Alt Title
Zionis Kian Brutal Umat Gaungkan Solusi Hakiki

Zionis Kian Brutal Umat Gaungkan Solusi Hakiki



Banyaknya jumlah korban genosida dan pembantaian Isra*l sejatinya membuat kita sadar

umat masih terpecah belah dan belum satu suara dalam solusi hakiki pembebasan P4lestina

_________________________


Penulis Nurhy Niha

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - 23 bulan genosida di G4za, Zion*s kian terdesak. G4za melakukan perlawanan meski semua tempat tak lagi aman, dibombardir dari segala penjuru dengan segala cara. Kondisi ini tidak masuk logika tetapi itulah fakta yang terjadi di G4za.


Dunia menyaksikan Isra*l menuju jurang kekalahan sehingga mereka kian brutal. Menutup mata dari kritikan dunia dan pers. Bahkan, Zion*s telah melanggar kesepakatan internasional dengan melakukan serangan terhadap rumah sakit. Seperti serangan terhadap RS Nasser, telah menewaskan 20 orang termasuk 4 medis yang sedang bertugas.  (BBC.com, 26-08-2025) 


Sulitnya Menolong P4lestina Akibat Sekat Nasionalisme


Tidak cukup sampai disitu, pers yang sedang melakukan siaran langsungpun tak luput menjadi korban. Setidaknya ada 5 jurnalis media internasional yang tewas dalam serangan itu. Upaya pembungkaman tampak nyata dan terang benderang. Kematian para jurnalis ini akan berdampak sulitnya mengakses keadaan G4za yang sebenarnya. 


Jurnalis internasional tidak diizinkan melakukan liputan mandiri. Mereka harus berada di bawah pengawasan tentara Isra*l dengan akses yang terbatas. Keterbatasan ini menjadikan berita yang didapat dari jurnalis lokal sangat berharga dan dapat disebarluarkan pada dunia. Namun, ketika pers menjadi target maka suara kebrutalan Zion*s kian sayup terdengar bahkan tenggelam.


Masyarakat dunia harus menjadi penggerak laju informasi. Melalui akses media sosial yang mudah kita bisa menjadi jurnalis dadakan. Mengabarkan  genosida G4za dan kabar anak-anak yang kian sekarat karena malnutrisi dan pelaparan sistematis. 


Di zaman yang serba terbuka kita bisa membuka mata dunia tentang kebrutalan Isra*l. Membagikan ulang berita tentang G4za di berbagai aplikasi media sosial. Menuliskan pemberitaan tentang kebrutalan Isra*l yang kian tak terbendung. Ketika tanganmu digunakan hanya untuk berdoa maka kabar tentang saudara kita di G4za akan hilang begitu saja. Maka gerakan tanganmu untuk menjadi penyambung lidah mereka.


Kebrutalan Zion*s bukan lenyap dari sorotan dunia. Kecaman-kecaman dari berbagai tokoh dan pemimpin dunia tidak cukup untuk menghentikan mereka. Ibarat kata anjing menggonggong kafilah berlalu. Pelanggaran perang dan pelanggaran hukum humaniora Internasional tidak mampu menjerat Zion*s Isra*l. 


Dua miliar lebih kaum muslim mewakili seperempat penduduk dunia masih belum sanggup menghentikan penderitaan saudara-saudara kita di G4za. Isra*l dengan kaki tangan Amerika dengan mudah membuat para pemimpin negeri muslim minim tindakan. Pasukan militer yang bisa membebaskan G4za dari kekejian Isra*l tidak diturunkan, hanya sebatas kecaman, bantuan finansial dan pengakuan negara P4lestina. Tidak ada tindakan nyata perlawanan yang membuahkan hasil.


Menurut data kementerian kesehatan P4lestina, lebih dari 62.000 penduduk tewas dengan sebagian besar korban anak dan perempuan. Entah sampai berapa lama lagi kita harus menyaksikan nyawa saudara kita melayang karena kebiadaban Zion*s. Padahal sudah jelas tertulis dalam hadis An-Nasai, "Nyawa seorang muslim lebih berharga dari hancurnya dunia."


Banyaknya jumlah korban genosida dan pembantaian Isra*l sejatinya membuat kita sadar, umat masih terpecah belah dan belum satu suara dalam solusi hakiki pembebasan P4lestina. Kita harus bergerak bersama untuk melakukan langkah nyata dengan menjadikan solusi hakiki sebagai opini umum yang menyebar di mayoritas kaum muslim.


Solusi Hakiki Adalah Jihad


P4lestina adalah salah satu bagian penting umat muslim. Tanah yang penuh berkah dan di sana terdapat Masjidil Aqsha kiblat pertama kaum muslim. Seperti tertulis dalam Al-Qur'an surah Al-Anbiya ayat 71 tentang keberkahan P4lestina yang merupakan bagian dari negeri Syam.


"Dan kami selamatkan  Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang telah kami berkahi untuk sekalian manusia."


Tanah P4lestina merupakan tempat yang istimewa bagi 3 agama, Islam, Nasrani dan Yahudi. P4lestina dalam sejarahnya selalu menjadi rebutan untuk dikuasai. Zion*s Yahudi dengan diwakili Theodor Herzl tahun 1896 menemui  Khalifah Utsmaniyah Sultan Abdul Hamid II meminta sepetak tanah di P4lestina sebagai tempat tinggal kaum Yahudi namun ditolak dengan tegas. 1901 Herzl datang lagi membawa  penawaran dengan jumlah yang tidak kecil di tengah lemahnya ekonomi kekhilafahan Utsmani hasilnya tetap ditolak karena tanah ini milik umat Islam. 


Dengan berbagai cara melalui perang dunia I dan II angin segar mulai terasa dan mendekati tujuan. Ditambah dengan runtuhnya kekhilafahan Utsmani membuat umat Islam kehilangan perisai dalam menjaga tanah P4lestina. Hingga pada tahun 1948 Isra*l mendeklarasikan diri sebagai negara dan Zion*s Yahudi melakukan migrasi besar-besaran setelah pengakuan itu.


Pada masa Kekhilafahan Islam, P4lestina masih terjaga dengan baik. Tak ada satu pun khalifah yang berani memberikan tanah P4lestina. Namun, kini kita melihat P4lestina tanahnya makin sempit dan terbatas. Zion*s merampas tanah milik kaum muslim dan menjadikannya negara.


Menjadikan Isra*l sebuah negara yang dilakukan Zion*s Yahudi tidak dalam sekejap mata. Ada waktu, pikiran, dan harta yang terkuras untuk mewujudkan itu. Mereka tidak pernah berhenti sedetikpun untuk mencapai tujuannya. Segala macam cara dilakukan. Untuk itu kita juga perlu usaha yang lebih keras dari mereka dalam membebaskan P4lestina.


Diperlukan edukasi ke masyarakat secara masif bahwa sebagai muslim kita berkewajiban membela palestina. Penyamaan pandangan dalam memandang akar masalah P4lestina yakni umat yang terpecah belah oleh nasionalisme. Menjadikan masalah P4lestina menjadi masalah bersama yang tidak akan selesai hanya dengan tindakan-tindakan yang diusahakan selama ini.


Persatuan adalah kunci utama dalam pembebasan P4lestina seperti terkandung dalam surah Ali-Imran ayat 103,


"Berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara."


Kita harus satu suara bahwa solusi hakiki dalam pembebasan P4lestina dari penjajahan Isra*l adalah jihad. Ketika umat sudah paham akan masalah dan solusinya maka kita bisa mulai bergerak. Bergerak dimulai dengan pemimpin muslim mengomandoi  menurunkan tentara terbaik berjihad di P4lestina sampai mendapatkan kemenangan. Kemenangan sampai tak ada lagi Zion*s Isra*l di bumi P4lestina. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Wakil Rakyat yang Tidak Mewakili Derita Rakyat

Wakil Rakyat yang Tidak Mewakili Derita Rakyat



Segala bentuk aturan atau kebijakan yang dibuat oleh wakil rakyat

tidak memberikan kesejahteraan dan keadilan kepada rakyat


________________________


Penulis Sahara Maina Larasati

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - DPR Menjadi Wakil Rakyat
DPR merupakan lembaga legislatif yang bertugas sebagai dewan perwakilan rakyat dalam membuat kebijakan negara. Kebijakan yang dibuat tentu untuk menertibka nhajat hidup masyarakat, interaksi rakyat dengan rakyat, rakyat dengan wakil rakyat serta antar wakil rakyat. 


Menjadi wakil rakyat tentu membutuhkan perjuangan dan pengorbanan dalam menjalankan tanggung jawab yang diamanahkan. Menjadi wakil rakyat tidaklah mudah untuk diambil peranananya. Begitu pun tidak sembarang orang bisa mengembannya. Bagaimana tidak, karena tanggung jawab wakil rakyat bukan suatu hal yang mudah untuk dilaksanakan.


Adapun tugas yang dilakukan oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) ini seperti membuat dan mengesahkan undangan undang, mengawasi kinerja pemerintah, mengontrol anggaran yang diajukan pemerintah, mewakili suara rakyat dalam membuat kebijakan, serta melakukan penyelidikan terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan kemaslahatan rakyat.


Dari tugas-tugas yang diamanahkan ini menjadi wakil rakyat membutuhkan kemampuan. Baik kemampuan dalam ranah keperibadian, keilmuan maupun keimanan. Karena dengan begitu setiap kebijakan yang dikeluarkan dapat dipertimbangkan dengan maksimal. 


Wakil Rakyat Membawa Derita


Kapitalisme merupakan sistem yang dianut oleh negara Indonesia. Sebagai negara yang menganut kapitalisme tentu dalam segala hal yang berkaitan dengan negara maupun dengan kemanusiaan yang diperuntukan untuk mendapatkan keuntungan materi.


Sebagaimana yang penulis kutip dari CNBC Indonesia (02-09-2025) bahwa Isu mengenai gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menjadi sorotan tajam masyarakat, di mana mereka mengkritisi kebijakan gaji dan tunjangan anggota DPR yang dinilai tidak sebanding dengan kinerjanya.


Hal ini menunjukan bahwa menjadi DPD (Dewan Perwakilan Rakyat) yang lebih diutamakan bukan kemaksimalan kinerjanya dalam menjalankan amanah negara. Namun, negara lebih mementingkan gaji atau tunjangan yang akan diberikan kepada wakil rakyat tersebut.


Padahal yang kita rasakan saat ini segala bentuk aturan atau kebijakan yang dibuat oleh wakil rakyat tidak memberikan kesejahteraan dan keadilan kepada rakyat. Hal ini akibat dari para wakil rakyat yang lebih memikirkan tunjangan yang akan didapatkan bukan memikirkan kebijakan apa yang seharusnya dikeluarkan untuk membantu dalam menyejahterakan masyarakat. 


Alhasil, segala kebijakan yang dikeluarkan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan materi. Semisal, kebijakan menaikkan tarif pajak, kemudian menaiki anggaran bagi para DPR yang menjadi wakil rakyat. Fenomena ini membuat masyarakat hidup penuh dengan derita yang tidak tahu kapan berakhirnya. Derita masyarakat yang negara tidak mampu untuk menanggungnya. Beginilah hasil dari penerapan kapitalisme.


Islam Membawa Kesejahteraan 


Islam sebagai agama yang Allah turunkan dengan seperangkat peraturan bagi manusia dalam menjalankan kehidupan di dunia. Islam bukan hanya mengatur tentang hubungan dengan Tuhan sebagai pencipta. Namun, Islam mengatur bagaimana manusia menjadi hamba yang taat dalam menjalankan amanah di dunia.


