidup yang agung."

Mengamalkan Semua Ajaran Al-Qur'an


Meneladani Nabi Muhammad saw. berarti mengamalkan semua ajaran Al-Qur'an tanpa terkecuali. Bukan hanya ibadah ritual dan akhlak, tetapi juga semua aspek kehidupan. Mulai dari akidah, ibadah, serta berbagai muamalah dalam ekonomi, sosial, politik, pendidikan, hukum, dan pemerintahan.

Rasulullah saw. tidak hanya mengajarkan kita cara melaksanakan ibadah ritual, tetapi juga bagaimana berinteraksi sosial, menjalani transaksi ekonomi, serta mengatur pemerintahan sesuai syariat Islam.

Maka dari itu, mengapa saat ini kita tidak mau melepaskan riba dan transaksi-transaksi batil yang dibuat oleh sistem kapitalis sekuler? Mengapa sebagian dari kita ragu untuk memberlakukan sanksi-sanksi dalam hukum Islam seperti kisas, potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina, hukuman mati bagi yang murtad, dan lain-lannya? Terlebih, mengapa juga umat enggan mengatur negara dengan aturan-aturan Islam? Bukankah semua itu pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. di Madinah dalam kedudukannya sebagai kepala negara Islam (Daulah Islamiyah) selama bertahun-tahun?

Allah telah tegaskan bahwa: "Apa saja yang Rasul bawa kepada kalian, terimalah. Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah." (QS. Al-Hasyr [59]: 7)

Pada ayat tersebut terdapat kata "maa" (apa saja) yang memiliki makna umum, yakni meliputi semua aspek. Pada nyatanya saat ini justru banyak ironi di tengah-tengah kaum muslimin. Buktinya, Maulid Nabi diperingati setiap tahunnya, tetapi korupsi yang diharamkan oleh Allah dan Rasul malah makin merajalela. Negeri ini masih bertumpu pada sistem keuangan ribawi yang sudah jelas Rasulullah larang.

Maulid dalam Tataran Kapitalisme Sekuler


Jika ditelisik lebih dalam, semua hal di atas terjadi karena yang diterapkan ideologi kapitalisme sekuler. Ia bertentangan dengan tuntunan ideologi Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw.. Bahkan Al-Qur'an dan As-Sunah yang seharusnya menjadi sumber hukum peninggalan beliau malah diabaikan. Umat justru menganggap hukum-hukum sekuler yang berasal dari proses demokrasi paling layak diikuti.

Peringatan Maulid Nabi dilakukan setiap tahunnya, tetapi sayangnya politik di negeri ini adalah sistem demokrasi yang diajarkan oleh Montesquie, Jhon Locke, dan para ahli Barat lainnya. Bukan sistem pemerintahan Islam yang diterapkan Nabi saw., yaitu Daulah Islamiyah.

Rasulullah saw. pun telah bersabda: "Kalian wajib berpegang pada sunahku dan sunah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah pada sunah itu dan gigitlah itu erat-erat dengan gigi geraham." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi)

Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Yang Imitasi Cintanya Minim Aksi

Yang Imitasi Cintanya Minim Aksi

 




Yang imitasi cintanya minim aksi

Mengikuti sunnah nabi tak boleh dimonopoli


______________________________


Penulis Hanif Kristianto

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, PUISI - Masih belum bisa move on sanjungan yang terus-terusan

Berjamak dalam lautan manusia putih-putih mengibarkan bendera

Diingatkan sang penceramah akan cinta nabi yang sesungguhnya

Umat ini pun merindu nabi meski belum bersua tapi mengimani sesuai dalil aqliyah


Yaa Rasulullah yang dirindu syafaat di hari kiamat
Nabi-nabi pun tiada sanggup malahan ingin berkhidmat
Sungguh mulia dalam timbangan keadaan manusia
Adalah asa untuk terus berusaha dalam cinta aslinya

Yang imitasi cintanya minim aksi
Ya minimal ada gairah untuk berharap tumpahan cinta baginda nabi
Tidak salah untuk terus berharap tanpa cemas
Meski cintanya minim semoga ke depan jadi maksim

Yang imitasi cintanya minim aksi
Sebab belum mengaji dalam keseluruhan tsaqafah Islami
Mulailah dari dasar fondasi akidah yang kokoh dan berdaya
Poles dalam syariat untuk panduan hidup berkah

Yang imitasi cintanya minim aksi
Berbusa-busa menolak syariat kafah dan mempertanyakan khilafah
Padahal waktu Ramadan tiba nama-nama khalifah diulang di pergantian tarawih
Kini, ada yang berduka sebab junjungannya yang dibela pun merusak juga

Yang imitasi cintanya minim aksi
Mengikuti sunnah nabi tak boleh dimonopoli
Sunnah nabi juga sunnah untuk seluruh umatnya
Mengikuti nabi baginda pembuktiannya perlu nyata

Cinta butuh modal nggak cukup viral
Cintah butuh aplikasi untuk menjalankan aksi-aksi
Cinta butuh wadah untuk mengkristalkan mahabbah
Cinta butuh media penyaluran ekspresi mewujudkan visi dan misi

Cinta butuh aksi 100 persen
Biar tampak indah dan keren
Kalaulah masih 10 persen
Mari isi full menuju beken

Yang imitasi berlindung di balik kelemahan diri
Katanya nabi tak diturunkan membentuk negara yang pasti
Bukti mana lagi yang perlu diberikan untuk menunjukkan keaslian?
Mengirimkan surat ke raja dan kaisar menunjukkan posisi yang sepadan

Syukur-syukur cinta asli mau memperjuangkan warisan nabi
Terimalah cinta dan pesan penting dari baginda nabi untuk umatnya
Bersamalah dalam kerinduan ingin bersama-sama
Shallu 'ala nabi Muhammad manusia agung yang mengikuti jadi teragung [Dara/MKC]

Akibat Pornografi, Kejahatan Anak Makin Menjadi

Akibat Pornografi, Kejahatan Anak Makin Menjadi


 


Pornografi telah membawa dampak yang besar terhadap anak-anak

kecanduan pornografi bisa merusak otak dan cara berpikirnya

______________________________

 

Penulis Anis Nuraini

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Miris, empat remaja di bawah umur di Sukarami, Palembang, Sumatra Selatan, telah melakukan pemerkosaan sekaligus pembunuhan kepada seorang siswi SMP berinisial AA (13). Padahal empat pelaku itu masih duduk di bangku SMP dan SMA.


Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumatra Selatan Kombes Anwar Reksowidjojo mengatakan, "Keempat remaja itu sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan telah mengaku melakukan pemerkosaan dan pembunuhan. Jasad korban ditinggalkan keempat pelaku di sebuah kuburan Cina. Alasan mereka melakukan perbuatan tersebut untuk menyalurkan hasrat usai menonton video porno."(cnnindonesia,com, 4-9-2024)

Di era digital sekarang ini, memang mudah sekali mengakses setiap konten dan informasi apa pun termasuk dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Namun, konten yang ada di media sosial tidak sedikit yang memengaruhi gaya hidup dan pola pikir masyarakat, termasuk remaja. Di media sosial ditemukan banyak konten-konten yang bermuatan negatif seperti video porno, alhasil tontonan akan menjadikan tuntunan.

Remaja Terpapar Medsos Negatif

 
Salah satunya kasus yang terjadi di atas, mencerminkan potret generasi semakin suram dalam asuhan pendidikan sekuler.

Banyak kasus yang terjadi di negeri ini, baik berupa kejahatan dan kerusakan moral. Tidak hanya dilakukan orang dewasa, tetapi remaja juga melakukannya. Akibat mereka terpengaruh oleh konten negatif di medsos.

Bertebarannya konten-konten negatif di medsos bukanlah hal baru. Remaja dalam usia produktifnya mudah sekali menyerap apa yang dilihatnya, seperti tayangan televisi, internet, dan gadget yang menyusupkan berbagai pemikiran barat, seperti feminisme, materialisme, budaya, dan gaya hidup sekuler liberal.

Karena tidak ada aturan yang jelas terkait konten-konten di media sosial, akhirnya banyak dipenuhi dengan produk pornografi. Bahkan tayangan animasi dan permainan atau game pun, banyak disusupi dengan video vulgar.

Bahaya Pornografi bagi Generasi


Padahal, jelas paparan pornografi akan membawa dampak yang sangat besar terhadap anak-anak. Anak yang sudah kecanduan bisa merusak otak dan cara berpikirnya, termasuk bisa mendorong anak mencoba sesuatu yang dilihatnya.

Jelas fakta mengerikan ini terjadi akibat sistem sekuler. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi generasi saat ini sedang tidak baik-baik saja, bahkan dalam kondisi gawat dan bahaya terancam oleh pornografi.

