Alt Title
Futur Jangan Dijadikan Tolok Ukur untuk Mundur

Futur Jangan Dijadikan Tolok Ukur untuk Mundur




Jangan jadikan futur itu menjadi tolok ukur untuk mundur

karena sejatinya tidak semua orang memberi solusi

______________________


Penulis Irma Oktaviana

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI -

بِسْÙ…ِ اللّٰÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…ٰÙ†ِ الرَّØ­ِÙŠْÙ…ِ


Semangat Istikamah Menuju Keridaan Allah


Berawal dari suatu ujian, godaan di mana saat itu keimanan mulai diuji terus menerus. Maka dari situ juga awal mula dimana cerita ini terbentuk. Bahkan tidak terlihat arah akan menuju kemana tujuannya.


Lalu, aku memulai semuanya perlahan. Mulai dari segi waktu dan cara aku berbicara hingga berinteraksi. Kemudian suatu hari di mana akhirnya semua terjawab yang awal mulanya meragukan, bahkan sulit untuk dipercaya hingga akhirnya aku mengatakan "oke aku bisa."


Dari situ aku sudah mulai merasa bahwa apa gunanya menjalankan, tetapi tanpa arti yang sesungguhnya. Rasanya ingin bangkit, tetapi ternyata sulit. Berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, tidak selamanya berjalan dengan baik. Keimanan pun stuck di situ saja.


Bahkan, belum sama sekali menunjukkan adanya kemajuan untuk mempertahankan rasa ingin bangkit dari arah yang sudah tak teraba oleh jiwa. Bahkan, aku seolah-olah membiarkan pikiran ini diam tanpa memberikan kontribusi yang pasti. Bagaikan daun yang terbawa oleh angin lalu, hinggap entah di mana mereka terjatuh. Hingga suatu saat aku tersadarkan di mana ada hal yang nampak menunjukkan bahwa aku harus melakukannya, bukan tanpa paksaan tapi dengan niat dari hati, atau keinginan yang kuat.


Hingga akhirnya aku kembali bertanya pada diri sendiri, aku akan mulai kapan?


Namun, semuanya terjawab ketika mendengar perintah akan suatu kewajiban tanpa memaksa karena semuanya sudah tertulis dalam Al-Qur'an yang mulia didalam surah An-Nur ayat 30-31:

Ayat ini menjelaskan tentang perintah untuk menjaga pandangan, dan menjaga kemaluan, serta menutup aurat dengan mengenakan khimar (kerudung). Di Al-Qur'an surah lainnya yakni Al-Ahzab ayat 59, Allah Swt. memerintahkan kaum wanita untuk menutup jilbab ke seluruh tubuh mereka.


Kemudian aku memulainya secara perlahan, meskipun awalnya tidak sempurna. Akan tetapi, pada akhirnya aku bisa memilih pilihan yang terbaik untuk mempertahankan keimananku. Walaupun terkadang masih ada saja hawa nafsuku yang masih terjerat dalam pikiran, tetapi setidaknya aku sudah berani memilih pilihan yang pada dasarnya belum tentu semua orang sanggup.


Aku harus terus melangkah, meski harus terjatuh, lalu bangkit lagi, dan terus menerus seperti itu. Semangat harus terus membara, jangan jadikan futur itu menjadi tolok ukur untuk mundur karena sejatinya tidak semua orang memberi solusi.


Begitulah perjuangan hijrah dalam istikamah tidak selalu berjalan mulus pasti. Tentunya, semua itu ada prosesnya karena Allah menginginkan kita itu berjuang. Pastinya dengan proses yang tidak mudah. Namun, Allah jadikan kamu hamba yang kuat dengan proses yang cukup sulit sehingga tidak ada yang bisa membuat kita menjadi manusia yang paling banyak futurnya atau tidak pandai bersyukur.


Ingatlah akan satu hal, Allah tidak mungkin memberikan seorang hamba suatu ujian tanpa memberikan hamba itu balasan. Allah akan berikan limpahan pahala, kebahagiaan dan keberkahan hidup. Pintu ampunan dan taubat selalu Allah mudahkan bagi seseorang yang memang ingin Allah mudahkan. Lebih besar dibandingkan dengan dosa-dosa yang sudah kita lakukan dari sebelumnya. Selagi masih diberikan kesempatan hidup, teruslah berusaha untuk kembali ke jalan-Nya untuk meraih keridaan-Nya.


Walaupun masih dalam tahap perlahan, Allah akan selalu menerima tanpa syarat selagi kita ada niat kuat. Maka dari situ juga Allah akan selalu ada untukmu merangkulmu dengan kasih dan sayangnya yang tak terhingga sepanjang masa. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Maryam: Role Model Menjaga Kehormatan Muslimah

Maryam: Role Model Menjaga Kehormatan Muslimah

 



Saat ini, banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh muslimah

Pergaulan bebas dan berbagai godaan yang ada di sekitar 

_____________________


Penulis Najwa Zalfa, S.Pd

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Pemuda Jagakarsa


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Maryam ibunda Nabi Isa adalah sosok yang sangat dihormati dalam Islam.


Kisahnya diabadikan dalam Al-Qur'an sebagai wanita yang menjaga kehormatannya dengan penuh keteguhan iman. Maryam dikenal sebagai seorang yang suci dan menjaga kesuciannya, meskipun menghadapi berbagai ujian dan tantangan yang sangat berat.


Kehormatan Maryam diabadikan dalam Al-Qur'an. Salah satu ayat yang menceritakan tentang Maryam adalah surah Maryam ayat 16-21:


"Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Maryam di dalam Al-Qur'an, ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke tempat yang ke arah timur, lalu ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka. Maka Kami mengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, lalu ia menampakkan diri kepadanya sebagai seorang laki-laki yang sempurna. Maryam berkata, 'Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dari kamu, jika kamu seorang yang bertakwa.' Laki-laki itu berkata, 'Sesungguhnya aku hanyalah seorang utusan Tuhanmu untuk memberikan kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki yang suci.' Maryam berkata, 'Bagaimana akan ada anak laki-laki bagiku, padahal tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan pula seorang pezina."


Ayat ini menunjukkan betapa Maryam sangat menjaga kehormatan dan kesuciannya. Hingga Allah Ta'ala memberikan rahmat kepadanya seorang anak laki-laki. Putra tersebut ialah Nabi Isa ‘Alaihissalam. 


Saat ini, banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh muslimah. Pergaulan bebas dan berbagai godaan yang ada di sekitar membuat posisi wanita menjadi sangat rentan. Media sosial, hiburan, dan budaya sering kali menampilkan gaya hidup yang tidak sesuai dengan syariat Islam sehingga tidak jarang wanita yang terjerumus ke dalam pergaulan yang dilarang oleh Allah Taala.


Lantas, bagaimana kita menjaga kehormatan di tengah gempuran zaman yang kian jauh dari naungan Islam?


Pertama, menguatkan iman dan akidah. Akidah adalah fondasi utama dalam menjaga kehormatan. Dengan iman yang kuat, seorang muslimah akan memiliki kekuatan untuk menolak godaan dan pergaulan yang tidak sesuai dengan syariat Islam.


Kedua, menghindari pergaulan bebas. Seorang muslimah harus berhati-hati dalam memilih teman dan lingkungan pergaulan. Menghindari pergaulan bebas dan menjauhi tempat-tempat yang dapat menjerumuskan ke dalam perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt. adalah langkah penting.


Ketiga, mendapatkan pendidikan dan pengetahuan dengan mengkaji Islam secara mendalam dan menyeluruh. Hal ini dapat menjadi senjata yang sangat penting dalam menjaga kehormatannya. Dengan pengetahuan dan pemahaman yang cukup, seorang muslimah akan mampu membedakan yang baik dan yang buruk.


Keempat, bergaul dengan orang-orang salih yang memiliki visi misi yang sama sehingga akan membantu dalam menjaga kehormatan muslimah sekaligus menyiarkan Islam. Lingkungan islami dapat menjaga dan menghormati posisi wanita. Selain itu, lingkungan yang baik dalam Islam akan memberikan dukungan dan motivasi untuk tetap menjaga diri dari hal-hal yang tidak semestinya.


Begitulah sepatutnya meneladani sikap Maryam. Kita sebagai muslimah hendaknya menjaga kehormatan diri. Membuka pikiran kita untuk bersikeras menjaga kesucian di tengah kehidupan pergaulan yang sudah jauh dari naungan Islam.


Jangan sampai hanya semata memuaskan hawa nafsu dunia, kita rela terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan keji. Na'udzubillahi min dzaalik. Wallahualam bissawab. [Eva-Dara/MKC]

Siapa Pahlawan yang Sebenarnya?

Siapa Pahlawan yang Sebenarnya?

 



Siapa saja yang telah berjasa pada Islam untuk meninggikan kalimat Allah

dengan niat semata karena Allah dan dengan cara yang benar menurut syariat Islam

_______________________


Penulis Aila Puspita Sari Panjaitan

Santriwati dan Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Siapakah pahlawan yang sebenarnya dalam pandangan Islam? Jasa apa yang menjadikan mereka pantas disebut sebagai pahlawan?


Pahlawan adalah pejuang yang gagah berani dalam membela kebenaran. la rela mengorbankan tenaga, pikiran, waktu, bahkan nyawa. Sebutan pahlawan juga ditujukan bagi siapa saja yang berjasa meski 'tanpa tanda jasa' seperti guru atau yang lainnya.


Dalam pandangan Islam, seluruh aktivitas manusia harus dibangun atas dasar niat yang lurus untuk meraih keridaan Allah Swt., meninggikan kalimat-Nya, dan dengan cara yang benar atau sesuai syariat. Dua hal inilah yang menjadi syarat amal seseorang diterima atau tidak.


Allah Swt. berfirman yang artinya: "Mahasuci Allah yang menguasai (segala) kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk [67]:1-2)


'Ahsanu amala' merupakan amal yang paling sempurna yakni amal yang diterima oleh Allah Swt.. Para ulama pun menjelaskan ukurannya yakni:


Pertama, harus ikhlas (akhlashuhu).


Kedua, harus benar (ashwabuhu).


Adapun yang maksud 'ikhlas' adalah suatu amal yang dilakukan hanya karena Allah dan mengharap rida-Nya. Sedangkan yang dimaksud dengan 'benar' adalah mengikuti ketentuan hukum syariat dan sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., bukan mengikuti syariat yang lain.


Inilah yang harus diperhatikan oleh seseorang dalam beramal dan sebagai standar dalam menilai amal perbuatan manusia, apakah diterima atau tidak?


Maka dari pemaparan di atas dapat disimpulkan siapa saja yang telah berjasa pada Islam untuk meninggikan kalimat Allah, dengan niat semata karena Allah dan dengan cara yang benar menurut syariat Islam, maka dia layak disebut sebagai pahlawan. 


Pada zaman permulaan Islam, Nabi saw. dan para sahabat r.a. adalah pahlawan yang berjasa dalam mendakwahkan Islam. Berjasa dalam membangun umat dan mencetak umat terbaik. Mereka adalah para pahlawan yang telah berjasa mendirikan negara Islam. Sebuah institusi yang mampu menjaga dan menerapkan syariat Islam secara sempurna, hingga Islam tersebar ke seluruh penjuru dunia.