Seperti menjadi pribadi yang beriman, berilmu, dan amanah sehingga dalam menjalankan amanah dengan sesama manusia pun seorang manusia akan menjalankan dengan iman, ilmu, dan amanah karena Allah. Memang dasarnya dalam menjalankan amanah sudah didasari dengan keimanan kepada Allah. 

 

Termasuk dalam menjalankan segala amanah menjadi wakil rakyat tentu harus didasari dengan keimanan dan ketaatan kepada Allah. Dalam Islam, menjadi wakil rakyat itu bukan hanya menjalankan tanggung jawab dari manusia. Akan tetapi, amanah dari Allah yang Maha mengatur. 


Sebagaimana sabda Rasulullah bahwa : "Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan, kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik dan dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR. Muslim)


Maka dari itu, menjadi wakil rakyat yang beriman tentu dalam menjalankan amanahnya yang akan diprioritaskan bukan lagi gaji atau tunjangan. Namun, yang ingin diraih adalah rida Allah melalui amanah yang diemban. Karena sejatinya segala hal yang dilakukan akan dimintai pertanggungjawaban.


Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh hadis utama tentang pemimpin yang amanah, "Setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim)


Sabda Rasulullah di atas menegaskan bahwa kepemimpinan adalah amanah berat yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat sehingga pemimpin harus menjalankan tugasnya dengan penuh amanah untuk tujuan menyejahterakan serta memberikan keadilan kepada rakyat. 


Khatimah


Menyaksikan perilaku dari wakil rakyat yang dihasilkan dari sistem sekuler menjadikan kondisi rakyat penuh derita. Maka dari itu, kenyataan pahit ini hanya bisa diberantas dengan penerapan sistem Islam dalam bentuk negara.


Dengan begitu, akan tercetak para wakil rakyat yang amanah, mampu untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan untuk rakyat. Karena wakil rakyat dari sistem Islam akan menjalankan amanah dari Allah yang berlandaskan keimanan bukan karena keuntungan materi semata. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

DPR Versus Majelis Umat Siapa yang Lebih Unggul?

DPR Versus Majelis Umat Siapa yang Lebih Unggul?


 

Islam mempunyai Majelis Umat untuk memberikan masukan, kritik, dan mengoreksi pemerintahan 

yang tidak mengurusi rakyatnya secara benar, sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.

______________________


Penulis Harnita Sari Lubis 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Indonesia tengah dilanda gelombang demonstrasi yang terjadi hampir di seluruh wilayah sejak Senin (25-08-2025).


Dikutip dari cnbcindonesia.com, (28-08-2025) Aksi unjuk rasa dilaksanakan didepan Gedung DPR/MPR RI Jakarta. Bahkan aksi unjuk rasa ini dilakukan di beberapa kota besar lainnya. Ribuan massa yang terdiri dari mahasiswa, buruh, pengemudi ojek online, hingga masyarakat sipil turun ke jalan untuk menyuarakan tuntutan mereka.


Situasi makin memanas pada Kamis (28-08-2025) setelah seorang pengemudi ojek online tertabrak kendaraan aparat yang membuat aksi berubah menjadi kerusuhan. Demo besar-besaran dibeberapa daerah di Indonesia dipicu oleh para anggota dewan yang berjoget-joget di gedung DPR seolah-olah meremehkan masyarakat Indonesia. Karena masyarakat  keberatan mengenai tunjangan anggota DPR yang fantastik.


Minimnya Moral Pejabat dalam Kapitalisme 


Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menaikkan pajak disegala lini kehidupan, termasuk menghidupkan murottal Al-Qur'an ditempat keramaian, atau di cafe restoran akan dikenakan pajak, dan menghebohkan lagi dengan menyatakan guru adalah beban negara. Berita ini membuat masyarakat gerah akan kelakuan para pejabat di Indonesia saat ini.


Tak kalah menghebohkan lagi pernyataan anggota DPR Syahroni yang menyatakan terus berulang kali bahwa masyarakat "tolol" karena ingin membubarkan DPR sehingga kemarahan masyarakat makin memuncak. Bagaimana tidak memuncak? Di saat kehidupan sekarang lagi susah-susahnya, semua kebutuhan hidup pada naik, pekerjaan sulit, para pedagang mengeluh akibat daya beli sangat berkurang sekali. Miris, di sisi lain para pejabat berjoget ria di gedung DPR tanpa malu dilihat oleh rakyatnya yang sekarang lagi mengalami impitan hidup.


Kalau kita berpikir secara akal sehat, semua kemarahan rakyat akibat perbuatan para pejabat. Akibatnya banyak aksi demo menginginkan agar tunjangan DPR ditiadakan. Menurut masyarakat, tunjangan yang banyak membuat anggota dewan terlena dengan kemewahan hidup. Sementara rakyatnya banyak sekali yang kesusahan. Bahkan sampai detik ini masyarakat masih marah dengan kelakuan para anggota dewan yang semena-mena terhadap rakyatnya dan takut miskin.


Begitulah ketika pengurus rakyat di era kapitalis ini. Mereka tidak sunguh-sungguh mengurusi rakyatnya dan hanya memikirkan keuntungan semata. Ketika mereka berkuasa maka para pemegang modal yang diberikan kesenangan dan kekuasaan. Lihatlah bagaimana pemegang perusahaan besar dapat mengontrol para pejabat. Mereka duduk berdampingan dan para pejabat dengan hormat dan patuh ketika para pengusaha besar itu mendatangi mereka.


Di sisi lain, para pejabat enggan menjumpai masyarakat yang ingin mengeluarkan aspirasi dan kritik padahal sejatinya mereka adalah para pengurus rakyat. Inilah sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga para pejabat tidak memiliki lagi norma-norma dalam mengurusi rakyatnya. Malah terkesan mempunyai hati baja untuk menindas rakyatnya.


Majelis Umat dalam Islam 


Solusi paripurna di dalam Islam aturan bernegara ditetapkan oleh Al-Qur'an dan hadis Rasulullah. Islam mempunyai Majelis Umat untuk memberikan masukan, kritik, dan mengoreksi pemerintahan yang tidak mengurusi rakyatnya secara benar sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Swt..


Allah Swt., dalam firman-Nya yaitu:


اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ٣


Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (TQS. Al-Maidah ayat 3)


Islam tidak anti-kritik kepada penguasa. Pada saat masa Kekhalifahan Umar bin Khattab ketika menyatakan bahwasanya mahar untuk wanita tidak boleh lebih dari 400 dirham. Lalu ada seorang wanita mengoreksi Khalifah Umar, bahwasanya di dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 20 yang menyatakan lelaki tidak boleh mengambil sedikitpun maharnya kepada istrinya, meskipun dalam jumlah banyak. Ayat ini mengabarkan bahwasanya sah saja kalau lelaki memberikan mahar yang sebanyak-banyaknya kepada calon istrinya jika si lelaki mampu.


Akhirnya Khalifah Umar menyadari kesalahannya menerima koreksi rakyatnya dan membolehkan lelaki untuk memberikan mahar sebanyak-banyaknya kepada calon istrinya.


Begitulah ketika Islam memimpin suatu negeri, semua kritikan dan saran oleh rakyat diterima pemimpinnya. Bukan seperti saat ini para pemimpin dan anggota DPR yang tidak mau dikritik, dan saran oleh rakyatnya. Bahkan DPR membuat hukum-hukum yang dibuat oleh manusia sehingga akhirnya menyengsarakan rakyatnya.


Maka dari itu, sepatutnya umat Islam kembali ke sistem Islam dalam naungan Khil4fah agar rakyat dapat didengar aspirasinya. Rakyat diurus oleh khalifah (pemimpin Islam) yang mempunyai ketakwaan individu sehingga tidak akan semena-mena terhadap rakyatnya. Insyaallah terjamin kesejahteraannya baik itu muslim maupun nonmuslim. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Tunjangan Fantastis DPR: Kemewahan di Atas Derita Rakyat

Tunjangan Fantastis DPR: Kemewahan di Atas Derita Rakyat



Sistem demokrasi kapitalis

melahirkan kebijakan yang menyakiti rakyat

___________________________


Penulis Fatimah Al Fihri

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINl- Masyarakat Indonesia kembali dikejutkan dengan kabar bahwa anggota DPR bisa mengantongi penghasilan lebih dari Rp100 juta per bulan. Jumlah ini berasal dari gaji pokok sekitar Rp16 juta ditambah aneka tunjangan bernilai besar, mulai dari tunjangan rumah, komunikasi, hingga fasilitas lain yang kerap luput dari sorotan publik. (BeritaSatu.com, 12-02-2025)


Lebih mengejutkan lagi, selain tunjangan rumah yang mencapai Rp50 juta, anggota DPR juga masih menerima tunjangan bensin Rp7 juta serta tunjangan beras Rp12 juta per bulan. (Tempo.com, 15-02-2025)


Sungguh ironis, di saat masyarakat harus antre membeli beras murah, para wakil rakyat justru mendapat tunjangan beras sebagai fasilitas rutin. Tak heran, banyak pihak menilai gaji dan tunjangan fantastis tersebut “melukai hati rakyat” dan sama sekali tidak sepadan dengan kinerja DPR yang justru sering mengecewakan. (BBC.com, 14-02-2025)


Sementara buruh hidup dengan upah Rp3–4 juta per bulan, petani menjerit karena biaya pupuk mahal dan pedagang kecil tercekik dengan mahalnya biaya hidup, para legislator bisa hidup dalam kenyamanan serba terjamin.


Kesenjangan yang Menyengsarakan


Fakta ini menunjukkan satu hal, yakni kesenjangan antara rakyat dan wakil rakyat yang begitu mencolok. Di atas kertas, DPR adalah lembaga perwakilan yang seharusnya menjadi penyambung lidah rakyat. Namun dalam praktiknya, kursi itu lebih mirip gerbang menuju kemewahan.


Fenomena ini bukan kebetulan, melainkan buah dari sistem demokrasi kapitalisme itu sendiri. Dalam sistem ini, kesenjangan adalah keniscayaan. Politik transaksional sulit dihindari karena materi dijadikan tujuan utama. Seorang caleg mengeluarkan biaya miliaran untuk kampanye, membeli citra, bahkan “membeli” suara. Semua itu dianggap wajar karena politik dipahami sebagai investasi. Setelah duduk di kursi parlemen, logis jika orientasinya adalah mengembalikan modal dan mencari keuntungan lebih.


Apalagi mereka punya kewenangan untuk menentukan anggaran bagi dirinya sendiri. Bagaimana mungkin rakyat bisa berharap adil, jika yang berwenang mengatur justru para penerima fasilitas itu sendiri? Ini jelas conflict of interest. Tak ada mekanisme pengontrol yang benar-benar melindungi kepentingan rakyat. Dalam sistem demokrasi rakyat hanya dibutuhkan suaranya saat pemilu, lalu dilupakan ketika kekuasaan sudah digenggam.


Dengan demikian, kesenjangan antara rakyat dan wakil rakyat bukanlah anomali politik, melainkan sesuatu yang melekat dalam demokrasi kapitalisme. Selama sistem ini dipertahankan, rakyat akan selalu dizalimi oleh elite yang menguasai kursi kekuasaan.