Fenomena di atas telah menggambarkan hilangnya fitrah anak saat ini dalam kesucian, anak-anak sekarang sudah kehilangan masa kecil, yang seharusnya bahagia, bermain, dan belajar dengan tenang, sesuai dengan fitrah anak dalam kebaikan.

Akibat pornografi juga, kejahatan anak makin menjadi, sehingga mengakibatkan generasi sekarang terjerumus pada perbuatan maksiat, menjadikan anak sebagai pelaku kejahatan. Terlebih kasusnya bukan hanya sekadar kenakalan seorang remaja, tetapi sudah menjurus pada tindakan kejahatan atau kriminal dan kekejian, seperti penganiayaan, pelecehan, pemerkosaan, bahkan pembunuhan.

Hal ini tentu juga berkaitan dengan media yang makin liberal, alias serba bebas, dengan banyak konten-konten negatif seperti pornografi, pornoaksi, dan kekerasan wara-wiri di media sosial.

Negara Sekuler Gagal Mencetak Generasi Prestasi

 
Hal ini membuktikan bahwa negara telah gagal menciptakan lingkungan bersih dan sehat dari pornografi untuk rakyatnya, tidak membuat aturan yang tegas mengenai penyiaran di media yang bermuatan negatif.

Tidak ada keseriusan dari negara untuk menutup konten-konten seperti pornografi demi melindungi generasi. Alhasil, perzinaan dan pergaulan bebas mendapat tempat yang luas di tengah masyarakat.

Gagalnya sistem pendidikan juga tampak dari kasus serupa yang makin marak. Menjadikan generasi rusak, karena agama dipinggirkan dalam ranah publik. Agama hanya mengatur dirinya dengan penciptanya, seperti ibadah mahdah saja, sedangkan dalam ranah publik, agama tidak boleh dijadikan aturan dalam kehidupan.

Negara Islam Pelindung Generasi


Di dalam Islam, negara wajib mencegah terjadinya kerusakan generasi melalui penerapan berbagai aspek kehidupan sesuai aturan Islam. Di antaranya pendidikan Islam berbasis akidah Islam bagi seluruh kaum muslim supaya taat dan jauh dari maksiat.
 
Negara Islam akan membentuk generasi, dengan kepribadian Islam pada anak yang standar berpikir (aqliyah) dan bersikapnya (nafsiyah) adalah Islam. Tolok ukur halal dan haram sesuai standar Islam yaitu baik dan buruk menurut hukum syarak. Inilah yang akan menyelamatkan generasi dari gempuran ide-ide barat yang rusak dan menyesatkan.

Islam juga melarang media yang akan merusak keimanan dan ketaatan, seperti media yang memuat pornografi, kekerasan, ide LGBT, dan segala yang merusak akhlak dan bertentangan dengan agama akan dilarang untuk tayang.

Negaralah yang bertugas untuk membersihkan semua konten negatif dan memastikan bahwa hanya informasi dan tontonan yang sehatlah yang layak dikonsumsi masyarakat, termasuk remaja.

Sanksi Islam bagi pelaku kekerasan seksual dan pelanggaran, akan ditegakkan had zina, bagi yang muhsan atau sudah menikah akan dirajam sampai mati, sedangkan ghayru muhsan yang belum menikah dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun, sehingga mencegah kasus serupa terjadi. Ini sebagaimana firman Allah Swt.,

انِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ

Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali.” (QS. An-Nur [24]: 2)
 
Sistem sanksi Islam memberikan efek jera yang menjerakan, sedangkan pada pelaku pembunuhan dan penganiayaan akan dijatuhkan dengan hukuman kisas, hukuman setimpal dengan apa yang dilakukannya. Seperti firman Allah Swt.,

"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS. Al-Baqarah [2]: 178)

Negara Islam memiliki peran besar dalam hal ini, sebagai salah satu pilar tegaknya aturan Allah Swt. yang akan melindungi anak dari pornografi, karena Islam adalah rahmatan lil alamin. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Utopis Makan Bergizi Gratis

Utopis Makan Bergizi Gratis

 



Begitulah kapitalisme demokrasi

menjadikan ini suatu hal yang utopis bagi rakyat untuk mendapatkan makan bergizi gratis

______________________________


Penulis Siti Rahmawati
Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sejumlah media asing menyoroti rencana pemerintahan Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto, mengganti susu sapi dengan susu ikan untuk program makan bergizi gratis.


Menurut The Straits Times, susu ikan sudah lama menjadi inovasi pemerintah RI. Pada 2023 pemerintah memainkan peran kunci dalam meluncurkan susu ikan yang dikembangkan sebagai hilirisasi produk perikanan.

Tak hanya The Strait Times, surat kabar asal Australia The Sydney Morning Herald juga mewartakan hal serupa. Koran negeri kanguru itu menyoroti rencana mengganti menu susu sapi dengan susu ikan demi menekan anggaran yang bengkak.

Namun media tersebut juga mempertanyakan soal dampak kesehatan dari susu ikan. Apakah bisa mempertahankan nilai gizi dan nutrisi yang terkandung dalam susu sapi?

Seperti yang dibayangkan, biaya makan bergizi gratis ini menelan biaya sangat besar sekitar 44 miliar dollar AS per tahun. Jumlah ini akan menjadi hampir 2 persen dari PDB Indonesia, dan lebih dari 2 kali lipat anggaran kesehatan saat ini. Maka wajar para pengamat mempertanyakan apakah negara ini mampu membiayainya. (CNN Indonesia, 13-09-2024)

Inkonsistensi Program Makan Bergizi Gratis


Masyarakat Indonesia sudah tahu pada saat pilpres, Prabowo-Gibran berkampanye akan memberikan program makan bergizi gratis untuk menekan angka gizi buruk dan stunting. Program belum berjalan, tapi anggaran makan bergizi gratis dari Rp15.000 kini menjadi Rp7.500 per porsi. Dengan demikian, mungkinkah nutrisi dan gizi dapat terpenuhi.

Kalau susu sapi diubah menjadi susu ikan, beberapa pakar gizi dan kesehatan menyarankan jangan sampai mengubah tujuan pemerintah untuk memperbaiki kualitas gizi generasi. Karena pemberian susu ikan merupakan produk makanan yang terkategori ultra process food.

Jika makanan yang disajikan banyak berkurang kandungan gizinya, mengakibatkan muncul masalah penyakit seperti obesitas, diabetes, jantung, dan gangguan kesehatan lainnya. Alih-alih mengonsumsi makanan sehat dan bergizi, generasi malah mengonsumsi makanan yang membahayakan kesehatan.

Pemerintah terkesan abai dengan kebijakan mengganti susu sapi dengan susu ikan, karena di Indonesia tidak banyak yang memproduksi bubuk HPI (susu ikan). Maka secara tidak langsung Indonesia memberi peluang besar bagi korporasi seperti Jepang dan Australia yang merespons positif program ini. Alhasil, menguntungkan para investor asing.

Jika ditinjau dari sisi gizi, masalah sebenarnya bukan program bergizi gratis, melainkan kemiskinan yang menghalangi terciptanya generasi sehat dan kuat.

Masalahnya sistem kapitalis menyebabkan tingkat kemiskinan makin tinggi. Pemerintah tidak menjalankan perannya untuk mengurus rakyatnya, agar bisa meminimalkan angka kemiskinan atau menghilangkannya sama sekali.

Dalam kapitalisme pun tampak jelas bahwa pemerintah tidak konsisten terhadap ucapan atau program-program yang direncanakan. Hari ini gratis, besok mungkin dimintai iuran. Harga dari Rp15.000 menjadi Rp7.500. Dari susu sapi ganti jadi susu ikan.

Kapitalisme Meniscayakan Komersialisasi


Tidak seriusnya penanganan pemerintah sudah hal biasa dalam mengatasi masalah rakyatnya. Seharusnya kebutuhan pokok masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, pangan itu yang diutamakan. Tapi kepengurusannya ini malah diambil alih oleh para korporasi, sehingga kerap dikomersialisasi menjadi bisnis yang menguntungkan.

Begitulah kapitalisme demokrasi, menjadikan ini suatu hal yang utopis bagi rakyat untuk mendapatkan makan bergizi gratis dan bisa meningkatkan nilai gizi rakyat Indonesia menjadi lebih baik. Karena pemerintah tidak sungguh-sungguh mengatasi masalah rakyat.

Islam Mencetak Generasi Berkualitas


Dalam Islam, membangun negara besar tentu membutuhkan modal yang sangat besar. Di antaranya sistem pemerintahan yang bersih dari kepentingan individu/golongan, anggaran yang cukup, dan generasi yang berkualitas.

Sosok pemimpin Islam juga bukan sosok pemimpin yang ingkar janji, karena itu salah satu ciri orang munafik yaitu jika berjanji ia khianat. Sosok pemimpin Islam harus amanah, fatanah, sidiq, dan tablig sehingga bisa mengatur negara dengan baik untuk mengurus urusan rakyatnya.

