Alt Title
Ganti Menteri Ganti Kurikulum, Efektifkah

Ganti Menteri Ganti Kurikulum, Efektifkah

 


Sebelum menerapkan kurikulum pendidikan

harus tentukan terlebih dahulu asas apa yang dipakai 

_______________________


Penulis Khusnul Khotimah.SP

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Umat


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Isu perubahan kurikulum pendidikan mengemuka seiring dengan pernyataan Menteri Dikdasmen Abdul Mu'ti pada suatu acara baru-baru ini.


Dilansir dari kompas.com, (11-11-2024), Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti sempat menyebutkan akan menggagas Kurikulum Deep Learning. Kurikulum Deep Learning ini diwacanakan sebagai pengganti Kurikulum Merdeka Belajar yang sudah diterapkan. 


Pernyataan Mendikdasmen ini semakin menguatkan opini yang ada di tengah masyarakat bahwa setiap ganti menteri, maka pasti ganti kebijakan dan ganti kurikulum. Terbukti selama ini memang selalu ada perubahan kurikulum ketika ada pergantian menteri.


Persoalan di dunia pendidikan saat ini makin kompleks dan beragam, tentu dibutuhkan kebijakan baru. Kebijakan ini diharapkan mampu menyelesaikan persoalan yang sudah ada di dunia pendidikan dan menekan munculnya persoalan baru. Untuk itu dibutuhkan pengkajian mendalam tentang apa akar masalahnya dan bagaimana memperbaikinya. Pengkajiannya dioptimalkan dan dievaluasi agar mampu memberikan solusi yang tepat.


Apa itu Deep Learning?


Deep Learning merupakan penggabungan tiga elemen. Di antaranya terdiri dari Mindful Learning, Meaningful Learning, dan Joyful Learning.


Ketiga elemen tersebut dirancang dalam rangka menciptakan lingkungan belajar yang tidak hanya berfokus pada pengetahuan, tapi juga memberikan pengalaman. 


Apabila diterapkan dalam sebuah kurikulum sekolah, melalui konsep Mindful Learning, seorang guru akan menemukan keunikan setiap siswa, termasuk potensi dan kebutuhan individual mereka. Elemen selanjutnya adalah Meaningful Learning. Nantinya, siswa didorong untuk memahami alasan dan manfaat setiap materi pelajaran dalam kehidupan nyata. Terakhir Joyful Learning. Yakni menciptakan suasana belajar yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga menggugah pemikiran mendalam siswa terhadap materi yang dipelajari. (Tirto.id, 14-11-2024)


Akan Dibawa Kemana Masa Depan Generasi?


Wacana perubahan kurikulum ini langsung menimbulkan pro dan kontra karena pergantian kurikulum selalu menyita energi, pikiran, dan juga biaya yang tidak sedikit. Di sisi lain, masyarakat sedang mengalami berbagai krisis multidimensi, akhirnya makin memperberat beban yang akan dirasakan masyarakat.

 

Perubahan kurikulum yang diwacanakan pun masih dalam bingkai sistem pendidikan sekuler, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Siswa hanya didorong untuk meningkatkan skill dan kemampuan fisik tanpa disertai pembenahan karakter. Materi-materi pembelajaran yang ditetapkan dalam kurikulum lebih merespons pada kebutuhan industri tanpa menyertakan perbaikan mental dan spiritual siswa. 


Hasilnya bisa kita lihat saat ini, sekalipun sudah berganti menteri dan berganti kurikulum hasil pendidikan bukannya bertambah baik. Namun, justru makin banyak permasalahan pendidikan yang muncul seperti: persoalan bullying, tawuran, narkoba, pesta miras, seks bebas, LGBT, kriminalisasi guru, dan lain sebagainya.


Wajar jika akhirnya muncul pertanyaan, mampukah kurikulum baru ini memperbaiki kondisi dunia pendidikan di Indonesia?


Kurikulum pendidikan adalah pijakan utama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Untuk itu perlu landasan yang jelas dan tepat dalam menentukan kebijakan kurikulum pendidikan. Tidak hanya ganti menteri ganti kurikulum, tetapi harus didasari pada asas apa yang dipakai dalam merancang kurikulum ini dan hasil apa yang ingin dicapai.


Penerapan sistem pendidikan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan menjadi penyebab utama munculnya berbagai permasalahan di dunia pendidikan.


Kurikulum pendidikan sekuler yang diterapkan di negara kita menjadikan siswa hanya fokus pada hasil akademik saja. Siswa dijejali dengan berbagai bidang ilmu dengan tujuan bisa menjadi bekal mereka ketika lulus mudah mendapatkan pekerjaan. 


Dengan dalih mengikuti kebutuhan dan tuntutan dunia industri, maka kurikulum pendidikan akhirnya hanya mengarah pada hasil untuk memenuhi standar yang diharapkan oleh dunia industri. 


Di sisi yang lain, guru dibebani dengan tugas-tugas administrasi yang banyak dan beragam. Beban tugas administrasi guru ini sangat memberatkan dan menyita waktu, pikiran, dan tenaga. Akibatnya, konsentrasi guru dalam mengajar sering kali hanya fokus pada penyampaian materi tanpa menjalankan fungsinya sebagai pendidik. 


Walhasil, peran guru sebagai pendidik yang menghantarkan siswa memiliki karakter dan berakhlak baik tergerus dengan tugas administrasi sehingga sosoknya hanya mengajarkan materi pelajaran saja. Sesungguhnya guru dituntut untuk menanamkan nilai-nilai kepribadian pada siswa. 


Namun sayang, dalam kurikulum sekuler pendidikan adab dan kepribadian tidak menjadi fokus utama dalam pendidikan. Wajar jika akhirnya muncul berbagai permasalahan yang melanda dunia pendidikan. Sekalipun kurikulum pendidikan sudah berkali-kali diganti, tapi generasi emas yang diharapkan tercapai pada tahun 2045 semakin jauh dari harapan. 


Dengan demikian, fokus perhatian seharusnya lebih serius dalam penentuan kebijakan kurikulum pendidikan. Dibutuhkan evaluasi mendalam, mengapa kurikulum yang diterapkan belum mampu mewujudkan tujuan yang diharapkan.


Kurikulum dalam Sistem Pendidikan Islam


Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Allah Swt. menciptakan manusia beserta aturan-aturannya. Aturan ini ketika diterapkan akan mampu menghantarkan manusia menuju kehidupan yang sejahtera, aman sentosa, dan berkeadilan. Sungguh suatu kehidupan yang dicita-citakan setiap manusia.


Dalam bidang pendidikan, Islam memiliki kurikulum khas yang menjadi landasan bagi tegaknya sistem pendidikan. Kurikulum pendidikan yang dibangun di atas landasan akidah Islam. 


Akidah Islam yang menjadi asas mendasar bagi kehidupan seorang muslim, asas bagi masyarakat, dan asas bagi negara. Dari landasan akidah ini maka seluruh ilmu pengetahuan yang dipelajari dan diberikan kepada siswa akan bersandar penilaiannya pada akidah Islam. 


Kurikulum pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk karakter dan kepribadian Islam. Yakni para siswa memiliki pola pikir Islam dan pola sikap Islam.


Pada tingkat sekolah dasar, pengajarannya akan fokus pada pemantapan akidah sehingga siswa dididik dengan berbagai ilmu dan tsaqafah yang akan memperkuat keimanannya. 


Sedangkan pada tingkat perguruan tinggi, ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan Islam boleh dipelajari untuk diketahui dan dipahami ketidaksesuaiannya dengan Islam.


Selain itu, Islam memberikan dorongan untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk kehidupan. Seperti ilmu perdagangan, pertanian, perindustrian, dan sebagainya.


Islam mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu karena ilmu adalah ukuran kemuliaan seorang. 


Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Mujadalah ayat 11, yang artinya: "Allah mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantara kamu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa saja yang kamu lakukan."


Melalui kurikulum pendidikan Islam maka akan terwujud manusia yang memiliki pola pikir dan pola sikap islami, mencetak generasi yang cerdas secara akal dan jiwa. Pada akhirnya, negara akan memiliki sumber daya manusia yang islami dan mampu menopang kemajuan sebuah peradaban.


Pada sisi yang lain, berbagai permasalahan pendidikan terjadi saat ini akan teratasi ketika menerapkan kurikulum pendidikan dengan asas akidah Islam. Sebab, Islam adalah agama sekaligus pandangan hidup yang akan membawa kepada kebaikan dunia dan akhirat. 


Sudah saatnya umat Islam kembali kepada syariat Allah Swt. dan menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan dalam naungan sistem pemerintahan Islam, yakni Daulah Islamiah. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Penjara Maksimum Security untuk Narapidana Spesial, Efektifkah?

Penjara Maksimum Security untuk Narapidana Spesial, Efektifkah?

 


Masyarakat berharap negara melakukan penanganan serius

dengan merancang kebijakan yang tepat

_______________________


Penulis Diyani Aqorib S.Si

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah Bekasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tingkat kriminalitas di Indonesia dari hari ke hari makin meningkat. Baik dari sisi jumlah maupun jenis kejahatan yang dilakukan. Mulai dari kejahatan yang ringan, berat hingga sadis. Wajar jika masyarakat merasa waswas dan tidak aman ketika beraktivitas di luar rumah. 


Masyarakat berharap negara melakukan penanganan serius dengan merancang kebijakan yang tepat, yang akan mampu menyelesaikan seluruh kasus kriminalitas sehingga kekhawatiran di tengah masyarakat pun hilang. Alih-alih menetapkan hukuman yang membuat para pelaku kejahatan jera, justru yang terjadi malah memberikan solusi yang tidak efektif dan tidak menimbulkan efek jera.


Dilansir dari kabar24.bisnis.com, (16-11-2024) Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto menjelaskan tentang adanya penjara dengan pengamanan maksimal. Penjara ini disebut dengan Super Maksimum Security. Model penjara seperti ini digadang-gadang akan membuat pelaku kejahatan jera.


Penjara maksimum security ini berada di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan, Jawa Tengah. Penjara maksimum security ini diperuntukkan bagi narapidana dengan masa tahanan 20 tahun, juga para residivis yang kerap melakukan kejahatan. Mantan Wakapolri itu juga menjelaskan penjara maksimum security memiliki ruangan berukuran 2x3 meter persegi dan akan dipantau ketat oleh pihak keamanan selama 24 jam.


Konon katanya para narapidana ini hanya bisa keluar ruangan selama 1 jam saja dengan mata tertutup, tidak diizinkan menggunakan alat komunikasi sehingga para napi spesial ini tidak dapat mengendalikan kejahatan di balik jeruji besi. 


Lalu muncul pertanyaannya. Apakah model penjara seperti ini akan efektif dan menimbulkan efek jera?


Akibat Lemahnya Hukum


Sudah menjadi rahasia umum bahwa hukum di negeri ini sangatlah lemah dan penuh cacat. Hukum begitu mudah dipermainkan terutama oleh orang-orang berduit. Mereka mudah mempermainkan hukum dengan gratifikasi terhadap oknum-oknum penegak hukum dengan harga yang fantastis.


Alhasil hukum pun bisa diperjualbelikan. Inilah celah yang berpotensi terjadinya kongkalikong antara petugas lapas dengan narapidana. Tak ayal, hukuman seketat apa pun tidak akan membuat jera para pelaku kejahatan. 


Kejadian seperti ini bukanlah hal aneh dalam sistem hukum demokrasi kapitalisme. Karena  semua dipandang berdasarkan materi. Pada akhirnya hukum pun dapat dikompromikan dengan berbagai kepentingan. Alhasil efek jera dari penegakan hukum pun tidak ada, akibatnya kejahatan terus merajalela.