Jabatan yang Hilang Makna


Lebih parah lagi, kursi parlemen telah direduksi menjadi alat memperkaya diri. Bukannya menjalankan amanah, wakil rakyat justru sibuk memperjuangkan kenyamanan hidupnya. Empati pada rakyat makin menipis.


Bayangkan, bagaimana seorang legislator bisa memahami beratnya hidup rakyat kecil jika setiap bulan ia menerima tunjangan rumah Rp50 juta, bensin Rp7 juta, dan beras Rp12 juta? Harga beras yang melonjak mungkin hanya angka statistik baginya, sementara bagi rakyat jelata itu adalah derita nyata. Inilah yang dimaksud dengan hilangnya empati karena hidup mereka sudah terlalu jauh dari realitas rakyat yang diwakili.


Dalam jangka panjang, pola ini melahirkan “kelas politik” yang terpisah dari rakyat. Mereka hidup di dunia berbeda, dengan gaya hidup berbeda, dan kepentingan yang sering tidak lagi menyentuh kebutuhan dasar rakyat. Kursi wakil rakyat pun kehilangan makna sejatinya, bukan lagi amanah, melainkan fasilitas.


Paradigma Islam yang Berbeda


Islam menawarkan paradigma berbeda. Dalam Islam, asas kehidupan adalah akidah Islam, bukan sekularisme atau akal manusia yang syarat kepentingan. Dengan asas ini, seorang wakil umat bukanlah pembuat undang-undang atau pemilik fasilitas, melainkan penyambung aspirasi rakyat dan pengawas jalannya pemerintahan agar sesuai dengan syariat.


Maka, tidak ada ruang bagi wakil umat untuk menentukan gaji atau tunjangannya sendiri. Pengelolaan harta publik diatur ketat dalam syariat. Dana negara diprioritaskan untuk kemaslahatan umat, pendidikan, kesehatan, keamanan, dan kebutuhan pokok rakyat. Jabatan dalam Islam bukanlah jalan menuju kemewahan, melainkan jalan menuju tanggung jawab besar di hadapan Allah.


Jabatan Adalah Pertanggungjawaban di Hadapan 


Setiap jabatan dalam Islam adalah amanah yang kelak akan dihisab di akhirat. Rasulullah ﷺ bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” 


Hadis ini menegaskan bahwa jabatan bukan sekadar posisi politik, tetapi beban moral dan spiritual.


Dengan kesadaran ini, seorang wakil umat tidak mungkin menggunakan jabatan untuk memperkaya diri. Ia tahu bahwa setiap rupiah yang diambil tanpa hak, setiap fasilitas yang tidak sesuai kebutuhan, akan menjadi beban di hari perhitungan. Hanya iman dan takwa yang menjaga agar mereka selalu terikat pada syariat, bukan pada nafsu duniawi.


Kepribadian Islam: Kunci Wakil Umat


Islam juga menekankan kepribadian Islam pada setiap individu, termasuk pejabat. Pola pikir dan pola sikap mereka harus dibentuk oleh iman dan syariat. Dengan begitu, mereka akan menjalankan tugas dengan semangat fastabiqul khairat berlomba-lomba dalam kebaikan.


Sejarah mencatat, Umar bin Khattab sebagai khalifah hidup dengan kesederhanaannya. Membuktikan bahwa pejabat dalam sistem lslam adalah sebagai raa'in/ pengurus. Beliau sering berkeliling untuk melihat kondisi kehidupan rakyatnya secara langsung. Ketika seorang gubernur hidup mewah, Umar segera memecatnya karena dinilai tidak layak memimpin. Inilah teladan yang lahir dari keimanan dan kepribadian Islam, jabatan bukan sarana memperkaya diri, tetapi sarana melayani rakyat dengan penuh tanggung jawab.


Solusi yang Hakiki


Kericuhan terkait tunjangan DPR sejatinya hanyalah salah satu permasalahan yang lahir dari sistem demokrasi kapitalis. Kesenjangan struktural, politik transaksional, dan hilangnya empati pejabat pada rakyat. Selama sistem ini dipertahankan, kasus serupa akan terus berulang dengan wajah yang berbeda.


Islam memberikan jalan keluar yang hakiki. Dengan asas akidah, syariat sebagai pedoman, dan keimanan sebagai benteng moral, jabatan kembali pada fitrahnya, yakni amanah. Wakil umat dalam Islam tidak akan hidup di atas penderitaan rakyat, karena ia sadar semua kebijakan dan fasilitas yang digunakannya akan dihisab oleh Allah.


Inilah solusi yang nyata, mengubah paradigma kepemimpinan dari demokrasi kapitalis yang melahirkan kesenjangan, menuju sistem Islam yang menjadikan jabatan sebagai amanah untuk menegakkan keadilan dan melayani umat. Wallahualam bissawab. [Luth/MKC]

Sulitnya Mengatasi Pengangguran di Sistem Kapitalisme

Sulitnya Mengatasi Pengangguran di Sistem Kapitalisme



Sulitnya mencari pekerjaan memang menjadi fenomena besar di negara ini

Padahal jika dilihat, Indonesia mempunyai kekayaan dan sumber daya alam yang melimpah tetapi nyatanya masyarakat sangat sulit memperoleh pekerjaan yang layak


_______________________


Penulis Ari Wiwin

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sulitnya mencari pekerjaan memang menjadi fenomena besar di negara ini. Padahal jika dilihat, Indonesia mempunyai kekayaan dan sumber daya alam yang melimpah tetapi nyatanya masyarakat sangat sulit memperoleh pekerjaan yang layak. Bahkan PHK terjadi di mana-mana sehingga mengakibatkan banyaknya pengangguran.


Sejumlah upaya telah dilakukan oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna. Salah satunya dengan menciptakan lapangan kerja melalui job fair keliling setiap tahunnya. Job fair keliling ini dilakukan di masing-masing kecamatan melalui Dinas Tenaga Kerja yang tahun ini sudah mulai bekerja sama dengan 157 pengusaha dengan program 50 ribu wirausaha muda.


Hal ini dijelaskan oleh Bupati Bandung pada acara Head To Head Laporan keuangan daerah di Panggung Nasional. Bupati juga menegaskan bahwa dengan adanya program ini tercatat 4.100 orang telah mendapatkan pekerjaan. Beliau juga mendorong 10 ribu wirausaha muda sebagai upaya menciptakan lapangan pekerjaan. Mereka akan mendapat pelatihan serta modal tanpa bunga melalui BPR. Selain itu, menargetkan capaian investasi pada tahun 2025 sebesar Rp10 trliun.(CNBCIndonesia.com, 15/8/2025) 


Negara dengan limpahan kekayaan alam baik dari hasil tambang, lautan, tanah yang subur, tetapi mirisnya banyak rakyatnya yang miskin dan tidak mempunyai pekerjaan tetap bahkan banyak yang menganggur. Kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin sangat jelas di negara ini. Mirisnya lagi menurut data IMF, Indonesia sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi pada tahun 2024 mengalahkan negara Myanmar, Kamboja, dan Laos. (Kompas.com, 30-04-2025) 


Meski ada upaya pemerintah memberikan berbagai keterampilan dan modal usaha. Namun, tanpa pendampingan dan mitigasi yang terus berkelanjutan tentunya rakyat akan sulit berkembang. Bahkan banyak yang berujung kegagalan. Di samping itu, negara masih membuka keran-keran impor yang menambah sulitnya UMKM berkembang karena harus bersaing dengan produk impor yang lebih murah. 


Makin sulitnya mencari pekerjaan, meski banyak lulusan yang sudah bergelar sarjana yang dianggap mempunyai skill yang lebih unggul, tetapi nyatanya tetap sulit untuk mencari pekerjan. Ini disebabkan perusahaan banyak membuka lapangan pekerjaan bagi kaum wanita yang dianggap tidak terlalu banyak tuntutan.


Alhasil, banyak ibu rumah tangga yang bekerja mencari nafkah demi menambah penghasilan. Sementara kaum pria menganggur karena sulit memperoleh pekerjaan. Akibat dari sistem ekonomi kapitalisme di mana lapangan kerja dipegang oleh para pemilik modal dan investor,  negara tidak bisa berbuat banyak demi menyejahterakan rakyatnya. 


Negara hanya menjadi regulator bagi pihak swasta dan asing untuk membuka usaha dengan alasan demi pertumbuhan ekonomi. Padahal para pemodal itu tidak berpihak pada rakyat dan hanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya di tengah sulitnya mencari pekerjaan. Mereka memberikan gaji kecil sehingga tidak menutupi kebutuhan sehari-hari, terkadang memberhentikan pekerja (PHK) secara sepihak tanpa memberikan pesangon.


Sungguh ini adalah bentuk kezaliman sistemik. Rakyat kecil dibiarkan bersaing dalam pasar global tanpa ada dukungan dan kontribusi negara. Kapitalisme juga menjadikan kekayaan alam dikelola oleh swasta dan menjadi rebutan segelintir elit ekonomi sehingga membuat negara sulit untuk menciptakan kemandirian nasional. 


Dalam paradigma Islam, negara tidak akan berlepas tangan dalam mengurusi rakyatnya. Penguasa (khalifah) akan hadir dan bertanggung jawab mengurusi persoalan umatnya. Negara justru akan menjamin lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi para kepala rumah tangga, termasuk laki-laki yang sudah balig akan didorong untuk bekerja.


Sedangkan para ibu dan perempuan yang sudah menikah bertugas mengurus rumah tangga sebagai madrasatul ula dan ummu ajyal (pencetak generasi) bagi anak-anaknya. Tidak hanya itu negara akan memberikan jaminan kesehatan, pendidikan, keamanan, sandang, pangan, juga papan sehingga hak-hak rakyat terpenuhi secara sempurna.


Hal itu dilakukan oleh penguasa dalam Islam sebagai bentuk pertangungjawaban pada rakyatnya. Dalam hadis yang berbunyi: "Imam (khalifah) adalah pengurus rakyatnya dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari) 


Khalifah Umar Bin Khattab misalnya. Beliau rela memanggul gandum demi memenuhi kebutuhan satu keluarga yang ibunya memasak batu untuk anak-anaknya. Khalifah Umar merasa lalai akan tanggung jawabnya sebagai pemimpin yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah sehingga Khalifah Umar tak segan mengambil, membawa serta memasak gandum itu untuk dikonsumsi keluarga tersebut.


Adapun sumber daya alam sebagai salah satu sumber pemasukan akan dikelola negara secara terpusat. Karena, Islam tidak membolehkan aset publik dikelola dan dikuasai pihak swasta atau pihak asing. Semua harus dikelola oleh negara dan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dalam bentuk jaminan kesehatan dan lain-lain secara gratis. Juga digunakan untuk pembangunan di sektor industri, pertanian, dan jasa yang akan menciptakan jutaan lapangan pekerjaan. 


Negara akan mengembangkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam yang mencetak generasi cerdas membangun peradaban Islam. Sehingga masyarakat tidak dihadapkan pada masalah pekerjaan yang sejatinya mudah ketika sektor pertanian, perdagangan, dan industri ada di bawah kontrol negara, yakni negara yang menerapkan Islam secara total. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Guru Bukanlah Beban Negara

Guru Bukanlah Beban Negara



Para guru saat ini terutama guru honorer adalah profesi paling terdampak

sebab mereka benar-benar tidak mendapatkan kesejahteraan

_________________________


Penulis Siti Alifyah Nurhaybah

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Baru-baru ini dunia pendidikan geger dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan bahwa guru adalah beban negara. Video ucapannya pun viral tanpa menunggu waktu lama. Masyarakat terutama guru honorer pun memberikan respons keras karena merasa terhina. Kecaman yang sama juga muncul dari berbagai pihak yang merasa prihatin dengan nasib para pendidik di negeri ini. Namun, tak lama kemudian Kementerian Keuangan (Kemenkeu) langsung pasang badan.