Islam menjamin dan memenuhi kebutuhan dasar setiap individu rakyat yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, keamanan dan seluruh aspek lainnya. Setiap individu rakyat juga berhak mendapatkan makanan bergizi, bukan hanya untuk orang miskin atau orang yang stunting saja.

Negara harus bertanggung jawab penuh untuk mempermudah rakyat mendapatkan pemenuhan makanan bergizi, seperti harga pangan terjangkau dan distribusi pangan merata ke seluruh wilayah.

Dalam Islam pun, negara harus bisa mengalokasikan anggaran negara untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan adanya Baitulmal, negara mendapatkan kas dari kepemilikan umum atau pemasukan harta sesuai dengan jenisnya yang akan dikelola dan disalurkan untuk kepentingan rakyat.

Khatimah


Dengan demikian, pemerintah tidak akan mengalami kesulitan dalam mengentaskan kemiskinan, karena penguasa melakukan fungsinya sebagai pengurus dengan sangat baik.

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah bersabda, "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah azza wajalla daripada mukmin yang lemah dan pada keduanya ada kebaikan." (HR. Muslim)

Wallahualam bissawab. [SJ/MKC]

Meneroka Pilgub Jatim 2024 (8): Visi Misi Khofifah-Emil, Mana yang Aktual? (Bagian 2)

Meneroka Pilgub Jatim 2024 (8): Visi Misi Khofifah-Emil, Mana yang Aktual? (Bagian 2)

 




Visi misi hanya komunikasi politik dalam kampanye publik

Ibaratkan fakta perjanjian, beberapa hal tersebut yang akan menjadi daya tarik dan langkah ke depan


______________________________


Penulis Hanif Kristianto

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Analis Politik dan Media


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Masih ada beberapa catatan untuk visi dan misi Khofifah-Emil. Khususnya, berkaitan dengan pengelolaan pemerintahan. Pandangan publik kepada urusan rakyat inilah yang terus disorot. Baik dan buruk rakyat bergantung kepada penguasa. Sejahtera dan problem yang mendera juga bergantung kepada kebijakan yang ada.


Terdapat kata unik yang tersemat pada misinya dengan gaya komunikasi yang spesifik. Hal ini menyasar untuk merebut hati rakyat. Meski tidak semua rakyat akan menyambut gembira. Paling tidak ini menjadi harapan yang bisa diandalkan. Berikut beberapa catatan lanjutan:



d) Makna Berkah dan Amanah

    
Pengelolaan pemerintahan wajib mengandung amanah. Pertanggungjawaban ini tidak hanya di dunia, tapi kelak di akhirat. Siapa pun calon penguasa hendaknya memperhatikan ini. Jangan hanya nafsu berkuasa lantas mengabaikan pertanggungjawaban. Amanah di pundak penguasa terdapat jutaan harapan rakyat yang perlu diwujudkan. Jika memiliki komitmen amanah, maka landasan berupa keimanan. Inilah modal untuk menghadirkan kehidupan yang diridai Allah.

Pemerintahan yang amanah jelas akan membawa berkah. Ini modalnya dengan syariat. Politik demokrasi tidak akan membawa berkah. Fakta menunjukkan oligarki politik-ekonomi mengangkangi demokrasi. Pemimpin dan pejabat yang hadir di hadapan rakyat bukanlah yang berkompeten. Terkadang membawa masalah dan jeratan hukum lainnya.

Kesalehan sosial rakyat memang didasarkan dari nilai agama. Islamlah yang hadir memberikan solusi dan panduan kehidupan. Mengatur pemerintahan tanpa Islam sama saja membawa ke jurang kesalahan sosial. Alih-alih membawa amanah dan berkah, justru membawa bencana.



e) Potensi Agro dan Kelestarian Alam

     
Mengutip data dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur, Rabu (28/8/2024), antara lain:
* Jagung 4.429.459,28 ton, Peringkat I Produksi Nasional sebesar 31,98%
* Padi 9.710.661,33 ton Peringkat I Produksi Nasional sebesar 17,98%
* Daging sapi 102.711,70 ton Peringkat I Produksi Nasional sebesar 20,39%
* Susu  456.343,40 ton Peringkat I Produksi Nasional sebesar 54,50%
* Telur 1.755.885 ton Peringkat I Produksi Nasional sebesar 23,6%
* Perikanan tangkap 590.685,8 ton Peringkat I Produksi Nasional

Potensi ini selaras dengan kondisi geografis Jawa Timur yang banyak petani. Pengelolaan pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan perlu didesain yang bagus. Tujuannya menghadirkan sebesar-besar kemanfaatan dan kemandirian pangan rakyat.

 

Pekerjaan rumah berkaitan dengan ini bersinggungan dengan mafia dan pelaku bisnis yang nakal. Rakyat yang terimpit dan ilmu pengolahan yang kurang mumpuni akhirnya kalah bersaing. Jika penguasa tidak hadir, maka isu ketahanan pangan hanya wacana.

Tak hanya itu, pelestarian alam dan lingkungan hidup juga menopang ketahanan pangan. Ini berbarengan dengan pengelolaan sumber daya alam yang terkandung cukup besar di Jawa Timur. Banyak jenis mineral dan batuan seperti emas, perak, tembaga, besi, tambang batu bara, dan pasir besi. Selain itu, potensi gas dan minyak bumi dapat ditemukan di Jawa Timur. Potensi pertambangan ini menjadi salah satu sumber pendapatan dan devisa bagi Provinsi Jawa Timur.

Dengan potensi sumber daya alam yang begitu besar, Jawa Timur memiliki tanggung jawab besar dalam pengelolaannya. Penting untuk memastikan bahwa pemanfaatan sumber daya alam dilakukan secara bijaksana dan berkelanjutan. Pengelolaan yang baik akan memastikan bahwa sumber daya alam dapat dinikmati oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang.

 

Tambang merupakan kepemilikan umum. Pemerintah wajib mengelola secara mandiri dan manfaatnya dikembalikan ke rakyat. Bisa dalam bentuk pelayanan publik secara gratis. Meliputi pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lainnya.

Eksplorasi sumber daya alam tidak boleh merusak alam. Perlu menjaga keseimbangan agar tidak mudah mendatangkan bencana alam. Sayangnya, ketika pengelolaan SDA tidak berdasarkan syariat Islam biasanya merusak. Eksplorasi gila-gilaan diserahkan kepada asing atau swasta. Jika pengelolaan SDA dengan baik, niscaya kemakmuran dan kesejahteraan didapat.

 

f) Harmoni Tanpa Ironi


Perlu ada standar harmoni dalam perwujudan kehidupan. Toleransi jangan sampai kebablasan dengan mengabaikan akidah Islam. Toleransi berarti saling menghormati tanpa mencampuradukkan agama satu dengan lainnya. Keharmonisan ini akan terjaga jika tidak ada adu domba. Sesama muslim adalah saudara seakidah. Sesama warga adalah saudara dalam wilayah yang sama sebagai manusia.

Pengarusutamaan gender perlu diwaspadai ketika disusupi oleh ideologi kapitalisme sekuler. Pasalnya, ideologi jahat tadi telah mengabaikan fitrah manusia. Merusak tatanan yang sudah digariskan dalam aturan agama. Perankan pria sesuai penciptaanya. Begitu juga dengan wanita sesuai fitrahnya. Jangan sampai pengarusutamaan gender merusak nilai-nilai dasar keluarga, pendidikan anak, dan lainnya.

Harmoni akan jadi ironi jika tidak didasari dengan panduan yang sesuai dengan syariat Islam. Terbukti aturan selain Islam telah merusak persaudaraan dan persatuan. Satu diinjak, satu diajak. Belum lagi rakyat di arus bawah masih belum teredukasi untuk selalu bersatu dalam kebaikan dan ketaatan.

Poin Penting


Visi misi hanya komunikasi politik dalam kampanye publik. Ibaratkan fakta perjanjian, beberapa hal tersebut yang akan menjadi daya tarik dan langkah ke depan. Rakyat juga perlu mengkaji lebih jauh dari visi misi yang ada. Kecakapan dalam melihat dan kontrol menjalankannya menjadi harga mati. Jangan sampai rakyat gigit jari dan kembali menjadi obyek pesakitan dari setiap pilihan.

Untuk calon gubernur dan wakil gubernur yang sedang berkontestasi. Kekuasaan itu berat. Kalau tidak bersandar pada Allah dan Rasul-Nya dalam menjalankan pemerintahan, akan muncul kecemasan. Berkuasa tujuannya menjaga agama dan mengurusi rakyat. Bukan hanya ingin dikenang lalu melupakan rakyat.