Kondisi ini diperparah dengan ketidakadilan para oknum penegak hukum. Pada faktanya hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Diperparah dengan fungsi negara yang tidak hadir dalam mencegah berbagai kejahatan. Negara seolah tidak serius menangani kasus kriminalitas yang kian hari kian bervariasi modus kejahatannya.


Rusaknya sistem hukum di negeri ini tidak terlepas dari sistem demokrasi sekuler yang diterapkan selama ini. Akidah sekuler yang memisahkan agama dari negara membuat aturan yang dibuat pun menafikan campur tangan Tuhan. Sistem hukum dan peradilan di negeri ini semua berasal dari hukum buatan manusia yang mudah sekali diotak-atik sesuai kepentingan. 


Dengan begitu jelas bahwa sistem hukum di negeri ini bermasalah dan tidak mampu menyelesaikan akar permasalahannya. Maka sudah selayaknya sistem yang rusak ini diganti dengan sistem yang berasal dari Yang Maha Mengetahui, yaitu Allah Swt..


Sistem inilah yang akan menyelesaikan seluruh problematik umat manusia, termasuk sistem hukum dan peradilan. Solusi yang menyentuh akar permasalahan hanya ada pada sistem syariat Islam. 


Sistem Hukum dalam Islam


Kejahatan bukanlah sesuatu yang bersifat fitri pada diri manusia. Kejahatan juga bukan profesi yang diusahakan manusia.


Menurut Islam, kejahatan adalah perbuatan-perbuatan yang dicela oleh As-Syari' yakni Allah Swt.. Suatu perbuatan tidak dianggap sebagai kejahatan kecuali ditetapkan oleh syarak bahwa perbuatan itu tercela. 


Islam memiliki hukuman yang tegas dalam memberantas kejahatan. Dalam pandangan Islam, keamanan dan perlindungan jiwa manusia adalah hal yang utama. Tidak ada kata kompromi terhadap pelaku kejahatan. Hukum pun tidak dapat diperjualbelikan. 


Sistem sanksi dalam Islam disebut dengan uqubat. Sistem saksi ini berfungsi untuk mencegah manusia dari tindakan kejahatan atau disebut zawajir dan penebus sanksi di akhirat atau disebut jawabir


Allah Swt. berfirman:


"Dan dalam (hukum) qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa." (TQS. Al-Baqarah (2): 179)


Negara akan melakukan tindakan preventif agar kejahatan bisa ditekan, yaitu dengan menutup semua celah yang dapat menimbulkan tindakan kejahatan. 


Ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan negara yang berasaskan Islam. Tiga pilar yang akan menjaga dan menerapkan hukum sehingga tingkat kejahatan dapat diminimalisir bahkan dihilangkan. 


Semua itu hanya dapat diterapkan dalam sebuah institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara total, yaitu Daulah Islamiah. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Visi Indonesia Emas tapi Besti Sangat Terbatas

Visi Indonesia Emas tapi Besti Sangat Terbatas

 


Program Besti ini dirancang sebagai upaya menuju visi Indonesia Emas

Sayangnya, tidak semua pelajar bisa menerima


___________________



KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Pemerintah Kabupaten Bandung kembali membuka program Beasiswa ti Bupati (Besti) bagi calon penerima yang berprestasi dan penghafal Al-Qur'an.


Tepatnya tanggal 7//11/2024, digelar acara pembekalan bagi 197 calon penerima  di Gedung Moch Toha, Komplek Pemda Bandung di Soreang.


Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Bandung Dra. Hj. Lilis Suryani, M.Si menyatakan bahwa persiapan ini penting agar mahasiswa mampu menghadapi tantangan pendidikan tinggi. Sejak diluncurkan pada 2022, menurutnya Besti terus berkembang. Yang awalnya diberikan kepada 80 mahasiswa, kemudian di tahun 2023 menjadi 125 orang, dan tahun ini mencapai 250. (wartaparahyangan.com, 17-10-2024)


Dunia Pendidikan dalam Sistem Kapitalis


Pendidikan adalah modal besar untuk membangun generasi juga negara di masa yang akan datang. Untuk itu, program Besti ini dirancang sebagai upaya menuju visi Indonesia Emas. Sayangnya, tidak semua pelajar bisa menerima. Meskipun diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu, tetap ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi.


Salah satunya dengan menunjukkan prestasi akademik dan nonakademik. Di samping itu, dalam pelaksanaannya siswa yang terdaftar harus melalui proses seleksi ketat. Ada empat tahap yang harus dilewati, di antaranya wawancara dan tes hafalan Al-Qur'an sehingga dari total 2.875 pendaftar, hanya 197 siswa yang berhasil lolos.


Mendapatkan pendidikan tinggi yang berkualitas dengan harga terjangkau atau gratis tentu merupakan keinginan semua lapisan masyarakat. Namun faktanya sangat sulit, apalagi kondisi dunia pendidikan sedang carut marut, baik dari sisi sarana maupun prasarananya. Meskipun bantuan bagi siswa yang tidak mampu dan berprestasi telah diberikan oleh pemerintah namun jumlahnya sangat terbatas. 


Bagaimana mungkin bisa mewujudkan visi Indonesia Emas? Padahal pendidikan itu sendiri merupakan hak rakyat yang wajib disediakan oleh negara. Dalam sebuah negara yang menganut kapitalisme sekuler, sampai kapan pun pemerataan pendidikan tidak akan pernah terwujud.


Mengapa? Karena, keuntungan materi menjadi fokus dari sistem ini. Akibatnya, pendidikan dikapitalisasi, anggarannya minim, itu pun mengandalkan dari pajak. Wajar jika pendidikan sering dijadikan sebagai ajang bisnis. Hanya mereka yang mampu secara materi akan mendapat pendidikan dengan sarana dan prasarana lengkap. Sementara siswa yang tidak memiliki kemampuan secara biaya harus rela menerima apa adanya.


Dunia Pendidikan dalam Bingkai Islam 


Sangat jauh berbeda dengan sistem pemerintahan Islam yang memfasilitasi seluruh warganya untuk mendapatkan haknya dalam hal pendidikan. Mulai dari pembiayaan yang menyangkut gaji para guru atau dosen, maupun infrastruktur. Bahkan di semua jenjang pendidikan dari SD sampai perguruan tinggi digratiskan. 


Karena Islam memandang ilmu bagaikan jiwa dalam tubuh manusia dan ibarat air bagi kehidupan. Pendidikan merupakan perkara sangat vital, juga memiliki peran strategis yang tidak bisa diukur hanya dari sudut pandang materi saja. Oleh karenanya, negara memfasilitasi dengan segenap kemampuan. Berapa pun biayanya akan diupayakan pemenuhannya oleh negara. 


Sebagaimana sabda Nabi saw. yang diriwayatkan dari Abu Musa: “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. ….” (HR. Bukhari)


Adapun sumber pembiayaan negara untuk pendidikan diperoleh dari kas baitulmal yang sumber pemasukannya berasal dari: Pertama, pos kharaj, ganimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah. Kedua, dari kepemilikan umum, seperti: SDA, tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).


Dalam Islam tidak dikenal konsep otonomi daerah sebagaimana dalam sistem kapitalis yang kerap menimbulkan problem. Sentralisasi kekuasaan diperuntukkan bagi seluruh wilayah tanpa memandang potensi yang dimiliki wilayah masing-masing. Kewajiban penguasa meri'ayah atau mengurusi semua warga negara tanpa perbedaan, apalagi dalam hal pendidikan.


Kaya, miskin, muslim, nonmuslim akan merasakan sarana prasarana pendidikan maksimal tidak ada yang diistimewakan. Karena Islam memandang pendidikan adalah kebutuhan mendasar publik. Wajar Islam di masa lalu menjadi pusat perhatian bagi dunia pendidikan.


Dengan demikian, solusi hakiki bagi jaminan pembiayaan pendidikan secara merata sejatinya adalah kembali kepada penerapan syariat Islam secara keseluruhan dalam pemerintahan Islam. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


Penulis Oom Rohmawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


Negara Tidak Berdaya Melindungi Anak dari Ancaman Predator

Negara Tidak Berdaya Melindungi Anak dari Ancaman Predator



Undang-undang yang melindungi anak

tidak berdaya dalam menghadapi kasus ini

________________________


Penulis Erna Astuti Amd

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Setiap tahun kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada anak usia dini meningkat. Pelecehan seksual anak-anak sekitar satu dari tiga anak perempuan dan satu dari tujuh anak laki-laki mengalaminya. Ironisnya kekerasan ini sering terjadi di lingkungan terdekat anak seperti rumah, sekolah. 


Seperti diberitakan di Banyuwangi, Jawa Timur, Dcn (7) siswi kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah (MI), dibunuh dan diperkosa sepulang sekolah pada Rabu (13/11/2024). Korban ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan di tengah kebun. Dilansir kompas.com (17-11-2024). Pelecehan seksual juga dialami A (14) warga kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, pada Senin (11-11-2024). Kasus terungkap setelah ibu korban melaporkan ketiga pelaku ke Mapolres Aceh Utara. (kompas.com, 17-11-2024)


Di Kabupaten Ende, seorang petani ditangkap atas kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, Z (16). Peristiwa terjadi pada, Sabtu (28-9-2024) di Kecamatan Pulau Ende, kasus kemudian dilaporkan keluarga ke Polres Ende, Kabupaten Ende, NTT. (kompas.com, 16-11-2024). Dalam 11 bulan terakhir  171 kasus terjadi di Jawa Barat, anak laki-laki rentan pelecehan seksual.(Google.com,12-11-2024) 


Sampai kapankah para orang tua akan terus waswas terhadap keselamatan anak-anaknya? Pertanyaan ini bentuk kegelisahan yang terjadi pada setiap orang tua terhadap anaknya. Pedofilia (predator anak) definisinya menunjuk pada seseorang yang memiliki minat seksual pada anak-anak yang belum mencapai usia remaja awal, umumnya berarti anak-anak di bawah umur. 


Dampak Negatif dari Media


Masyarakat secara umum memandang pedofilia sebagai tindakan amoral. Meskipun demikian kenyataannya hal tersebut tumbuh subur dalam masyarakat sekuler. Pelaku pedofil biasanya tak lepas dari konten pornografi. Untuk berbagai keperluan mereka menggunakan gambar, mulai dari kepentingan seksual pribadi, perdagangan dengan pedofil lain, menyiapkan anak-anak untuk pelecehan seksual, atau bujukan yang mengarah ke jebakan untuk eksploitasi seksual, seperti produksi pornografi atau prostitusi anak. 


Sistem Sanksi yang Tidak Memberi Efek Jera


Akal manusia terbatas, sering kali dikalahkan oleh hawa nafsu. Ketika hawa nafsu menguasai, akal tidak dapat berpikir jernih, menghalalkan segala cara untuk memuaskannya. Tak peduli apakah melanggar syariat atau tidak. Sistem sekularisme liberal adalah sistem yang mendewakan nafsu dan akal. Sistem ini tidak mau tunduk pada Ilahi Al-Khalik Al-Mudabbir yang mengetahui semua permasalahan manusia. Akibat ketidaktahuannya manusia meniscayakan munculnya berbagai perilaku penyimpangan seksual. 


Dengan nama kebebasan individu, mereka seolah mendapat angin segar. Apalagi Barat pengusung sistem kufur. Pemahaman mereka penyimpangan seksual dipandang hal biasa. Parahnya pemahaman itu menjangkiti pemikiran masyarakat dunia termasuk Indonesia. 