Deni Surjantoro selaku Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu mengatakan bahwa potongan video tersebut dipastikan tidak benar alias hoaks. Menurutnya, video tersebut merupakan hasil deepfake atau kecerdasan buatan (AI) dari pidato Sri Mulyani dalam Forum Konvensi Sains, Teknologi dan Industri Indonesia di ITB pada 7 Agustus 2025.


Dikutip dari detikFinance, (19-08-2025) Menkeu Sri Mulyani mengatakan, “Ini salah satu tantangan keuangan negara, apakah ini harus semua keuangan negara atau ada partisipasi masyarakat,” kata Sri Mulyani dalam menyikapi permasalahan terkait dengan kesejahteraan guru.


Memang jika dilihat dari segi bahasa, pernyataan yang diungkapkan oleh Menkeu Sri Mulyani secara implisit ini dapat diartikan ke banyak maksud. Tergantung konteks dari kalimat dan apa yang dimaksudkan oleh orang yang berpidato, bukan langsung mengarah ke dalam arti bahwa guru adalah beban. Akan tetapi pada intinya, ungkapan tersebut tetap mengarah pada adanya kesulitan negara, dalam memenuhi kesejahteraan para guru jika guru menuntut gaji tinggi.


Meskipun kita tahu bahwa anggaran pendidikan di Indonesia naik 9,8% dari Rp690 triliun menjadi Rp757,8 triliun. Sayangnya, setiap angka yang tertulis dan tercantum disana kerapkali disalahgunakan dalam alokasinya. Salah satunya bisa berbentuk Penggunaan barang dan jasa, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), atau pungutan liar. Jadi dalam skala terkecil pun, kemungkinan adanya korupsi tetap ada, dan seharusnya pemerintah tegas atas hal ini. Karena sebanyak apa pun pemerintah menggelontorkan dana dari APBN untuk pendidikan, jika tetap terjadi kecurangan di tengah jalan itu semua tidak akan berguna.


Dalam QS. An-Nisa ayat 58 Allah Swt. telah berfirman, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat-amanat kepada pemiliknya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, maka tetapkanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."


Klarifikasi yang diberikan oleh Kemenkeu bertujuan agar tidak ada lagi kecaman atau hujatan yang ditujukan kepada Sri Mulyani. Sekaligus meluruskan opini publik yang sudah terlanjur terprovokasi. Menilik banyak oknum dari berbagai pihak yang menyerangnya.


Meskipun isu tersebut terbukti hoaks, apa yang baru saja viral belakangan ini tetaplah sebuah fakta yang memang terjadi di lapangan. Hal itu tetap akan membuka mata masyarakat, mereka sadar jika nasib guru di negeri ini memang sedang tidak baik-baik saja.


Para guru saat ini terutama guru honorer adalah profesi paling terdampak sebab mereka tidak benar-benar mendapatkan kesejahteraan, bahkan terkadang tidak sedikit dari mereka yang menyempurnakan proses pembelajaran dengan biaya pribadi. 


Di sisi lain, kita tahu bahwa gaji guru sangatlah rendah bahkan seringkali nunggak atau tidak memenuhi standar kebutuhannya. Akan tetapi, nyatanya semangat mereka dalam mendidik tetap tinggi. Bahkan demi keberlangsungan proses pendidikan, mereka pun rela berkorban.


Begitu banyak permasalahan tentang kesejahteraan guru yang kita temukan di negeri ini, mulai dari rendahnya penghasilan, tingginya tingkat kriminalitas terhadap guru karena nihilnya keamanan untuk mereka. Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar, minimnya fasilitas mengajar, hingga kendala transportasi menuju ke sekolah dan masih banyak lagi. 


Kondisi ini seharusnya mampu menyadarkan pemerintah akan pentingnya perhatian serius terhadap guru. Terlebih, guru adalah peran sentral dimana mereka mempunyai andil besar dalam mencerdaskan bangsa. Maka fokus guru pun akan terpecah dengan fokus lain seperti harus mencari penghasilan tambahan demi kebutuhan mereka. Hal ini tentu menjadi faktor besar mengapa efisiensi dalam pembelajaran jadi berkurang, akibatnya kualitas anak-anak yang diajar pun menurun.


Kita tidak bisa menyalahkan guru, atau melabeli mereka dengan istilah yang merendahkan karena itu adalah perbuatan yang tidak tepat sama sekali. Justru negara berkewajiban untuk memberi kesejahteraan yang layak kepada mereka agar bisa fokus dalam mencerdaskan anak bangsa. Sayangnya, apa yang kita harapkan ini sangat sulit terwujud di negara yang bersistem bukan dari Sang Pencipta. 


Berbeda dengan kondisi bagaimana Islam memperlakukan seorang guru. Aturan Islam sangat menghormati ilmu dan pengembannya. Salah satu wujudnya dengan memberikan jaminan perlindungan serta fasilitas untuk peningkatan ilmunya. Seperti pelatihan, diskusi ilmiah, penelitian, buku, dan sarana prasarana penunjang lainnya sehingga kualitas guru bisa dipertanggungjawabkan.


Islam juga menetapkan kriteria tinggi dalam penerimaan guru agar kelak yang ditugaskan untuk mendidik generasi. Tidak hanya unggul dalam intelektual akal saja, tetapi juga harus orang-orang yang bertakwa, berakhlak mulia, memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni, disiplin, profesional, dan memiliki kemampuan untuk mendidik. Negara juga menyempurnakan proses pendidikan semaksimal mungkin, salah satunya dengan memberikan gaji yang tinggi kepada setiap guru.


Di dalam kitab An-Nafahat Wa Idàratuha Fii Daulatil Abbasiyyah Dr.Rudhaifullah Yahya Az-Zahrani menyebutkan bahwa pada masa kepemimpinan khalifah Harun Ar-Rasyid, gaji rata-rata dari setiap pendidik mencapai 2.000 dinar atau setara  dengan RP12,75 miliar pertahunnya. Begitu pun semakin tinggi ilmu pengetahuan seorang guru maka akan semakin tinggi juga.


Di dalam institusi negara Islam, fasilitas terhadap kesehatan, pendidikan, atau keamanan diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat termasuk para guru, sehingga dari jumlah gaji diatas, nominal tersebut tentu lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya.


Jaminan keamanan pun diberikan penuh sehingga kriminalitas atau kasus pembullyan terhadap guru seperti hari ini tidak akan ditemukan lagi. Jika saja hal tersebut dapat terimplementasikan di tengah-tengah kita. Tentulah guru akan fokus dan optimal dalam mendidik generasi. 


Maka sudah saatnya kita renungkan, mau terus bertahan dalam sistem yang penuh kerusakan yang tidak menghargai jerih payah para guru, atau berganti kepada sistem yang di dalamnya penuh dengan kebaikan dan kepastian sebab aturan Islam langsung berasal dari Sang Pencipta, sekaligus Pengatur kehidupan manusia. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Program MBG: Solusi atau Ilusi?

Program MBG: Solusi atau Ilusi?




Persoalan masalah kesehatan dan pangan tidak dapat diatasi dengan benar dan baik

jika pada dasarnya regulasi untuk mengatur sistemnya masih menggunakan sistem kapitalis


______________________


Penulis Rasyidah

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Nampaknya pelaksanaan program MBG (Makan Bergizi Gratis) menuai polemik dikabarkan banyak dari peserta didik yang mengalami keracunan. Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terdapat 135 siswa yang mengalami gejala keracunan usai mengkonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG). Program MBG perlu dievaluasi, itulah harapan orang tua sehingga kejadian keracunan tidak berulang. (tirto.id, 27-08-2025)


Beredar pula kasus keracunan serupa atas makanan akibat dari program MBG tersebut. Helmi Hasan sebagai Gubernur Bengkulu menjabarkan bahwa kegiatan Makan Bergizi Gratis (MBG) khususnya di Kabupaten Lebong dihentikan sementara. (Kompas.com, 30-08-2025)


Program Ilusi


Program MBG merupakan janji kampanye presiden sehingga tetap dilaksanakan meski sudah banyak memakan korban keracunan. Program tersebut dijalankan dengan harapan pemerintah untuk mengatasi masalah malnutrisi dan stunting pada anak-anak dan ibu hamil, serta meningkatkan kualitas SDM serta mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.


Program yang ditawarkan oleh pemerintah ini katanya sebagai solusi, tetapi yang tampak hanyalah ilusi. Terpampang nyata di sosmed ratusan anak yang keracunan akibat dari program tersebut. Alih-alih program MBG ini sebagai solusi, tetapi realitas yang ada justru malah menambah beban masalah bagi rakyat. Bukan hanya kepada peserta didik yang kesakitan, tetapi kepada para medis yang harus ekstra dalam menangani pasien.


Selain itu, banyaknya peserta didik yang mengalami keracunan atas program MBG ini menampakkan bahwa program tersebut hanya sekadar formalitas belaka sehingga dikatakan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab atas program yang mereka kampanyekan sebelumnya. Terjadinya keracunan berulang menunjukkan adanya ketidakseriusan dan kelalaian negara, khususnya dalam menyiapkan SOP dan mengawasi SPPG. 


Persoalan gizi pada anak dan ibu hamil serta untuk mencegah stunting yang terjadi tidak dapat disolusikan dengan  program MBG tersebut karena jelas program ini telah terbukti gagal yang terjadi malah keracunan di mana-mana.


Perlu dicermati keracunan berulang pada menu MBG bukan hanya persoalan teknis, tetapi penyebab utamanya adalah terkait sistem pangan dan gizi yang industrialisasi saat ini masih dikuasai oleh produk makanan olahan siap saji dan tentu minim biaya. Selain itu, masalah regulasi ekonomi yang diterapkan dalam negeri adalah sistem ekonomi kapitalis.


Sistem ekonomi kapitalis hanya melihat bahwa segalanya ada pada manfaat dan keuntungan. Sehingga dapat dinilai pada dasarnya program MBG bersifat memaksa untuk dapat disajikan. Meski sudah banyak keluhan tentang regulasi pendistribusian program ini, tampaknya tak memiliki dampak apapun pogram MBG tetap dilaksanakan.


Dari pandangan tersebut landasan dari sistem kapitalis yang berasaskan manfaat dan maslahat, yakni modal kecil untung besar. Persoalan masalah kesehatan dan pangan tidak dapat diatasi dengan benar dan baik jika pada dasarnya regulasi untuk mengatur sistemnya masih menggunakan sistem kapitalis sebab sistem ini adalah buatan manusia dan pasti apa pun yang diprogramkan tidak dapat terselesaikan dengan tuntas.


Islam sebagai Solusi 


Ada satu sistem yang luar biasa mampu  mengatur seluruh persoalan kehidupan. Bukan hanya masalah ibadah, tetapi masalah kesehatan dan pangan dapat teratasi sesuai prosedur yang sudah ditetapkan dalam syariat, sistem tersebut adalah sistem Islam.


Dalam Islam, syariat mengatur tentang masalah pangan yang sehat. Diwajibkan makanan yang dikonsumsi harus halal dan tayib. Sebagaimana  firman Allah Swt. dalam QS. Al-Baqarah ayat 168 yang artinya: "Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu."


