Alt Title

Pendidikan Anak di Barak Militer

Pendidikan Anak di Barak Militer

 



Tidak ada studi ilmiah yang merekomendasikan 

mengirim anak "nakal" ke barak militer untuk pembinaan perilakunya

______________________________


Penulis Siska Juliana

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Remaja dengan segala keunikannya menyimpan potensi yang besar. Hanya saja, sering kali remaja terjebak dalam perilaku negatif. Saat ini, kenakalan remaja menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan.


Permasalahan ini menjadi sorotan berbagai pihak. Misalnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang akan mengirimkan siswa “nakal” ke barak militer selama 14 hari untuk menjalani pendidikan karakter.


Hal ini sontak menuai pro dan kontra. Sejumlah pengamat mempertanyakan aktivitas tersebut karena tidak ada dasar hukum, kajian, dan panduan kurikulumnya. Lantas, sejauh mana program ini dapat mengurangi kenakalan remaja?


Aktivitas di Barak Militer


Program ini telah berjalan di beberapa daerah, seperti Purwakarta dan Cianjur. Waktu yang diperlukan dalam program ini adalah 14 hari. Aktivitas mereka dimulai pukul 04.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB. Mereka menggunakan pakaian loreng khas tentara dengan rambut dicepak. Mereka diajari baris berbaris dan latihan fisik, seperti push-up dan lari.


Pelajaran bela negara dan kedisiplinan diberikan kepada mereka. Selain itu, mereka tetap mendapatkan pelajaran sekolah dan juga bimbingan konseling. Hal ini merupakan bentuk nyata pemerintah dalam menyelamatkan generasi muda dari berbagai kenakalan, misalnya merokok, mengonsumsi alkohol dan narkotika, kecanduan gim online, hingga tawuran. Harapannya para pelajar dapat menjadi pribadi yang lebih baik. (kompasiana.com, 13-05-2025)


Gagalnya Sistem Melindungi Anak


Dalam hal ini, tidak ada studi ilmiah yang merekomendasikan mengirim anak "nakal" ke barak militer untuk pembinaan perilakunya. Ide ini sering muncul dalam wacana publik, terutama dari tokoh-tokoh yang menganggap disiplin militer bisa membentuk karakter.


Anak "nakal" lahir dari lingkungan yang tidak mendukung. Penyebab utamanya adalah kemiskinan, kekerasan dalam rumah tangga, broken home, pengabaian orang tua, dan sistem pendidikan yang menghukum bukan memahami. Remaja tidak terlahir "nakal", tetapi merupakan respons terhadap sistem yang gagal mendukungnya.


Pendidikan Anak yang Keliru


Mengirim anak ke barak militer ibarat menutup paksa luka dengan selotip yang keras. Studi-studi global menunjukkan bahwa pendekatan keras seperti hukuman fisik, bentakan, dan ancaman justru memperburuk kondisi psikologis anak.


Anak menjadi lebih agresif, cenderung memberontak, dan sulit membentuk empati. Bukannya memperbaiki perilaku, pendekatan ini hanya menumbuhkan rasa takut yang berujung pada kemarahan dan kekerasan lebih lanjut. Mereka membutuhkan keluarga, masyarakat, serta negara yang hadir dan peduli.


Amerika pernah menerapkan program boot camp ala militer untuk remaja bermasalah. Mereka dikirim ke pelatihan keras, bangun subuh, push-up, dan memakai seragam. Namun bukannya berubah, banyak peserta justru mengulangi pelanggaran. Tingkat residivisme pun meningkat. Hal ini membuktikan jika pendekatan keras tanpa pemahaman psikologis justru kontraproduktif.


Sekularisme Biang Kenakalan Remaja


Begitu sulit mendidik generasi saat ini. Itulah ungkapan yang sering kita dengar. Mereka bisa menjadi pribadi yang bengis dan berbuat ngeri. Adanya dekadensi moral, emosi yang labil, adab yang rendah, dan minimnya akhlak menjadi PR yang tidak terurai.


Minimnya pemahaman membuat mayoritas orang tua kurang memberi kasih sayang. Ditambah perhatian yang kurang kepada anaknya sehingga kerap menyerahkan seluruh urusan pada sekolah tanpa memonitor perkembangan pendidikannya. Di sisi lain, pendidik juga tersibukkan dengan berbagai syarat administrasi sehingga kurang memberi perhatian. Negara pun tidak hadir dalam menjamin pelayanan pendidikan yang dibutuhkan.


Sistem sekuler liberal yang rusak telah nyata menghilangkan iman setiap individu. Islam tidak lagi dijadikan pedoman dalam kehidupan. Islam hanya dijalankan sebatas agama ritual.


Generasi Cemerlang Lahir dari Islam


Generasi cemerlang tentu lahir dari peradaban yang gemilang, yaitu generasi yang menjadikan Islam sebagai pembentuk kepribadiannya. Keimanan dan ilmu kehidupan dipadukan dalam sistem pendidikan Islam.


Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya di antara tanda-tanda orang yang beriman adalah ilmu dan kebaikan.” (HR. Tirmidzi)


Peradaban Islam yang mencapai 13 abad lamanya telah banyak melahirkan ilmuwan dan cendekiawan yang ahli di berbagai bidang. Misalnya, Ibnu Sina atau Avicenna bapak kedokteran dunia, Jabir Ibnu Hayyan (Ibnu Geber) ahli kimia, Al Khawarizmi (Algebra atau Aljabar) yang merupakan ahli matematika berhasil menemukan angka nol. Pada masa itu, peradaban Romawi masih menggunakan angka Romawi yang sulit dipelajari.


Sistem pendidikan Islam bertujuan untuk mencetak generasi berkepribadian Islam (pola pikir dan pola sikap Islam). Kurikulum yang diterapkan berdasarkan akidah Islam. Ekonomi Islam mampu menyejahterakan dan masyarakat dapat menikmati pendidikan secara gratis.


Negara hadir dalam menjamin hak pendidikan, kurikulum pendidikan berlandaskan akidah Islam, serta lingkungan kondusif tercipta dengan diterapkannya sistem pergaulan Islam. Di sisi lain, orang tua dituntut memiliki pemahaman Islam secara kafah agar mampu mendidik anak.


Khatimah


Selama sistem sekularisme yang menaungi, maka tidak akan ada kebaikan untuk generasi. Seharusnya generasi diselamatkan dari sistem yang merusak akal dan sikapnya. Dengan demikian, sudah saatnya memperjuangkan sistem Islam agar gelar sebagai umat terbaik dengan peradaban terbaik dapat kita raih kembali. Wallahualam bissawab.