Kasus terus berulang karena tidak ada hukuman yang tegas dan membuat jera. Padahal tidak main-main dampak yang ditimbulkan. Tidak hanya luka fisik tapi juga psikis, bahkan bisa menjadi trauma seumur hidup. Undang-undang yang melindungi anak tidak berdaya dalam menghadapi kasus ini. Banyak negara seperti Korea Selatan, Rusia, Ukraina, India, Inggris, bahkan Amerika menetapkan sanksi hukuman kebiri kimia bagi pedofil, tetapi tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. 


Hal ini menunjukkan solusi yang diberikan sistem kufur tidak mampu mengatasi permasalahan ini. Hukum buatan manusia sangat lemah ketika berhadapan dengan predator anak. Kejahatan seksual ini seperti lingkaran setan, tidak akan terputus jika sistem sekularisme yang mengatasinya. Jelas terbukti negara gagal melindungi dan memberikan keamanan pada generasi muda. Masihkah kita berharap pada sistem kufur ini?


Sistem Islam yang Sempurna


Islam agama yang sempurna, mengatur ibadah ritual, juga mengatur kehidupan manusia seluruhnya. Islam mempunyai metode untuk menyelesaikan kejahatan seksual dengan tiga pilar perlindungan.

 

Pilar pertama, pertahanan keluarga. Keluarga adalah pertahanan pertama bagi seorang anak ketika lahir ke dunia. Allah memerintahkan orang tua melindungi anak-anaknya dengan menanamkan akidah Islam. 


Pilar kedua adalah masyarakat yang beramar makruf nahi mungkar yang selalu mengingatkan bila ada kemaksiatan, selain itu juga wajib mengoreksi penguasa jika ada kebijakan yang tidak sesuai syarak.

 

Pilar ketiga adalah negara sebagai pilar penyempurna. Negara memiliki kekuasaan menerapkan kebijakan yang melindungi hak dan kewajiban anak. 


Ketika seluruh sendi kehidupan diatur dengan IsIam maka kejahatan seksual dapat diberantas tuntas. Negara juga berkewajiban dalam fasilitas pendidikan yang layak dan dapat diakses seluruh masyarakat tanpa terkecuali sehingga akan terbentuk individu-individu yang bertakwa dan berkepribadian IsIam. 


Selain itu, negara menerapkan sistem pergaulan IsIam, melarang interaksi laki-laki dan perempuan berkhalwat maupun ikhtilat, melarang keras pornografi dan pornoaksi yang dapat memicu kejahatan seksual. Media hanya boleh menampilkan acara sesuai syariat, melarang tontonan yang mengandung kekerasan maupun mengundang syahwat. Terakhir adalah penerapan sanksi tegas akan memberikan efek jera, sekaligus menebus dosa bagi para pelaku kejahatan.


Seperti di dalam Al-Qur'an Allah Subhanahu wa taala berfirman:

 

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'raf: 96)


Lalu masihkah kita ragu mengambil Islam sebagai aturan kehidupan? Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Islam Berantas Predator Anak dengan Tuntas

Islam Berantas Predator Anak dengan Tuntas

 



Para predator anak dan kejahatannya bisa diberantas

tidak lain hanya dengan kembali pada sistem yang benar yang datang dari Allah Swt.


_________________________


Penulis Dewi Jafar Sidik

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Miris, peristiwa pembunuhan dan pemerkosaan anak marak terjadi di kehidupan saat ini. Para predator anak berkeliaran siap mencari mangsa. Rasa aman dalam kehidupan anak makin menghilang seiring dengan banyaknya korban rudapaksa dan pembunuhan yang terus berjatuhan.  


Dilansir dari Kompas.com, 17/11/2024. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi mengecam tindakan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap anak berinisial DCN (7) di Banyuwangi, Jawa Timur. Dia memastikan bahwa Kementerian PPPA akan mengawal proses hukum kasus tersebut, sekaligus memberikan pendampingan terhadap keluarga korban. 


Kasus tersebut menyita perhatian publik dan kecaman pun datang. Menteri PPPA pun turut mengecam dan pihaknya akan mengawal proses hukum kasus ini. Tindakan tersebut perlu didukung dan diapresiasi, dengan harapan proses hukum berjalan lancar dan tuntas sampai keluarga korban mendapat keadilan dan pelaku dihukum sesuai kejahatannya.


Kasus kekerasan seksual di Banyuwangi merupakan salah satu dari sekian kasus yang terungkap, sementara di beberapa daerah masih banyak peristiwa serupa yang terjadi. Korbannya tidak hanya anak perempuan tapi anak laki-laki pun turut menjadi korban. Mirisnya, ada beberapa pelaku yang merupakan orang terdekat korban dan terjadi dalam rumah tangga.


Kehidupan Anak Terancam


Jika kita teliti peristiwa memilukan ini, jelas menjadikan kehidupan anak makin terancam. Keluarga yang diharapkan bisa melindungi dan menjaga mereka, justru dalam kehidupan saat ini ada yang menjadi predator anak dan tidak jarang sang predator sampai tega menghilangkan nyawa korban.


Tidak hanya keluarga, masyarakat pun saat ini tidak bisa sepenuhnya memberikan jaminan rasa aman pada anak. Kepedulian terhadap sesama mulai terkikis, lama kelamaan tergantikan oleh sikap individualis yang menghilangkan kepekaan terhadap anggota masyarakat yang lain.


Terlebih negara sebagai pengambil kebijakan. Pengaturan kehidupan masyarakat saat ini diatur oleh sistem buatan manusia. Para pengambil kebijakan seolah tidak menyadari dengan apa yang mereka tetapkan, kebijakan tidak akan membawa kebaikan terhadap kehidupan rakyat selama aturannya tidak bersumber dari wahyu Allah Swt..


Lihat saja di dunia maya, situs-situs yang tidak bermanfaat bahkan merusak kerap berseliweran. Seperti pornoaksi, pornografi, judol, pinjol, kekerasan, saat ini secara langsung bisa diakses di handphone masing-masing. Hal ini menggambarkan minimnya seleksi tayangan di media. 


Akibat dari Penerapan Sistem Kapitalis Sekuler


Kondisi buruk ini tidak terlepas dari penerapan aturan yang mengatur kehidupan manusia saat ini. Termasuk sistem pendidikan yang dijalankannya, kebebasan berperilaku, dan sistem sanksinya yang belum mampu memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan.


Semua ini akibat dari penerapan sistem kapitalis sekuler dalam mengatur kehidupan masyarakat. Sekularisme yang memisahkan agama dengan kehidupan, akibatnya melahirkan individu-individu yang kehilangan nilai kemanusiaan, minim pemahaman agama sehingga dalam menjalani kehidupannya tidak takut dosa dan azab Allah Swt.. 


Maraknya predator anak membuat semua kalangan masyarakat merasa khawatir dan para predator itu harus segera diberantas agar tidak ada lagi korban yang berjatuhan. Namun, selama dalam penyelesaiannya mengambil sistem kapitalis sekuler, kondisi ini tidak akan pernah terselesaikan hingga tuntas. 


Islam Solusi Hakiki


Maka dari itu untuk memberantas para predator anak dan kejahatannya tidak lain dengan kembali pada sistem yang benar yang datang dari Allah Swt. yang dibawa oleh baginda Nabi Muhammad saw. yakni sistem Islam. Islam mempunyai solusi untuk mencegah dan menghilangkan para predator anak dan kekerasan seksual dengan tuntas, di antaranya:


Pertama, ketakwaan individu.

 

Untuk membentuk ketakwaan, sistem Islam akan menanamkan akidah Islam sejak dini. Keluarga sebagai pendidik pertama dan utama, harus bisa berperan secara optimal dalam mendidik anak. Begitu juga sekolah akan menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam yang akan disampaikan pada anak sejak dini. Alhasil, akan membentuk kepribadian Islam yang akan menjadikan generasi taat dan berakhlak terpuji.


Kedua, peran masyarakat.

 

Masyarakat akan membudayakan amar makruf nahi mungkar dan akan mencegah terjadinya kejahatan. Masyarakat dalam Islam memiliki pandangan yang sama sesuai hukum syarak dalam menghukumi suatu persoalan. Kekerasan seksual adalah kejahatan yang harus diberantas dengan tuntas sehingga akan tercipta kehidupan yang aman dalam masyarakat.


Ketiga, peran negara. 

 

Negara dalam Islam mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap sesuatu yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Negara akan menciptakan dan menjamin suasana yang aman dan nyaman bagi warganya, dan memisahkan kehidupan antara pria dan wanita supaya tidak terjadi campur baur.


Negara akan mengatur tayangan di media sosial, supaya konten pornografi, pornoaksi tidak beredar di internet dan akan menutup celah apa pun yang dapat memicu terjadinya tindak kekerasan seksual. Ketika ada kekerasan seksual negara akan berada di garda terdepan membela dan melindungi korban, segera menindak pelaku dengan memberi sanksi tegas.


Khatimah


Dengan demikian, ketika negara menerapkan Islam secara menyeluruh kekerasan seksual terhadap anak dapat dicegah. Para predator akan jera karena takut akan sanksi yang diberikan. Rasa aman, tenteram, bahagia, rakyat yang taat, pejabat yang amanah, serta amar makruf nahi mungkar, akan dijamin oleh negara. 


Islam juga akan menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok setiap warganya, yakni kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan sehingga para orang tua terutama ibu bisa optimal melindungi anak dari kejahatan para predator, karena waktunya tidak dihabiskan untuk bekerja di luar rumah.


Keamanan hidup akan dirasakan oleh seluruh umat manusia karena sistem Islam membawa rahmat bagi seluruh alam semesta. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Anbiya ayat 107:

 

"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam."

 

Wallahualam bissawab. [SJ/MKC]


Peternak Lokal Tak Berdaya, Saat Impor Susu Tampak di Depan Mata?

Peternak Lokal Tak Berdaya, Saat Impor Susu Tampak di Depan Mata?



Kebijakan tersebut diduga menjadi salah satu penyebab

peternak sapi kesulitan menyalurkan susu sapi ke industri pengolahan susu (IPS)


___________________________


Penulis Dewi Jafar Sidik

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Viral, para peternak sapi perah di negeri ini membuang dan membagikan susu hasil panennya. Puluhan ribu liter susu terpaksa dibuang begitu saja. Tentu aksi ini perlu ditanggapi dengan serius oleh pemerintah supaya aksi serupa tidak terulang dan akar permasalahannya segera ditangani.


Dilansir dari TEMPO.CO, 8/11/2024. Di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, puluhan peternak sapi perah dan pengepul susu dalam beberapa waktu terakhir ini terpaksa membuang susu hasil panen mereka. Hal itu disebabkan pabrik atau industri pengolahan susu (IPS) membatasi kuota penerimaan pasokan susu dari para peternak dan pengepul susu itu.


Aksi tersebut sebagai ungkapan kekecewaan dan keputusasaan peternak atas adanya aturan pembatasan kuota hasil produksi yang masuk ke industri pengolahan susu sehingga mereka kesulitan untuk menyalurkan seluruh susu hasil panennya.


Kebijakan ala Kapitalisme Berpihak pada Pengusaha Bukan pada Rakyat


Namun di sisi lain, kebijakan impor susu demikian tampak di depan mata. Kebijakan impor ini diduga menjadi salah satu penyebab para peternak sapi sulit untuk menyalurkan susu sapi ke industri pengolahan susu. Selain itu, ada alasan lain hingga menyebabkan menurunnya penerimaan susu oleh IPS.