Unsur perintah dan diharuskan makan makanan yang halal dan tayib sehingga akan melahirkan generasi yang sehat, kuat dan menjadi generasi penerus peradaban Islam yang akan melanjutkan kehidupan Islam. Islam menetapkan negara wajib sebagai raain, bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan rakyat, di antaranya dengan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat sebagai tanggung jawab negara.


Dengan berbagai mekanisme sesuai syariat, secara langsung maupun tak langsung. Disertai edukasi tentang gizi, kasus stunting akan dapat dicegah demikian masalah gizi lainnya. Secara sistemik negara Islam mengatur penjaminan keamanan pangan dan gizi bagi rakyatnya. 


Seluruh mekanisme tidak diserahkan kepada para korporasi, seperti yang ada dalam sistem kapitalis saat ini. Negara Islam melalui pengelolaan sumber daya alam akan terorganisir dengan baik dan membuka sektor-sektor produktif yang memberikan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. 


Seluruh aturan dan kebijakan tersebut hanya dapat dirasakan langsung ketika berada dalam sistem pemerintahan Islam yang akan menerapkan aturan Islam secara komprehensif di semua lini kehidupan. Negara mampu menjamin kesejahteraan semua rakyatnya karena memiliki sumber pemasukan yang besar sesuai ketentuan syara dan dikelola dengan sistem ekonomi Islam.


Sudah saatnya kita bangkit dan bersama-sama sadar untuk memperjuangkan kembalinya kehidupan Islam sehingga terjadi keharmonisan dalam berbangsa dan bernegara yang diatur oleh syariat Islam. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Meninggalnya Raya Bukti Pemerintah Abai Kesehatan Rakyat

Meninggalnya Raya Bukti Pemerintah Abai Kesehatan Rakyat




Tidak ada satu orang pun yang berusaha menolong membawa Raya berobat ke puskemas terdekat

hanya karena tidak mempunyai kartu BPJS

___________


Penulis Tinah Asri 

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Aktivis Dakwah, dan Pegiat Literasi 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Sungguh memilukan apa yang dialami oleh Raya, balita perempuan berusia 4 tahun warga kampung Pandangeyan, Cianaga, Kandungan, Sukabumi, Jawa Barat. Ia menghembuskan napas terakhirnya setelah dirawat selama 9 hari di Rumah Sakit Daerah Sukabumi akibat cacing-cacing yang menyerang tubuhnya. Dari CT Scan rumah sakit menunjukkan bahwa cacing-cacing beserta telurnya telah menjalar sampai ke bagian otaknya.


Dikutip dari Kumparannews.com (20-08-2025) Raya anak dari pasangan Udin (32) dan Endah (38) ditemukan oleh tim pegiat sosial rumah teduh sahabat Iin pada tanggal 13 Juni 2025 dalam kondisi tidak sadarkan diri. Raya langsung dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.


Sayang, saat tim Iin mencari pertolongan baik ke Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Kesehatan, bahkan lembaga zakat besar Sukabumi tidak langsung menanggapi. Untungnya, tim Iin bersedia menanggung biaya selama Raya dirawat rumah sakit sebesar 23 juta rupiah hingga dinyatakan meninggal pada 22 Juli 2025.


Negara Abai terhadap Kesehatan Rakyat 


Apa yang dialami Raya yang harus meninggal karena cacingan tentu membuat kita semua mengelus dada. Bagaimana tidak, diketahui kondisi Raya dan keluarga hidup di bawah garis kemiskinan. Dia bersama kedua orang tua dan kakak perempuannya tinggal di rumah panggung sangat sederhana, lebih menyedihkan kolong rumahnya dipakai untuk kandang ayam. Raya juga terlahir dari pasangan yang kurang sehat, ibunya penderita gangguan jiwa sedangkan bapaknya mengidap penyakit Tuberculosis (TBC). 


Namun, hal itu tak lantas bisa mengetuk nurani masyarakat juga aparatur desa setempat, termasuk para kadernya untuk memberikan sedikit pertolongan demi meringankan penderitaannya. Tak satu orang pun yang berusaha menolong membawa Raya berobat ke puskemas terdekat hanya karena tidak mempunyai kartu BPJS.


Ketidakpedulian aparatur desa dan lembaga-lembaga sosial lainnya baik tingkat kota maupun kabupaten terhadap kondisi keluarga Raya menunjukkan betapa pemerintah tidak peduli terhadap kesehatan rakyatnya. Kasus Raya hanyalah cermin dari sikap dan perilaku para penguasa. Jikalau pun mereka peduli, hanya pura-pura supaya tidak dianggap sebagai pemimpin kurang tanggung jawab padahal fakta sebenarnya hanya sekadar seremonial demi meraih popularitas dan simpati masyarakat melalui media sosial.


Kondisi seperti ini menjadi sesuatu yang lumrah di negeri Indonesia. Hanya orang-orang yang mampu membayar yang mendapatkan layanan kesehatan. Hal ini membuka mata kita bahwa dalam negara yang menerapkan sistem kapitalis rakyat miskin dilarang sakit. Meski katanya ada jaminan kesehatan dari negara, tetapi tetap saja ujung-ujungnya rakyat yang harus membayar. Inilah fakta yang terjadi dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang segalanya dinilai dengan untung rugi. 


Masalah kesehatan masyarakat pun dijadikan lahan bisnis para pemilik modal untuk meraih keuntungan. Mulai dari klinik, rumah sakit, obat-obatan, apotek, sampai dokter ketika menangani pasien niatnya bukan tulus ingin menolong tetapi lebih untuk mencari keuntungan pribadi. Masyarakat kapitalisme adalah masyarakat yang egois, individualis, yang hanya mementingkan diri sendiri, dan kurang peka terhadap penderitaan orang lain. 


Kesehatan dalam Pandangan Islam 


Kondisi ini akan jauh berbeda jika negara menerapkan syariat Islam secara kafah sebab menurut pandangan Islam masalah kesehatan merupakan kebutuhan pokok masyarakat dan pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara. Negara Khil4fah tidak akan menjadikan urusan kesehatan masyarakat sebagai lahan bisnis, tetapi akan memberikan jaminan ketersedian layanan kesehatan bagi seluruh rakyat secara gratis.


Negara Khil4fah juga bertanggung jawab terhadap ketersediaan sarana dan fasilitas kesehatan, mulai rumah sakit, dokter, obat-obatan, laboratorium, dll. Semua fasilitas ini harus disediakan oleh negara, baik di kota maupun pelosok desa. Negara Khil4fah juga akan mendirikan badan-badan riset guna meneliti berbagai macam penyakit agar penyakit bisa dicari obat dan cara pencegahannya.


Tidak hanya itu, negara Khil4fah juga bertanggung jawab dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang bersih dan sehat. Melalui departemen kesehatan, negara akan menerjunkan para kadernya untuk melakukan sosialisasi Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tengah-tengah masyarakat. Negara juga akan membuat aturan-aturan untuk menjamin kehalalan dan kehigienisan makanan dan minuman yang beredar dan dikonsumsi masyarakat. Hal ini dilakukan karena negara hadir untuk mengurusi urusan umat.


Dari segi pembiayaannya, negara Khil4fah mempunyai Baitulmal. Sebagai pos keuangan negara yang sumber pemasukan terbesarnya dari kepemilikan umum. Sumber daya yang melimpah dari alam baik kekayaan laut, hutan, minyak bumi, batu-bara, nikel dan lain-lain akan dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Baitulmal dipastikan mampu untuk memenuhi semua kebutuhan baik kesehatan dan pendidikan masyarakat.


Sayang seribu sayang, jaminan kesehatan yang memungkinkan bagi setiap individu masyarakat bisa mendapatkannya hanya akan terwujud jika didukung oleh sistem pemerintahan yang memungkinkan mengelola sumber daya alam tersebut. Pemerintahan itu hanya ada dalam sistem Khil4fah. Sistem pemerintahan yang benar berasal dari Allah Swt. yang menjadikan kitab suci Al-Qur'an dan As-Sunah sebagai sumber hukumnya.


Saatnya kita kembali kepada syariat Islam untuk mengatur seluruh aspek kehidupan karena hanya Islamlah satu-satunya aturan yang terbaik yang diturunkan oleh Allah Swt.,


"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki. Hukum siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. Al-Maidah(5): 50)


Wallahualam bissawab.[EA/MKC]

Darurat Narkoba di Mana Peran Negara?

Darurat Narkoba di Mana Peran Negara?



Dalam sistem ini, narkoba dipandang sebagai barang yang bernilai ekonomi

Selama permintaan terhadap narkoba transaksi gelap narkoba akan terus berlangsung

_______________________


Penulis Rosmili 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kasus penyalahgunaan narkoba di negara ini makin memprihatinkan. Meningkatnya jumlah pengguna dan pengedar telah melibatkan elite politik, artis, anak-anak, anak sekolah, mahasiswa, dan kelompok lainnya. Meski perbuatan itu sangat di larang oleh Allah Swt..


Namun, narkoba tetap menjadi obat yang sangat di sukai di kalangan masyarakat. Tak hanya perkotaan, tetapi masyarakat bawah. Seperti dilansir dalam Kendaripos.com (15-07-2025) bahwa menjelang tahun 2025 kasus narkoba di Sulawesi Tenggara meningkat drastis. Tentu ini memicu kekhawatiran bagi masyarakat, termasuk aparat penegak hukum. 


Sebagaimana tercatat berdasarkan data direktorat reserse narkotika kepolisian daerah sampai pada akhir bulan Juni 2025. Terdapat sebanyak 259 kasus narkoba tindak pidana di wilayah Bumi Anoa. Sesuai barang bukti yang ditemukan bahwa kasus yang terjangkit berupa ganja seberat 350 kg, 99 butir ekstasi, tembakau gorilla seberat 803,88 kg, maupun sabu-sabu mencapai seberat 25.421,40 gram.


Kepala Kepolisian Daerah Irjen Pol Didik Agung Widjanarko menegaskan kepada pihaknya yang telah melakukan berbagai langkah strategis. Agar terus menerus melakukan pemberantas terhadap peredaran narkotika terutama para penyasar jaringan pengedar narkoba.


Kepala Badan Narkotika Nasional menyatakan bahwa secara ekonomi perputaran uang dari peredaran narkoba yang ada di Indonesia diperkirakan sudah hampir mencapai Rp500 triliun per tahun. Sedangkan secara jumlah yang seharusnya mereka adalah pelindung atau penjaga masyarakat, termasuk penghuni lapas di Indonesia sebanyak 25%.


Dari data ini menunjukkan bahwa Sulawesi Tenggara darurat penyebaran narkoba. Kurang lebih 90% narkotika sudah tersebar ke negara Indonesia diimpor melalui jalur pantai. Daerah Jawa Barat bagian selatan merupakan titik yang sangat rawan penyusupan narkoba. Terlebih ada masyarakat lokal terlibat dalam kelancaran penyebaran narkoba hingga dengan mudahnya masuk ke negara Indonesia.


Sulit Diberantas


Walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas narkoba. Akan tetapi, harapan memberantas narkoba dengan tuntas terlihat makin berat. Dengan berton-ton narkoba ilegal yang diselundupkan ke Indonesia, sungguh mengerikan membayangkan ribuan kilogram barang selundupan berakhir di tangan para pengedar, distributor, bahkan pengguna.


