Alt Title

Inses Stop Menormalisasi Penyimpangan Seksual

Inses Stop Menormalisasi Penyimpangan Seksual





Ketika pilar keluarga, masyarakat dan negara sejatinya saling berperan aktif

maka tindakan perilaku menyimpang dapat dihilangkan

_________________________


Penulis Mia Annisa 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Remaja


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Belum genap sebulan jagad maya dihebohkan kasus viral pembuangan bayi prematur hasil hubungan sedarah (inses) antara kakak beradik, R (24) dan NH (21) melalui aplikasi layanan ojek online di jalan Ampera III, Kecamatan Medan Timur. (www.detik.com, 9-05-2025)


Namun, baru-baru ini jagad sosial media kembali dikejutkan penemuan grup fanpage yang menyimpang, konten-konten yang menormalisasi hubungan sedarah, entah bapak dengan anak, kakak dengan adik bahkan ibu dengan anak. Mirisnya grup ini dihuni hampir oleh 32 ribu orang pengikut. Artinya, 32 ribu orang ini merupakan fenomena gunung es yang terkena penyakit menyimpang. Namun, bisa jadi perilaku seks menyimpang ini jauh lebih banyak menjangkiti masyarakat hari ini. 


Setelah grup ini ramai dibongkar di platform sebelah dan mendapatkan banyak desakan. Polisi diminta segera untuk mengusut tuntas grup inses tersebut dengan menangkap tak hanya admin atau pengelola grup tetapi juga anggota-anggota aktif yang menyebarkan konten-konten menyimpang. (kumparan.com, 18-05-2025)


Miris memang. Ketika perilaku menyimpang, gaya hidup liar menjadi sesuatu hal yang lumrah bahkan secara terang-terangan dipertontonkan di sosial media yang seharusnya menjadi ruang edukasi dan inspiratif malah sebaliknya menjadi ruang-ruang gelap yang merusak perilaku hidup masyarakat.


Selain itu, adanya konten menyimpang fantasi inses makin membuka tabir bahwa di era sosial 5.0 ruang media tak lagi aman nyaris tanpa filter, tetapi juga menjadi warning tatanan keluarga terancam serta nasib generasi dipertaruhkan. Selama mesin ideologi bernama kapitalis sekuler diterapkan.


Inilah yang menjadi akar masalah ketika ruang-ruang publik dipenuhi syahwat, akal sehat dimatikan, agama dipinggirkan, diberi cap kolot dan dianggap mengekang. Wajar, apabila akhirnya masyarakat tidak memiliki pemahaman bahwa hubungan sedarah (inses) secara mutlak bertentangan dengan fitrah, merusak keturunan (nasab), dan menimbulkan kerusakan sosial yang sangat besar. Keluarga yang semestinya menjadi benteng terakhir untuk melindungi, menjaga, serta memberikan rasa aman justru malah membahayakan mereka secara seksual. 


Pantas, jika perilaku menyimpang ini dianggap sebagai kejahatan dan sebagai perbuatan dosa besar. Rasulullah sendiri mengecam,


"Barangsiapa yang berzina masih dengan wanita yang masih mahramnya maka bunuhlah ia." (HR. Abu Dawud, At-Tarmidzi, An-Nasa'i & Ibnu Majah)


Faktanya, sejauh mata memandang kasus penyimpangan seksual hari ini hanya dijatuhi hukuman tanpa memberikan efek jera bagi para pelakunya sehingga kasus penyimpangan seksual terus saja berulang. Sekalipun sudah difasilitasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU Perlindungan Anak. Hubungan inses bisa dijerat melalui Pasal 285-289 KUHP: Tergantung pada unsur paksaan atau kerelaan, dengan ancaman pidana hingga 12 tahun penjara. Serta, UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak: Jika terbukti terjadi eksploitasi atau kekerasan seksual terhadap anak, hukuman bisa lebih berat, hingga 15 tahun atau lebih.


Butuh pencegahan secara konkret agar menormalisasi hubungan sedarah (inses) dan perilaku penyimpangan-penyimpangan lainnya lenyap di tengah kehidupan masyarakat. Selain membenahi penerapan hukuman bagi para pelakunya. Media-media yang merusak seyogianya ditertibkan oleh negara melalui undang-undang yang memuat panduan umum pengaturan informasi untuk mengukuhkan masyarakat dalam memegang syariat. Apabila mereka melanggar aturan maka negara berhak untuk menutup atau menghentikan media tersebut sebagai afiliasi kurikulum pendidikan Islam yang bertujuan membentuk akidah dan tsaqofah yang benar. 


Di lingkungan keluarga perlunya mengajarkan seks edukasi sesuai tuntunan, seperti memisahkan tempat tidur saat anak-anak berusia 10 tahun. Rasulullah saw. bersabda, 


"Pisahkanlah tempat tidur anak-anak kalian saat usia 10 tahun." (HR. Abu Dawud)


Menjaga batasan-batasan aurat dengan memahamkan, "Laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain dan perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain. Dan laki-laki tidak boleh tidur bersama laki-laki lain dalam satu selimut dan perempuan tidak boleh tidur bersama perempuan lain dalam satu selimut."(HR. Ahmad, Muslim & Abu Dawud) 


Akan tetapi, kondisi ini tidak akan bisa ideal apabila suasana keimanan hanya dibebankan berada di tangan keluarga namun memutilasi peran negara serta peran aktif masyarakat. Ketika pilar keluarga, masyarakat dan negara sejatinya saling berperan aktif maka tindakan perilaku menyimpang dapat dihilangkan. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]