Negara seharusnya bisa melindungi nasib para peternak, melalui kebijakan yang berpihak pada mereka, baik dalam hal menjaga kualitas maupun dalam menampung hasil susu dan lainnya. Bukan malah membuat kebijakan yang justru akan menyulitkan para peternak dalam menyalurkan seluruh hasil produksinya.


Terkait kebijakan impor hasil peternakan ini ada dugaan keterlibatan para pemburu rente yang ingin mendapatkan keuntungan dari impor susu. Kebijakan tersebut pun mungkin akan melahirkan komisi yang melimpah bagi para importir yang terlibat.


Namun, sebaliknya bagi para peternak akan melahirkan duka mendalam dan efek jangka panjang bukan tidak mungkin peternak akan menyerah bahkan bisa sampai gulung tikar. Kondisi ini akan makin jauh pada kemandirian pangan yang dicita-citakan. 


Menjadi peternak maupun petani dalam sistem kapitalisme sering kali ada pada situasi yang serba salah, bisa diibaratkan "maju kena mundur pun kena". Ketika gagal panen mereka harus siap merugi dan ketika panen raya harus siap harga bisa saja ditekan dan dimainkan oleh para tengkulak karena ketidakjelasan regulasi dan perlindungan yang dijalankan.


Inilah kebijakan buruk dalam sistem ekonomi kapitalisme, karena keberpihakan penguasa pada pengusaha, kebijakannya tidak akan berpihak pada rakyat. Penguasa dalam kapitalisme tidak berfungsi sebagai  pengurus dan pelayan rakyat. Kapitalisme tidak akan membawa kebaikan pada kehidupan rakyat karena tidak bersumber dari aturan Allah Swt..


Sistem Islam Menyejahterakan Para Peternak 


Berbanding terbalik dengan tata kelola sistem ekonomi Islam, kehidupan rakyat termasuk peternak akan makmur, karena semua kebijakannya hanya untuk kesejahteraan dan kebaikan rakyat. Rakyat akan merasakan hidup sejahtera saat aturan Islam diterapkan dalam pengaturan kehidupan. 


Sistem ekonomi Islam ini akan efektif, jika negara yang menerapkannya. Hanya sistem Islamlah satu-satunya aturan yang tepat untuk mengelola sektor produksi susu. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam/khalifah itu laksana penggembala (raa’in) dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Wujud dari penguasa sebagai pengurus rakyat, penguasa akan bertanggung jawab atas kehidupan rakyat termasuk pengelolaan peternakan, sumber daya alam, dan ketersediaan bahan pangan. Penguasa akan berdiri tegak membela kepentingan seluruh rakyat, dalam hal ini para peternak sapi perah.


Untuk menjamin nasib para peternak penguasa dalam Islam akan menerapkan politik dalam negeri dengan wujud penjagaan stabilitas harga susu. Penguasa harus memastikan apabila ada susu impor tidak akan berdampak pada harga susu lokal. Jika ada dampaknya pada harga susu lokal maka penguasa berwenang untuk menghentikan atau membatasi kuota impor susu tersebut.


Negara dalam sistem Islam juga berperan menjamin pemberdayaan penuh sektor peternakan sapi perah di dalam negeri. Kawasan-kawasan yang berpotensi untuk membangun peternakan sapi perah akan difasilitasi dengan baik, seperti pemilihan lokasi yang strategis, pakan ternak, jaminan kesehatan ternak itu sendiri. 


Sistem Islam memandang bahwa negara harus menjamin kebutuhan pokok setiap rakyatnya. Negara akan berkonsentrasi penuh terhadap ketersediaan barang pokok sehingga akan fokus pada pengaturan produksi dan distribusi. Negara pun akan mendorong para peternak maupun petani untuk meningkatkan produksi dan akan memudahkan distribusinya.


Indonesia sebagai negara agraris, memiliki kekayaan alam melimpah dan jumlah penduduk yang banyak. Bukan hal yang tidak mungkin Indonesia bisa melakukan swasembada pangan untuk mempermudah terciptanya kemandirian pangan, sementara ketergantungan terhadap impor akan menyebabkan pengaruh asing makin mencengkeram negeri ini.


Namun demikian, kemandirian pangan hanya bisa terwujud jika negara melakukan swasembada pangan. Menjadi negara yang mandiri termasuk atas pangannya, hanya bisa tercipta dalam pemerintahan yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh dalam semua urusannya. Wallahualam bissawab. [SJ/MKC]

Banjir Butuh Mitigasi Bukan Imbauan

Banjir Butuh Mitigasi Bukan Imbauan



Agar banjir tidak terulang

maka dalam Islam akan melakukan mitigasi dengan tepat dan cepat 

_________________


Penulis Eka Mas Supartini

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Praktisi Kesehatan dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Memasuki musim penghujan ada banyak wilayah di Indonesia yang langganan terkena banjir, salah satunya adalah beberapa wilayah di Kabupaten Bandung Jawa Barat.

 

Kepala pelaksana  BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Bandung Uka Suska mengimbau agar masyarakat mewaspadai potensi terjadinya bencana banjir. Menurutnya mereka selalu melakukan sosialisasi kepada daerah rawan banjir agar masyarakat bisa meningkatkan kewaspadaannya. (ayobandung.com, 8-11-2024)


Banjir Terus Berulang, Mengapa? 

 

Banjir adalah peristiwa berlimpahnya air hingga meluap ke daratan. Daerah yang biasanya kering bisa menjadi banjir akibat curah hujan yang tinggi, lelehan salju, atau masalah lain yang mengakibatkan air tak dapat diserap dengan cepat oleh tanah atau dialirkan ke saluran air yang ada. 

 

Kabupaten Bandung merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang langganan terkena banjir setiap musim penghujan, dengan status sangat rawan terutama untuk daerah-daerah yang dialiri sungai Citarum, Cisangkuy, dan Cikapundung. 


Salah satu faktor penyebab terjadinya banjir adalah kurangnya resapan air yang jatuh ke tanah dan tidak berfungsinya saluran air yang dialirkan ke sungai untuk nantinya bermuara ke laut.

 

Adapun faktor yang memengaruhi hal tersebut seperti: tata kelola pembangunan pemukiman warga, gedung-gedung yang serampangan tidak mengikuti kaidah AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan), kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah, serta kurangnya peran pemerintah dalam mengatur regulasi pembangunan dan tata kota.

 

Masalah banjir adalah masalah musiman yang selalu ada setiap musim penghujan, seolah tak ada tindakan dari pemerintah untuk menanggulanginya dengan serius. Ada banyak dampak buruk yang diakibatkan banjir seperti, faktor kesehatan, infrastukur, ekonomi, dan sosial.

 

Setiap musim penghujan warga harus waswas dengan ancaman banjir. Dalam aktivitasnya masyarakat diselimuti rasa cemas. Demikian pun ketika terjadi banjir mereka berjibaku mengamankan harta benda mereka yang tergenang air. Pada akhirnya aktivitas mencari nafkah terganggu dan bisa jadi setelah banjir usai bencana lain menanti dengan munculnya berbagai penyakit.

 

Sistem Rusak yang Merusak


Pembangunan dan tata kota yang tidak mengikuti tata letak kota, regulasi yang berbelit, dan rusaknya lingkungan adalah persolaan yang ditimbulkan oleh sistem yang tidak berpihak pada rakyat. Sistem yang hanya berpihak kepada para pemilik modal, mementingkan keuntungan materi, dan mengenyampingkan dampak buruk yang akan ditimbulkan di kemudian hari.


Dalam sistem kapitalis, semua orang akan berlomba-lomba untuk mendapatkan keuntungan sebesar-sebesarnya. Bagi orang-orang yang tidak memiliki kekuatan materi ia akan tertindas dan terus terpinggirkan.


Hal tersebut terjadi karena semua orang memiliki tujuan hanya untuk dirinya sendiri atau kelompoknya sehingga setiap kebijakan jika dirasa tidak memberikan keuntungan secara materi maka tidak akan diindahkan. Sebaliknya setiap pembangunan atau pengembangan suatu daerah kawasan jika memberikan keuntungan materi yang besar maka dengan segala cara akan ditempuh agar semua tujuannya tercapai. Tidak memedulikan kerusakan-kerusakan yang akan ditimbulkan.


Selain itu, karena tujuannya mencari keuntungan sebesar-besarnya sehingga kehidupan masyarakat yang dianggap akan menghalangi tujuannya akan disingkirkan dengan segala cara sehingga penggusuran lahan pun tidak bisa dihindari. 


Dengan demikian keamanan dan kenyamanan untuk masyarakat tidak didapatkan. Para penguasa dalam sistem ini tidak akan berpihak pada rakyat yang dianggap tidak memberikan keuntungan. Penguasa dalam sistem kapitalis akan condong kepada para elite, yakni para pemilik modal. Hal ini memberikan gambaran pada kita bahwa begitu banyak dampak buruk yang ditimbulkan ketika pengelolaan lahan dikelola oleh kapitalis. 


Islam dalam Menyelesaikan Banjir


Ketika banjir terus berulang setiap musim penghujan maka imbauan dan sosialisasi untuk waspada terhadap banjir tidaklah cukup. Perlu analisa mendalam untuk mengetahui akar masalahnya agar penanganannya tepat.


Islam mengajarkan untuk sabar dan tawakal dalam menghadapi setiap musibah. Hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam surah Al-Baqarah ayat 156, yang artinya: "Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali)."


Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa kita sebagai seorang muslim memahami bahwa setiap yang terjadi adalah atas izin Allah. Allah memerintahakan untuk bersabar dan bertawakal yaitu setiap musibah harus dijadikan bahan bermuhasabah diri dari apa yang telah dilakukan terhadap lingkungan yang mengakibatkan musibah tersebut terjadi.


Agar banjir tidak terulang, maka dalam Islam mitigasi masalah dengan sungguh-sungguh dan tepat adalah hal pertama yang akan dilakukan. Selain itu, semua kalangan harus terlibat di dalamnya baik pemerintah ataupun masyarakat.


Dalam Islam negara membuat regulasi untuk memperhatikan aspek preventif, kuratif, dan rehabilitatif. 


Aspek preventif salah satunya dengan layanan edukasi dan sosialisasi tentang pentingnya menjaga kebersihan dan menjaga lingkungan, yaitu dengan memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan. Lalu negara membuat perintah serta memfasilitasi daerah rawan banjir untuk membuat saluran air atau drainase yang baik sehingga tidak ada genangan-genangan yang akan menyebabkan banjir. 


Di samping itu, negara harus mengatur dan memfasilitasi untuk memperbanyak daerah resapan air, kemudian negara juga harus menetapkan sanksi berat yang membuat jera bagi pihak-pihak yang merusak lingkungan.


Negara hadir sebagai pengelola sumber daya alam yang ada. Salah satunya dalam pengelolaan lahan dengan mengatur tata pembangunan yang mengedepankan kemaslahatan umat. Hal tersebut sesuai dengan tugasnya sebagai pemimpin yang pengatur mengatur dan melayani umat.


Maka ketika Islam diterapkan dalam institusi negara bencana yang diakibatkan oleh kelakukan manusia dapat ditekan dan dapat segera terselesaikan. Serta tujuan dari setiap pembangunan dan pengembangan lahan semata-mata untuk kemaslahatan umat. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Pemberantasan Judi dalam Sistem Sekuler Kapitalisme

Pemberantasan Judi dalam Sistem Sekuler Kapitalisme

 



Dengan sistem hukum yang lemah

usaha untuk memberantas judi semakin jauh dari kenyataan

_______________________


Penulis Etik Rositasari

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswa Pascasarjana UGM

 

KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan jumlah pemain judi online (judol) terbanyak di dunia, ini merupakan sebuah prestasi yang sangat memalukan.

