Alt Title
The Man Behind The Scene

The Man Behind The Scene

 


Ternyata wanita yang terkesan lemah gemulai tak berdaya dan seakan tak mampu berpikir panjang ternyata mempunyai peranan yang sangat penting, tak hanya berperan pada suami dan anak kandungnya, tapi juga bagi anak-anak generasi yang kelak akan turut mengubah peradaban.

_________________________


Penulis Arda Sya'roni 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, NAFSIYAH - Dalam setiap gelar acara di atas panggung akan kita temui orang-orang yang bekerja di belakang panggung yang membantu suksesnya keberlangsungan acara tersebut. Mereka memang tak tampak, tapi kerja mereka sangat menentukan kesuksesan sebuah acara. Merekalah yang disebut orang-orang ”The man behind the scene” atau orang di belakang panggung. 


Selaras dengan orang-orang yang bekerja di balik panggung ini, kita pun sebagai wanita yang berperan baik sebagai istri sekaligus ibu adalah termasuk orang-orang di belakang panggung yang mendorong suksesnya orang-orang terkasih kita.


Wanita tercipta dari tulang rusuk pria, dimana tulang rusuk itu sendiri diciptakan bengkok untuk menjaga jantung tetap terlindungi. Karena sifatnya yang bengkok itulah, wanita cenderung untuk melangkah irasional, baper alias mudah terbawa perasaannya dan gegabah. Tak mudah untuk meluruskan rusuk yang bengkok ini, karena bila dipaksa maka akan patah, dan bila dibiarkan maka akan tetap bengkok. Dibutuhkan kesabaran dan kesalehan seorang pria untuk meluruskannya. 


Namun, dalam pepatah asing seringkali kita mendengar “Behind a great man, there is a great woman” yang artinya di belakang pria hebat terdapat seorang wanita yang hebat pula tentunya. Dengan demikian apakah arti seorang wanita bagi seorang pria?


Peran wanita sebagai istri


Wanita, mungkin secara fisik terlihat lemah dibandingkan pria, tetapi ternyata di balik kelemahan dan kelembutan wanita terdapat kekuatan yang sangat besar. Wanita bahkan memegang peranan penting bagi tumbuh kembang seorang anak pun bagi kesuksesan seorang suami. 


Sebagaimana telah diungkit sebelumnya bahwa di balik kesuksesan seorang pria, ada seorang wanita hebat yang senantiasa mendukungnya. Namun, sayangnya di balik kehancuran seorang pria pun, ternyata ada seorang wanita yang menyebabkan kehancuran itu. Bagaimana ini bisa terjadi?


Dalam sebuah hadis disebutkan, “Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang salehah.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr)


Dalam hadis tersebut disebutkan bahwa istri salehah adalah sebaik-baik perhiasan dunia. Begitu berharganya istri salehah karena istri salehah bagaikan cahaya yang memberikan energi positif bagi suaminya. Istri salehah akan mendukung usaha suaminya dan membantunya untuk terus mengejar cinta Allah sehingga keluarga sakinah, mawadah, warahmah, insyaallah akan didapat.


Pernah ditanyakan kepada Rasulullah saw., “Siapakah perempuan yang paling baik?”

Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, menaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.” (HR. An-Nasai dan Ahmad)


Dan seburuk-buruk perempuan di antara kalian adalah yang suka berdandan/berhias (ketika keluar rumah), sombong, merekalah perempuan-perempuan munafik. Mereka tidak masuk surga, kecuali seperti burung gagak bersayap putih (atau sangat langka).” (HR. Baihaqi dalam As-Sunan 7: 82)


Sebaliknya, wanita yang tak saleh hanya akan menyusahkan suaminya, menjerumuskan suami pada kemaksiatan dan kehancuran atau bahkan mengantarkan suami ke pintu neraka.