Sepak terjang mereka sebagai pahlawan pun nampak dalam peperangan mempertahankan wilayah Islam maupun dalam menghilangkan rintangan di hadapan dakwah. Pada masa Rasulullah saw. para sahabat terlibat langsung dalam menyebarkan Islam ke seluruh Jazirah Arab dan negeri Syam. Dalam kurun waktu 9 tahun, waktu yang relatif singkat bisa mempersatukan wilayah Jazirah Arab dan negeri Syam menjadi wilayah Daulah Islam dan mengislamkan penduduknya.


Jasa para sahabat yang agung lainnya adalah keberhasilan mereka dalam mengumpulkan dan membukukan Al-Qur'an. Mengumpulkan dan membukukan hadis nabi Muhammad saw..


Penyebaran Islam pun terus dilanjutkan dari generasi ke generasi. Semuanya dilakukan dalam rangka memenuhi perintah Allah Swt. dan meneladani jalan yang ditempuh oleh Rasulullah saw. sehingga Islam bisa diterima di seluruh penjuru dunia.


Dalam berdakwahnya, mereka membawa Al-Qur'an di tangan kanan dan bahasa Arab di tangan kirinya. Tak heran wilayah-wilayah yang awalnya tidak berbahasa Arab, tetapi setelah penduduknya memeluk Islam mereka pun menjadi fasih berbahasa Arab.


Kegemilangan sejarah Islam telah mencatat para pahlawan semisal Khalid Bin Walid dan Saad Bin Abi Waqash. Sejarah pun telah mencatat bagaimana kiprah Mus'ab bin Umair yang berhasil mengislamkan penduduk Madinah hanya dengan waktu 1 tahun. Dia adalah pemuda yang tidak takut kehilangan harta dan keluarganya, ia lebih memilih Islam sebagai jalan hidupnya.


Mereka semua adalah pahlawan Islam yang telah berjasa mengemban, menjaga, dan menerapkan Islam di tengah-tengah kehidupan. Umat Islam adalah umat terbaik yang pernah dihadirkan dimuka bumi ini dengan akidah dan syariat Islam yang sempurna.


Setelah Rasulullah saw. wafat, syariat Islam terus ditegakkan oleh para khalifah pengganti Rasulullah saw. dalam kepemimpinan. Sebut saja Abu bakar As-Sidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Sepanjang sejarah, umat tidak pernah kehabisan para pahlawan yang senantiasa menjaga dan menyebarkan Islam.


Semoga senantiasa kita bisa meneladani para pahlawan dan kembali melihat kegemilangan Islam. Berusaha untuk melanjutkan kehidupan Islam dan menerapkan aturannya secara kafah dalam bingkai Daulah Islamiah. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Namaku Jalan Hijrahku

Namaku Jalan Hijrahku




Nama itu bisa jadi doa

untuk anak ketika dipanggilkan oleh lisan


_____________________________


Penulis Siti Aminah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Hai guys kenalin nama aku Ami. Begitu sapaan orang-orang terdekat memanggilku. Kalau nama panjangku Siti Aminah hehe.


Pada tahu kan nama Aminah dalam agama Islam adalah nama seorang ibu mulia yang melahirkan nabi terakhir yaitu nabi Muhammad saw.. 

Okey guys aku mulai ceritanya dari sini ya...


Keluargaku


Nama aku Ami. Aku anak perempuan terakhir alias bungsu yang mempunyai dua orang kakak laki-laki. Aku terlahir dari seorang ibu dan ayah yang sangat luar biasa dalam membesarkan aku juga kedua kakakku.


Kami sekeluarga berasal dari keluarga yang sedang-sedang saja yang penting hidup bahagia eaaa... Tentunya hidup dalam rida Allah Swt. ya guys aamiin... Kalau kata orang, keluarga besar aku itu kayak paham agama banget gitu. Alhamdulillah dua paman aku seorang ustaz hihii.


Tapi kalau keluarga kecilku bukan yang paham agama banget hehe... Alhamdulillah ayahku bisa membina jadi imam yang baik bagi keluarga kecilnya eaaaa... Nah! begitulah singkatnya silsilah keluargaku guyss hihii...


Dikatain Alim


Awal cerita dimulai dari aku Sekolah Dasar guys...


Saat aku sekolah dasar, aku dikenal sama teman-temanku di sekolah kayak alim banget. Mungkin karena ada beberapa teman sepermainanku yang mengaji di tempat pamanku. Jadi kesannya aku anak yang agamis karena aku pernah mendengarkan perkataan temanku yang berkata, 


"Ami itu pintar ngaji loh!" "Ami itu anak ustaz" dan lain-lainnya yang seakan-akan mengartikan aku itu agamis, pintar agama banget huhuuu, gimana gitukan rasanya tuh...


Ada juga yang berpikir karena aku suka ikut perlombaan agama waktu SD, salah satunya pidato agama. Jadi, teman-temanku berpikir aku alim banget gitu.


Ditambah nama aku yang Siti Aminah kesannya kayak nambah banget alimnya huhuu... Awalnya aku biasa aja kalem-kalem aja eaaaa...


Tetapi saat kelas 6, mulailah aku ngerasa kayak nggak nyaman aja kalo dipandang alim, pintar agama banget. Nah! aku gak mau dipandang kayak gitu... Akhirnya aku memutuskan, "Pokoknya saat aku ke SMP nanti aku gak mau dipandang pintar agama dan lain-lainnya."


Akhirnya saat nginjak 1 SMP berubahlah aku. Berubah jadi Spiderman haha... Nggak guys sorry canda... krikk maaf kalo garing.


Tapi, kayaknya bener deh berubah jadi Spiderman hihii. Karena aku kayak mengubah diriku yang asalnya anggun eaaa jadi kayak ke tomboy-tomboy gitu guyss.


Nah! berhasillah aku mengubah diri aku dari pandangan orang-orang yang asalnya mandang aku pintar agama dan lain-lainnya, menjadi mandang ya biasa aja hehe.. Sesuai sasaran deh pokoknya. 


Tapi disclaimer dulu nih. Berubahnya aku itu kayak berubah jadi tomboy, agar orang-orang nggak mandang aku alim aja. Nggak macem-macem aku tuh karena takut dimarahin orang tua gitu kalo macam-macam hehehe.


Karena alhamdulillah dulu dan sampai sekarang aku masih diberi rasa takut kepada orang tua. Coba anak muda zaman sekarang kayaknya nggak ada takut-takutnya sama orang tua sendiri upssss... yang terjadi apa? Membantah dan lain-lainnya.


Mulai Berhijrah


Singkat cerita, naiklah aku ke kelas 2 SMP. Kayak nggak nyaman aja gitu kalo gaul sama cowok deket-deket walau hanya ngobrol. Akhirnya, aku hijrah lagi ke jalan yang benar eaaa. Tapi disini, aku banyak downnya juga guyss. Kadang tobat, kadang enggak gitu aja terus. Sekarang tobat besok lupa, tobat lagi lupa lagi wkk, Astaghfirullah tidak untuk ditiru ya guys!


Sampai pada akhirnyaa ada salah satu temanku yang berkata kayak gini, "Percuma nama Siti Aminah kayak nama ibu nabi, tapi tidak mencerminkan seperti halnya ibu Aminah."


Deg, aku bener-bener tertampar banget sama perkataan temenku yang satu ini guys, rasanya kepikiran terus, bikin aku melamun memikirkan perkataan temenku itu.


Jujur, guys aku benar-benar kerasa deg banget, malu banget, tertampar banget dengan perkataan temenku yang satu itu. Karena ya, yang dia bilang ke aku itu bener adanya gitu. Umi aku pernah berkata kalo beliau memberi nama siti Aminah karena ingin aku menjadi wanita terbaik layaknya ibunda Aminah yang baik akhlaknya, anggun perkataannya, taat akan perintah-Nya dan semoga kelak aku dapat melahirkan keturunan-keturunan yang baik, saleh salihah nantinya aamiin...


Ya, karena aku takut sama umi aku dan nggak mau buat umi aku kecewa. Aku harus buat beliau bangga dong ya kan.


Nah! Sejak saat itu akhirnya di kelas 2 SMP menginjak semester 2, aku bener-bener bertekad untuk hijrah beneran guys. Alhamdulillah, dari sana aku mulai mencari-cari temen hijrah, kajian-kajian Islam untuk men-support hijrahku.


Alhamdulillah, sampai sekarang akhirnya aku bisa menemukan temen-temen taat yang bisa saling menguatkan agar terus istikamah. Karena jujur aja guys dulu aku hijrah sendiri banyak banget downnya. Tapi saat menemukan temen satu tujuan hijrah, menemukan guru yang bener-bener bisa mendampingi, mengajarkan kita, jadinya kita gak ngerasa sendiri. Terus dikuatin disemangatin pokoknya Masya Allah, makanya yuk hijrah


Ending


Begitulah guys cerita dari namaku jalan hijrahku yang berawal dari perkataan seorang teman yang perkataannya menampar tapi membuatku sadar untuk menjadi lebih baik lagi. Nah! untuk ibu dan ayah terutama calon ibu dan ayah berikanlah nama-nama yang baik untuk anak-anaknya. Karena nama itu bisa jadi doa untuk anak ketika dipanggilkan oleh lisan. Lisan yang berkata baik akan menjadi doa yang baik pula. 


Sebaliknya, jangan sampai memberikan nama yang buruk untuk anak karena akan menjadi doa keburukan juga. Na’udzu billah... Misalnya karena ketidaktahuan kita atau ikut-ikutan nama idola yang tidak sepatutnya diidolakan oleh seorang muslim guys. Sepakat? Terima kasih sahabatku yang sudah menampar tapi membuatku sadar. Wallahualam bissawab [Dara/MKC]

Maulid: Meneladani Kepemimpinan Nabi saw.

Maulid: Meneladani Kepemimpinan Nabi saw.

 



Nabi saw. adalah role model terbaik 

yang terus dilanjutkan oleh para khalifah selanjutnya

______________________________


Penulis Siti Aisyah, S. Pd. I

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Guru RA di Rancaekek


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Pilkada serentak akan dilaksanakan, semua komponen mencari pemimpin terbaik bagi wilayahnya. Mungkinkah lahir pemimpin-pemimpin yang memberikan perbaikan bagi rakyat, atau justru rakyat yang dijadikan alat kekuasaan?


Saat mereka membutuhkan suara, mereka datang kepada rakyat, tetapi ketika menjadi penguasa, rakyat ditinggalkan. Alih-alih ada perbaikan, justru ada kerusakan di mana-mana. Rakyat hanya dianggap ada ketika dibutuhkan.


Saat ini, kita kehilangan figur kepemimpinan yang diharapkan. Alih-alih menjadi contoh bagi rakyatnya, para pemimpin malah menjadi pelaku kejahatan, mulai dari pelaku korupsi hingga keburukan lainnya.


