Alt Title

MBG Adanya Kurang Gizi dan Tumbuhnya Ekonomi Lokal

MBG Adanya Kurang Gizi dan Tumbuhnya Ekonomi Lokal




Ini semua membuktikan bahwa apa yang diharapkan tidak mungkin bisa terwujud nyata

Semuanya berhubungan dengan kapitalisme


______________________


Penulis Ummu Nasywa

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dalam melakukan sosialisasi progam strategis nasional Makan Bergizi Gratis (MBG), Komisi IX DPR RI bersinergi dengan Badan Gizi Nasional (BGN). Program MBG ini memfokuskan 4 sasaran utama yaitu bayi dengan usia 1 sampai 2 tahun, anak-anak, ibu menyusui dan ibu hamil.


Tujuan dari program ini adalah mengurangi rasio angka gizi buruk di Jawa Barat khususnya Kabupaten Bandung. MBG berkontribusi juga terhadap pertumbuhan ekonomi lokal. BGN akan menarik petani, peternak, dan nelayan sekitar dalam memasok bahan baku makanan untuk dapur sehat atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).


Sabtu, 26 April 2025, pukul 14.00-16.00 WIB, bertempat di Gedung DPD KNPI Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Berlangsung kegiatan sosialisasi program MBG diikuti oleh sekitar 300 orang peserta dan dihadiri Anggota Komisi IX DPR RI Asep Romy Romaya Staff Ahli Sesdeputi Bidang Prokerma BGN Kolonel Cba R. Wira, serta tokoh masyarakat Kabupaten Bandung. (jabar.tribunnews.com, 27-04-2025)


Awal tercetusnya ide program MBG ini memang dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus stunting di Indonesia. Namun timbul pertanyaan, betulkah MBG bisa menjawab akar masalah kekurangan gizi? Mengingat MBG sesungguhnya hanya solusi praktis yang belum bisa dipastikan menjadi solusi efektif untuk kasus kekurangan gizi.


Pasalnya, akar persoalan kekurangan gizi adalah ketidakmampuan keluarga memenuhi kebutuhan pangan bergizi bagi anggota keluarganya akibat diterapkan ekonomi kapitalis yang eksploitatif.


Sejak awal, paradigma MBG memang sudah salah yaitu lahir dari ambisi penguasa untuk menarik hati rakyat atas nama pencegahan stunting dan mewujudkan generasi berkualitas. Namun, pada saat yang sama melalui program MBG ini penguasa malah abai terhadap hal fundamental yang ada di tengah-tengah masyarakat. Kondisi ekonomi dan keuangan negara yang sedang dilingkupi masalah akibat penerapan kapitalisme.


Untuk itu, program MBG selain bertujuan mengatasi stunting, program ini diharapkan bisa memberikan andil pada pertumbuhan ekonomi lokal. Melalui BGN, pemerintah mengajak para petani, peternak, dan nelayan turut serta dalam menyuplai bahan baku makanan untuk dapur sehat atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).


MBG juga akan membeli bahan-bahan masakan dari pengusaha lokal atau dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Di tambah lagi lapangan kerja baru akan terbuka lebar karena dapur MBG membutuhkan tenaga kerja yang banyak.


Dengan berbagai polemik MBG yang terjadi, mulai dari kasus keracunan, menu yang tidak disukai anak, pembagian yang tidak merata, dan kasus terbaru yaitu tutupnya dapur MBG di Kalibata karena belum dibayar hampir Rp1 miliar, sepertinya harapan mengatasi stunting atau meningkatkan ekonomi lokal masyarakat hanya ilusi semata. Ini semua membuktikan bahwa apa yang diharapkan tidak mungkin bisa terwujud nyata sebab semuanya berhubungan dengan sistem yang diterapkan negara saat ini yaitu kapitalisme. Negara tidak benar-benar mengurusi kepentingan rakyat melainkan segelintir kelompok saja baik pengusaha atau pengelola.


Berbeda dengan Islam sebagai ideologi yang bersumber dari Allah Taala. Islam merupakan aturan kehidupan yang sesuai fitrah juga memahami semua urusan manusia selaku makhluk Allah. Penerapan Islam terwujud melalui pengaturan urusan masyarakat di tangan penguasa yang sadar dan paham dengan perannya sebagai raa’in dan junnah. Rasulullah saw. bersabda: “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)


Juga dalam hadis: “Sesungguhnya imam (khalifah) itu junnah (perisai) yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Dengan perannya sebagai raa’in dan junnah, penguasa dalam negara Islam akan serius dan bertanggung jawab penuh dalam hal pemenuhan gizi masyarakat secara sistemis menurut perintah syariat Islam. Pemenuhan gizi dilakukan secara merata pada tiap individu masyarakat, juga komprehensif dan berkelanjutan. Bukan dengan kebijakan seperti MBG yang cenderung sementara dan terbatas.


Realisasi kebijakan pemenuhan gizi dalam Islam akan sama rata atau tidak akan membedakan antara anak sekolah, mahasiswa di bangku kuliah, santri di pondok pesantren, maupun orang dewasa yang sudah bekerja. Islam tidak hanya memenuhi gizi ibu hamil, tetapi ibu yang tidak hamil karena semua individu rakyat berhak memperoleh pemenuhan gizi sebagai wujud jaminan pemenuhan kebutuhan primer mereka, selain sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan.


Islam akan fokus pada aspek fundamental berupa perbaikan tingkat ekonomi rumah tangga dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Negara bertugas serta mengawasi pengelolaan pos-pos anggaran pemasukan dan belanja negara sesuai dengan ketetapan syariat. Semuanya berasal dari berbagai sumber atau jalur yang masing-masing berpotensi memiliki jumlah besar dan peruntukannya sesuai syariat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat.


Sumber-sumber harta di kas negara (baitulmal) di antaranya fai, kharaj, jizyah, zakat, dan pengelolaan hanya kekayaan milik umum berupa SDA yang diatur secara syar'i. Inilah gambaran dan realita yang mestinya ada di tengah umat saat ini. Keadaan di mana negara bekerja efektif sebagai pengurus dan pelindung rakyat.


Akar persoalan yang bersumber dari sistem maka solusinya harus datang dari sistem pula. Islam dan institusinya adalah jawaban ketika sistem kufur kapitalisme tidak bisa lagi dipertahankan. Sistem ini bukan saja mendatangkan kegagalan diberbagai aspek tapi juga keburukan yang akan terus menimpa rakyat.


Begitupun akar masalah stunting dan keterpurukan ekonomi saat ini bukan semata kemiskinan dan ketidakmampuan masyarakat memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Akan tetapi, akibat minimnya tanggung jawab negara yang diakibatkan ideologi yang diadopsinya yakni kapitalisme. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]