Peredarannya meluas pengguna menikmati kebebasan yang semakin meningkat, dan para pengedar tak kalah kejamnya. Bukan tanpa alasan, maraknya kasus narkoba karena disebabkan beberapa faktor. Di antaranya adalah penegakan hukum dalam upaya memberantas narkoba masih menjadi PR besar karena tidak memberi efek jera. Walaupun telah ada regulasi hukum terkait narkoba pelaksanaannya masih berjalan lambat, misalnya dengan hukuman penjara.  


Penjara yang seharusnya menjadi tempat untuk menjalani hukuman selama waktu yang ditentukan. Realitanya menjadi tempat perdagangan dan pengendali narkotika. Begitu pun ketika para pelaku keluar penjara sangat minim jaminannya untuk bertobat menyesali perbuatannya. Pelaku justru makin ahli dalam mengedar narkoba karena ada beberapa bukti terjerumus ke dalam jurang narkotika bukan hanya sekadar pengedar, tetapi menjadi pemakai, hingga harus keluar masuk penjara.


Terlebih dalam sistem kapitalis yang diterapkan saat ini dengan asasnya berfokus pada mencari materi sebanyak-banyaknya. Narkoba menjadi bisnis yang menggiurkan. Apalagi dalam sistem ini, narkoba dipandang sebagai barang yang bernilai ekonomi. Selama permintaan terhadap narkoba transaksi gelap narkoba akan terus berlangsung.  


Hal ini selaras prosedur produksi dalam ekonomi kapitalisme menyatakan jika barang itu masih ada yang menginginkan dan masih ada yang mau jadi pengedar produk itu akan terus berkelanjutan. Di samping itu, lemah imannya dan Islam tidak lagi menjadikan sebagai solusi.

 

Akibat sistem yang serakah ini, diperparah oleh sifat sekuler yang mengabaikan norma-norma agama dalam kehidupan sehari-hari. Agama hanya sebuah keyakinan, tetapi tidak memiliki kekuatan mengikat hukum syariat sebagai bukti keimanan tersebut. Jelas, sistem kapitalis yang memicu kasus-kasus narkoba di seluruh dunia.


Di sisi lain, gaya hidup elite dan ketimpangan ekonomi yang sangat krisis sehingga membelit kehidupan masyarakat saat ini. Ketika sudah mengalami stres, pusing, dan lain sebagainya sehingga berdampak pada pengambilan jalan pintas, yakni miras, narkoba, sampai bunuh diri. 


Termasuk generasi saat ini banyak yang terbelit dengan masalah seperti pergaulan bebas, tekanan keluarga, lingkungan, maupun tekanan dunia pendidikan sehingga mereka termasuk dalam penyalahgunaan narkotika. Ini adalah salah satu contoh negara yang sangat gagal dalam melindungi generasi muda hari ini.


Solusi Islam 


Selama sistem kapitalis yang diterapkan tidak ada solusi yang mampu memusnahkan atau memutuskan rantai lingkaran narkotika selain Islam. Islam adalah satu-satunya sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Tak hanya berkaitan dengan ibadah, tetapi aturan ini juga diterapkan dalam sebuah pemerintahan.   


Di dalam sistem Islam narkoba hukumnya haram dan tidak dijadikan sebagai barang ekonomi. Karena itu, barang haram tidak boleh di jualbelikan, dikonsumsi, dan penyaluran yakni didistribusikan di tengah-tengah masyarakat karena ini merupakan suatu bentuk perbuatan kejahatan yang harus dimusnahkan.


Sesuai dengan sabda Rasulullah saw. bahwa: “Melarang setiap zat yang dapat memabukkan dan menenangkan [mafatir]." {HR. Abu Dawud dan Ahmad}


Setiap aksi kejahatan narkotika merupakan bagian dari tindakan yang dibenci oleh Allah Swt. yakni telah melanggar hukum syarak yang diterapkan di dalam sistem Islam. Ketika diterapkan sanksi dalam sistem Islam. Sanksi itu akan berfungsi sebagai cara yang defentif (zawajir) merupakan pencegahan untuk orang lain. Agar tidak lagi melakukan kejahatan yang sama, termasuk penebus dosa para pelaku sehingga tidak mendapatkan azab dari Allah Swt. di akhirat kelak.


Walaupun mempunyai jenis yang sama dengan khamr. Namun, sanksi terkait narkoba berbeda karena hukuman pelaku narkoba tidak memiliki aturan secara terperinci di dalam hukum syarak sebagaimana hukuman pelaku khamr. Oleh karena itu, sanksi pelaku narkoba berupa hukuman yang dijatuhkan atas dasar kebijakan hakim yang disebut dengan takzir


Selain itu, dalam sistem Islam dalam memilih pemimpin akan dilihat dari perbuatan. Pemimpin  harus amanah, takwa, dan mampu menjaga dirinya dari dosa kecil maupun dosa besar. Ketakwaan itu akan menjadi salah satu kunci atau benteng yang paling kuat pada setiap individu. Karena akidah Islam menjadi fondasi dasar dalam sistem Islam. Segala aktivitas dan kebahagiaan tolok ukurnya adalah mendapatkan rida Allah Swt.. 


Tak hanya itu, sistem Islam akan menerapkan sistem pendidikan Islam. Tujuannya hanya untuk membentuk sebuah individu yang memiliki kepribadian Islam. Jika seseorang memiliki kepribadian tersebut akan tertanam kuat tsaqafah atau pemahaman Islam. Bahwa besar atau sedikit dalam mengonsumsi barang yang haram berupa narkoba akan tetap haram. Alhasil, dengan pemahaman ini akan menjadi senjata utama setiap individu muslim untuk tidak menggunakan narkotika.


Dengan demikian, hanya dengan Islam penyalahgunaan narkoba dapat diselesaikan secara menyeluruh. Bukan dengan sistem lain yang hanya menambah suburkan narkoba. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Membakar Gedung Membunuh Menjarah Adalah Haram

Membakar Gedung Membunuh Menjarah Adalah Haram



Demonstrasi tidak dilarang dalam Islam sebagai cara menyampaikan aspirasi

Namun, demonstrasi anarkis yang merusak, membakar, menjarah, baik milik per-orangan maupun umum atau negara, hukumnya haram

______________________


Penulis Abd. Latif

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Indonesia dalam peringatan 80 tahun kemerdekaannya telah mencatat sejarah kelam. Bagaimana tidak, hampir terjadi di setiap kota di negeri ini gelombang aksi menuntut pembubaran DPR. Tuntutan ini dilayangkan rakyat karena DPR dinilai sudah tidak aspiratif dan terkesan memupuk kekayaan pribadi serta membuat kebijakan yang menyengsarakan rakyat.


Di tengah impitan ekonomi yang dirasakan oleh rakyat negeri ini, tekanan pajak yang tinggi, naiknya berbagai kebutuhan pokok, ternyata DPR yang katanya wakil rakyat malah menaikkan tunjangannya dan bersorak-sorai, berjoget ria tanpa merasa menzalimi rakyat yang hidup sengsara. Dari sinilah ungkapan kemarahan rakyat menjelma menjadi kekuatan liar yang tak terkendali. 


Aksi massa yang tidak terima dengan berbagai kebijakan negara kini menyasar ke berbagai gedung atau fasilitas negara. Tidak hanya itu, penjarahan pun terjadi pada rumah dan harta pejabat yang dinilai telah menghina rakyat kecil melalui statement-nya. Akibat dari ini, banyak gedung/aset milik negara terbakar. Mulai dari gedung DPRD Makasar, gedung DPRD NTB, gedung DPRD Kediri, gedung negara Grahadi Surabaya, gedung SIM dan SPKT Mapolda DIY, Wisma MPR di Bandung, dan masih banyak lagi. Tidak hanya membakar, bahkan mereka pun menjarah barang-barang, baik milik pejabat maupun fasilitas negara. 


Selain gedung dan penjarahan barang, nyawa pun menjadi korban keberingasan massa. Banyak korban jiwa, luka-luka, baik dari pihak masyarakat maupun pejabat atau kepolisian negara. Mengapa ini terjadi di tengah hiruk-pikuk perayaan kemerdekaan RI? Lalu bagaimana pandangan Islam terhadap peristiwa ini?

 

Sungguh tidak ada asap tanpa api, artinya tidak ada masalah tanpa sebab. Ada beberapa sebab yang memicu aksi massa tersebut, di antaranya adalah tunjangan DPR/MPR yang sangat fantastis hingga Rp50 juta per bulan yang dianggap sangat menyimpang dari kondisi masyarakat hari ini. Kematian Affan Kurniawan akibat dilindas oleh kendaraan Brimob yang merupakan simbol kekuatan negara yang akhirnya viral.

 

Krisis ekonomi dan ketidakadilan pun turut mewarnai sebab marahnya massa. Pajak dinaikkan dan di saat yang sama tunjangan pejabat dan fasilitasnya ditingkatkan, sementara rakyat menjerit kelaparan. Rasional anggaran, ketimpangan sosial, juga naiknya biaya kuliah. Semua kondisi ini menyeret serikat pekerja dan mahasiswa dalam unjuk rasa. Ditambah mudahnya komunikasi melalui media sosial yang cepat diterima. 


Lantas, bagaimana Islam memandang persoalan ini? Dalam pandangan syariat Islam, demonstrasi pada dasarnya adalah cara menyampaikan aspirasi. Hukum asalnya adalah boleh atau mubah selama memenuhi syarat, yaitu damai, tidak merusak, dan bertujuan menegakkan keadilan dan kebenaran.

 

Hal ini pernah terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan. Pada saat itu masyarakat Mesir, Kufah, dan Basrah datang ke Madinah untuk menyampaikan aspirasinya. Mereka menuntut agar Khalifah Usman mencopot dan mengganti para gubernur/pejabat yang dianggap zalim atau tidak adil. Mereka pun memandang betapa banyak kebijakan yang menguntungkan kerabat dekat khalifah di kala itu. Usman pun menerima mereka dan aspirasi yang disampaikan dengan lembut.


Dari sini kita bisa mengambil hikmah bahwa menyampaikan aspirasi ke kepala negara/pejabat adalah sah-sah saja dalam Islam. Namun demikian, Islam melarang secara tegas jika dalam demonstrasi ada perilaku-perilaku anarkis atau membuat kerusakan. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-A’raf ayat 56, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi ini setelah Allah memperbaikinya .…”


Nabi Muhammad saw. juga bersabda, “Sesungguhnya darahmu, hartamu, dan kehormatanmu adalah haram atas kalian (untuk dilanggar) sebagaimana sucinya hari ini, di negeri ini ….”


Artinya bahwa demonstrasi dengan membakar gedung, menjarah, atau merusak fasilitas umum tentu tidak diperbolehkan alias haram. 


Dalam adab berjihad juga terdapat hadis yang melarang merusak gedung/bangunan, menebang pohon, dan membunuh tanpa hak. Rasulullah saw. berpesan kepada pasukan jihad, “Berangkatlah kalian dengan nama Allah Swt., dan janganlah membunuh orang tua, anak-anak, wanita. Dan janganlah menebang pohon.” (HR. Abu Dawud no. 2614)


Dalam kesempatan lain Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah kalian membakar pohon kurma, jangan menenggelamkannya dengan air, jangan merusak bangunan, dan jangan membunuh hewan ternak kecuali untuk dimakan." (HR. Malik dalam Al-Muwaththa’)


Kalau dalam perang saja yang itu jelas musuhnya adalah orang-orang kafir, Islam telah jelas melarang merusak sembarangan, apalagi dalam keadaan damai juga dengan saudara Islam sendiri, tentu hal ini jauh lebih haram lagi.