Sebagai muslim, kita ingin keluar dari permasalahan ini. Namun, bagaimana caranya agar kita bisa keluar dari masalah ini, mengubah kerusakan menjadi kebaikan?


Sebagai seorang muslim, kita sudah diberikan pedoman oleh Allah Swt.. Jika kita ingin hidup selamat dunia dan akhirat, maka kita harus menjadikan Rasulullah sebagai teladan, sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. Al-Ahzab ayat 21 yang artinya: "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu."


Berdasarkan ayat ini, kita harus menjadikan Rasulullah sebagai panutan, mulai dari kepemimpinannya. Rasulullah adalah contoh terbaik dalam memimpin umatnya.


Saat ini, role model kepemimpinan ideal adalah Rasulullah saw. yang sangat bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan amanah yang diberikan kepadanya, baik dalam konteks kepemimpinan politik maupun spiritual.


Pemimpin yang amanah akan dihormati dan diikuti karena masyarakat merasa yakin bahwa kepentingan mereka akan dijaga dan dilindungi.


Salah satu contoh kepemimpinan Rasulullah saw. adalah ketika beliau mengajarkan nilai-nilai luhur dalam memimpin, termasuk dalam urusan yang tampaknya sepele. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa pada suatu hari, seorang sahabat datang terlambat ke majelis Rasulullah saw., dan saat itu seisi masjid sudah penuh sesak oleh jemaah. 


Mereka duduk berdesak-desakan. Sahabat yang datang terlambat itu kemudian meminta izin kepada sejumlah jemaah agar kiranya memberikan tempat duduk. Namun, tak satu pun yang bersedia. 


Hingga akhirnya, Rasulullah saw. memanggil sahabat yang kebingungan itu dan mempersilakannya duduk di dekat beliau. Nabi Muhammad saw. bahkan melipat serbannya dan memberikannya kepada sahabat tersebut untuk digunakan sebagai alas duduk.


Sahabat itu sangat terkejut sekaligus bahagia. Serban Rasulullah diterimanya bukan sebagai alas duduk, melainkan kain dari sosok paling mulia itu diciumnya dengan penuh perasaan haru.


Cerita tersebut menunjukkan kepemimpinan Nabi saw. yang mengayomi dan melayani. Corak kepemimpinan beliau adalah bijaksana serta mengembangkan sebanyak mungkin solusi. Oleh karena itu, para pemimpin muslim saat ini hendaknya menerapkan apa yang diistilahkan sebagai 3M, yaitu Melayani, Menyelesaikan, dan Mengembangkan Solusi.


Sejak tahun pertama Nabi saw. berdakwah di Madinah, persoalan-persoalan kemasyarakatan mulai mendapatkan kepastian, sejalan dengan datangnya wahyu Allah yang secara berangsur-angsur menjawab berbagai persoalan yang dihadapi beliau dalam membimbing umatnya. Rasulullah saw. juga menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan.


Beliau kerap menjelaskan berbagai aspek ajaran Islam di Masjid Nabawi. Tradisi ini terus berlanjut sampai sekarang. Di Masjid Nabawi, sesudah salat magrib dan sesudah salat subuh, biasanya terdapat halaqah-halaqah yang mengkaji Al-Qur'an. Forum tersebut dipimpin oleh seorang syekh atau guru.


Dari contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan Nabi saw. adalah role model terbaik yang terus dilanjutkan oleh para khalifah selanjutnya. Saat ini, ketika Islam tidak dijadikan landasan dalam kepemimpinan, banyak pemimpin hanya menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk meraih uang.


Oleh karena itu, saatnya kita menerapkan Islam secara kafah agar kepemimpinan menjadi jalan kemaslahatan bagi masyarakat secara umum.


Hal ini bisa diterapkan melalui sistem Islam dalam bingkai Daulah Islamiyah, sehingga akan lahir pemimpin ideal yang sejalan dengan kepemimpinan Nabi saw.. Wallahualam bissawab. [SJ/MKC]

Perencanaan Sistemis untuk Mengatasi Pengangguran di Indonesia

Perencanaan Sistemis untuk Mengatasi Pengangguran di Indonesia


 


Kemandirian ekonomi suatu negara adalah kunci untuk mengurai berbagai masalah sosial,

termasuk pengangguran

______________________________


Penulis Neni Maryani

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pendidik


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar dalam hal ketenagakerjaan. Ketimpangan antara jumlah pencari kerja dan ketersediaan lapangan kerja ibarat bumi dan langit, terlalu jauh berbeda. Data menunjukkan jumlah pengangguran saat ini mencapai 10 juta jiwa berada pada kelompok usia produktif, hal ini menjadi ancaman serius terhadap masa depan ekonomi. (detik.com, 21-05-2024)


Dilansir dari media jabar tribunnews.com 27/08/2024, Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Bandung telah menyelenggarakan Job Fair Mini sebanyak 10 kali sepanjang tahun 2024, termasuk salah satunya yang digelar di Thee Matic Mall Majalaya, Kabupaten Bandung. Kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi tingkat pengangguran yang saat ini mencapai 6,52 persen.
 

Tingkat pengangguran tertinggi di Kabupaten Bandung berasal dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan. Meskipun begitu, angka pengangguran ini sudah turun dari 8,58 persen pada tahun 2021, dan Disnaker menargetkan penurunan lebih lanjut hingga 4 persen pada tahun ini.

Tingginya angka pengangguran ini adalah sinyal gagalnya negara menciptakan lapangan kerja. Meskipun job fair sering diadakan sebagai upaya untuk mengurangi pengangguran, kenyataannya tidak selalu memberikan solusi yang efektif. Banyak pencari kerja yang masih kesulitan mendapatkan pekerjaan meskipun telah berpartisipasi dalam berbagai job fair.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ketidaksesuaian antara kualifikasi pelamar dengan kebutuhan perusahaan, jumlah lowongan yang terbatas dibandingkan dengan jumlah pencari kerja, serta kurangnya pelatihan atau keterampilan tambahan yang diperlukan untuk bersaing di pasar kerja.
Akibatnya, meskipun job fair dapat memberikan peluang sementara, mereka tidak selalu mampu mengatasi masalah pengangguran secara menyeluruh.

Pemerintah seharusnya memiliki visi jangka panjang yang matang dan memetakan kebutuhan tenaga kerja, seperti jumlah guru, dokter, tentara, dan mekanik yang diperlukan. Dengan demikian, dunia pendidikan dapat diarahkan untuk menghasilkan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Kolaborasi antara pemerintah dan lembaga pendidikan sangat diperlukan agar lulusan-lulusan yang dihasilkan benar-benar siap dan sesuai dengan kebutuhan industri serta sektor-sektor lainnya yang krusial bagi pembangunan bangsa.

Kemandirian ekonomi suatu negara adalah kunci untuk mengurai berbagai masalah sosial, termasuk pengangguran. Tanpa kemandirian ekonomi, masalah ini akan terus berlarut-larut dan menghambat kemajuan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah harus segera bertindak untuk mencegah bertambahnya angka pengangguran dan memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penting untuk disadari bahwa akar persoalan dari pengangguran ini adalah sebagai dampak dari kapitalisme yang diterapkan. Tenaga kerja dianggap sebagai komoditas dan peluang kerja ditentukan oleh dinamika pasar dan profitabilitas perusahaan. Dalam sistem ini, tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan, sehingga efisiensi dan pengurangan biaya produksi, termasuk pengurangan tenaga kerja, sering kali menjadi prioritas.

Selain itu, ketimpangan ekonomi yang dihasilkan oleh kapitalisme menyebabkan distribusi kekayaan yang tidak merata, menciptakan kesenjangan sosial dan menghambat akses yang adil terhadap kesempatan kerja. Akibatnya, sistem ini sering kali tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi semua orang, terutama bagi mereka yang berasal dari kelompok rentan atau kurang terampil.

Berbeda dengan Islam yang secara sempurna mampu menyelesaikan berbagai persoalan dalam segala aspek kehidupan, termasuk di dalamnya masalah pengangguran. Negara Islam akan bertanggung jawab memastikan tersedianya lapangan kerja bagi rakyatnya. Sebagaimana dalam hadis dijelaskan:

"Imam adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)

Islam menganjurkan agar negara tidak hanya bergantung pada sektor industri atau perusahaan besar untuk menciptakan lapangan kerja. Sebaliknya, Islam menekankan pentingnya pengembangan sektor pertanian, perdagangan, dan kewirausahaan, yang merupakan sumber-sumber penghidupan yang stabil dan berkelanjutan. Selain itu, Islam juga mendorong pengembangan kemampuan individu (skill) yang bermanfaat, baik dalam hal keterampilan teknis maupun dalam bidang ilmu agama.

Adapun solusi terperinci berdasarkan syariat Islam antara lain:

 
Pertama, reformasi pendidikan berbasis syariah. Sistem pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan pasar kerja. Pemerintah harus bekerja sama dengan lembaga pendidikan untuk mengarahkan kurikulum yang lebih aplikatif dan berfokus pada pengembangan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, terutama dalam sektor-sektor yang dianjurkan dalam Islam seperti pertanian, perdagangan, dan manufaktur.

Kedua, pengembangan wirausaha islami. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk berdagang dan berwirausaha. Bahkan dalam sejarahnya Rasulullah saw. dulu membuat pasar di Madinah yang membawa kemajuan pesat bagi kaum muslimin. Pasar dalam sistem ekonomi Islam harus beroperasi dengan prinsip keadilan dan transparansi. Praktik penipuan, monopoli, dan eksploitasi dilarang. Pasar bebas tetap diatur untuk memastikan bahwa semua transaksi dilakukan dengan kejujuran.

Maka dari itu, pemerintah bisa memberikan pelatihan kewirausahaan berbasis syariah kepada lulusan SMK. Dengan demikian, mereka tidak hanya bergantung pada lowongan pekerjaan di perusahaan, tetapi juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru melalui bisnis yang halal dan berkah.

Ketiga, pemberdayaan sumber daya alam dan pertanian. Sektor pertanian yang diberdayakan secara optimal bisa menjadi solusi jangka panjang dalam mengatasi pengangguran. Islam memandang pentingnya pengelolaan sumber daya alam secara adil dan berkelanjutan. Pemerintah harus mendorong para pemuda untuk terlibat dalam sektor ini dengan menyediakan akses modal, teknologi, dan pasar yang memadai.

Keempat, sistem ekonomi berbasis syariah. Sistem ekonomi yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariah, yang berasal dari Al-Qur'an dan Hadis. Sistem ini mengedepankan keadilan sosial, distribusi kekayaan yang adil, serta larangan terhadap praktik-praktik ekonomi yang dianggap eksploitatif atau tidak etis, seperti riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian yang berlebihan).
Islam menawarkan solusi menyeluruh melalui sistem ekonomi yang berbasis pada keadilan, keberlanjutan, dan keseimbangan.

Pemerintah bisa mengadopsi model ekonomi berbasis zakat, wakaf, infak, dan sedekah, serta mendorong pengembangan usaha yang bisa menjadi sarana distribusi kekayaan dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat. Pemerintah memiliki peran aktif dalam mengatur perekonomian, memastikan distribusi kekayaan yang adil, dan mengelola sumber daya alam untuk kepentingan publik. Negara juga bertanggung jawab dalam menjaga stabilitas harga dan memastikan bahwa kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi.