 

Jika Anda mau mengambil syariat Islam dalam mengatur pemerintahan, insya Allah keberkahan akan didapat. Dunia akan damai dan harmoni karena diatur oleh aturan Ilahi. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Dukung Pemerintahan Warisan Nabi

Dukung Pemerintahan Warisan Nabi

 

Warisi pemerintahan nabi

Warisan suci hadirkan kehidupan berdikari

_____________________


Penulis Hanif Kristianto

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, PUISI - Dielu-elukan di akhir jabatan pemerintahan

Memohon maaf tak lantas menghapus kebijakan yang tak pas

Selama berkuasa dengan sistem demokrasi yang menuju kematiannya

Selama itu pula tiada cela untuk membela


Masa-masa aturan hasil demokrasi yang menyiksa rakyat

Ingin berbuat kebaikan justru dirusak dari atasan

Ingin melindungi generasi anak bangsa justru ditakuti sedemikian rupa

Ingin membebaskan Indonesia dari cengkraman penjajah justru dikatakan tak berjiwa merdeka


Kenapa malu mendukung pemerintahan warisan nabi?

Tanpa perlu berapologi merunduk di bawah kekuasaan

Berharap segantang kemudahan urusan keduniawian

Luput perhatian menjaga warisan dunia yang tak benda


Meneladani nabi buktikan setengah mati

Dalam berkuasa terpilih pemimpin yang menjaga agama dan mengurusi rakyatnya

Dalam berhukum senantiasa meletakan hukum-Nya di atas segalanya

Itulah kerendahan dan kewelasasihan pemimpin teladan masa kini


Dukung pemerintahan warisan nabi

Serulah pemimpin itu berjiwa dan berkepribadian sesuai fakta

Hempaskan politik picik dan licik ke tahang sampah peradaban

Jadilah ksatria untuk meninggikan agama-Nya di atas fakta yang ada


Dukunglah pemerintahan warisan nabi

Mantapkan dalam jiwa dan pemikiran kini

Beranikan dan terdepan jangan takut tertinggal

Dasari dengan intelektual dan landasan dalil yang viral


Setapak demi setapak perjalanan

Perjanjian suci dengan pemilik kehidupan

Mendaki tebing tinggi penuh ranjau kanan-kiri

Luruskan pandangan tanpa menoleh ke arah yang tak boleh


Warisi pemerintahan nabi

Warisan suci hadirkan kehidupan berdikari

Warisan sakral bagi yang berpikir berakal

Warisan kudus teruntuk yang khusus dan bagus


Jika belum tahu pemerintahan warisan nabi

Tak salah lebih baik mengaji dan mengkaji

Tak perlu jumawa dengan karya ilmiah yang kadang diolah salah

Tak dosa untuk teguh demi kehidupan lebih utuh


Dukung pemerintahan warisan nabi

Lebih mulia memuji asma baginda

Contoh tiada duanya dalam kehidupan dunia

Teladan hebat demi manusia yang ingin selamat 

Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Pesan di Balik Kunjungan Paus ke Indonesia: Umat Jangan Lengah

Pesan di Balik Kunjungan Paus ke Indonesia: Umat Jangan Lengah

 


Pesan dan misi besar di balik kunjungan paus ke Indonesia adalah

untuk menyerukan moderasi beragama


______________________________


Penulis Vina

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Profesi Gizi UGM


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi gereja Katolik dunia sekaligus kepala negara Vatikan. Beliau sedang melakukan kunjungan apostolik ke wilayah Asia Tenggara dan Pasifik, salah satunya negara Indonesia.


Ini adalah kali pertama seorang paus melakukan kunjungan kembali ke Indonesia setelah kunjungan Paus Yohanes Paulus II di tahun 1989. 


Pada tanggal 3-6 September 2024, Sri Paus telah melakukan berbagai agendanya di tanah air.  Selain agenda misa yang dilakukanya, pertemuan Paus Fransiskus dengan Presiden Jokowi dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasarudin Umar adalah membawa pesan seruan toleransi dan perdamaian antarumat beragama. 


Antara Pesan dan Proyek Moderasi Beragama 


Berbagai media telah menyoroti kunjungan apostolik ini, salah satunya adalah media asing dari AS, Associated Press, mengungkapkan kehangatan Paus Fransiskus dengan imam Masjid Istiqlal yang bertajuk “Pope and imam of Southeast Asia's largest mosque make joint call to fight violence, protect planet.” (CNBC.com, 05-09-2024)


Inti dari kunjungan Paus Fransiskus ini adalah untuk mengeluarkan seruan bersama dalam rangka persahabatan antaragama dan tujuan bersama. Paus mendorong orang Indonesia dari berbagai tradisi agama untuk berjalan mencari Tuhan dan berkontribusi untuk membangun masyarakat agar terlindungi dari berbagai hal, seperti kekakuan, fundamentalisme, dan ekstremisme yang tidak dibenarkan. 


Sementara media Prancis AFP juga menyoroti bagaimana keduanya, telah duduk bersama dan sama-sama mendengarkan petikan ayat suci masing-masing, yaitu dari Al-Qur'an dan juga Al-Kitab di dalam tulisannya berjudul "Pope, Indonesia imam warn against using religion to stoke conflict."


Oleh karena itu, tidak salah lagi bahwa di balik kunjungan paus ke Indonesia ada pesan dan misi besar,  yaitu untuk menyerukan moderasi beragama. Moderasi beragama adalah sebuah paham yang beranggapan bahwa semua agama adalah benar dan tidak ada kebenaran mutlak. 


Hal itu sangat tampak jelas dari sikap toleransi yang kebablasan, misalnya penghormatan yang dilakukan secara berlebihan oleh imam besar Masjid Istiqlal dengan mencium kening paus dan menyambutnya dengan bacaan ayat Al-Qur'an. 


Akar Moderasi Beragama: Toleransi Kebablasan


Demikian pula dengan para tokoh pemimpin organisasi muslim dan cendekiawannya, mereka juga telah menerbitkan buku “Salve, Peregrinans Spei! Salam Bagimu Sang Peziarah Harapan!”


Ini sebagai bentuk sambutan kedatangan Paus Fransiskus yang ingin digambarkan dalam semangat keberagaman dan pluralisme di Indonesia. (Kompas.com, 02-09-2024)


Bahkan Kementerian Agama juga mengirimkan surat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika agar misa bersama paus ditayangkan live di seluruh tv nasional. Mulai dari pukul 17.00-19.00 WIB dan meminta agar azan magrib diganti dalam bentuk running text supaya tidak mengganggu acara misa. 


Sungguh, hal yang dilakukan tersebut bukanlah  bentuk toleransi melainkan sebuah bentuk yang merendahkan Islam dari agama lain. Padahal Allah sendiri telah menyatakan bahwa Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari Islam dan hanya Islam agama yang diridai oleh Allah Swt.. Sesuai dengan firman-Nya:


"Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya." (QS. Ali-Imran: 19)


Namun yang terjadi hari ini, mengapa di negeri yang mayoritas muslim ini, justru agama Islam malah direndahkan? Padahal saat ini, umat Islam juga sudah banyak “mengalah” dengan alasan untuk menghindari gesekan antarumat agama, tapi mengapa umat Islam masih saja terus diinjak-injak dan mengalami diskriminasi? 


Seruan Perdamaian Semu


Dalam pidato kunjungannya dengan tema “Iman, Persaudaraan, dan Bela Rasa” yang disampaikan paus di hadapan Presiden Jokowi. Paus Fransiskus menekankan pentingnya menjadikan perbedaan sebagai kekuatan dalam memperkuat persatuan serta pentingnya menyerukan perdamaian di tengah meningkatkan konflik global. 


Kedua pemimpin ini berkomitmen untuk menyebarkan pesan toleransi di tengah meningkatnya gejolak global, konflik, dan ketegangan antarnegara. Kemudian mereka juga bersepakat bahwa solusi perdamaian abadi adalah terus menyuarakan dialog, saling menghormati, dan persatuan. 


Tak lupa, presiden juga mengapresiasi sikap Vatikan yang terus menyuarakan dan menyerukan perdamaian Palestina dengan mendukung two-states solution. Padahal, rasanya tidak pantas saat membicarakan perdamaian dan toleransi antaragama sementara Palestina masih terus membara seperti sekarang. 


Sudah lebih dari 300 hari Palestina bergelut sendiri. Tidak ada bantuan nyata dari negara mana pun di dunia ini. Lantas, perdamaian seperti apa yang mereka bicarakan? Bukankah dialog antarkedua pemimpin tersebut hanyalah kalimat penenang dan seruan perdamaian yang semu? Seakan-akan dunia sedang baik-baik saja.


Dialog, seruan dan kecaman, sepertinya bukan level yang seharusnya dilakukan oleh negara. Bahkan membagi kedua wilayah negara tersebut (two-state solution) juga bukan solusi final karena itu juga bukan hal yang diinginkan kedua pihak.  