 

Meski mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, negara ini tercatat sebagai tempat dengan pemain judi online aktif terbanyak, mengalahkan negara-negara seperti Kamboja, Filipina, Myanmar, dan Rusia (menurut survei Drone Emprit).


Terhitung sampai pada pertengahan tahun 2024 ini, pemerintah mencatat sebanyak 2,37 juta orang di Indonesia terlibat dalam judi online, sementara sumber lain menyebutkan angka yang lebih tinggi, yaitu 3,2 juta.

 

Dari jumlah tersebut, sekitar 2% (80.000 orang) adalah anak-anak di bawah usia 10 tahun, 11% (440.000 orang) berusia 10-20 tahun, 13% (520.000 orang) berusia 21-30 tahun, 40% (1.640.000 orang) berusia 30-50 tahun, dan 34% (1.350.000 orang) berusia di atas 50 tahun.

 

Sebagian besar, yaitu 80%, berasal dari kalangan menengah ke bawah. Untuk kelompok menengah ke bawah, transaksi judi online berkisar antara Rp10.000 hingga Rp100.000, sementara bagi kalangan menengah ke atas, nominal transaksi bisa mencapai Rp100.000 hingga Rp40 miliar (kompas.com, 20-6-2024)


Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkapkan bahwa perjudian online kini telah menyentuh hampir semua lapisan masyarakat, dengan para pemainnya berasal dari berbagai profesi. Mulai dari pejabat daerah, pensiunan, pengusaha, ibu rumah tangga, dokter, notaris, polisi, aparatur sipil negara (ASN), tentara (TNI), petani, buruh, pedagang kecil, pelajar, mahasiswa, hingga guru. Bahkan beberapa anggota dewan di DPR, DPRD, dan wartawan pun tercatat telah terlibat dalam praktik judi online ini.


Faktor Pendorong dan Dampak Judi Online


Maraknya judi online di Indonesia yang semakin mengkhawatirkan saat ini dipicu oleh berbagai faktor. Ratna Azis Prasetyo selaku Dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga menyebutkan beberapa faktor yang mendorong perkembangan judi online di Indonesia, di antaranya adalah tekanan kemiskinan, gaya hidup, faktor sosial, dan kondisi kultural. Menurut Ratna, kemiskinan dan gaya hidup menjadi pemicu bagi individu untuk mencari cara instan untuk memperoleh sesuatu, terutama uang dengan cepat.


Selain itu, kondisi sosial juga memainkan peran penting, di mana individu yang berada dalam lingkungan atau pergaulan yang akrab dengan aktivitas kriminal cenderung lebih rentan terlibat dalam perilaku negatif, termasuk judi online. Faktor kultural juga turut berkontribusi, di mana judi, khususnya judi slot, dianggap sebagai sesuatu yang biasa atau lumrah dalam beberapa kalangan sehingga mendorong seseorang untuk mencoba terlibat dalam aktivitas tersebut.


Dampak dari meluasnya judi online (judol) sangat berbahaya dan merusak. Efek negatifnya tidak hanya dirasakan oleh para pemain, tetapi juga meluas hingga keluarga, kerabat, sahabat, dan bahkan masyarakat serta negara. Berbagai portal berita dengan gamblang melaporkan kasus-kasus yang muncul akibat kecanduan judi online. Para pemain judol sering kali mengalami gangguan mental seperti stres, depresi, hingga penyalahgunaan narkoba, bahkan beberapa di antaranya nekat bunuh diri akibat kekalahan dalam permainan.


Kekalahan ini justru tidak membuat mereka jera, melainkan mendorong mereka untuk mencari cara lain untuk mendapatkan uang, seperti menjual aset pribadi, meminjam uang dari teman atau keluarga, terjerat dalam pinjaman online (pinjol), atau bahkan melakukan tindakan kriminal demi memperoleh uang dengan cepat. Akibatnya, tingkat perceraian pun meningkat, dan dalam beberapa kasus, ada istri yang tega membakar suaminya karena kesal dengan kecanduan judi sang suami. Hubungan persahabatan dan kekerabatan pun menjadi renggang, sementara kasus kriminalitas seperti pencurian, penipuan, dan penggelapan uang nasabah semakin meningkat.


Upaya Pemerintah Memberantas Judi Online


Judi adalah aktivitas yang ilegal di Indonesia, sebagaimana diatur dalam UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 KUHP, yang melarang segala bentuk perjudian. Pelaku judi dapat dihukum penjara hingga 4 tahun dan/atau denda maksimal 10 juta rupiah. Untuk perjudian online, Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 45 ayat 2 UU ITE memberikan ancaman hukuman penjara hingga 6 tahun dan/atau denda hingga 1 miliar rupiah bagi mereka yang sengaja mendistribusikan atau memfasilitasi akses judi online.


Joko Widodo selaku Presiden RI sebelumnya telah meneken Keppres No. 21/2024 pada 14 Juni 2024 kemarin, membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online yang dipimpin oleh Menko Polhukam Hadi Tjahjanto. Kemudian, di era Presiden Prabowo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan pembentukan Satgas Penanggulangan Perjudian Online di bawah Kabareskrim POLRI, yang berlaku mulai dari Mabes Polri hingga tingkat Polda untuk menangani praktik judi online. Langkah ini merupakan bagian dari program Astacita ke-7 yang digagas oleh Presiden Prabowo yang fokus pada reformasi politik, hukum, birokrasi, serta pencegahan dan pemberantasan korupsi, perjudian, narkoba, dan penyelundupan.


Namun, meskipun sudah ada upaya penegakan hukum, sanksi dalam hukum positif di Indonesia tampaknya belum cukup untuk memberikan efek jera kepada pelaku judi. Terbukti, meski perjudian online telah ada selama beberapa tahun, praktik ini terus berlanjut dan mengakibatkan kerusakan pada generasi muda dan ekonomi masyarakat dari berbagai kalangan.

 

Di sisi lain, alih-alih memberantasnya, beberapa pejabat justru mengusulkan untuk melegalkan judi online agar dapat dikenakan pajak dan menghindari aliran uang ke luar negeri. Usulan ini bisa saja disetujui jika mayoritas anggota DPR mendukungnya dalam sistem demokrasi.


Menggali Akar Masalah Judi Online


Pemberantasan judi (judol) hanya akan tetap menjadi angan-angan ketika aparat negara yang seharusnya bertugas memberantasnya malah menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri atau kelompok mereka. Dengan sistem hukum yang lemah, usaha untuk memberantas judi semakin jauh dari kenyataan. Kondisi ini tidak terlepas dari penerapan sistem kehidupan sekuler kapitalis saat ini yang membenarkan segala cara untuk meraih kekayaan.


Jika pemerintah benar-benar serius dalam menangani judi online, maka seharusnya tidak hanya fokus pada bagian-bagian permukaan seperti memotong daun atau ranting pada pohon, melainkan langsung mencabut akar permasalahannya. Akar utama dari judi online adalah platform digital, yang menjadi pintu masuk bagi perjudian ke berbagai negara, termasuk Indonesia.


Platform digital adalah infrastruktur yang memungkinkan berbagai aplikasi dan layanan digital saling terhubung dan beroperasi. Melalui platform ini, pengguna dapat berinteraksi, berbagi, dan mengakses konten serta layanan digital yang tersedia. Platform digital ini disediakan oleh pemerintah, yang memungkinkan individu dan masyarakat mengakses dunia digital. Kebijakan pemerintah Indonesia yang mendukung perkembangan ini sejalan dengan model revolusi industri ala kapitalisme yang diterapkan oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan sekutunya.


Platform digital yang mendukung revolusi industri memberikan keuntungan besar bagi negara-negara kapitalis. Mereka dapat memperluas pasar untuk produk industri mereka (seperti fashion, makanan, film, dan lain-lain) tanpa terhalang oleh batasan geografis. Begitu pula dengan ideologi sekuler yang mudah diakses oleh negara-negara lain, termasuk negara-negara muslim.


Solusi Tuntas Berantas Judi Online


Syariat Islam telah mengharamkan judi secara mutlak tanpa illat apa pun, juga tanpa pengecualian. Allah Swt. telah berfirman:

 

"Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan." (TQS. Al-Maidah [5]: 90)


Larangan perjudian dalam Islam bukan sekadar anjuran moral, tetapi merupakan kewajiban untuk menegakkan sanksi hukum terhadap para pelakunya, termasuk bandar, pemain, pembuat program, penyedia server, dan mereka yang mempromosikannya. Sanksi bagi mereka berupa takzir, yaitu jenis hukuman yang ditentukan oleh khalifah atau hakim, berdasarkan tingkat kejahatan yang dilakukan.


Syekh Abdurrahman Al-Maliki dalam Nizhām al-'Uqübát fi Al-Islam menjelaskan bahwa besarnya sanksi harus disesuaikan dengan kejahatan yang dilakukan, dengan tujuan agar hukuman tersebut memiliki efek pencegahan. Untuk kejahatan besar seperti perjudian, sanksi yang lebih berat, seperti cambuk, penjara, atau bahkan hukuman mati, dapat dijatuhkan.


Hukum Islam yang tegas ini menunjukkan bahwa syariat Islam berfokus pada perlindungan umat, menjaga kekayaan dan keharmonisan sosial, serta mendorong umat untuk mencari nafkah yang halal. Negara yang menjalankan syariat Islam akan menyediakan pendidikan yang mudah diakses, lapangan pekerjaan yang luas, dan layanan kesehatan yang terjangkau sehingga peluang masyarakat untuk terjerumus dalam perjudian menjadi kecil.


Semua ini hanya dapat tercapai dalam kehidupan yang berdasarkan syariat Islam, yang ditegakkan di bawah naungan Khilafah. Tatanan Islam yang sempurna dibangun atas tiga pilar: (1) Ketakwaan individu yang memiliki akidah yang kuat dan mengikuti hukum syariat sebagai tolok ukur perbuatan; (2) Kontrol sosial yang saling mengingatkan dalam amar makruf nahi mungkar untuk mencegah kemaksiatan sejak dini; (3) Penerapan syariat secara keseluruhan oleh negara, dengan sistem sanksi yang tegas sesuai hukum Islam.


Ketiga pilar di atas akan terwujud sempurna ketika negeri ini beserta negeri-negeri muslim di seluruh dunia bersatu dalam satu naungan Daulah Islamiah. Daulah Islam akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang memastikan terbentuknya kepribadian islami sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang amanah, taat kepada aturan Allah, serta masyarakat yang menjunjung tinggi budaya amar makruf nahi mungkar.

 

Daulah Islamiah yang telah dirindu umat yang akan memenangkan perang peradaban melawan negara negara kapitalisme sekularisme, insyaAllah akan segera terwujud kembali. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Tren Childfree Meningkat, Krisis Generasi di Depan Mata

Tren Childfree Meningkat, Krisis Generasi di Depan Mata

 



Krisis generasi mungkin saja terjadi

mengingat generasi hari ini menghadapi tantangan berat yaitu tingginya beban hidup

_________________________


Penulis Fatimah Al Fihri

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Apoteker dan Alumni UGM


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pilihan untuk tidak memiliki anak atau childfree sedang menjamur di kalangan masyarakat. Badan Pusat Statistika (BPS) Indonesia merilis laporan hasil survei terkait kasus childfree periode 2023.

 

Hasilnya sangat mengejutkan karena dalam kelompok perempuan berusia 15-49 tahun, sebanyak 71.000 perempuan tidak ingin memiliki anak. Dilansir dari (detik.com, 12-11-2024), perempuan yang menginginkan childfree terindikasi memiliki pendidikan tinggi dan mengalami kesulitan ekonomi. Selain itu, gaya hidup homoseksual juga kemungkinan menjadi alasan tersembunyi.