Contoh nyata ada pada zaman Kekhalifahan Abbasiyah, sistem ekonomi Islam ini berhasil menciptakan masyarakat yang sejahtera dengan perekonomian yang berkembang pesat. Kota-kota seperti Baghdad menjadi pusat perdagangan, ilmu pengetahuan, dan budaya, yang menunjukkan betapa efektifnya prinsip-prinsip ekonomi Islam jika diterapkan dengan benar.

Dengan menerapkan solusi sesuai syariat Islam, Insya Allah, angka pengangguran bisa ditekan lebih efektif, sekaligus membangun masyarakat yang mandiri secara ekonomi dan taat kepada Allah Swt.. Hal yang demikian pastinya hanya bisa terwujud dalam negara yang menerapkan sistem Islam kafah. 

Karena di dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab penuh dalam menciptakan lapangan kerja dan meriayah masyarakat dengan baik dan benar agar tercipta kesejahteraan yang akan membawa keberkahan dari Allah Swt.. Wallahualam bissawab. [AS-DW/MKC]

Because You Worth It

Because You Worth It

 


Dengan dalih kebebasan individu dan hak asasi manusia, maka wanita tak mau diatur oleh syariat

Padahal syariat ada untuk meninggikan derajatnya di hadapan Allah

______________________________


Penulis Arda Sya'roni

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Because you worth it merupakan sebuah jargon merek kecantikan internasional yang berasal dari Paris. Merek ini mengusung bahwa kecantikan memang layak dimiliki oleh seorang wanita, karena wanita begitu berharga.


Demikian pula dalam Islam, wanita begitu dimuliakan. Namun sayangnya, dalam kenyataan yang terjadi saat ini begitu banyak wanita yang justru merendahkan dan menghinakan dirinya. Dengan dalih kebebasan individu dan hak asasi manusia, maka wanita tak mau diatur oleh syariat dan menganggap bahwa aturan itu mengikat dirinya untuk berekspresi. Padahal aturan dalam syariat justru untuk meninggikan derajatnya di hadapan Allah. 


Wanita dalam Islam 

Ya, wanita merupakan makhluk ciptaan Allah yang begitu dimuliakan. Banyak ayat di Al-Qur'an yang menceritakan keistimewaan wanita.


Adapun posisi wanita yang tercantum di dalam Al-Qur'an di antaranya adalah:

1. Sebagai pendamping atau pasangan dari seorang pria. Hal ini tertulis dalam QS Al-Hujurat ayat 13, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang wanita.”


2. Perempuan mendapat kepercayaan dari Allah untuk bisa mengandung, melahirkan, dan menyusui, termaktub dalam QS Al-Ahqaf ayat 15, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan."


3. Wanita sebagai ibu kedudukannya lebih tinggi dari seorang ayah. (HR Bukhari)


4. Perempuan berhak mendapat mahar ketika dinikahi laki-laki, terdapat dalam QS An-Nisa ayat 4, “Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati maka, makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”


5. Kehormatan perempuan dilindungi dalam Islam, termaktub dalam QS Al-Ahzab ayat 59, “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. "Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


6. Seorang perempuan dapat memasuki surga lewat pintu mana pun. Hal ini terdapat dalam hadis, ”Jika seorang wanita menunaikan salat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadan, menjaga kehormatannya dan menaati suaminya, niscaya akan dikatakan padanya: Masuklah ke dalam surga dari pintu mana pun yang kau mau.” (HR Ahmad)


MasyaAllah, begitulah cara Allah memuliakan wanita. Bahkan, perintah menutup aurat pun bertujuan untuk memberikan kemuliaan dan penjagaan diri dari mata-mata durjana. Namun sayangnya, saat ini justru banyak wanita yang menghinakan dan merendahkan dirinya sendiri. Mereka mengumbar nafsunya, mereka merelakan kemolekan tubuhnya dipandang mata yang lelaki yang tak halal.


Hal ini karena mereka terayu bujukan iblis dan terlena gemerlap dunia. Mereka rela menukar akhirat dengan manisnya dunia. 


Wanita Tonggak Peradaban 

Wanita juga dianggap sebagai warabbatul bait, ratu di rumahnya. Wanita juga sebagai madrasatul ula, madrasah pertama sekaligus utama bagi anak. Dari didikan seorang wanita tonggak suatu bangsa tercipta.


Wanita sebagai ibu juga merupakan teladan bagi anaknya karena anak bukanlah seorang pendengar yang baik, melainkan seorang peniru ulung. Anak akan cenderung menirukan setiap tindakan, tutur kata, serta sikap ibunya.


“Jika ingin merusak sebuah keluarga, maka rusaklah terlebih dahulu Ibunya," demikianlah ilustrasi percakapan iblis dengan setan. Dari ilustrasi ini dapat dipahami bahwa wanita sebagai ibu memegang peranan penting buat ketahanan sebuah rumah tangga. Dengan demikian, dibutuhkan seorang wanita yang cerdas dan berilmu untuk mencipta keluarga sakinah mawaddah warahmah. 


Dibutuhkan ibu yang  berilmu pula untuk mencetak anak saleh yang mampu berpikir cemerlang. Sebaliknya, bila wanita fakir ilmu dan tak memiliki adab akan melahirkan anak-anak yang rusak dan merusak, maka akan hancur pula peradaban.


Jika keistimewaan dan kemuliaan telah dianugerahkan Allah kepada setiap wanita, lantas masihkah kita mengabaikannya? Masihkah kita menganggap batasan syariat sebagai sebuah pembatasan aktualisasi diri? Masihkah kita menganggap menutup aurat sebagai bentuk kungkungan? 


Karena wanita begitu berharga. Dan karena engkau adalah wanita. Mari kita segera berlari menegakkan syariat-Nya dan kita cetak generasi gemilang dari rahim kita demi masa depan yang lebih baik. Wallahualam bissawab. [SM-SJ/MKC]

Hijrah, Sinergi Untuk Kemaslahatan

Hijrah, Sinergi Untuk Kemaslahatan

 

Hijrah adalah moment diawalinya kemaslahatan umat

Kemaslahatan umat sempurna dirasakan dengan diterapkannya syariat Islam secara menyeluruh dalam bingkai negara

_______________________


Penulis Inge Oktavia Nordiani

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Saat ini kita telah memasuki Bulan Muharram 1446 Hijriah, artinya telah memasuki awal tahun baru yang sarat dengan perubahan. Sejatinya, perubahan itu harus dari suatu kondisi yang buruk kepada kondisi yang lebih baik.


Perenungan dan evaluasipun harus dilakukan. Rencana-rencana disusun lalu diupayakan agar perubahan yang diimpikan teralisasi di masa yang akan datang.


Muharram adalah bulan pertama dalam perhitungan kalender hijriah. Bulan ini termasuk ke dalam bulan haram yang penuh kemuliaan. Di mana, terjadi peristiwa bersejarah yaitu hijrahnya Rasulullah saw. dari kota Mekkah ke kota Madinah. Moment hijrah ini yang mengawali langkah perubahan secara spektakuler dalam sejarah peradaban Islam. 


Lalu muncul pertanyaan. Apa misi yang dibawa Rasulullah saw. ketika hijrah ke Madinah? Dan teladan apa yang dapat kita ambil dari hijrahnya Rasulullah saw. ini?


Hijrah berasal dari akar kata hajara yang berarti berpindah (tempat, keadaan atau sifat), meninggalkan dari yang pertama menuju yang kedua. Secara syar'i makna hijrah adalah perpindahan Rasulullah saw bersama sahabat-sahabatnya dari Mekkah menuju Madinah. Tepatnya tahun ke-13 dari masa kenabian.


Sebagaimana kita ketahui, kondisi Mekkah ketika Rasul di utus sangat terbelakang. Terkenal dengan sebutan zaman jahiliyah. Kehidupan masa itu jauh dari akal sehat. Pergaulan yang bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, merajalela pelacuran, budaya pertumpahan darah, lumrah mengawini dua bersaudara sekaligus bahkan mengawini mantan istri dari bapak mereka baik dengan talak atau ditinggal mati, merajalela perbuatan zina di semua lapisan masyarakat, kebodohan, khurafat di mana-mana, mengubur hidup-hidup bayi perempuan dan segala perilaku binatang terjadi pada masa itu.


Rupanya, kondisi-kondisi di atas ditemui juga pada saat ini. Bisa jadi saat ini kita berada pada kondisi jahiliyah modern. Ditandai dengan perilaku zina dan riba menjadi praktik yang lumrah, gaya hidup hedonisme dan materialisme telah menjadi budaya yang mendarah daging, merajalelanya praktik-praktik korupsi, generasi pecandu narkoba, budaya tawuran dan judi online, bahkan kasus pembunuhan sadis sudah menjadi sarapan varian baru kita sehari-hari.


Inilah konsekuensi logis ketika diterapkan sistem sekular kapitalistik. Kebijakan-kebijakan pemerintah cenderung menomorsatukan pengusaha daripada kepentingan rakyat.  Misalnya, pengesahan Undang-undang (UU) cipta kerja, UU minerba, UU omnibus law kesehatan dan lainnya. Hal itu semua merupakan produk dari sistem demokrasi yang sangat bertentangan dengan Islam.


Oleh karena itu, sudah saatnya segenap kaum muslimin mengambil pelajaran di balik hijrahnya nabi. Moment hijrah nabi saw. bukan dalam rangka melarikan diri, tetapi memiliki misi yaitu menegakkan institusi negara yang menjalankan sistem Islam secara kafah. 


Pasca Rasul hijrah ke Madinah kota ini menjadi sentral kekuasaan dan titik sentral dakwah Islam. Madinah menjadi negara Islam pertama yang didirikan Rasulullah saw. Ketika Rasulullah saw. wafat kepemimpinan dilanjutkan oleh para khulafaur rasyidin dan khalifah-khalifah seterusnya. Hingga kekuasaan Islam tersebar luas menembus 2/3 dunia. 


Hijrah adalah moment diawalinya kemaslahatan umat. Kemaslahatan umat sempurna dirasakan dengan diterapkannya syariat Islam secara menyeluruh dalam bingkai negara. sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi saw..


Meneladani Rasulullah saw. dalam hijrah dibutuhkan sinergisitas antara individu masyarakat dan negara:

Pertama, hijrah sebagai individu ditandai dengan peningkatan ketaqwaan dan menjauhi segala larangan Allah. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah saw.: "Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah" (HR Al Bukhari)


Hijrahnya sebagai individu adalah berupaya semaksimal mungkin untuk menjadi pribadi bertakwa, senantiasa mengerjakan seluruh apa yang diperintahkan dan menjauhi seluruh apa yang dilarang.


Salah satu pedoman keimanan seorang muslim yaitu QS Al-Baqarah: 216:  "... boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu padahal itu baik bagimu Dan boleh jadi kamu menyenangi sesuatu padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui."