Jadi jelaslah bahwa aktivitas demonstrasi tidak dilarang dalam Islam karena hal itu adalah cara menyampaikan aspirasi. Namun, demonstrasi yang anarkis kemudian merusak, membakar, menjarah, baik milik per-orangan/pribadi maupun milik umum atau negara hukumnya adalah haram. 


Wahai saudaraku …, apa yang kalian lakukan hari ini dengan membakar gedung-gedung, merusak fasilitas umum, menjarah harta pejabat atau harta negara adalah bertentangan dengan syariat Islam. Allah Swt. tidak akan pernah rida dengan cara-cara ini. Sementara jika Allah tidak rida, maka keberkahan akan dicabut. Artinya, aktivitas yang dilakukan tidak akan membuahkan kebaikan dan kemaslahatan untuk kita dan negara kita.


Ingatlah, hanya dengan Islam kita mulia. Hanya dengan Islamlah kita bahagia, dan hanya dengan Islam kita akan masuk surga. Jalan terbaik tentulah bersegera untuk senantiasa tunduk dengan Islam, artinya menegakkan Islam secara kafah dalam bingkai Khil4fah Rasyidah. Hanya dengan itu hidup akan mulia, selamat dunia dan akhirat. Wallahualam bissawab. [By/MKC]

Seorang Remaja Dibakar Bukti Kapitalisme Gagal Menjaga Nyawa

Seorang Remaja Dibakar Bukti Kapitalisme Gagal Menjaga Nyawa



Inilah realitas ketika hidup di dalam sistem aturan yang dibuat oleh manusia

yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan

_______________________


Penulis Widia Fitriani Sitopu, S.Pd

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Seorang remaja Peri Andika namanya (18) hampir saja kehilangan nyawa setelah dibakar hidup-hidup oleh sekelompok orang di Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Peristiwa ini terjadi pada 6 Agustus 2025. Saat itu PA dan temannya, mengambil 2 karung ubi sekitar pukul 5 pagi. Ternyata aksi mereka diketahui sehingga langsung melarikan diri dengan meninggalkan sepeda motor, dan 2 karung berisi ubi tersebut.


Setelah berhasil kabur, ternyata sore harinya mereka memilih kembali ke kebun ubi dengan niat meminta maaf. Naas, bukan maaf yang di dapat malah ia dibakar dan akhirnya mengalami luka bakar. Dikutip dari Tribunnews.com (12-08-2025) diketahui terduga pelaku pembakaran merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkab Deli Serdang, berinisial HR dan seorang oknum anggota Brimob Binjai yang diduga ikut menganiaya.


Bukanlah hal yang baru, ketika mencuri menjadi salah satu solusi peliknya ekonomi yang mengimpit. Mencuri menjadi lumrah dan kerap terjadi. Ini dikarenakan sempitnya lapangan pekerjaan yang menyebabkan angka pengangguran meningkat. Ditambah biaya kebutuhan pokok melonjak. Imbasnya biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan hidup menjadi mahal dengan penghasilan yang tidak menentu.


Sekularisme Akar Masalah


Kondisi kehidupan saat ini memaksa berbuat apa pun demi mendapatkan materi. Inilah bukti ketika hidup di dalam sistem kapitalis sekuler. Di mana manusia diajarkan untuk mencari materi sebanyak-banyaknya tanpa peduli halal dan haram.


Maka akan wajar banyak penyelewengan terjadi serta membuat masyarakat memilih cara praktis dalam menghasilkan materi. Inilah realitas ketika kita hidup di dalam sistem aturan yang dibuat oleh manusia. Sistem sekularisme yaitu berasaskan pemisahan agama dari kehidupan. Di mana, kita hidup dalam lingkaran yang sebenarnya membelenggu secara struktural dengan tidak sadar menyebabkan kita semua juga menjadi korbannya. Tolok ukur berbuat adalah manfaat tanpa pertimbangan meski sampai merenggut nyawa. 


Kita tentu prihatin atas kekerasan yang menimpa PA. Namun, kita juga harus melihat dari berbagai sisi. Tindakan PA tentu salah dan keliru. Meski akhirnya ia dengan percaya diri mengambil jalan kembali untuk mengakui kesalahannya. Fakta bahwa PA mencuri ubi menjadi bukti bahwa sistem sekuler tidak mampu mewujudkan individu dan masyarakat yang bertakwa. Standar benar salah tidak berdasarkan pada halal haram.


Kemudian kontrol masyarakat terhadap setiap perbuatan yang melanggar syariat tidak berjalan, hingga akhirnya tidak ada pembiasaan untuk amar makruf nahi mungkar. Belum lagi sanksi untuk pelaku tidak ditetapkan dengan tegas. Walhasil, masyarakat akan menormalisasi segala perbuatan yang berpotensi buruk. 


Ada beberapa faktor pemicu yang bisa kita lihat dari kejadian ini, yaitu sikap main hakim sendiri seorang pejabat akan menjadi dalih bagi rakyat untuk berbuat sesukanya. Sebagaimana pepatah mengatakan "Penguasa adalah cermin bagi rakyatnya." Bila pejabatnya menunjukkan sikap minimnya kesadaran hukum dalam merespons kriminalitas dengan main hakim sendiri, maka bagaimana nanti rakyatnya?


Kemudian kontrol emosi yang lemah. Faktor ini disebabkan dalam sistem sekuler kapitalisme yang cenderung emosional dan temperamental. Karena tidak ada batasan yang jelas bagaimana mengelola emosi di saat-saat tertentu. Bagaimana marah yang dianjurkan dan lain sebagainya.


Terakhir, lingkungan sosial dan budaya yang permisif (serba boleh) terhadap kekerasan. Jika terbiasa menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalahnya, maka sejatinya akan timbul masalah baru. Selain dengan cara itu dirasa masalah tidak akan selesai. Miris.


 Solusi dalam Islam 


Dalam kasus PA yang dikeroyok dan dibakar hampir meregang nyawa termasuk kemaksiatan yang sanksinya berupa jinayah. Menurut istilah, jinayah adalah pelanggaran terhadap badan yang di dalamnya mewajibkan kisas atau harta (diat), juga berarti sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap tindak penganiayaan.


Dari setiap anggota tubuh dan tulang manusia, kadarnya harus sesuai dengan kadar sesuai yang tercantum dalam sunah. Sebagaimana HR. An-Nasai dari Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm dari bapaknya dari kakeknya, "Bahwa Rasulullah telah menulis surat kepada penduduk Yaman. Isinya, "Barangsiapa terbukti membunuh seorang wanita mukmin, ia dikenai kisas, kecuali dimaafkan oleh wali pihak yang terbunuh.

 

Dibuat dalam jiwa 100 ekor unta, pada hidung yang terpotong dikenakan diat, pada lidah ada diat, pada dua bibir ada diat, pada dua buah pelir dikenai diat, pada penis dikenai diat, pada tulang punggung dikenakan diat, pada dua biji mata ada diat, pada satu kaki ada ½ diat, pada ma'munah ⅓ diat, pada jaifah ⅓ diyat, pada munaqqilah 15 ekor unta, pada setiap jari kaki dan tangan 10 ekor unta, pada gigi 5 ekor unta, pada muwadldlilah 5 ekor unta, dan seorang laki-laki harus dibunuh karena membunuh seorang perempuan dan bagi pemilik emas, 1000 dinar. Atas dasar ini maka sanksi atas penganiayaan anggota badan adalah diat atau irsyi, bukan yang lain.


Islam menjadikan standar dalam perbuatan seseorang adalah halal atau haram. Di mana segala tingkah laku yang dilakukan berdasarkan hukum syarak sehingga terbentuk ketakwaan individu di tengah- tengah masyarakat.

 

Sistem  ekonomi dalam Islam juga memiliki pengaturan baik itu kepemilikan individu, masyarakat, maupun negara. Di dalam Islam, sudah menjadi kewajiban khalifah untuk memberikan jaminan akan kebutuhan dasar masyarakat seperti kisah Umar Bin Khattab di mana beliau memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan primer rakyat. Beliau juga membayar utang-utang dan memberikan biaya kepada para petani agar mereka menanami tanahnya. Hal ini juga berlaku bukan hanya diberikan kepada kaum muslim, tetapi juga kepada orang nonmuslim.


Kemudian dalam Islam juga memiliki kepribadian yang bertakwa kepada Allah sehingga tidak mudah melakukan halal atau melakukkan tindakan mencuri. Semua itu menunjukkan betapa Islam memberikan keberkahan dan kesejahteraan. 


Demikianlah ketika Islam menjawab setiap solusi problematika kehidupan. Maka sudah sewajarnya kita mengganti sistem hari ini dengan sistem yang menjaga darah, harta, dan kehormatan rakyatnya, di bawah naungan sistem Khil4fah. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Perang Sudan dan Kepentingan Imperialisme Amerika

Perang Sudan dan Kepentingan Imperialisme Amerika



Segala kekacauan yang menimpa Sudan akibat dari hilangnya kekuasaan Islam

Menjadikan negeri-negeri kaum muslim sebagai santapan keserakahan para pemimpin imperialis barat, khususnya Amerika


_________________________


Penulis Caca

Kontributor Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Timur Tengah wilayah kaya akan minyak dan sumber daya alam. Tak terkecuali benua Afrika, tepatnya Sudan. Negara di benua hitam yang menyimpan cadangan energi yang terbarukan, khususnya energi surya. Begitu pun, kekayaan yang tersimpan di perut bumi, seperti pertanian dan ekspor minyak yang menjadi sumber pendapatan utama negara. 


Dilihat dari letak geografisnya, Sudan mempunyai letak yang strategis mampu menopang perdagangan internasional. Sudan berada di Afrika Timur Laut menjadikan penghubung antara benua Afrika dan Timur Tengah. Memiliki garis pantai laut merah. Jalur ini merupakan salah satu jalur maritim tersibuk di dunia. Sudan memiliki posisi pertemuan di antara sungai Nil putih di Khartoum, dan sungai Nil biru yang kemudian membentuk sungai Nil.


Tentu dengan potensi sumber daya alam yang melimpah dan posisi yang strategis menjadikan Sudan sebagai incaran negara Barat. Begitu pun keadaan saat ini, konflik kudeta, dan perebutan kekuasaan, tidak bisa dilepaskan dari kepentingan Barat yang selalu ingin menjadikan negara boneka di bawah kendalinya. Tak sedikit, dampak dari konflik yang berkepanjangan di Sudan menimbulkan gelombang bencana kelaparan, pemerkosaan, dan krisis kemanusiaan yang makin luas. 


Komite Penyelamatan Internasional (IRC) menganalisis negara-negara mana yang paling mungkin mengalami krisis kemanusiaan baru atau yang memburuk. Untuk tahun kedua berturut-turut, Sudan berada di puncak daftar karena keruntuhan negara itu makin cepat di tengah perang saudara yang brutal dan berdampak buruk pada warga sipil.


Sebelum perang meletus pada April 2023, Sudan telah mengalami krisis kemanusiaan parah yang menyebabkan 15,8 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Perang selama dua tahun telah memperburuk kondisi ini, menyebabkan lebih dari 12 juta orang mengungsi dan 30,4 juta orang—lebih dari separuh populasi Sudan—membutuhkan bantuan kemanusiaan.