Menanggapi hal tersebut, seorang aktivis perempuan Tunggal Pawestri menyanggah hasil survei BPS dengan mengatakan masih banyak perempuan Indonesia yang ingin memiliki anak. Ia menyebutkan hasil survei dari BPS terkait childfree terlalu berlebihan dan ‘bombastis'.

 

Ia mempertanyakan sampel dan metode yang dipakai oleh BPS untuk melakukan survei. Senada dengan hal ini, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Wihaji menegaskan fenomena childfree yang menimpa perempuan Indonesia bersifat dugaan saja karena budaya perempuan Indonesia berbeda dengan budaya perempuan di negara maju. 


Terlepas dari adanya pro maupun kontra atas hasil survei terkait childfree, fenomena ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Krisis generasi mungkin saja terjadi mengingat generasi hari ini menghadapi tantangan sangat berat yaitu tingginya beban hidup yang berimbas pada penurunan kesejahteraan hidup, serta kecemasan akan masa depan karena tidak adanya jaminan kualitas hidup.


Alasan Ekonomi


Ketakutan akan beban biaya hidup yang semakin tinggi dapat mendorong seseorang untuk memutuskan tidak akan memiliki anak. Kebutuhan finansial sering kali menjadi pertimbangan utama bagi pasangan sebelum memutuskan memiliki anak. Biaya saat hidup sendiri saja sudah sangat tinggi, apalagi jika mempunyai anak maka harus menambah biaya lebih banyak.


Seorang peneliti kependudukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lengga Pradipta mengatakan biaya untuk membesarkan anak sampai usia 3 tahun sebesar 100 juta di negara berkembang seperti Indonesia. Sementara itu, di Amerika Serikat dan Eropa dibutuhkan sekitar USD2 juta atau sekitar Rp31 miliar sampai anak berumur 17-18 tahun. 


Biaya tersebut mencakup biaya pemeriksaan kesehatan sebelum memutuskan untuk memiliki anak, biaya check-up saat hamil dan biaya persalinan, biaya pendidikan dari PAUD hingga kuliah, biaya hidup anak sehari-hari (makan, susu, popok bayi, dan lain-lain), biaya tambahan (biaya les, karyawisata, daycare, baby sitter), serta biaya kesehatan.


Masalahnya, hidup di bawah naungan sistem kapitalisme mengharuskan rakyat untuk survive sendiri. Sistem yang menjadikan materi sebagai tolok ukur dalam segala hal ini meniscayakan tidak adanya jaminan ekonomi bagi setiap warga negara. Dampaknya kesenjangan sosial merajalela. Hanya sebagian kecil kalangan tertentu yang dapat mengenyam pendidikan tinggi dan mendapatkan fasilitas kesehatan terbaik. Sementara sebagian besar rakyat dibuat sengsara dengan kenaikan bahan pokok, kenaikan UKT, mahalnya obat-obatan, dan pajak yang mencekik. Tidak heran apabila sebagian kalangan memutuskan childfree karena sistem kapitalisme meniscayakan terjadinya kemiskinan.


Alasan HAM dan Kesetaraan Gender

 

Ide childfree berasal dari Barat yang kemudian diusung oleh gerakan feminis, terutama berkaitan dengan isu kesetaraan gender. Fenomena childfree di negara-negara maju adalah hal yang lazim. Sebagai negara yang menerapkan sistem sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan, slogan kebebasan sangat dijunjung tinggi bahkan dilindungi oleh Hak Asasi Manusia. Di Indonesia, keputusan memilih childfree dilindungi oleh UU HAM No. 39 Tahun 1999 yang menjamin setiap orang berhak mendapatkan ketenteraman, kebahagiaan, dan kesejahteraan.


Bagi kaum feminis dan pengusung ide kesetaraan gender, wanita harus setara dengan laki-laki. Jika laki-laki berhak membuat keputusan maka wanita pun memiliki kebebasan untuk menentukan hak atas dirinya. Mulai dari pernikahan, wanita bebas menentukan untuk menikah atau tidak karena menganggap pernikahan sebagai alat perbudakan terhadap wanita.

 

Kaum feminis gencar menyuarakan propaganda kebencian mereka terhadap sumur, dapur, kasur. Tiga hal tersebut sangat dibenci karena dianggap memperbudak wanita. Mereka mendorong wanita untuk berkarir dan eksis di ruang publik sebagaimana kaum laki-laki.


Begitu pula setelah menikah, wanita memiliki kedaulatan atas alat reproduksinya. Artinya, wanita memiliki hak penuh dalam penentuan keputusan memiliki anak atau tidak. Suami, negara, agama, orang lain tidak berhak ikut campur. Slogan “tubuhku, pilihanku” digaungkan oleh kaum feminis sebagai bentuk validasi bahwa wanita memiliki hak penuh atas tubuhnya. Pilihan untuk mengandung dan melahirkan anak sepenuhnya diserahkan kepada wanita.


Cara pandang yang cacat ini pada akhirnya akan merugikan kaum feminis sendiri dan negara-negara penganut sistem sekularisme. Buktinya, laju pertumbuhan penduduk di beberapa negara menurun drastis bahkan mencapai angka minus seperti yang terjadi di Korea Selatan dan Jepang. Jika kondisi ini terus dipelihara maka ancaman krisis generasi tinggal menghitung hari.


Solusi Islam


Di dalam Islam, ide childfree tertolak karena tidak sesuai dengan landasan akidah Islam. Fenomena childfree muncul akibat penerapan sistem sekularisme yang bertentangan dengan akidah Islam. Akidah Islam akan menguatkan ketakwaan individu dan masyarakat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pemikiran Barat.


Memilih childfree karena alasan ekonomi jelas bertentangan dengan akidah Islam karena mengindikasikan ketidakpercayaan akan konsep rezeki datangnya dari Allah. Akidah Islam apabila telah menghujam kuat pada diri kaum muslim, maka mereka akan dengan senang hati menerima titipan amanah berupa anak. Tidak akan menganggap anak sebagai beban ekonomi atau penghambat karir. Seorang muslimah akan menjalani masa kehamilan, melahirkan, dan membesarkan anak dengan rasa rida atas ketetapan dari Allah.


Negara berperan besar dalam menjaga akidah warga negaranya. Mulai dari sistem pendidikan, negara wajib membuat kurikulum pendidikan yang berorientasi untuk mencetak generasi unggul berkepribadian Islam.

 

Seluruh warga negara harus dipastikan mendapatkan akses pendidikan secara merata sehingga kemurnian akidah warga negara tetap terjaga. Negara juga wajib memastikan pemikiran kufur tidak tersebar luas ke masyarakat. Harus ada filter untuk menangkal pemikiran yang merusak akidah.


Dalam hal sistem ekonomi, negara tidak boleh mengadopsi ekonomi liberal kapitalis yang berorientasi pada materi. Negara wajib menerapkan sistem ekonomi Islam yang berorientasi pada kesejahteraan setiap warga negara. Tidak boleh ada warga negara yang masih takut memiliki anak karena alasan ekonomi.

 

Negara sebagai provider, wajib memenuhi kebutuhan pokok setiap warga negaranya. Setiap anak yang baru lahir sudah terjamin kebutuhan pokoknya sampai ia dewasa. Termasuk penyediaan lapangan kerja, negara wajib memperluas lapangan kerja agar setiap kepala keluarga mampu menjalankan perannya sebagai pencari nafkah.

 

Alhasil, tidak ada lagi istilah wanita sebagai tulang punggung keluarga. Wanita bisa fokus menjalankan perannya sebagai ummu warabbatul bait. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Pangan Kedaluwarsa: Buramnya Sistem Kapitalisme

Pangan Kedaluwarsa: Buramnya Sistem Kapitalisme



Fokus utama mereka hanyalah keuntungan semata

tanpa memedulikan bahaya yang mengintai

______________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA- Polresta Bandung mengamankan tersangka yang memanipulasi tanggal kedaluwarsa ribuan produk pangan di Ciparay, Kabupaten Bandung. Barang bukti yang disita meliputi 210 botol minuman teh, 119 botol minuman lainnya, 3060 sachet kecap, 2426 kaleng susu kental manis, 450 botol saus cabai, dan berbagai produk lainnya. (Ayobandung.com,15-11-2024)

 

Menurut Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo produk-produk tersebut diperoleh dari Tangerang dan Bogor yang sebenarnya digunakan sebagai pakan ikan. Kasus ini terungkap berkat adanya laporan dari masyarakat yang merasa curiga.


Manipulasi Produk Kedaluwarsa: Fenomena yang Meresahkan


Fenomena beredarnya pangan kedaluwarsa di masyarakat menjadi cerminan nyata bahwa ada persoalan pelik yang tengah dihadapi. Para pelaku bisnis yang menjual produk-produk ini tampak tidak peduli terhadap dampak yang mereka timbulkan terhadap kesehatan konsumen. Fokus utama mereka hanyalah keuntungan semata, tanpa memedulikan bahaya yang mengintai. 

 

Hal ini menunjukkan wajah kehidupan dalam sistem kapitalisme, di mana segala sesuatu diukur dengan materi, dan rakyat berjuang untuk bertahan hidup tanpa lagi memedulikan nilai-nilai moral, termasuk hukum halal dan haram.

 

Pada dasarnya kegagalan ini tidak semata-mata disebabkan oleh individu, tetapi juga oleh sistem yang melingkupinya. Negara yang seharusnya bertanggung jawab dalam mengurusi rakyat, tampaknya abai terhadap kewajiban tersebut. Dalam kondisi ini, kontrol terhadap perilaku masyarakat menjadi lemah dan pelanggaran terhadap norma serta hukum semakin marak terjadi.


Sistem Islam: Solusi Komprehensif Berbasis Syariat


Berbeda halnya dalam sistem Islam, di mana seluruh aspek kehidupan diatur berdasarkan hukum syariat Islam. Dalam sistem ini, individu dididik untuk memahami hukum Allah (hukum syarak) dan memiliki kesadaran hubungan dengan-Nya (idrak silah billah). Kesadaran ini menjadi benteng kuat yang mampu menahan godaan untuk melakukan kecurangan demi keuntungan besar.


Selain itu, sistem Islam memiliki mekanisme pengawasan yang efektif, seperti fungsi kadi hisbah yang bertugas mengawasi pasar dan memastikan setiap aktivitas ekonomi berjalan sesuai dengan syariat. Jika terjadi pelanggaran, sanksi yang tegas akan diberlakukan sehingga pelaku kejahatan berpikir ribuan kali sebelum melanggar. Sistem pengawasan yang kokoh ini tidak hanya memberikan efek jera, tetapi juga mendorong terciptanya masyarakat yang adil, aman, dan sejahtera.


Hal tersebut dicontohkan oleh sahabat mulia yakni Umar bin Khattab ketika beliau menjabat sebagai seorang khalifah (pemimpin). Beliau mengangkat Syifa bin Abdullah sebagai kadi hisbah. Terciptalah pengawasan pasar yang membuat masyarakat lebih aman dan terjaga dari barang-barang yang tidak layak dijual serta tidak layak dikonsumsi.


Dari sini pemerintah memiliki peran aktif dalam mengatur perekonomian, pengawasan, dan memastikan keamanan pangan bagi masyarakat. Negara juga bertanggung jawab dalam menjaga stabilitas ekonomi dan memastikan bahwa kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:

 "Imam adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)


Dengan demikian, permasalahan pangan kedaluwarsa menjadi cerminan penting untuk menilai kelemahan sistem kapitalisme. Dibutuhkan solusi yang komprehensif dan berlandaskan nilai-nilai agama untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, seperti yang telah terbukti dalam penerapan sistem Islam.