Kedua, hijrah sebagai masyarakat. Masyarakat merupakan kumpulan individu yang hidup bersama di dalamnya. Untuk menjadi masyarakat yang baik dibutuhkan satu perasaan, satu pemikiran dan satu aturan. Betapa indahnya ketika di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat tercipta hubungan yang saling nasihat-menasihati, saling mengingatkan satu sama lain dan saling berlomba-lomba di dalam kebaikan.


Rasulullah telah menggambarkan masyarakat seperti dalam hadis berikut: "Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Sebagian mereka berada di bagian atas Dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah ketika ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, 'Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita'. Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang yang berada di bawah dan menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun jika orang di bagian atas melarang orang di bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka akan selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu." (HR Bukhari no. 2493)


Ketiga, hijrah sebagai negara dengan menerapkan syariah Islam secara total dan sempurna. Pelaksanaan hukum Islam secara kafah tidak mungkin terlaksana tanpa institusi negara. Berbagai kemungkaran tidak akan hilang tanpa adanya kekuatan hukum yang dijalankan oleh negara. Di sinilah, pentingnya negara Islam yang menerapkan aturan secara menyeluruh.


Dengan demikian, sudah saatnya seluruh element kaum muslimin bersinergi dalam hijrah untuk terciptanya kemaslahatan umat. [EA-Dara/MKC]

Bertumbuh dari Rasa Kecewa

Bertumbuh dari Rasa Kecewa

 


Sesakit apa pun kecewa yang kita punya, Allah punya obatnya

Kembali pada-Nya, adukan semuanya

______________________________


Penulis Ummu Zhafira

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Wahai hati, memiliki rasa kecewa itu hal biasa. Semua orang juga pernah merasakannya. Kadang kecewa datang pada diri sendiri. Sebab, merasa belum bisa berproses seperti yang diharapkan. 


Ada juga kecewa pada manusia. Sebab, ketidaksempurnaan yang mereka punya. Wajar saja, kita ini manusia bukan malaikat bersayap. Segala rasa yang ada, semestinya jadi pupuk. Untuk bertumbuh menjadi lebih baik tentunya.


Meski merasa kecewa adalah hal biasa, tetapi berlarut dalam kecewa itu jadi masalah. Kita harus memahami bahwa, kita manusia yang tentu saja tak sempurna. Dalam perjalanannya, kita juga tetap melakukan salah. Tak apa, asal kita segera menyadari, hingga kemudian berusaha memperbaiki diri. Kadang kita juga membutuhkan kesalahan untuk bisa melakukan perubahan dan perbaikan.


Begitu pun dia dan mereka. Tak ada bedanya dengan kita. Manusia yang tak pernah luput dari salah dan dosa. Lantas, bagaimana bisa kita berharap mereka sempurna? Atau setidaknya, kita tuntut mereka sepenuhnya bisa mengerti kita? Allah telah titipkan potensi terbaik di satu sisi. Tentu saja ada kurang di sisi lainnya. Kita pun begitu, bukan?


Rasa kecewa ini bisa jadi alarm cinta. Bahwa Allah sedang cemburu pada kita. Kadang kita ini lupa, tanpa sadar menyandarkan harapan pada selain-Nya. Entah harapan itu kita sandarkan pada upaya kita, pada sahabat, suami, anak atau bahkan pada pemimpin. Kita menganggap bahwa semua itu akan benar-benar berjalan seiring dengan harapan kita. Akhirnya, kita terjebak pada rasa kecewa. Karena telah bersandar pada tempat yang salah.


Sedikit menyelinap dalam hati. Kalau kita sudah berusaha begini, maka sudah semestinya hasilnya begitu. Kalau kita telah memberikan ini, maka harusnya dia membalasnya dengan itu. Ketika diri sudah berusaha mengabdi sebagaimana tuntunan Ilahi, semestinya mereka juga bisa lebih peduli. Allahu Rabbi, kita ini tanpa sadar telah tergelincir pada maksiat besar. Ampunilah kelalaian kami, Ya Allah!


Padahal sungguh, hanya Allah yang pantas menjadi sandaran kita. Allah berfirman dalam Al-Qur'an, surah Al Insyirah ayat 8, "Dan hanya kepada Tuhanmulah (Allah Swt.) hendaknya kamu berharap.”


Segala puji bagi-Nya yang telah menitipkan rasa kecewa. Dari rasa ini kita akhirnya memahami, bahwa Allah begitu mencintai. Sampai-sampai Dia tak rela kita menduakan-Nya dengan apa pun. Kita diminta untuk kembali lagi pada-Nya. Membersihkan lagi niat untuk benar-benar melakukan segalanya karena taat. Menyandarkan semuanya hanya untuk meraih rida-Nya semata. Kalaupun kita harapkan balasan, maka balasan itu biar Allah saja yang berikan.


Sedang tentang kita dan mereka, maka luaskanlah penerimaan. Terima bahwa, diri kita tak sempurna. Maka kesalahan bukanlah akhir dari segalanya. Esok masih ada kesempatan untuk melakukan perbaikan. Kuncinya mau terbuka untuk bertumbuh. Pun dengan mereka, makhluk tak sempurna. Jika kita terima kelebihannya, maka kita pun berupaya memaafkan kekurangannya.


Semoga keridaan yang kita sandarkan pada-Nya dalam menerima segala kondisi yang mungkin tak kita suka, justru jadi sebab Allah mengubah keadaan. Dia melembutkan hati yang keras, Dia memudahkan suatu yang sulit. Bahkan Dia mendatangkan keajaiban yang mungkin tak sedikit pun pernah terpikirkan dalam benak kita yang terbatas.


Maka tenanglah hati, kita punya Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Peduli. Sesakit apa pun kecewa yang kita punya, Allah punya obatnya. Kembali pada-Nya, adukan semuanya. Minta Dia memenuhi cinta di rongga dada kita. Dengan begitu, kita bisa senantiasa bertumbuh menjadi pribadi yang penuh cinta. Meski luka dan kecewa kerap mampir dalam kehidupan kita. Karena sejatinya, kita sudah penuh dengan cinta dari Allah dan Rasul-Nya. Alhamdulillah.


"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang-orang yang memohon kepada-Ku. Maka bermohonlah kepada-Ku dan berimanlah kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS Al-Baqarah: 186)

Wallahualam bissawab. [SH-SJ/MKC]

Life Begins at Forty

Life Begins at Forty

 


Secara khusus Al-Qur'an telah menyinggung usia 40 tahun sebagai usia untuk lebih banyak mensyukuri nikmat

Namun jika masih terbiasa dengan perbuatan maksiat dan masih lalai dengan amalan yang berorientasi pada akhirat, jalan hidup menuju ketaatan pun jadi makin sulit

______________________________


Penulis Arda Sya'roni 

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - ‘Life begins at forty’ merupakan istilah yang sudah familiar terdengar di telinga kita. Sebuah pepatah yang menyatakan bahwa hidup yang sesungguhnya dimulai sejak usia 40 tahun. Istilah ini termasuk salah satu American Idiom yang biasa digunakan untuk menyemangati mereka yang telah memasuki usia 40 tahun. 


Sebenarnya, apa sih istimewanya umur 40 tahun? Pertanyaan ini sesungguhnya pernah terlontar dan membayangi benakku juga. Hingga mendorongku untuk mencari tahu, dan akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa usia 40 tahun memang istimewa. Apa istimewanya? Okay, let’s check it out bestie.


Pada usia 40 tahun manusia mencapai puncak kehidupannya baik dari segi fisik, intelektual, emosi maupun spiritualnya. Dari sisi perubahan fisik, mulai tampak tumbuhnya uban, pandangan mulai rabun, penyakit dalam tubuh mulai bermunculan misalnya rematik, asam urat, kolesterol, darah tinggi, bahkan gigi pun mulai tanggal satu per satu. 


Beberapa orang di usia ini juga mulai agak pelupa, pikiran mulai lola alias loading lambat dan sedikit sensitif. Namun, pada usia ini kebanyakan dari mereka juga sudah mulai memiliki kestabilan dalam ekonomi dan emosi, sehingga lebih bijaksana dalam bertindak dan mengambil keputusan.


Usia 40 Tahun dalam Pandangan Islam

Dalam agama Islam, usia 40 tahun juga menjadi sorotan. Secara khusus Al-Qur'an telah menyinggung mengenai usia 40 tahun sebagai usia untuk memperbanyak mensyukuri nikmat.


Di dalam surah Al-Ahqaf ayat 15, Allah Swt. berfirman yang artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (QS. Al-Ahqaf: 15)


Oleh karena itu, maka usia 40 tahun juga bisa terkategori sebagai usia yang patut untuk menjadi ‘warning’ alias masa yang harus menjadi perhatian utama untuk mempersiapkan bekal di akhirat. Jadi hidup jangan hanya memikirkan tentang keduniawian saja. Jika sebelum usia 40 tahun sudah terbiasa dengan amalan baik, maka jalan hidup akan lebih mudah dan semakin mendekat menuju keridaan Allah Swt.. 


Namun, jika usia telah memasuki 40 tahun, tetapi masih terbiasa dengan perbuatan maksiat dan masih lalai dengan amalan yang berorientasi pada akhirat, jalan hidup menuju ketaatan pun jadi makin sulit. Terutama yang berhubungan dengan usaha agar lebih dekat dengan Allah Swt.. Karena mengubah kebiasaan di usia ini bukanlah hal yang mudah. 


Akan tetapi, tidak ada kata terlambat untuk bertaubat. Selama hayat masih dikandung badan, walaupun harus berjalan tertatih. Semestinya kesadaran akan kewajiban untuk bertaubat dan memohon ampunan atas semua dosa-dosa yang pernah kita lakukan menjadi sebuah keniscayaan. 


Hal ini seperti wasiat yang disampaikan oleh Imam Ghazali, ”…usia 40 tahun adalah sebuah pertanda, sebuah isyarat. Seperti sebuah ikhtisar masa depan, jika di usia ini kebaikan lebih mendominasi maka itu sebuah pertanda baik untuk kehidupannya nanti.”


Sedangkan menurut sahabat Abdullah bin Abbas, "Siapa pun yang telah memasuki usia 40 tahun dan amal baiknya tidak dapat mengalahkan amal buruknya, maka hendaklah ia bersiap-siap menuju ke neraka."


Demikian pula dengan Imam Malik, beliau pernah mengatakan bahwa dirinya, pernah mendapati para ulama di berbagai negeri. Para ulama itu sibuk dengan aktivitas dunia dan bergaul bersama manusia. Namun, ketika mereka sampai usia 40 tahun, mereka menjauh dari manusia dan mulai lebih tekun mendekat kepada Allah Swt..


Muhasabah Diri

Masya Allah, semoga keistimewaan usia 40 tahun menjadi alarm buat kita untuk sadar diri untuk terus berlomba meraih kebaikan. Sesungguhnya beruntunglah bagi mereka yang sebelum menginjak usia 40 tahun, mereka sudah mulai berbenah diri menyiapkan bekal akhirat. Sementara bagi kita yang telah menginjak 40 tahun, tapi belum memiliki bekal dalam mempersiapkan menghadap Allah Swt., maka sudah saatnya bagi kita untuk segera muhasabah.