Sudan kini menjadi krisis pengungsian terbesar dan tercepat di dunia. Krisis ini juga merupakan krisis kemanusiaan terbesar yang pernah tercatat. (rescu.com, 24-07-2025)


Awal Mulai Konflik 


Dalam sejarahnya, Sudan merupakan negara yang tidak pernah sepi dari konflik internal yang syarat akan kepentingan dunia internasional, khususnya negara adidaya Amerika. Seperti keadaan saat ini, perang yang meletus pada 15 April 2025 masih berlangsung hingga saat ini. 


Hal ini diklaim sebagai perebutan kekuasaan militer. Perang yang melibatkan dua kekuatan militer, antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) yang merupakan angkatan militer negara di bawah kendali panglima militer Abdel Fatah Al Burhan. Melawan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter yang dipimpin oleh Muhamed Hamdan atau yang lebih dikenal dengan "Hemedti". 


RSF merupakan kelompok yang terdiri dari kalangan sipil yang dipersenjatai oleh negara. Awal pembentukan untuk memberantas pemberontak yang melawan negara. RSF dipimpin oleh Hemedti yang awalnya merupakan tangan perpanjangan negara untuk mengatasi permasalahan pemberontak di Darfur.


Di mana negara tidak mampu mengakses wilayah tersebut untuk segara diatasi. RSF dibentuk untuk mampu melindungi kepentingan negara dari ancaman pemberontak. Akan tetapi, Jenderal Burhan dan Jenderal Dagalo tidak sependapat mengenai arah negara ini dan usulan langkah menuju pemerintahan sipil.


Politik Kepentingan Amerika 


Sejatinya, perang yang telah berlangsung beberapa tahun ke belakang tidak bisa dilepaskan dari intervensi Amerika yang ingin menguasai kekayaan alam dan posisi strategis Sudan. Kedua pemimpin militer yang dulu berteman merupakan partner dalam mencapai kepentingan politik. Sesungguhnya mereka adalah agen Amerika yang bertugas untuk menjadi tangan perpanjangan imperialis. Sebelumnya pemimpin Sudan adalah Omar Basyir yang dilengserkan oleh kudeta merupakan pemimpin yang sudah tidak layak dipertahankan Amerika. 


Alhasil, kedua jenderal yang sedang bertikai ini saling berebut kekuasaan. Siapa pun pemenangnya mereka adalah antek Amerika yang dipersiapkan untuk melanjutkan kepentingannya. Walaupun dalam perjalanannya saat ini dengan adanya kudeta kekuasaan, rakyat Sudan seolah-olah mengalami transisi ke pemerintah sipil yang lebih adil. Akhirnya, menimbulkan kekacauan yang luar biasa. 


Besar kemungkinannya apabila transisi hal ini terjadi, memungkinkan celah negara Eropa dan Inggris menancap pengaruhnya dan memberikan intervensi, menguasai sumber daya alam Sudan. Kekayaan Sudan yang sangat besar adalah lumbung pemasukan bagi negara-negara Eropa.


Tentu hal ini yang akan menggeser posisi Amerika di Sudan. Faktanya, siapa pun pemenangnya Amerika sudah mengondisikan pemimpin Sudan yang akan mengamankan kepentingannya. Walaupun rakyat Sudan menjadi taruhan, Amerika tidak pernah peduli dengan dampak yang telah ditimbulkan akibat dari hegemoni penjajahnya.


Berharap Kepada Islam 


Segala potensi Sudan adalah anugerah pemberian Allah Swt. yang diberikan kepada umat Islam untuk dikelola sesuai aturan Allah Swt.. Namun, segala potensi itu menjadi bencana apabila kita mengabaikan aturan-Nya.


Segala kekacauan yang menimpa Sudan akibat dari hilangnya kekuasaan Islam. Menjadikan negeri-negeri kaum muslim sebagai santapan keserakahan para pemimpin imperialis Barat, khususnya Amerika. Untuk itu tidak ada alasan lain, selain kita berharap kepada sistem Islam yang bersumber dari Allah Swt.. Sistem Islam melahirkan kepemimpinan yang benar, Islam melihat kekuasaan sebagai amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt..


Kekuasaan bukan sarana untuk memperkaya diri atau untuk menguasai sumber daya alam. Akan tetapi, untuk mengurusi urusan umat. Penguasa bukan orang yang akan menguasai sumber daya alam, tetapi negara dan khalifah sebagai eksekutor yang mengatur dan mengolah sumber daya alam untuk kepentingan umat. Haram hukumnya individu menguasai sumber-sumber kekayaan alam. 


Kekuasaan Islam ini tidak melanggengkan hubungan diplomatik dengan kafir penjajah, apalagi membangun kerja sama untuk melakukan eksploitasi sumber daya alam yang jelas-jelas haram hukumnya. Islam hanya membangun relasi berdasarkan kepentingan dakwah dan jihad. Negara Islam berdiri tegak atas kekuatan ideologi yang benar, mandiri tanpa intervensi negara lain. Untuk itu, sudah selayaknya kita memperjuangkan Islam kembali tegak di tengah-tengah dunia. Wallahualam bissawab.[Dara/MKC]

Delapan Dekade Merdeka: Pendidikan Masih Tertinggal Kesehatan Kian Terabaikan

Delapan Dekade Merdeka: Pendidikan Masih Tertinggal Kesehatan Kian Terabaikan



Selama negara dikelola dengan sistem sekuler, bidang pendidikan, dan kesehatan

justru hanya dijadikan ladang bisnis seperti yang tampak saat ini.

__________________


Penulis Ika Fath

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Sudah 80 kali Indonesia merayakan kemerdekaan, tetapi cita-cita mencerdaskan bangsa seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 jauh dari harapan. Dua sektor krusial pada suatu negara yaitu pendidikan dan kesehatan masih menjadi PR besar untuk bangsa ini. Masalah pendidikan dan kesehatan merupakan fondasi sebuah negara yang saat ini jauh dari kata ideal.


Permasalahan tidak kunjung menemukan jalan keluar. Alih-alih mengurai masalah dengan pergantian kepemimpinan yang ada hanya menambah masalah baru. Masalah pendidikan meliputi angka putus sekolah, kualitas literasi, ketimpangan akses, gaji guru kurang memadai, kualitas guru buruk, dan fasilitas pendidikan yang tidak layak.


Dikutip dari kompas.co.id (16-08-2025), potret buruknya fasilitas pendidikan tercermin pada SD Negeri 084 Amballong, Sulawesi Selatan. Bangunan sekolahnya jauh dari kata layak, lantainya berupa tanah dengan dinding papan. Beberapa bagian dinding dan Papan tulis kayu mulai rusak. Akses menuju sekolah dengan jalur ekstrem berupa tanah becek yang menjadi kubangan lumpur saat hujan, jalur mendaki/menurun, melewati sungai dengan jembatan kayu yang lapuk dan kecil. Sangat jomplang dengan potret pendidikan di kota-kota besar dengan segala kemudahan akses.

Demikian juga dengan permasalahan di sektor kesehatan seperti sulitnya akses, antrean panjang dan memakan waktu. Ketersediaan obat yang terbatas, minimnya fasilitas kesehatan di daerah, serta rumah sakit milik konglomerat yang belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat.


Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Hesti Lestari Pengurus Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). Beliau menyampaikan bahwa pelayanan kesehatan di Indonesia belum merata. Dengan jumlah rumah sakit 2.636 unit dan puskesmas sekitar 10 ribu yang dimiliki oleh Indonesia. Namun, jumlah tersebut belum memenuhi standar World Health Organization (WHO). (rri.co.id, 30-07-2025)


Bisnis Bidang Pendidikan dan Kesehatan


Pendidikan dan kesehatan merupakan tonggak pada sebuah negara. Selama 80 tahun Indonesia merdeka, masyarakat yang berada di daerah terpencil tidak pernah merasakan pendidikan memadai, dan pelayanan kesehatan yang layak. Sudah seharusnya pelayanan kesehatan dari negara menjadi hak dasar bagi rakyat dan benar-benar dirasakan manfaatnya.


Selama negara dikelola dengan sistem sekuler, bidang pendidikan dan kesehatan justru hanya dijadikan ladang bisnis seperti yang tampak saat ini. Sistem kapitalis memandang pendidikan merupakan sebuah komoditas bisnis, seperti barang atau jasa yang dapat diperjualbelikan. Orientasinya hanya pada profit, maka penyedia layanan pendidikan lebih banyak digerakkan oleh swasta.


Negara hanya sebagai regulator dan fasilitator bukan sebagai pelaku utama. Pendidikan gratis dan berkualitas yang merupakan hak dasar masyarakat seharusnya menjadi kewajiban negara dalam menyediakannya. Namun sayang, hal itu hanya menjadi ilusi saja dalam sistem kapitalis.

Akibatnya, tidak ada pemerataan akses pendidikan dan pelayanan kesehatan. Hanya di perkotaan yang dapat menjangkaunya dengan mudah. Rakyat kecil di pelosok daerah, khususnya di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) sama sekali tidak merasakannya.


Kapitalis menganggap wilayah-wilayah terpencil tidak memiliki nilai potensial tinggi secara ekonomi, akibatnya sering terabaikan bahkan dengan sengaja dilupakan. Kualitas pendidikan dan kesehatan antara kota dan wilayah terpencil yang tidak seimbang.


Pendidikan berkualitas dengan fasilitas lengkap dibayar mahal, hanya segelintir orang kaya saja yang mampu menikmatinya. Rakyat miskin hanya mendapatkan pendidikan dengan kualitas buruk, dan fasilitas yang tidak layak sesuai daya beli mereka. Di sektor kesehatan, hanya orang kaya saja yang mendapatkan pelayanan kesehatan memadai. Rakyat miskin hanya bisa mengeluh dengan pelayanan kurang sabar, antrean yang lama dan panjang, dan kualitas obat seadanya bahkan tidak ada.


Sungguh ironis, tetapi itulah yang diciptakan oleh sistem kapitalis. Hanya menganakemaskan para kapitalis, tanpa peduli dampak buruk yang berimbas pada rakyat kecil. 


Islam Mewujudkan Pendidikan dan Kesehatan Gratis


Berbeda dengan sistem Islam, pendidikan dan kesehatan adalah prioritas utama. Dua sektor vital tersebut menjadi hak mendasar bagi rakyat jika ditinjau dari sisi syariat. Negara wajib memprioritaskan keduanya sebab dalam Islam negara berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat) dalam hal pemenuhan segala kebutuhannya baik papan, sandang, dan pangan.

 

Seperti yang tertuang dalam hadis. Rasulullah saw. bersabda, “Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR. Al-Bukhari)

Bagaimana negara mampu memenuhi pembiayaan segala kebutuhan rakyatnya? Negara Islam memiliki sumber dana sangat berlimpah dari kekayaan alam yang dikelola berdasarkan syariat Islam. Negara bahkan bisa mengambil harta milik pribadi yang seharusnya jadi kepemilikan umum, agar hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan banyak orang. Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)


Hasil dari pemasukan negara tersebut dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur yang menjadi akses pendidikan dan pelayanan kesehatan. Semua hal yang terkait dengan kebutuhan rakyat akan diperhatikan dan dibenahi. Seperti fasilitas umum jalan, jembatan, dan transportasi sehingga semua rakyat dari seluruh negara yang bergabung dalam negara Islam bisa merasakan pendidikan dan kesehatan secara baik dan merata.


Walhasil, masyarakat mendapatkan pendidikan yang layak bahkan bisa gratis. Mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi tanpa memandang apakah dia laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin. Semua akan mendapatkan hak untuk mengakses pendidikan. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]