 

Hal yang demikian pastinya hanya bisa terwujud dalam negara yang menerapkan sistem Islam kafah. Karena di dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab penuh dalam menciptakan pengawasan demi keamanan masyarakat dengan baik dan benar agar tercipta kesejahteraan yang akan membawa keberkahan dari Allah Swt. untuk negeri ini. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]


Penulis Neni Maryani

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pendidik

Penerapan Pelajaran Matematika di Pendidikan Usia Dini, Tepatkah?

Penerapan Pelajaran Matematika di Pendidikan Usia Dini, Tepatkah?

 


Jika anak-anak sudah dibebankan pelajaran matematika

akan kehilangan kesempatan untuk menikmati masa kecil mereka dengan cara yang seharusnya


__________________


Penulis Hawilawati, S.Pd.

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka membahas usulan diterapkan pelajaran matematika sejak TK, menurutnya sangat baik. (Tribun, 11-11-24)

 

Tujuannya sebagai bagian dari upaya membekali generasi muda dengan keterampilan dasar yang relevan dengan bidang teknologi dan sains, seperti pemrograman (coding), kecerdasan buatan (AI), dan pembelajaran mesin.


Namun, usulan ini menuai kritikan dari kalangan ahli pendidikan yang menilai pendekatan ini bertentangan dengan prinsip dasar pendidikan anak usia dini. Dr. Suyanto pakar pendidikan anak usia dini menyatakan bahwa anak-anak TK lebih tepat belajar melalui pengalaman langsung dan eksplorasi, bukan melalui pelajaran formal yang bisa membatasi perkembangan emosional dan sosial mereka.


Menurutnya, matematika dasar memang dapat dikenalkan secara santai. Namun, penerapan formal justru bisa berdampak negatif terhadap minat belajar anak.


Membahas tentang pendidikan, sama halnya membahas masa depan dan kemajuan bangsa. Kita semua memahami bahwa kemajuan sebuah bangsa, bukan sekadar dilihat dari banyaknya berdiri gedung-gedung pencakar langit dan kerennya infrastruktur. Tetapi yang terpenting adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) yang cerdas dalam berpikir yang benar, kesalihan jiwa dan penguasaan ilmu pengetahuan untuk kemaslahatan negara.


Ketiga hal tersebut tentu tidak terlepas dari proses belajar yang tepat dan berkelanjutan (terus menerus). Di sinilah pentingnya negara memberikan fasilitas pendidikan terbaik seperti: kurikulum, tenaga pengajar, sarana dan prasarana untuk mendukung berjalannya pendidikan berkualitas bagi generasi.


Tingginya pendidikan sebuah negara tidak menghilangkan pemahamannya terkait dengan karakteristik manusia secara fitrah. Semua itu akan sangat memengaruhi level berpikir dan kesesuaian ilmu yang akan diberikan, serta metode pengajaran yang tepat.


Fase Anak dan Level Berpikirnya


Secara psikologis Islam, fase pertumbuhan anak terbagi 3 yaitu: fase anak, fase prabalig, dan fase dewasa (sempurna fisik dan akal). Dalam tiga fase ini, tentu level berpikir anak akan mengalami perbedaan.


Pada fase anak (usia 0-7 tahun), anak sebagai peniru ulung. Apa yang dilihat dan didengar akan mudah di tiru. Sebab itu, konsep pembelajaran pada level ini lebih cenderung dengan pembiasaan yang baik. Juga menghadirkan role model terbaik di hadapannya karena anak belajar dengan mengindra lingkungan terdekatnya. 


Sementara level berpikir pada fase prabalig (usia 7-14 tahun) sudah masuk tahap level berpikir benar artinya sudah memahami membedakan perkara yang baik dan buruk, halal dan haram. Selanjutnya, level berpikir pada fase remaja (14 tahun ke atas). Anak sudah sempurna secara aqil (akal) dan balig (fisik). Di level ini, anak bisa diajak untuk berpikir serius.


Sebab perbedaan level berpikir inilah, tingkat pemahaman ilmu dan metode pembelajaran bagi generasi harus disesuaikan, tidak disamaratakan. Akan sangat berbahaya jika dunia pendidikan tidak memahami perbedaan tersebut.


Pendidikan Usia Dini Fokus pada Penanaman Akidah dan Tumbuh Kembang Anak


Kita bisa membayangkan dampak jangka panjangnya. Jika anak-anak sudah dibebankan pelajaran matematika. Akan kehilangan kesempatan untuk menikmati masa kecil mereka dengan cara yang seharusnya.


Dalam pendidikan anak usia dini menurut Islam, pada 7 tahun pertama adalah fokus kepada tumbuh kembang anak, baik pertumbuhan secara fisik maupun kecerdasan spritual, emosional, dan sosial yang akan membentuk karakternya


Penanaman akidah yang kuat harus dilakukan pada fase ini. Anak sudah ditanamkan aspek spiritual dengan benar. Dengan cara mengenal dan meyakini Zat Yang Maha hebat sebagai Pencipta alam semesta yaitu Allah azza wajalla  dan dirinya sebagai makhluk terbaik (yang diciptakan) yang tugasnya sebagai Abdullah (hamba Allah).


Penanaman emosional dengan cara mengajarkan dan membiasakan melakukan sikap sesuai adab Rasulullah. Adapun metode pembelajaran di usia dini sudah mulai dilakukan dengan konsep talqiyan fikriyan, yaitu mengoptimalkan potensi akal anak untuk berpikir, menghadirkan berbagai fakta yang dapat terindra sebagai objek pembelajaran dan memberikan pemahaman yang benar sesuai syariat Islam.


Tiga hal ini harus dikaitkan satu dengan lainnya dengan pembelajaran yang menyenangkan dan bahasa yang mudah dipahami sesuai level berpikir anak usia dini. Sementara pengenalan konsep-konsep dasar matematika dan sains dilakukan secara halus melalui permainan dan eksplorasi dunia nyata, tidak dilakukan dengan pembelajaran formal yang kaku.


Tentu saja, penting untuk mempersiapkan generasi cerdas secara intelektual yang terampil menguasai teknologi. Terutama dalam bidang-bidang seperti coding dan AI. Namun, dalam kehidupan AI bukanlah segalanya. Hanya sebagai wasilah (sarana) untuk mempermudah manusia menjalankan kehidupan.


Yang terpenting adalah ilmu dasar agama yang mana di dalamnya mengajarkan adab serta kecerdasan emosional membentuk kepribadian Islam generasi. Alhasil, tetap mampu menghadapi tantangan zaman meski teknologi terus mengalami perubahan dan perkembangan.


Pentingnya Penguasa Memahami Karakteristik Generasi


Membentuk kepribadian berkualitas sejak dini tentu tidak bisa dicapai dengan cara mengabaikan karakteristik anak, level berpikir dan pendidikan yang seimbang, yang mengutamakan penanaman ilmu dasar di atas. Jika pemimpin tidak memahami dasar-dasar pendidikan ini, akibatnya akan fatal. Bisa membawa negara ke dalam kesalahan besar. Cerdas berteknologi namun miskin secara kepribadian unggul yaitu miskin adab maupun moral dan miskin dalam kepekaan bersosialisasi.


Jika gagasan pemerintah yang kemudian dilegalkan menjadi sebuah kebijakan. Penting sekali melibatkan para ahli pendidikan, terutama dalam pembahasan ini adalah ahli pendidikan usia dini yang sangat memahami bidangnya.


Kita harus menyadari bahwa sejatinya konsep pendidikan terbaik adalah konsep pendidikan Islam yang sudah terbukti selama 13 abad lamanya dalam kejayaan Islam telah melahirkan manusia cerdas dan  beriman yaitu: para pemimpin, ilmuwan, dan ulama besar yang kredibel banyak memberikan kontribusi besar dan kemaslahatan bagi umat manusia. Bahkan dunia Barat dan Eropa telah mengakui betapa berjasanya pendidikan Islam dalam peradaban dunia. 


Khatimah


Sudah saatnya pendidikan harus kembali kepada konsep terbaik pendidikan Islam, bukan mengikuti tren global yang hanya fokus menguasai teknologi berorientasi materi semata.


Wajar pada hari ini negara yang dianggap maju menguasai teknologi namun para pemudanya telah mengalami krisis moral, berperilaku bebas (tidak mampu membedakan perkara yang baik dan buruk, halal dan haram) sebab mengabaikan ilmu dasar yang sangat penting yaitu nilai-nilai agama dalam pendidikannya mulai dari level usia dini hingga perguruan tinggi, dianggap ilmu agama adalah hanya sebagai opsi.


Walhasil, teknologi tanpa agama akan merusak. Kecerdasan emosional tanpa disertai kecerdasan beragama tidak akan menghantarkan manusia selamat menuju akhirat Allah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Islam Solusi Pengangguran

Islam Solusi Pengangguran



Sistem Islam yang komprehensif 

di dalamnya juga terdapat aturan untuk menyelesaikan masalah pengangguran

_________________________


Penulis Rukmini

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Angka pengangguran di Kabupaten Bandung terus mengalami penurunan dari 6,52 persen menjadi 6,36 persen.

 

Hal ini berdasarkan laporan dari  Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat tentang ketenagakerjaan. Peranan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung saat ini adalah memfasilitasi pelatihan kerja kepada masyarakat sehingga nomenklaturnya juga pendidikan pelatihan kerja berbasis kompetensi. Hal ini diungkapkan Rukmana selaku Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung.


Pelatihan melalui Dinas Ketenagakerjaan sudah jelas Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)-nya, yaitu memberikan pelatihan, magang, melaksanakan uji kompetensi dan kemudian menempatkan para calon pencari kerja.

 

Dinas Ketenagakerjaan yang menjalin kerja sama dengan LPK (Lembaga Pelatihan Kerja) itu 100 persen diterima karena sudah ada MoU (Memorandum of Understanding) sebelumnya sehingga keterserapan tenaga kerja di Kabupaten Bandung terus meningkat. Dengan adanya keterserapan tenaga kerja itu angka pengangguran di Kabupaten Bandung terus menurun. (VISI.NEWS, 14-11-24)


Jawa Barat sebagai salah satu provinsi terbesar di Indonesia, yang saat ini dekat dengan ibu kota merupakan salah satu provinsi dengan problem pengangguran yang luar biasa. Karena di Jawa Barat ini pengangguran mencapai angka yang cukup tinggi, bahkan bisa dikatakan pengangguran di Jawa Barat ini "menjadi prestasi" tersendiri yang menjadi PR untuk diselesaikan.


Menurunnya angka pengangguran, tampaknya patut dipertanyakan. Kenyataannya, masyarakat yang mengalami kesulitan hidup masih banyak di Kabupaten Bandung. Ditambah pemberitaan di berbagai media tentang PHK besar-besaran yang dilakukan oleh beberapa perusahaan besar, patut disanksikan kalau angka pengangguran menurun.


Kalaupun menurunnya angka pengangguran disebabkan terserapnya jumlah angkatan kerja baru, mungkin cukup logis. Namun, bagaimana dengan para pekerja yang menjadi korban PHK? Tidakkah jumlah PHK besar-besaran tersebut justru malah menambah deret panjang jumlah pengangguran.


Betapa banyaknya masalah berkepanjangan yang tak kenal kata selesai dalam sistem hidup kapitalisme yang rusak saat ini. Termasuk masalah pengangguran yang fluktuatif namun, mustahil melandai mendekati nihil. Banyaknya pengangguran yang mayoritas dialami oleh kelompok usia produktif tentu menjadi pemicu yang memperparah masalah lainnya di tengah masyarakat.