Apakah sudah cukup bekal kita untuk persiapan kita di akhirat nanti? Sudahkah kita berbenah diri dan menyiapkan diri? Hingga saat maut datang menjemput, bekal yang kita miliki akan dapat meringankan hisab kita di hadapan Allah Swt..


Sobat, waktu akan terus bergulir menuju titik akhir. Ajal pun tak akan menunggu kita sempurna dalam bertaubat. Ajal juga tak pernah memandang usia apalagi bentuk fisik kita. Tak peduli tua atau muda, sehat atau sakit, kaya atau miskin. Bila ajal telah tiba, bisa apa kita? Setiap detik yang kita lalui pun kelak akan dipertanggungjawabkan. Kita akan ditanya, untuk apa waktu yang telah kita gunakan? 


Maka, selagi jantung masih berdetak, marilah kita saling berlomba dan mulai mengatur langkah agar segera taat kepada syariat. Saatnya bagi kita untuk memperbaiki sisa umur yang telah Allah berikan kepada kita. Agar kita mampu mengejar setiap ketertinggalan dan bisa terus belajar menghapus noktah hitam di hati kita.


Yakinkan diri kita, bahwa masih ada kesempatan bagi kita untuk terus taubat, meski kita sudah melewati 40 tahun. Agar kita termasuk ke dalam orang-orang yang beruntung di sisi Allah Swt..


Selama hati kita terus yakin  dan terus bergerak untuk mendekat kepada Allah Swt., insyaallah akan ada jalan yang lapang dan terbentang untuk kita semua meraih keistimewaan di hadapan Allah Swt.. Wallahualam bissawab. [MP-SJ/MKC]

Jangan Tunggu Waktu Luang untuk Mengaji

Jangan Tunggu Waktu Luang untuk Mengaji

 


Al-Qur'an adalah obat hati dari Sang Pemilik Alam

Maka mengajilah agar hati menjadi tenang dan tentram

_____________________________


Penulis Evi Susanti

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Guru Ngaji


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Ayah Bunda sudahkah mengaji hari ini? Begitu pula, apakah putra-putrinya juga sudah mengaji? Kalau belum, mengapa Ayah Bunda dan putra-putrinya belum mengaji?


Disadari atau tidak, ternyata di antara kita banyak yang merasa tidak memiliki waktu luang untuk mengaji. Sekadar mengaji dalam pengertian hanya membaca Al-Qur'an, sekitar 5-30 menit saja, tidak punya waktu luang. Rasa-rasanya persoalan-persoalan lainnya tidak selesai-selesai diurus, membuat capek, sehingga tidak ada lagi energi untuk mengaji. Waktu 24 jam/hari yang disediakan Allah Swt. seolah-olah tidak cukup.


Mengenai dalih atau alasan mengapa tidak mengaji (membaca Al-Qur'an) selalu ada saja. Alasan apa saja bisa dibuat oleh akal pikiran kita. Apalagi setan senantiasa membantu dan menginspirasi kita untuk berbuat maksiat ataupun meninggalkan amal kebaikan. Betul, tidak?


Marilah kita kritisi diri kita sendiri. Apakah kita benar-benar tidak memiliki waktu luang untuk mengaji? Tapi, mengapa kita masih sempat membuka layar HP, bermenit-menit atau bahkan berjam-jam membalas pesan (WA/telegram), memposting dan lihat-lihat tampilan di medsos? Mengapa kita masih sempat nonton TV dan main game? Mengapa kita masih sempat tidur 7 jam/hari? Tetapi mengapa kita tidak bisa menyempatkan sebentar untuk mengaji?


Persoalannya, bukan kita tidak memiliki waktu luang untuk mengaji, tetapi kita tidak meluangkan waktu untuk mengaji. Kita berkeinginan akan mengaji di waktu luang, tapi waktu luang yang ada tetap saja kita gunakan untuk hal-hal lain yang mubah, bahkan cenderung mubazir, tidak berfaedah. Maka tidak ada cara lain agar bisa/sempat mengaji, kecuali harus memasukkan kegiatan mengaji menjadi agenda harian. Entah setelah salat Subuh, Duha, Zuhur, Ashar, Magrib, Isya’ ataupun sebelum tidur malam. Bukan menunggu waktu luang. 


Mengagendakan kegiatan mengaji pada kegiatan sehari-hari, berarti meluangkan waktu untuk mengaji dan memprioritaskan nya di antara jadwal kegiatan sehari-hari yang harus dilakukan. Sehingga mengaji menjadi kegiatan atau kebutuhan primer, seperti makan dan minum yang harus dipenuhi. 


Mengapa harus diprioritaskan? Karena selama ini kita hanya sempat (baca: memprioritaskan) main gadget, lihat-lihat medsos, update status, nonton TV dan kegiatan lain, sampai kita merasa tidak sempat lagi mengaji. Padahal, mengaji itu sebenarnya kegiatan yang sangat sakral dan penuh keindahan. 


Bayangkan saja, ketika kita sedang membaca Al-Qur'an maka pada hakikatnya kita sedang membaca surat cinta dari Sang Maha Mencintai, yaitu Allah Swt. Membaca satu huruf Al-Qur'an saja akan diberi pahala sepuluh kebaikan. Belum lagi kalau kita mengkaji artinya dan mengamalkannya, pahalanya akan bertambah lagi.


Tetapi mengapa selama ini kita cuek terhadap Al-Qur'an? Padahal Dialah yang memberi kita kenikmatan mata bisa melihat segala keindahan, termasuk keindahan Al-Qur'an. Bagaimana bila kita juga dicuekin oleh-Nya, dan Dia mencabut kenikmatan mata tersebut? Na’udzubillahi min-dzalik. Oleh karena itu, kita harus berterima kasih dan bersyukur kepada-Nya dan salah satu caranya dengan mengaji. Dengan mengaji, semoga segala kenikmatan itu malah makin bertambah, sebagaimana janji-Nya kepada orang-orang yang mau bersyukur. (QS Ibrahim: 7)


Seharusnya kita tidak bisa cuek terhadap Al-Qur'an, surat cinta dari-Nya. Karena, iman terhadap Al-Qur'an termasuk rukun iman. Mengimaninya, berarti juga meyakini akan keindahan dan kandungan Al-Qur'an bisa menjadi obat hati bagi orang yang sedang gundah gulana, petunjuk bagi orang yang tersesat dan jalan kebaikan bagi orang yang mengimaninya.  


Al-Qur'an adalah obat hati dari-Nya. Hati yang tenang dan tenteram akan berdampak dalam kehidupan sehari-hari. Persoalan yang rumit akan menjadi sederhana, yang sulit akan menjadi mudah, yang buntu akan menjadi terbuka, karena dihadapi dengan hati yang tenang dan tentram serta adanya hidayah dan inayah dari-Nya. Tidak ada persoalan yang tidak mungkin, bila Allah telah menghendaki kemungkinannya.


Namun, bagaimana mau mengaji, bila anak-anak dan orang tuanya belum bisa membaca Al-Qur'an?


Sama, luangkan waktu untuk belajar membaca Al-Qur'an. Bukan menunggu waktu luang. Buatlah agenda belajar membaca Al-Qur'an setiap hari. Carilah guru mengaji baik secara offline maupun online. Dalam waktu tak begitu lama, insya Allah akan bisa membaca Al-Qur'an. Karena Allah menyatakan dalam firman-Nya, bahwa Al-Qur'an itu mudah. (QS Al-Qamar ayat 17)


Jika punya niat yang ikhlas lillahi ta’ala dan tekad yang kuat, maka waktu dan cara belajar membaca Al-Qur'an pasti ada. Sudah banyak contohnya, orang-orang yang baru masuk Islam (mualaf) lalu belajar membaca Al-Qur'an dari nol (baru belajar mengenal huruf alif-ba-ta) tak seberapa lama kemudian mereka lancar membaca Al-Qur'an. Sementara mereka baik artis, pebisnis, tokoh, ilmuwan, maupun dari kalangan lain, juga sibuk. Bukan pengangguran.


Dengan demikian, janganlah mengaji di waktu luangmu. Namun, luangkanlah waktumu untuk mengaji. Buatlah program mengaji yang harus ditaati bersama di dalam rumah agar atmosfir rumah makin mendukung kita dalam menjalankan program tersebut. Dengan ikhtiar tersebut, semoga Allah Swt. makin memudahkan dan meneguhkan kita untuk mengaji.


QUOTE:

Allah berfirman dalam surat Ar-Ra’d ayat 28, yang artinya: "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram"

Wallahualam bissawab. [DW-GSM/MKC]

Baiti Jannati

Baiti Jannati

 


Baiti jannati akan terwujud bila sudah meraih sakinah, mawadah warahmah

Setiap anggota keluarga memahami peran masing-masing sehingga terjalin suatu kerja sama yang saling mendukung dan melengkapi satu sama lain

___________________


Penulis Arda Sya'roni 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Baiti jannati, sering sekali kita dengar atau terkadang kita menyebutnya dengan istilah home sweet home. Ya, rumahku surgaku tentu adalah harapan setiap rumah tangga. Siapa yang tak mendamba rumah tenang, tenteram bahagia, aman sentosa, dan damai sejahtera? Namun, pertanyaannya mengapa terkadang rumah yang kita damba laksana surga berubah bak neraka dunia? Terasa panas dan menyesakkan dada.


Pernikahan Adalah Ibadah Terlama

Saat menikah banyak dari kita yang hanya bermodalkan cinta semata. Cinta akan wajahnya yang rupawan, bentuk fisiknya yang menggoda, kepandaiannya, jabatannya, nasabnya, karena ini dan itu. Bila pernikahan hanya bermodalkan demikian bila hal tersebut telah lenyap darinya, akan pudarlah cinta itu. Bila cinta telah memudar dapat dipastikan kehidupan pernikahan terasa hambar bahkan mungkin pertikaian kerap menyertai sehingga rumah ibarat neraka dunia.


Tak banyak dari kita yang beranggapan bahwa pernikahan hanya menyatukan dua hati untuk melestarikan keturunan semata. Padahal, pernikahan adalah untuk melengkapi separuh agama serta merupakan sebuah ibadah terlama. Tak seperti salat yang hanya dilakukan beberapa menit saja, atau puasa yang dilakukan hanya semenjak Subuh hingga Maghrib, atau ibadah haji yang hanya selama beberapa hari saja. Sedangkan menikah adalah ibadah untuk seumur hidup hingga maut memisahkan. 


Islam Mengatur Pernikahan 

Islam tak hanya agama yang mengatur tentang ibadah saja. Melainkan mengatur urusan pernikahan, rumah tangga, parenting dan semua urusan dalam kehidupan manusia. Dalam Islam pernikahan tak hanya menyatukan dua insan karena cinta untuk sekedar melestarikan keturunan. Namun, pernikahan adalah menyatukan dua insan yang berbeda dalam satu visi dan misi, yaitu mewujudkan generasi gemilang yang menegakkan tauhid dan melangkah bersama sehidup sesurga.