Umat Islam Tidak Boleh Lengah


Misi besar dari kunjungan paus adalah seruan moderasi beragama. Namun, kedua pemimpin sekuler negeri ini tentu saja tidak keberatan dengan hal itu. Mereka justru akan tampil terdepan dan paling antusias menyambut kedatangannya. Opini media pun digiring untuk membuat setiap perkataan paus seolah menjadi wejangan berharga yang wajib diikuti dan diteladani. 


Ironis memang, toleransi kebablasan dan pluralisme yang terang-terangan bahkan mengarah pada pencampuran agama (sinkretisme) yang telah dipertontonkan dalam moderasi beragama. Maka perlu kita sadari bahwa dialog antaragama justru akan melemahkan ajaran Islam. Pemahaman yang ditanamkan pada proyek moderasi beragama dengan menyatakan semua agama sama adalah bentuk merendahkan Islam. 


Demikian pula dengan sinkretisme atau mencampuradukkan agama. Hal itu sama saja dengan mencampurkan kebatilan dengan kebenaran yang akan mengarah pada pemahaman bahwa agama bukanlah hal yang agung dan penting lagi. Alhasil, akan berujung pada peyelesaian masalah tidak berdasarkan pada agama melainkan pada pandangan dan pendapat manusia. 


Terakhir adalah makna toleransi. Di dalam Islam toleransi bukan mencampuradukkan ajaran agama, seperti apa yang rezim serukan hari ini. Toleransi dalam Islam adalah membiarkan dan menghormati ibadah nonmuslim tanpa ikut campur di dalamnya. Baik hanya sekadar mengucap, berpartisipasi, atau bahkan berkolaborasi. Sebagaimana telah difirmankan Allah Swt. di dalam surah Al-Kafirun ayat 6,


“Untukmu agamamu dan untukku agamaku.” (QS. Al–Kafirun: 6)


Di dalam ayat tersebut, ada batasan yang jelas dalam bertoleransi kepada nonmuslim. Tidak mencampuradukkan akidah dan ajaran Islam serta tetap menjaga martabat Islam dengan menunjukkan kemuliaan dan kewibawaan Islam sebagai ajaran yang membawa rahmat untuk seluruh alam.


Oleh karena itu, sebagai seorang muslim sudah seharusnya kita bersikap kritis terhadap setiap peristiwa yang terjadi. Tidak boleh hanya mengikuti arus yang sengaja dibuat oleh rezim. Wallahualam bissawab. [MGN/MKC]

Kejahatan Anak Makin Menjadi, Tanda Rusaknya Fitrah Anak

Kejahatan Anak Makin Menjadi, Tanda Rusaknya Fitrah Anak

 



Seperti gunung es, anak-anak yang menjadi pelaku kejahatan

terus meningkat dari tahun ke tahun di berbagai wilayah Indonesia


______________________________


Penulis Ummu Ahsan 

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia.


Orang tua mana yang tidak bahagia jika anak-anaknya bisa sukses dunia akhirat. Orang tua mana yang tidak merasa bangga jika anak-anaknya bisa menjadi generasi yang berguna bagi nusa dan bangsa. Itulah harapan orang tua kepada buah hati mereka, sehingga rela berkorban apa saja demi harapan itu terwujud.


Namun sayang seribu kali sayang, terkadang harapan itu pupus bukan karena waktu tapi karena rusaknya fitrah anak. Kasus demi kasus telah membuktikan bahwa remaja saat ini fitrahnya sedang tidak baik-baik saja. Seperti kasus pembunuhan seorang siswi berusia 13 tahun yang diduga dilakukan oleh empat orang pelajar di kota Palembang, Sumatra Selatan. 


Sungguh tak bermoral, pemicu dari kasus tersebut diduga setelah menonton film dewasa. Terbukti ditemukan adanya video dewasa dalam HP salah satu pelaku yang tiada lain adalah pacar dari korban.


Diketahui bahwa pacar si korban dalam melancarkan rencananya mengajak tiga temannya. Polisi saat ini telah menetapkan IS (16), MZ (13), AS (12), dan NS (12) sebagai tersangka. (cnnindonesia.com, 6-9-2024) 


Sungguh miris, generasi yang seharusnya fokus untuk meraih cita-cita dan mewujudkan harapan kedua orang tuanya, menjadi pribadi yang bertakwa tengah terjerat kasus yang keji pemerkosaan dan pembunuhan. Fenomena ini sekaligus menjadi potret buram bagi anak-anak yang kehilangan dunia bermain dan belajar sesuai dengan fitrahnya.


Kasus di atas hanyalah sebagian dari kasus yang nampak di permukaan, karena tidak semua kasus yang terjadi dilaporkan dengan alasan yang ditutupi oleh pihak keluarga korban. 


Seperti gunung es, anak-anak yang menjadi pelaku kejahatan terus meningkat dari tahun ke tahun di berbagai wilayah Indonesia. Ini menunjukkan adanya problem serius baik pada keluarga, lingkungan maupun negara saat ini. 


Istana yang paling indah adalah keluarga, mengapa dikatakan demikian karena keluarga adalah tempat berkasih sayang antara anggota keluarga yang lain. Di dalamnya ada ibu yang menjadi sekolah utama dan pertama. 


Namun dalam negara bersistem ekonomi kapitalis, rakyat hidup sengsara sehingga para ibu tidak mampu menjalankan peran sesuai fitrahnya. Di antaranya karena maraknya ibu bekerja, sebab kemiskinan atau karena arus kesetaraan gender. 


Selain itu, tingginya angka perceraian mampu memengaruhi kepribadian anak. Anak-anak menjadi korban dan terbentuk menjadi pelaku kejahatan dari perpisahan kedua orang tuanya. Alhasil, keluarga yang menjadi benteng pertahanan terakhir untuk generasi tidak dapat berfungsi secara optimal. 


Setali tiga uang, lingkungan hari ini banyak memberikan contoh yang kurang baik di sekolah maupun di masyarakat. Media menayangkan pornoaksi pornografi, adegan kekerasan, dan berbagai kemaksiatan lainnya yang dengan mudah dapat diakses tanpa batas.


Secara tidak langsung hal seperti itu telah merusak fitrah anak. Mereka tumbuh dengan semua faktor penyebab kemaksiatan tanpa memahami standar terpuji dan tercela. Mereka menjadi dewasa sebelum waktunya, jelas semua itu telah memberikan dampak negatif pada perilaku anak.


Faktor pemicu adalah yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara penuh dari semua persoalan masyarakat dan menentukan semua kebijakan. Adanya pembiaran dari faktor pemicu kemaksiatan bagian dari ideologi sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan yang asasnya dari ideologi kapitalisme dari negara barat. Sekularisme mengajarkan hidup bebas yang dituntun oleh hawa nafsu, sehingga standar kebahagiaan diletakkan pada kepuasan materi semata.


Perilaku generasi akan menjadi liberal tanpa memikirkan akibat dari tindakannya apalagi mengaitkan dengan kehidupan akhirat. Maka, tak heran banyak kita temukan generasi yang pandai secara akademik namun candu pornografi, mental illness, candu judi online, miras, narkoba, free sex, dan sebagainya. Bahkan, mereka sudah bangga dengan kejahatan dan kemaksiatan yang dilakukannya.


Tak ada asap kalau tak ada api. Kejahatan anak adalah masalah sistemis, maka butuh solusi yang sistematis, yaitu solusi yang datang dari Sang Pencipta.


Pertama, wajib menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, sehingga kurikulumnya berkesinambungan yang akan meningkatkan keimanan dan ketaatan pelajar kepada Allah Swt..


Kedua, negara memberikan akses secara gratis dalam mengecap pendidikan dikarenakan pendidikan adalah salah satu kebutuhan mendasar, sehingga baik orang tua dan pelajar tidak terbebani dengan biaya pendidikan yang setinggi langit.


Fungsi keluarga pun akan kembali sesuai fitrahnya. Serta terbentuknya lingkungan masyarakat yang menghidupkan amar makruf nahi mungkar yang akan menjadi langkah preventif. 


Ketiga, negara tidak menormalisasi segala bentuk kemaksiatan dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku. Hukuman dalam Islam memiliki sifat yang membuat pelaku jera tidak mengulangi lagi perbuatannya. Setiap pelaku yang terkategori akil balig dan mukalaf bisa diterapkan sanksi, termasuk para remaja.

 

Walhasil, generasi yang unggul tidak akan lahir dari sistem sekuler. Dibutuhkan penerapan sistem yang baik dan benar seperti pada sejarah Kekhilafahan Abbasiyah.