Adanya pengangguran tidak bisa dianggap sebagai masalah kecil tentunya. Memang benar jika dilihat secara kuantitas angka pengangguran di Jawa Barat jika dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja seharusnya seakan kecil. Tapi tentu kita tidak lekas bernapas lega sebab angka ini menunjukkan sebuah kondisi kehidupan masyarakat.

 

Dapat dibayangkan jika seandainya pengangguran ini adalah seorang laki-laki berstatus kepala keluarga yang menjadi tulang punggung keluarganya. Artinya masih banyak individu lainnya yang sedang terancam kesejahteraan hidupnya. Kalaupun dengan kemungkinan terbaiknya orang ini single, tetap saja bukan kondisi yang bisa dianggap enteng.


Pengangguran massal ini akan menjadi jalan tol untuk kemiskinan yang semakin merajalela akibat ketimpangan pendapatan di tengah masyarakat. Kondisi ini seharusnya cukup membuktikan ada yang tidak beres pada sistem hari ini, jika masalah pengangguran bukan masalah sistemis mengapa fakta berkata sebaliknya?


Pengangguran yang mewabah justru menunjukkan adanya kesalahan dalam distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Mengapa tidak? Faktanya memang demikian. Sistem kapitalis hari ini telah gagal mewujudkan lapangan kerja yang luas bagi rakyatnya. Namun di sisi lain, memberikan ruang yang sangat luas kepada penguasaan kekayaan alam oleh segelintir orang.


Kepemilikan umum dalam kapitalisme dengan sangat mudah dikuasai oleh individu asalkan mempunyai uang yang banyak. Maka tidak heran jika termasuk daerah kita negeri yang terkenal dengan SDA yang melimpah bahkan dikenal hingga ke mancanegara dengan timah, hasil pertanian dan hasil lautnya, justru memiliki angka pengangguran yang berlimpah pula di ibu kota provinsinya.


Belum lagi dengan fenomena monopoli pasar yang terjadi. Sekeras apa pun masyarakat membuat suatu bentuk usaha, sistem hari ini akan tetap memarginalkan mereka yang bermodal kecil dan tidak memiliki relasi pada korporasi. Hanya yang bermodal besar yang akan tetap bertahan, sisanya harus menyediakan kelapangan hati yang juga besar untuk berulang kali gulung tikar. Inilah bukti adanya kekeliruan dalam tata kelola kehidupan masyarakat dalam sistem hari ini yang sekularis dan materialis.

 

Kenyataan ini sudah cukup seharusnya untuk menjadi pertimbangan kita berpikir tentang alternatif sistem hidup yang lain jika sistem hidup yang rusak pada kenyataannya memang akan terus menciptakan masalah yang tidak ada habisnya. Mengapa tidak berpindah hati ke sistem hidup yang sudah jelas sehat, dialah Islam yang kebenarannya dijamin oleh Allah Swt..


Sistem Islam yang komprehensif memiliki aturan untuk menyelesaikan masalah pengangguran. Secara umum, negara akan mengatasi pengangguran dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan individu dan pendekatan sosial ekonomi.


Dengan pendekatan individu, negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang memberikan pemahaman kepada setiap individu warganya terutama laki-laki tentang kewajiban bekerja dan kemuliaan orang-orang yang bekerja di hadapan Allah Swt.. Setelah terbentuk pemahaman ini dengan baik pada setiap individu terutama laki-laki, negara akan melakukan pendekatan kedua yakni pendekatan sosial ekonomi. Negara akan mendatangkan investasi yang halal untuk dikembangkan di sektor rill, baik di bidang pertanian, perhutanan, kelautan, tambang maupun perdagangan.


Investasi ini dijadikan sebagai salah satu uslub penambahan modal yang dilakukan melalui akad syirkah. Akad syirkah yang berlaku hanyalah yang memungkinkan terjadinya penambahan modal dari pihak lain tanpa melibatkan investor ke dalam aktivitas usaha, di antaranya dengan syirkah mudharabah dan syirkah wujuh yang sesuai dengan syariat. 


Di sektor nonriil, tidak akan dikembangkan karena haram dan menyebabkan peredaran uang hanya di antara orang kaya saja sehingga tidak akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat dan bahkan menyebabkan ekonomi gelembung yang merugikan para pelaku usaha.


Selain itu, negara akan memperhatikan distribusi kekayaan sampai kepada level individu. Hal ini dilakukan agar tidak ada kesenjangan yang lebar antara satu individu dengan individu lainnya dalam memenuhi kebutuhan, terutama kebutuhan primer.


Negara akan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap individu agar dapat berupaya secara optimal dalam memenuhi kebutuhannya seperti mengelola SDA sebagai kepemilikan umum secara mandiri sesuai tuntunan syariat. Alhasil, dengan ini akan menjalankan perannya sebagai negara yang dapat menyediakan lapangan kerja yang sangat besar bagi warganya sebab secara otomatis pengelolaan SDA tentu membutuhkan tenaga ahli hingga tenaga terampil, karenanya hal ini akan menjadi jalan menghapuskan pengangguran. 


Kedua pendekatan ini berjalan dalam kebijakan yang terintegrasi dengan kebijakan lainnya secara sistematis sesuai tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah. Hal ini niscaya terjadi karena Islam sebagai problem solver bagi setiap permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakatnya. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Childfree, Perlu Dihargai atau Diwaspadai?

Childfree, Perlu Dihargai atau Diwaspadai?


 

Padahal konsep childfree ini

jelas bertentangan dengan fitrah manusia 

_______________________________


Penulis Linda Ariyanti, A.Md

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Manusia adalah makhluk dinamis yang akan terus bertumbuh dan kemudian berhenti di satu fase bernama kematian.


Maka untuk melanjutkan kehidupan di dunia ini, manusia membutuhkan sebuah proses bernama kelahiran. Peradaban manusia akan dilanjutkan oleh generasi yang dilahirkan. Sayangnya, angka pernikahan dan kelahiran saat ini justru berada di angka yang mengkhawatirkan karena mengalami tren penurunan. 


Dilansir dari www.rri.co.id (12-11-2024), survei Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa ada 71.000 perempuan Indonesia yang memiliki usia 15 hingga 49 tahun mengaku tidak ingin memiliki anak (childfree) atau sekitar 8,2 persen perempuan yang ada di Indonesia tidak mau melahirkan anak. Jika dibiarkan, fenomena childfree tentu akan terus meningkat dan bertambah jumlahnya sepanjang waktu.


Perempuan muda di negeri ini juga tengah digempur dengan ide barat bernama waithood  yaitu proses penantian panjang menjelang pernikahan. Pasalnya, seseorang yang mengambil ide ini akan menunda pernikahan demi karier dan segudang alasan lainnya. Jangankan punya anak, menikah saja mereka sudah enggan melakukannya. 


Ide Kebebasan yang Mengancam Kehidupan


Jika kita telaah lebih jauh, ada beberapa faktor yang membuat seseorang memilih untuk tidak melahirkan keturunan.


Pertama, perempuan ingin lebih fokus mengejar karier pekerjaan atau pendidikan. Mereka menganggap bahwa anak adalah penghambat kariernya.


Kedua, sulitnya kehidupan ekonomi membuat mereka enggan memiliki anak karena kehadiran anak akan menambah beban hidup mereka sehingga jelas akan sangat memberatkan finansial.


Ketiga, beberapa perempuan menghindari kehamilan untuk mengurangi risiko komplikasi saat hamil dan melahirkan yang bisa berujung pada kematian. 


Secara ide, semua faktor tersebut lahir dari ide feminisme dan sistem kapitalis. Pola pikir liberal (kebebasan) yang diaruskan memengaruhi kalangan perempuan muda. Perempuan lebih mengejar karier pekerjaan dan pendidikan agar dianggap perempuan berdaya sehingga memiliki privilege di masyarakat.


Kekhawatiran akan rezeki membuat banyak pasangan takut memiliki anak karena tidak adanya keyakinan tentang konsep rezeki yang sudah diatur oleh Sang Khalik. Tidak mau merasakan sakit saat melahirkan dan takut akan kematian. Padahal ujung dari kehidupan ini hanyalah kematian, setiap orang telah ditetapkan ajalnya oleh Sang Pencipta. 


Sekularisme telah nyata membentuk manusia yang hanya berorientasi pada manfaat dan kesenangan, tanpa pertimbangan agama sama sekali. Mirisnya negara hari ini memberi ruang kepada pemahaman rusak dengan dalih HAM. 


Anggota Komnas Perempuan Maria Ulfah Ansor menyebutkan bahwa setiap perempuan memiliki hak untuk menentukan pilihan hidupnya, termasuk memiliki anak. Ia berpendapat bahwa childfree merupakan hak asasi manusia yang harus dihargai oleh seluruh pihak dan tidak boleh memandang childfree dengan pandangan negatif. (www.rri.co.id, 15-11-2024)


Padahal konsep childfree ini jelas bertentangan dengan fitrah manusia dan akan menimbulkan kerusakan jangka panjang jika dibiarkan. Maka ide ini bukan untuk dihargai, melainkan untuk diwaspadai.


Jaminan Kehidupan dalam Islam


Islam adalah agama sempurna yang diturunkan oleh Allah Swt. agar kehidupan manusia berjalan sesuai fitrah dan terwujudnya rahmat bagi seluruh alam. Tidak ada manusia yang menginginkan kehidupan rusak dan sempit sebagaimana yang tengah terjadi hari ini. Sebagai sebuah sistem hidup, Islam telah menjamin kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. 


Dalam konsep ekonomi Islam, kesejahteraan masyarakat terwujud bukan dalam bentuk persentase, melainkan perhitungan rill ekonomi satu per satu orang atau per kepala keluarga. Negara harus memastikan setiap orang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.


Kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan dipenuhi oleh negara secara tidak langsung dengan memberikan peluang kerja bagi rakyatnya. Sedangkan kebutuhan pokok seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan dipenuhi secara langsung oleh negara. Dengan jaminan seperti ini, tidak akan ada impitan kehidupan secara finansial. 


Sistem Islam akan menguatkan akidah sehingga ide childfree akan tertolak karena bertentangan dengan akidah Islam. Memiliki anak bukanlah beban melainkan amanah yang menjadi ladang pahala bagi orang tua.


Allah Swt. telah berfirman dalam QS. Al-Anfal ayat 27-28 yang berbunyi, "Karena apa yang Allah takdirkan untukmu, maka itulah amanah yang harus ditunaikan."


Dengan pemahaman ini, tentu seorang muslim akan berlomba-lomba memiliki banyak anak karena banyak pahalanya.


Pendidikan Islam juga menjaga akidah umat agar tetap lurus dan menjaga pemikiran sesuai Islam. Dengan bekal kepribadian Islam dan ketakwaan yang diperoleh dari sistem pendidikan Islam, membuat perempuan muda tidak akan tersihir dengan ide feminisme karena justru bertentangan dengan syariat Islam. 


Privilege yang diinginkan oleh perempuan muda bukan lagi karier dunia melainkan saat Allah Swt. rida hingga membuatnya bisa masuk surga tanpa hisab lewat pintu mana pun.


Negara juga memberikan benteng atas masuknya pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Ide sekularisme, kapitalisme, liberalisme, feminisme dan yang sejenisnya akan dijauhkan dari kehidupan masyarakat. Hanya boleh ada satu ide, yakni Islam.


Dengan demikian, problem childfree akan terhapus dan fitrah manusia akan terjaga. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]