Dari Abi Hurairah RA, Rasulullah saw. bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Namun, dari empat itu paling utama yang harus jadi perhatian adalah masalah agamanya. Maka, perhatikanlah agamanya kamu akan selamat.” (HR Bukhari Muslim)


Bila pernikahan disandarkan pada Allah, sudah sepatutnya dibutuhkan pasangan yang paham agama dan menegakkan syariat Allah dalam mengarungi perjalanan pernikahannya. Dibutuhkan  calon ibu yang paham agama agar bisa mendidik anak-anaknya dan mencetak generasi gemilang. Dibutuhkan calon ayah yang paham agama pula agar mengerti tugasnya sebagai pemimpin yang mengantarkan keluarganya ke jannah.


Keluarga Pada Sistem Kapitalis 

Baiti jannati akan terwujud bila sudah meraih sakinah, mawadah warahmah. Setiap anggota keluarga memahami peran masing-masing sehingga terjalin suatu kerja sama yang saling mendukung dan melengkapi satu sama lain. Kesadaran akan hubungan dengan Allah pada tiap individu juga berpengaruh terhadap bagaimana menyikapi setiap permasalahan yang hadir. Hal ini tentunya menjadi penyebab sebuah rumah sebagai baiti jannati


Namun, faktanya di sistem kapitalis saat ini tingkat stress setiap individu sangat tinggi. Biaya hidup yang terus merangkak naik, biaya pendidikan yang merogoh kocek sangat dalam, kesehatan yang makin tak terbeli, keamanan yang semakin hari semakin meresahkan, belum lagi lapangan kerja yang semakin sulit dicari dan masih banyak lagi permasalahan pelik lainnya. Semua hal tersebut tentunya membebani suami sebagai pencari nafkah. Sehingga solusi pintas dengan menyertakan istri turut membanting tulang mencari penghasilan tambahan. Hal ini mengakibatkan sang anak terbengkalai tak terurus dengan baik. Ibu sebagai madrasah pertama tak mampu menjalankan fungsinya. Anak dimanjakan oleh gadget dan jajanan minim gizi. 


Ayah lelah bekerja, pontang-panting memenuhi kebutuhan hidup yang tak murah. Ibu lelah mencari tambahan untuk menutupi hutang sana sini karena gaji suami yang tak sepadan. Anak disibukkan oleh kegiatan sekolah. Alhasil, quality time bersama keluarga hilang ditelan kesibukan masing-masing. Tak ada lagi komunikasi santai. Ayah tak lagi mengajak diskusi, ibu tak lagi mengajak bercanda, anak semakin kehilangan arah. Jika seperti ini, akankah terwujud keluarga sakinah mawadah warahmah serta baiti jannati?


Negara Sistem Islam

Dalam Islam, sebuah pernikahan merupakan suatu hal yang teramat penting. Karena, di dalam negara dengan sistem Islam pernikahan menjadi suatu hal yang turut memperoleh perhatian khusus pemerintah. 


Pada masa kejayaan Islam di era kekhilafahan, negara akan menjembatani rakyatnya dalam urusan pernikahan. Negara akan mempermudah segala urusan pernikahan. Bila seorang lelaki yang telah dirasa mampu menikah, tetapi terkendala biaya, negara akan membantunya bahkan tak segan negara turut menyiapkan maharnya. Negara juga mencarikan pasangan bagi para jomblo


Tak hanya itu, dalam masalah pernafkahan, negara akan mengaturnya dengan sedemikian rupa. Dengan demikian, tak akan ditemui janda yang harus pontang-panting mencari nafkah, tak pula ditemui para istri yang menjadi tulang punggung, atau seorang anak yang dibesarkan di jalanan demi sesuap nasi. 


Bila negara Islam tegak, segala urusan yang menyangkut hajat hidup umat akan menjadi tanggung jawab negara. Termasuk di dalamnya masalah pendidikan, kesehatan, keamanan, kebutuhan hidup seperti air, listrik, sumber daya alam, dan sembako. Bila kebutuhan dasar ini telah terpenuhi tentunya tiap keluarga tak lagi terbebani oleh biaya kehidupan yang tinggi sehingga tiap keluarga bisa fokus pada ketaatan. Apalagi ketaatan ini didukung oleh negara dengan aturan-aturan yang sesuai hukum syarak. Sehingga, setiap keluarga akan disibukkan oleh ibadah dan mencari rida Allah semata. Alhasil, keluarga sakinah mawadah warahmah akan diraih dan rumah sebagai baiti jannati terwujud nyata. Wallahualam bissawab. [Dara]

Teladan Hikmah Muslim Palestina

Teladan Hikmah Muslim Palestina

Ya, iman kepada Allah Rabb semesta alam adalah jawaban ketangguhan mereka untuk tetap bertahan meski tak ada jaminan kemenangan dunia

Akidah yang kuat, yang tak gentar meskipun peluru dan bom tak henti mencecar

_________________________


Penulis Ummu Hanan

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Analis Media


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Hari ini (28 Juni 2024) adalah hari ke-265 Gaza digempur oleh Israel. Dilansir dari tribunnews.com (27/06/24), Israel telah menghadapi kecaman dari masyarakat internasional di tengah serangan brutal yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan oleh kelompok Palestina, Hamas, pada 7 Oktober. Meskipun telah ada resolusi dari Dewan Keamanan (DK) PBB yang menuntut untuk segera dilakukan gencatan senjata.


Lebih dari 37.700 warga Palestina telah tewas di Gaza, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak, dan hampir 86.400 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.


Tentunya, situasi di tengah gempuran ini sangat jauh dari rasa aman. Bayangkan saja, jika saat ini Allah Swt. masih memberi nafas bagi mereka untuk hidup, mereka bahkan enggan bermimpi hari esok masih diberikan kesempatan yang sama.


Lalu, mengapa warga Palestina betah dan mempertahankan negeri mereka? Memang, di sanalah Rasulullah saw. pergi ke Sidratul Muntaha untuk ber-Isra Miraj. Di sana juga kiblat pertama kaum muslim. Namun kegigihan mereka yang tetap teguh bertahan sungguh layak diacungi jempol.


Ya, iman kepada Allah Rabb semesta alam adalah jawaban ketangguhan mereka untuk tetap bertahan meski tak ada jaminan kemenangan dunia. Akidah yang kuat, yang tak gentar meskipun peluru dan bom tak henti mencecar.


Bangga pada Islam: Teladan Sahabat

Iman dan akidah yang kuat memancarkan rasa bangga warga Palestina pada agamanya, Islam. Rasa bangga terhadap Islam dan bangga menjadi seorang muslim memunculkan keberanian dalam diri setiap hamba. Sebut saja Abdullah Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu.


Beliau ialah salah satu sahabat nabi yang berani membaca Al-Quran secara terang-terangan di hadapan kaum Quraisy. Bahkan, diceritakan bahwa dia tidak menghentikan bacaan Al-Qur'annya meskipun dipukuli oleh kaum kafir tersebut.


Abdullah Ibnu Mas'ud adalah sahabat yang telah mencapai tingkat pemahaman dan tafsir Kitabullah yang sangat tinggi. Hal ini tidak mengherankan, karena ia dididik di rumah Rasulullah saw. dan mengikuti petunjuk, contoh, serta sifat-sifat yang langsung dicontohkan oleh Rasulullah saw.


Bangga Semata karena Allah Ta'ala

Kebanggaan sebagai muslim bukan berarti menjadi sombong atau meremehkan umat lain. Kebanggaan ini merupakan bagian dari ajaran Islam seperti yang dicontohkan oleh para sahabat Nabi saw.


Salah satunya ialah Salman Al-Farisi radhiyallahu anhu. Pada suatu waktu, Salman Al-Farisi ditanya, "Keturunan siapa kamu?" Salman, yang bangga dengan identitas sebagai seorang muslim, tidak menjawab bahwa dirinya keturunan Persia, tetapi dengan lantang ia menjawab, "Saya putra Islam." Ini menjadi sebab Rasulullah saw meresponnya dengan perkataan, "Salman merupakan bagian dari keluarga kami, bagian dari keluarga Muhammad saw.."


Orang-orang yang baru memeluk Islam (mualaf) dalam kisah para sahabat di atas sangat antusias dalam mendakwahkan dan menunjukkan identitas mereka sebagai muslim. Mereka tidak ragu menampakkannya kepada khalayak, meski taruhannya adalah nyawa, seperti dalam kisah Abdullah di atas.


Hikmah dari Kaum Muslim Palestina

Keberanian, kesetiaan menjaga tanah air dan akidah yang kokoh adalah sebagian hikmah yang bisa kita petik dari kaum muslim Palestina. Semoga kebanggaan menjadi seorang muslim demi meraih perhatian Allah Swt. bisa menjadi teladan bagi seluruh kaum muslim di seluruh penjuru dunia. Karena ini merupakan rahasia dari kemuliaan, kejayaan, dan kemenangan umat Islam. Oleh karena itu tidak perlu malu untuk menunjukkan identitas keislaman mulai dari cara berpakaian, berperilaku sehari-hari, hingga aktif berdakwah menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Wallahualam bissawab. [GSM]

You Are Not Alone

You Are Not Alone

 


Allah senantiasa bersama hamba-Nya

Hanya saja terkadang si hamba sendirilah yang tak mau berusaha untuk mendekat pada-Nya

______________________________


Penulis Arda Sya'roni 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - That you are not alone. I am here with you. Though you're far away. I am here to stay. But you are not alone. I am here with you. Though we're far apart. You're always in my heart. But you are not alone. 


Lagu Michael Jackson ini tak hanya begitu merdu didengar, tetapi juga memiliki makna mendalam. Dikatakan bahwa kita tidaklah sendiri. Aku bersamamu. Meski jauh di mata. Aku selalu di sisimu. Meski terpisah jarak. Kamu selalu di hatiku. Kamu tidak sendiri. 


Mungkin lagu ini berkisah tentang dua orang insan yang saling mencintai. Seorang kekasih takkan meninggalkan kekasihnya sendiri. Dia akan selalu membersamai meski jauh di mata dan terpisah jarak. Ya, begitulah seharusnya seseorang yang mencintai, akan siap menjadi bahu untuk bersandar, menjadi telinga untuk berbagi cerita, pun menjadi tangan yang merangkul.


Seseorang yang cinta mati dengan kekasihnya tentu akan rela melakukan apa pun demi yang dicintainya. Bahkan bila memungkinkan, nyawa pun akan tulus diberikan. Dia akan rela berkorban apa pun dan berjuang hingga bercucuran peluh, air mata juga darah sekalipun. Namun, tulisan ini tidak membahas jatuh cintanya seorang manusia kepada manusia lainnya, melainkan jatuh cintanya seorang hamba dengan Penciptanya. 


Allah Bersama Kita

Sesungguhnya diri kita tak pernah sendiri. Ada Allah yang senantiasa membersamai meski mungkin kehadiran-Nya tak tampak. Bahwasanya Allah senantiasa membersamai terdapat pada firman Allah yang merupakan penggalan dari surah At Taubah ayat 40, “Laa tahzan innallaha ma'ana” yang artinya adalah "Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita."