Bukan tidak mungkin perubahan sistem itu akan terjadi karena istilah "perubahan" telah digunakan negara Indonesia sepanjang sejarahnya. Wallahualam bissawab. [SM-DW/MKC]

Maraknya Kejahatan Anak, Buah Penerapan Kapitalisme Sekularisme

Maraknya Kejahatan Anak, Buah Penerapan Kapitalisme Sekularisme



Sayangnya, sistem yang diterapkan hari ini adalah kapitalisme sekularisme

sebuah sistem kehidupan yang memisahkan antara agama dengan kehidupan

______________________________


Penulis Susci

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan
Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Balut, Sulteng


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Publik kembali dihebohkan dengan kasus pemerkosaan sekaligus pembunuhan yang dilakukan oleh sekelompok anak. Kejahatan tersebut melibatkan empat orang anak yang salah satu dari mereka telah terkategorikan dewasa, dan tiga di antaranya masih tergolong remaja. Kejahatan tersebut terjadi pada anak berusia 13 tahun di Palembang, Sumatra Selatan. (tvonenews.com, 08-09-2024)


Kasus kejahatan yang dilakukan oleh anak bukanlah suatu hal yang baru saja terjadi. Kasus seperti ini menjadi kasus yang sering kali terulang. Berbagai macam motif kejahatan anak yang sering kali dijumpai, yakni perampokan, pemerkosaan, bahkan sampai pada pembunuhan.


Anak-anak yang seharusnya di masa mudanya dimanfaatkan untuk belajar dan bermain, justru harus terlibat dalam tindak pidana, akibat perbuatan mereka sendiri.


Keadaan ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi sebagian orang. Nampaknya, pergaulan anak hari ini tak bisa dikatakan aman.


Rusaknya perilaku anak menggambarkan adanya permasalahan terhadap tatanan kehidupan hari ini. Sebab, setiap perilaku anak memiliki sumber penyebabnya.


Kejahatan yang dilakukan anak, bukanlah kejahatan yang terjadi secara otomatis, melainkan adanya stimulasi dari berbagai arah, seperti kerusakan akhlak, terbukanya peluang, peredaran media sosial yang negatif, serta keberadaan hukum yang tidak berefek jera.


Maraknya kejahatan anak tak bisa dilepaskan dari rusaknya karakter mereka. Karakter yang jauh dari agama, menyebabkan anak tak lagi mempertimbangkan perilaku berdasarkan pada halal dan haram. Hilangnya rasa takut kepada Allah Swt., membuat mereka bebas melakukan perilaku apa pun.


Apalagi penerapan sistem pendidikan hari ini hanya berorientasi pada pembentukan anak yang mampu bersaing di dunia kerja, dibandingkan pada perbaikan akidah. Tak heran jika output generasi hari ini kerap terlibat pada tindak kejahatan, sekalipun berstatus pelajar. Padahal, pendidikan merupakan wadah paling penting dalam membina akidah dan akhlak anak.


Selain itu, hilangnya kontrol keluarga terhadap perkembangan anak, menyebabkan anak bebas melakukan apa pun tanpa perlu merasa takut dan khawatir. Keluarga hari ini hanya disibukkan pada urusan-urusan tertentu, dan melalaikan peran dalam membina dan mendidik anak.


Tak hanya itu, pengaruh lingkungan juga menjadi penyebab merantainya tindak kejahatan yang dilakukan anak. Pergaulan bebas dan pengaruh buruk telah memupuk di dalam sirkel pergaulan anak hari ini. Ajak mengajak pada perbuatan salah, menjadi tindakan yang kerap dilakukan.


Anak tidak mampu lagi menyaring mana lingkungan yang sehat dan mana yang bukan. Ditambah lagi, hilangnya kontrol masyarakat, membuat upaya pencegahan tak lagi terjadi, yang nampak hanyalah sikap individualis di antara sesama.


Selain itu pula, pengaruh media sosial juga tak lagi dapat dibendung. Arus informasi begitu deras diakses oleh para anak, tak ada batasan dalam pengawasan media sosial, setiap anak bebas mengakses tontonan apa saja, tanpa ada yang membatasinya. Seperti, tontonan kejahatan maupun tontonan pornografi.


Tontonan-tontonan seperti ini memberikan peluang bagi anak untuk mencoba-coba melakukannya. Rasa ingin tahu membuat perilaku apa pun terlihat mudah dilakukan. Konten pornografi maupun kejahatan yang bebas diakses berhasil mengacak-acak naluri dan melumpuhkan fungsi akal anak, sehingga banyak anak yang tak mampu mengontrol dirinya dan memilih melakukan kejahatan tersebut.


Dalam mengatasi tindak kejahatan yang marak dilakukan anak tentu dibutuhkan peran negara, sebagai langkah praktis dalam mengatasi perilaku anak. Pencapaian negara dapat diukur dari sistem yang diterapkannya. Sayangnya, sistem yang diterapkan hari ini adalah kapitalisme sekularisme, sebuah sistem kehidupan yang memisahkan antara agama dengan kehidupan. Sistem inilah yang menjadi cikal bakal dari maraknya tindak kejahatan yang dilakukan anak.


Pasalnya, kapitalisme sekularisme menghadirkan sistem pendidikan yang berasaskan materialis. Segala sesuatu diukur dari nilai yang nampak, baik berupa uang, harta, jabatan, serta status. Tak heran, banyak dari kalangan anak yang berlomba-lomba memimpikan semua itu, tanpa adanya keinginan untuk mendapatkan pendidikan berasaskan akidah. Tak heran banyak anak yang berpendidikan, namun memiliki perilaku yang buruk.


Selain itu, kapitalisme sekularisme menghadirkan keluarga dan masyarakat yang individualis, di antara mereka tidak memiliki sikap peduli dan berkasih sayang. Setiap perbuatan diserahkan pada individu masing-masing, tanpa saling memperhatikan di antara mereka. Semua orang terlihat sibuk dengan urusan pribadi masing-masing, sampai lupa untuķ peduli dan mengatasi permasalahan tindak kejahatan yang terus dilakukan oleh anak.



Tak hanya itu, kapitalisme sekularisme tidak memberikan penjagaan yang kuat terhadap peredaran media sosial. Banyaknya tontonan yang rusak beredar di kalangan anak, baik berupa pornografi maupun tontonan kejahatan lainnya.


Wajar saja, banyak anak yang terdorong melakukan tindak kejahatan tersebut. Sayangnya, di tengah penerapan kapitalisme sekularisme, upaya penuh dalam peredaran konten-konten rusak di media sosial hanyalah sebuah ilusi. Faktanya, tontonan tersebut masih saja bisa terakses.

 

Mirisnya, kapitalisme sekularisme tidak memilki sanksi tegas terhadap anak. Banyak anak pelaku kejahatan yang hanya mendapatkan tahap rehabilitasi, tanpa di penjara dengan pertimbangan masih berstatus di bawah umur. 


Padahal, pelaku tersebut secara akal telah berfungsi dan sudah melewati masa balig. Seharusnya, mereka mendapatkan hukuman berdasarkan dengan perbuatan yang telah mereka lakukan. Namun faktanya tidak demikian.


Banyak anak yang tidak diberikan hukuman, diķarenakan pertimbangan usia, sehingga kelemahan hukum inilah yang menjadi alasan sering maraknya tindak kejahatan yang dilakukan anak. Sebab, merasa adanya perlindungan hukum bagi mereka.


Solusi Islam Mengatasi Maraknya Kejahatan Anak


Dalam Islam, kejahatan merupakan tindakan zalim yang tidak boleh dibenarkan. Para pelaku kejahatan akan mendapatkan ganjaran dari perbuatan yang dilakukannya.


Dalam menangani maraknya kejahatan yang dilakukan anak, maka Islam memiliki langkah-langkah tertentu, di antaranya pencegahan dan penanganan. Sebelum Islam memberikan hukuman bagi pelaku kejahatan, maka Islam akan mencari akar dari munculnya permasalahan tersebut.

 

Dalam hal pencegahan, maka Islam akan menyediakan sistem pendidikan berbasis akidah. Setiap anak akan dikuatkan keimanannya, agar mampu mengontrol dirinya dari perilaku yang dilarang Allah Swt..


Sistem pendidikan berbasis akidah akan membina dan mendidik anak agar memiliki rasa takut kepada Allah Swt. jika melakukan kejahatan, bahkan tidak satu pun dari mereka yang berani melakukannya.


Selain itu, Islam akan mendorong keluarga dan lingkungan agar senantiasa mengontrol dan saling peduli di antara sesama. Tidak ada perilaku individualis maupun pembebasan begitu saja yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan.


Bagi Islam keluarga merupakan institusi terkecil yang akan membina dan mengontrol anak, agar tetap pada perilaku-perilaku yang baik. Begitu pun lingkungan dalam Islam akan senantiasa  menjalankan perannya dalam menyebarkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.

 

Dalam hal penyebaran media sosial, Islam akan mengontrol dan memastikan tidak adanya penyebaran konten yang kurang mendidik dan akan memengaruhi perilaku anak. Islam akan memastikan konten-konten yang tersebar berupa edukasi, pendidikan, dan dakwah. Anak tidak akan dibiarkan menghabiskan waktu dan pikirannya hanya untuk hiburan semata, yang banyak tersebar di media sosial.


Pembatasan tontonan media sosial akan diberlakukan oleh negara demi menjaga perbuatan anak. Apalagi ketertarikan kepada media sosial cukup besar. Oleh karena itu, informasi maupun tontonan yang sering kali diakses oleh anak haruslah bernilai kebaikan, bukan sebaliknya.



Selain pencegahan, Islam juga punya cara dalam hal penanganan. Penanganan berlaku bagi mereka yang tidak patuh terhadap peraturan dan sering kali melakukan kejahatan.  


Penanganan berupa hukuman bagi pelaku.  Hukuman dalam Islam berfungsi menggugurkan dosa dan mencegah terjadinya kasus berulang. Hukuman bagi pelaku juga memiliki ketentuan.


Dalam Islam, hukuman bagi pelaku tidak ditentukan dari standar umur, melainkan diukur dari akil dan balig. Bagi pelaku kejahatan yang telah akil dan balig, maka dia tetap akan dikenakan hukum.


Sebab, akil dan balig merupakan standar yang memastikan bahwa pelaku tersebut sudah mampu membedakan baik dan buruk dan memiliki kemampuan dalam mencari setiap kebaikan-kebaikan dan menghindari setiap keburukan.


Dengan menggunakan standar tersebut, tidak akan ada lagi pelaku yang bersembunyi dari identitas anak di bawah umur. Tidak ada lagi anak yang hanya mendapatkan rehabilitasi semata, padahal secara akal dan balig sudah mampu melakukan kejahatan tersebut. 


Hukuman dalam Islam berupa hukuman takzir bagi pelaku, yaitu hukuman berupa ancaman, cambukan, pengasingan, penyitaan, bahkan sampai pada hukuman mati, tergantung jenis perbuatan yang dilakukan. Dengan begitu, tidak akan ada lagi anak yang berani melakukan tindak kejahatan, baik itu pemerkosaan maupun pembunuhan, mengingat hukuman yang diberikan amatlah berat.



Alhasil, sudah seharusnya umat menyadari bahwa kapitalisme sekularisme-lah yang menjadi dalang dari maraknya tindak kejahatan, sebab kapitalisme sekularisme berasal dari standarisasi akal manusia.


Oleh karena itu, umat harus menjadikan Islam sebagai satu-satunya solusi dalam mengatasi permasalahan kejahatan yang marak dilakukan anak. Sebab, Islam berasal dari Allah Swt. Tuhan pencipta alam semesta. Wallahualam bissawab. [SM-GSM/MKC]

Menyoal Susu Ikan untuk Menu Makan Bergizi Gratis

Menyoal Susu Ikan untuk Menu Makan Bergizi Gratis


 

Susu ikan jadi pilihan menu makan bergizi gratis

Merespons isu stunting juga ketahanan pangan yang merupakan isu global


______________________________


Penulis Mardiyah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pendidik di Sekolah Anak Tangguh


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Susu ikan jadi pilihan menu makan bergizi gratis. Merespons isu stunting juga ketahanan pangan yang merupakan isu global. Pemerintah Indonesia merencanakan program makan bergizi gratis, pembagian susu gratis, dan susu ikan gratis.


Susu ikan digadang-gadang sebagai menu makan bergizi gratis dari presiden terpilih Prabowo-Gibran. Namun, pilihan susu ikan ini disoroti media asing yang mempertanyakan gizi dari susu ikan tersebut.


The Sydney Morning Herald, media Australia menyoroti rencana mengganti susu sapi dengan susu ikan. Selain itu, mempertanyakan dampak kesehatan dari susu ikan. Sementara, The Strait Times media Singapura mewartakan bahwa susu ikan sudah lama jadi andalan pemerintah RI untuk mengganti susu sapi. (cnnindonesia, 13-9-2024)



Sayangnya, untuk menghasilkan susu ikan butuh proses dan biaya yang tinggi. Karena melalui proses industrialisasi yang tidak murah. Artinya, pemerintah melalui program susu gratis ini memberikan peluang usaha yang sangat besar bagi pengusaha atau oligarki.



Padahal, laut Indonesia menghasilkan banyak ikan segar yang berprotein tinggi. Jika pemerintah mau, tidak perlu ikan-ikan tersebut diproses jadi susu ikan. Langsung dibeli dari nelayan kemudian diolah menjadi hidangan bergizi.



Jauh sebelum susu ikan, nasi jagung pernah menjadi perbincangan sebagai alternatif untuk makan bergizi gratis. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PKM) Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa nasi jagung bisa menjadi alternatif menu makan bergizi gratis.(kuninganmass.com, 1-9-2024)



Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi akan terjadi pelebaran defisit pada tahun 2025 sekitar 2,45-2,8% dan akan menghabiskan anggaran Rp450 triliun setahun untuk susu ikan pada program makan bergizi gratis ini.



Kebijakan pemerintah seolah untuk kesejahteraan rakyat, padahal sejatinya hanya memberikan peluang kepada sejumlah korporasi dan oligarki untuk menyuburkan bisnisnya. Inilah watak asli negara demokrasi yang hanya berupa kebijakan setengah hati dan ingin lepas tangan dalam mengurus rakyatnya. Negara sengaja menunggangi isu generasi untuk memuluskan proyek.

 

Daulah Islam bersungguh-sungguh dalam menangani hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan rakyat. Karena syariat Islam mewajibkan kepala negara agar bertanggung jawab atas segala urusan rakyatnya.

 

Rasulullah bersabda: "Pemimpin adalah raa'in/pengurus urusan rakyatnya, Dia harus bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR al-Bukhari dari Abdullah Ibnu Umar)


Khalifah kedua Sayidina Umar Ibnu al-Khattab memberikan teladan luar biasa dalam hal ini. Suatu malam beliau mengadakan ronda malam beserta pembantunya. Beliau ingin memastikan rakyatnya tidak ada yang kelaparan. Beliau menyusuri kampung-kampung pinggiran kota Madinah.


Sayidina Umar ditemani Aslam mendapati sebuah tenda yang di dalamnya terdengar suara anak menangis. Beliau mendapati seorang ibu yang merebus batu untuk menghibur anak-anaknya yang kelaparan.


Sayidina Umar kembali ke gudang Baitulmal mengambil bahan makanan untuk diserahkan pada keluarga yang kelaparan tersebut. Seperti itulah Umar memberikan teladan kepada umat Islam.

 

Ketahanan pangan betul-betul bisa diwujudkan di Daulah Islam. Karena negara menjamin ketersediaan lahan pertanian. Negara melarang alih fungsi lahan pertanian. Negara membantu siapa saja di antara warganya yang ingin bertani dan membutuhkan modal. Negara akan mengizinkan dan memberikan kepada siapa pun yang menghidupkan tanah mati.

 

Dalam Daulah Islam, pemimpin akan sepenuh hati melayani umat dan punya perhatian yang spesial pada jaminan kualitas generasi. Memenuhi kebutuhan dasar mereka dengan standar pemenuhan yang berkualitas maksimal. Daulah Islam menyadari amanah dan tanggung jawab besar yang harus diwujudkan sehubungan dengan keberlangsungan peradaban yang ditopang dengan generasi kuat fisik dan kepribadian.



Hanya Daulah Islam yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk menyejahterakan rakyat dengan konsep Baitulmal yang kuat. Kenapa Baitulmal bisa kuat dan memiliki dana yang berlimpah? Karena dasar negara Daulah Islam adalah akidah Islam.

 

Sumber pemasukan Baitumal ada tiga pos, yaitu:


Pertama, meliputi ghanimah atau harta rampasan perang, kharaj yaitu pajak dari tanah yang ditaklukkan, tanah-tanah, jizyah yaitu pajak dari kafir dzimmi, fai dan dharibah atau pajak dari muslim kaya ketika kas Baitulmal kosong.

 

Kedua meliputi pos kepemilikan umum meliputi minyak bumi, panas bumi, gas, listrik, barang tambang, kekayaan laut, selat, sungai, mata air kekayaan yang ada di hutan, padang gembala, hima dan lain-lainnya.

 

Ketiga pos zakat meliputi zakat uang, komoditas perdagangan, hasil pertanian termasuk buah-buahan, zakat unta, zakat sapi, zakat domba. Semua kekayaan ini dikelola oleh negara atau Baitulmal. Negara tidak menyerahkan kepada para investor asing, sehingga rakyat betul-betul bisa menikmati hasil kekayaan negara yang dikelola sesuai syariat.

 

Pada masa Khalifah Abdullah al-Makmun dari Kekhilafahan Abbasiyah, pemasukan kharaj mencapai 3,196 miliar dirham dan 3,917 juta dinar. Di samping itu ada berbagai komoditas hasil pertanian. Semua kekayaan ini diserahkan ke Baitulmal.