Di ayat lain disebutkan pula, ”Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat. .... .” (TQS. Al-Baqarah ayat 186)


Pada kedua ayat tersebut bermakna jelas bahwa Allah senantiasa bersama hamba-Nya, hanya saja terkadang si hamba sendirilah yang tak mau berusaha untuk mendekat pada-Nya. Inilah bukti Allah mencintai hamba-Nya dengan tidak pernah meninggalkannya apalagi di saat sang hamba membutuhkan pertolongan-Nya.


Mencintai dengan Cara Berbeda

Allah sebagai Sang Pencipta pastilah sangat mencintai hamba yang diciptakan-Nya, walaupun dengan cara yang berbeda. Cara Allah mencintai terkadang salah diterjemahkan oleh manusia sebagai suatu kesengsaraan atau bahkan ketidakberadaan Allah. Namun, bila kita membaca semua takdir dengan kacamata iman, tentu kita mendapati bahwa itulah cara Allah mencintai hamba-Nya.


Jika Allah mencintai hamba-Nya maka Allah tidak memberikan kemudahan atau membentangkan jalan yang mulus baginya, melainkan dengan memberinya berbagai masalah dalam hidupnya. Entah itu dengan menghadirkan orang-orang yang membencinya, melemparkan fitnah dan caci atau memusuhinya.


Entah itu berupa pasangan yang tak saleh, anak yang selalu menghadiahkan masalah, anak spesial, keluarga yang toksik, ekonomi yang amburadul, atau lingkungan yang cukup meresahkan.


Dengan diberikan kesusahan dan berbagai kesulitan inilah, manusia sebagai mahkluk yang lemah akan merasa terimpit, sehingga secara fitrah akan mencari sesuatu yang lebih kuat darinya, yaitu Allah, Dzat yang Maha Kuasa. Dengan demikian akan timbullah perasaan cinta yang luar biasa kepada Allah. Allah pun membalasnya dengan cinta dan rahmat-Nya.


Sesama Muslim Adalah Saudara

Umat muslim sejatinya adalah umat yang satu, layaknya seorang saudara yang terikat darah. Meski tak sedarah, umat muslim diikatkan dengan satu akidah, yaitu Islam. Bahkan, pernyataan satu saudara ini juga menjadi sebuah pertanyaan yang diajukan oleh malaikat Munkar dan Nakir, ”Man ikhwanuka? Siapa saudaramu?”


Dengan adanya pertanyaan 'Siapakah saudaramu?' yang diajukan oleh malaikat Munkar dan Nakir ini, menandakan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk menganggap saudara kepada sesama muslim. Karena sebagai saudara atas satu dengan yang lain, maka kita seharusnya tak perlu merasa sendiri.


Umat muslim sendiri diibaratkan sebagai satu tubuh. Bila satu anggota tubuh merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lain akan turut merasakan sakit. Dengan demikian bila salah seorang saudara kita tersakiti, maka saudara yang lain akan turut bersedih hati, sehingga tergugah untuk membantu meredakan sakitnya tersebut.


Selain ikatan persaudaraan itu, sesama muslim bisa saling memberi syafaat kelak di akhirat apabila selama di dunia mereka bersama berada di majelis ilmu, bersama dalam berjuang meraih rida Allah, dan saling mencintai karena Allah. 


Dengan demikian, mengapa kita merasa sendiri? Tak sepantasnya kita merasa sendiri, bertarung sendiri melawan pedih, bila kita memahami bahwa Allah selalu bersama kita dan bahwa sesama muslim adalah saudara. Tetap semangat dalam meraih rida Allah ya, sobat. Wallahualam bissawab. [SJ]

Rafah

Rafah

 


Selama ini nasehat yang ia dengar pun menjadi sebuah kenyataan yang menghampirinya

Sejauh apapun kamu berjalan, kamu akan menemukan tempat kembalimu adalah Allah

_________________________


Penulis Fathimah Aini

Siswa SMAIT Insantama


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Rafah, nama yang memiliki arti rumah. Saat ini mungkin kita lebih mengenal Rafah sebagai sebuah sejarah pembantaian terbesar di dunia yang terletak di Palestina. Sebuah sejarah besar yang membuka mata seluruh dunia, bahwa keadaan tidak baik-baik saja. Bahwa keadilan dan kesejahteraan yang digaung-gaungkan oleh para pemimpin dunia hanyalah pemanis belaka. Sebagai obat penenang sementara, agar masyarakat tidak merengek. Dunia saat itu disadarkan kembali oleh kejadian tersebut. Dan itulah awal dari sebuah kebangkitan masyarakat dunia.


Saat memberi nama, orang tuanya memiliki harapan besar bahwa Rafah akan menjadi seorang syahidah yang akan membebaskan bumi Allah dari kebatilan dan kesengsaraan. Menjadi seseorang yang dapat memberikan rasa tenang pada umat. Namun untuk menggapai mimpi itu tidaklah mudah. Banyak hal yang harus dihadapi, dipelajari, dan dinikmati. Pada prosesnya, tantangan, air mata, dan kesukaran menjadi makanan sehari-hari. Akan tetapi, bukankah untuk mencapai hal yang besar itu membutuhkan pengorbanan yang besar pula?


Dan inilah torehan kisah seorang gadis bernama Rafah dengan perjuangan untuk menemukan arti dari hidupnya.


Malam dingin yang menusuk tulang, terlihat seorang gadis yang sedang berlari meninggalkan asramanya. Dengan tas yang hanya berisi laptop, ia berlari meninggalkan asrama. Ketakutan  menyelimuti hati kecilnya. Dengan sepatu di kakinya, dia pergi menuju rumah temannya. 


Deru nafas membelah jalanan yang dilalui. Ditemani lampu jalan yang redup dan cahaya bulan, dia terus berlari. Tujuannya hanya satu, lari dari ketakutan dan masalah yang dirasakan. Saat menengok ke belakang ia melihat seluruh alur hidup yang telah dilalui. Seketika penyesalan ada dalam dadanya. 


Sampailah dia di rumah temannya. Dia pun menceritakan seluruh keluh-kesah dan ketakutannya hingga tertidur. Esok paginya keadaan kembali seperti semula. Namun dia tidak ingin kembali ke sekolah. Dia pun memutuskan untuk berjalan-jalan terlebih dahulu. 


Dalam langkah kaki yang membawa dirinya tanpa arah, ia mulai berpikir dan merenung. Muncullah kemudian sebuah pertanyaan, "Apa yang dicari dari ini semua? Bagaimana caranya ke luar dari semua ini?" Saat sudah merasa lelah, dia kembali ke sekolah dan diberi senyuman manis oleh pak satpam. 


Seiring berjalannya waktu, tidak ada perubahan dalam dirinya. Banyak nasehat yang datang pada dirinya. Namun dia merasa bukan ini yang dia butuhkan sekarang. Hatinya berkata lain. Ada hal lain yang harus dia cari. Tujuan dalam pencariannya hanya dua: kebahagian dan ketenangan. Dia terus kabur dari masalahnya dengan melanggar aturan sekolah dan asrama. Semata-mata pergi malamnya itu untuk merenung dan mencari ketenangan. Hingga tiba saatnya ia menanggung seluruh konsekuensi. Ia mendapatkan surat peringatan dari sekolahnya. Tidak ada penyesalan dalam dirinya sama sekali. Dia sudah memprediksikan, bahwa ia akan menerima hal tersebut. 


Namun, ia lupa bahwa Allah tidak akan meninggalkan hamba-Nya di jurang kegelapan.... 


Surat pun diumumkan di depan seluruh siswa. Dirinya diberi hukuman mengenakan kerudung oren selama satu pekan dan diminta bertaubat. Saat dia maju ke depan pun tidak ada muka penyesalan dalam dirinya, dia hanya tersenyum. Beberapa temannya bahkan ada yang mengajaknya berfoto. Ia pun merasa aneh, tetapi diikuti saja. "Sesekali", gumam dalam benaknya. Hari itu ia mencoba menikmatinya dan biasa saja. 


Waktu sore pun tiba. Setelah salat ashar berjamaah, angkatannya diminta berkumpul untuk bertemu direktur kesiswaan. Direktur kesiswaan adalah salah satu orang yang ia hormati dan kagumi. Semangat ia akan kembali, jika melihat Bapak tersebut menyemangati. Saat memasuki ruangan, ia mencoba bersembunyi untuk tidak dilihat oleh Beliau. Namun, bagaimana lagi... ia satu-satunya yang memakai kerudung oren di situ. Ia pun ditanya, "Mengapa oren?" Lalu ia disuruh bertaubat dengan benar dan berjanji untuk tidak mengulanginya kembali. Seluruh senyuman yang ia pancarkan seketika luntur. Ada rasa tidak tenang dalam dirinya, "Kenapa ini?"


Setelah acara selesai, atmosfer bahagia mengudara dalam ruangan. Mereka diberikan minuman capcin gratis oleh Direktur Kesiswaan. Saat selesai pembagian capcin, satu angkatan pun berfoto bersama dengan ia sebagai pemegang kamera. Saat itu ia merasakan terbawa arus waktu. Ia tidak mengenali dirinya sendiri. Aura kebahagian terlihat dalam momen itu, nampak semua tersenyum. Namun, mengapa dalam dirinya tidak. Ia seperti dalam dunia yang berbeda dengan teman-temannya. Ia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. 


Saat ia tersadar, salah satu temannya memegang bahunya. “Ini salah, kamu tahu harusnya gak seperti ini. Kamu tahu kan ini salah....” Air mata pun jatuh dari pelupuk matanya. Seluruh kekuatannya hilang seiring dengan derasnya air mata. Ketakutan menyelimuti dirinya. Senyuman yang selama ini ia tampakan pun seketika menghilang. Ia tersadar, bahwa dirinya telah jatuh terlalu jauh ke dalam jurang. Di situ ia merasakan Allah memeluk dirinya.... 


Allah mengabulkan doanya, tetapi dirinya menolak seluruh kenyataan itu. Ia masih terkurung dengan rasa takutnya sendiri. Dirinya selama ini tidak mengizinkan cahaya masuk ke dalam dirinya, karena ia terlalu takut. Ia merasa terlalu buruk untuk mendapatkan itu semua. Namun dirinya lupa, bahwa Allah Maha Baik dan Maha Pengampun. Allah terlalu Penyayang untuk meninggalkan hamba-Nya sendirian dalam kegelapan. Ketenangan yang selama ini ia dambakan, perlahan tapi pasti telah kembali hadir menyelimuti jiwanya. Penyesalan dan ketakutan bersatu padu dalam hatinya. 


Sore itu menjadi 'timing' pelajaran besar bagi dirinya untuk memaafkan dirinya sendiri, mengizinkan cahaya untuk menyinari hidupnya, mengizinkan Allah untuk memeluk dirinya, dan menyelesaikan seluruh permasalahan dirinya. Selama ini nasehat yang ia dengar pun menjadi sebuah kenyataan yang menghampirinya. Bahwa sejauh apapun kamu berjalan, kamu akan menemukan tempat kembalimu adalah Allah. [By]


Bogor di awal Juni 2024