Pemasukan dari pos kharaj digunakan untuk menggaji para pejabat dan pegawai negara. Selain itu, untuk membiayai jihad fi sabilillah, pembangunan infrastruktur dan dibagikan oleh khalifah kepada siapa saja yang dianggap berhak mendapatkannya. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Wakil Rakyat Gadaikan SK, Demokrasi Bikin Sengsara

Wakil Rakyat Gadaikan SK, Demokrasi Bikin Sengsara

 



Kebiasaan wakil rakyat menggadaikan SK pasca dilantik

merupakan salah satu potret buruk politik demokrasi

______________________________


Penulis Ledy Ummu Zaid
Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Siapa bilang jadi wakil rakyat itu menyenangkan dan sejahtera. Nyatanya, terjun ke dalam politik demokrasi hari ini malah bikin sengsara.

Memang yang dilihat masyarakat jadi wakil rakyat alias anggota dewan itu pasti hidupnya enak, bergelimang harta, bisa bolak-balik ke luar negeri, dan lain-lain. Tetapi di balik itu semua, ada harga yang tak murah untuk meraih kursi kebesaran mereka.

 

Dalam hal ini, sepertinya peribahasa “Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian” tidak dapat menggambarkan keadaan para wakil rakyat. Dilansir dari laman id.wikiquote.org (02-06-2020), peribahasa tersebut dapat diartikan sebagai perbuatan yang walaupun terasa berat, namun dapat menghasilkan hasil yang baik di kemudian hari.

 

Sayangnya, fenomena wakil rakyat beramai-ramai gadaikan SK setelah pelantikan, sebaliknya membuat hidup tak tenang. Alih-alih di kemudian hari mendapatkan hasil yang untung, malah merugi tak karuan alias buntung.

Banyak Wakil Rakyat yang Menggadaikan SK


Dilansir dari laman detik.com (07-09-2024), sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Jawa Timur beramai-ramai menggadaikan Surat Keputusan (SK) pengangkatan ke bank. Adapun pengamat politik Universitas Brawijaya (UB), Prof. Anang Sujoko menilai langkah anggota legislatif menggadaikan SK adalah fenomena yang cukup memprihatinkan. Para wakil rakyat yang terpilih harus memikul beban berat setelah pelantikan, yaitu membayar utang mahalnya biaya proses demokrasi yang akhirnya memenangkan mereka.

 

Menurut pengamat politik tersebut, pengeluaran untuk seorang bakal calon legislatif (bacaleg) bukan hanya ratusan juta. Namun ia memperkirakan modal untuk menjadi caleg bisa melebihi angka Rp1 miliar saat ini.

 

Misalnya untuk pengadaan alat-alat kampanye. Selain itu, adanya biaya yang dibutuhkan oleh tim sukses untuk masing-masing bacaleg. Kemudian, biaya untuk merawat konstituen atau program-program yang bisa meningkatkan loyalitas konstituen juga menjadi faktor mahalnya politik demokrasi di negeri ini.


Prof. Anang Sujoko juga memaparkan mencalonkan diri sebagai wakil rakyat tentu saja tidak murah bagi setiap bacaleg. Walhasil, ada di antara mereka yang harus pinjam modal kepada pihak-pihak tertentu. Baik itu pinjam ke personal maupun ke perbankan. Kemudian, yang terjadi selanjutnya adalah biaya yang dikeluarkan harus segera dikembalikan setelah pelantikan. Maka tak heran, caleg terpilih harus menempuh langkah untuk menunaikan kewajiban mengembalikan modal yang telah dipakai.

 

Sedangkan, dilansir dari laman rejabar.republika.co.id (07-09-2024), puluhan anggota DPRD Subang periode 2024-2029 yang baru saja dilantik pada Rabu (4/9) menggadaikan SK pengangkatan ke bank sebagai agunan atau jaminan untuk meminjam uang. Dari 50 anggota DPRD Subang, setidaknya ada 10 anggota yang mengajukan pinjaman dengan nilai yang bervariasi.

 

Diketahui besarnya pinjaman mulai dari Rp500 juta hingga Rp1 miliar. Adapun pinjaman tersebut akan dilunasi secara mencicil selama maksimal lima tahun atau selama masa bakti sebagai anggota dewan. Ringkasnya, gaji mereka akan dipotong sebesar 50 persen setiap bulannya.

 

Fakta banyak anggota DPRD yang menggadaikan SK dibenarkan oleh Anik Maslachah, Ketua DPRD Jawa Timur. Dilansir dari laman suarasurabaya.net (10-09-2024), ia mengatakan bahwa fenomena anggota DPRD ramai-ramai menggadaikan SK ini merupakan hak setiap masing-masing anggota dewan.

 

Menurutnya, keputusan menggadaikan SK dan untuk keperluan apa, itu merupakan privasi dari setiap anggota dewan. Hal tersebut juga disebut-sebut tidak melanggar peraturan. Anik juga menambahkan selama anggota dewan mampu mengangsur dan pemerintah tidak ada yang dirugikan, maka itu sudah ranah privasi masing-masing, atau hak setiap individu yang tidak perlu dilarang.

Faktor yang Melatarbelakangi Wakil Rakyat Menggadaikan SK


Miris, menjabat kekuasaan dan mengemban amanah rakyat malah terjerumus dalam dosa seperti riba bahkan korupsi. Kebiasaan wakil rakyat menggadaikan SK pasca dilantik merupakan salah satu potret buruk politik demokrasi. Tradisi ini disinyalir karena mahalnya ongkos politik untuk meraih kursi kekuasaan.

 

Tak hanya itu, maraknya gaya hidup hedon wakil rakyat dalam sistem sekuler demokrasi juga turut andil dalam pengelolaan harta yang salah. Alih-alih bekerja demi kepentingan rakyat, yang ada adalah merebaknya budaya korupsi dan penyalahgunaan jabatan di kalangan pejabat publik, termasuk wakil rakyat.

 

Sistem kapitalis dengan asas demokrasinya ternyata menjadi akar permasalahan politik demokrasi yang mahal. Bagaimana tidak, kapitalisme yang merupakan ideologi kehidupan telah menjadikan materi di atas segalanya.

 

Kemudian, demokrasi sendiri yang seolah mengedepankan suara rakyat, tetapi selama ini seringnya hanya mendengarkan suara kalangan elite. Oleh karena itu, bukanlah hal yang mengherankan lagi rakyat tidak sejahtera karena pengaturan kehidupannya diwakilkan oleh para pejabat yang tidak amanah dan hanya berlomba-lomba mengejar kekuasaan.

Islam Mencetak Pejabat yang Amanah


Berbeda halnya dengan sistem Islam yang menetapkan jabatan adalah amanah. Adapun landasannya adalah akidah, dan standarnya adalah hukum syarak. Dengan begitu, para pejabat akan menjalankan amanah dengan sungguh-sungguh dalam rangka meraih rida Allah Subhanahu wa taala. Kemudian, adanya sistem pendidikan Islam juga turut menentukan bagaimana pribadi para pejabat, yakni syakhsiyah Islam atau kepribadian Islam yang lahir dari akidah yang kuat.

 

Dalam sistem Islam terdapat Majelis Umat (MU) yang tupoksinya berbeda dengan wakil rakyat dalam demokrasi. Adapun fungsi MU ini adalah menjembatani aspirasi umat yang mana mereka dipilih karena kepercayaan, bukan iklan atau pencitraan belaka yang berbiaya mahal. Negara atau Daulah Islam tentu mencetak para pejabat yang amanah untuk mengatur urusan umat sesuai syariat. Seorang pemimpin negara akan sangat berhati-hati dan sungguh-sungguh dalam mengatur segala kehidupan umat.

 

“Imam (Khalifah) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.”(HR. Al-Bukhari dan Ahmad)

 

Nantinya, pemimpin negara juga akan memberi upah yang sepadan atas dedikasi MU dalam mengurus umat. Setiap individu rakyat akan dimuliakan dengan terpenuhinya segala kebutuhan hidup mereka, seperti pendidikan dan kesehatan gratis serta kemudahan mengakses hukum yang adil. Apalagi para pejabat di Daulah Islam sudah pasti akan dimuliakan dan dididik dengan baik dalam mengemban amanah di MU.

Khatimah


Sayangnya, di sistem kapitalis yang mengedepankan demokrasi ini, persoalan umat terlanjur kompleks dan saling memengaruhi. Adapun kerusakan pemikiran umat hari ini telah menjalar ke berbagai lini, tak terkecuali sistem politik.

 

Kasus wakil rakyat menggadaikan SK menunjukkan politik demokrasi benar membuat sengsara.  Karena itu, umat membutuhkan solusi hakiki yang menyeluruh, yaitu diterapkan syariat Islam secara kafah atau menyeluruh dalam sistem pemerintahan Islam. Wallahualam bissawab. [SM-GSM/MKC]