Peran wanita sebagai ibu


Selain berperan penting dalam kesuksesan suami, wanita sebagai ibu juga mempunyai peranan tak kalah penting. Ibu salehah tentu akan mencetak generasi saleh yang mampu berpikir cemerlang. Ibarat sebuah bayangan dan benda, maka bila benda lurus maka bayangan akan lurus, sebaliknya benda yang bengkok maka otomatis bayangannya pun akan menjadi bengkok. Ibu merupakan panutan yang akan ditiru sang anak. Hal ini karena anak bukanlah pendengar yang baik, melainkan peniru ulung yang akan meniru segala tingkah laku orang tuanya.


Berkata Syaikh Mahmud Al Basyir Al Ibrahimiy rahimahullah, “Apabila seorang wanita tidak mengetahui ilmu-ilmu agama niscaya dia akan menyusahkan suami, merusak anak dan membinasakan umat.” (Atsar Al Ibrahimiy, 4/49). 


Peran wanita bagi peradaban 


Wanita, yang kelak akan menjadi seorang ibu adalah pondasi bagi terwujudnya kebangkitan suatu peradaban. Ibu sebagai madrasah 'ula atau madrasah pertama dan utama bagi seorang anak tentu berpengaruh besar bagi terwujudnya anak yang saleh dan salehah. Maka, bila para ibu telah menjadi madrasah yang mencetak anak-anak saleh dan salehah, maka bisa dipastikan bahwa generasi gemilang dengan anak-anak saleh dan salehah yang memimpin umat akan bisa diwujudkan. Peradaban gemilang yang kita impikan akan terwujud nyata, bukan hanya cerita dongeng semata.


Ternyata wanita yang terkesan lemah gemulai tak berdaya dan seakan tak mampu berpikir panjang ternyata mempunyai peranan yang sangat penting, tak hanya berperan pada suami dan anak kandungnya, tapi juga bagi anak-anak generasi yang kelak akan turut mengubah peradaban.

Wallahualam bissawab. [SJ]

Jeratan Judi Online

Jeratan Judi Online

  


Adanya judi online memang sangat meresahkan. Dampaknya dapat mengakibatkan kecanduan, gangguan kesehatan mental, taraf ekonomi yang menurun, meningkatnya kriminalitas hingga pencurian data

______________________________


Penulis Siska Juliana 

Tim Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Di Indonesia, judi online merupakan aktivitas ilegal. Ini berbeda dengan mayoritas negara di ASEAN yang sudah melegalkan judi online. Pernyataan ini disampaikan oleh Menkominfo, Budi Arie Setiadi. (cnbcindonesia[dot]com, 20/07/2023)


Pernyataan ini dibantah oleh pengamat IT dari ICT Institute, Heru Sutadi. Ia menyatakan judi online juga dilarang di Malaysia. Bahkan pemerintahannya dengan tegas menutup situs-situs perjudian. (msn[dot]com, 20/07/2023) 


Adanya judi online memang sangat meresahkan. Dampaknya dapat mengakibatkan kecanduan, gangguan kesehatan mental, taraf ekonomi yang menurun, meningkatnya kriminalitas hingga pencurian data. Negara memandang kasus judi termasuk judi online termasuk hal yang sepele. Padahal, kasus judi online butuh segera diberantas karena melanggar hukum agama dan membahayakan kehidupan masyarakat.


Inilah kehidupan negara dalam sistem kapitalisme. Negara tidak peduli terhadap kerusakan yang ada dalam masyarakat, selama tidak membahayakan kekuasaan penguasa. Judi online tidak bisa diberantas hanya dengan pemblokiran domain. Pemberantasan harus dari akarnya, yaitu mengganti sistem kapitalisme yang rusak dengan sistem Islam yang disebut dengan Khilafah. 


Sumber hukum yang diterapkan di dalam Khilafah berasal dari Al-Qur'an dan as-Sunah. Seluruh aturan dan kebijakan berasal dari hukum-hukum syariat. Jadi, seluruh aktivitas judi baik online maupun offline merupakan hal yang dilarang. Sebagaimana tercantum dalam surat Al-Maidah ayat 90. 


Khilafah tidak akan menyediakan wilayah khusus untuk para penjudi. Seluruh praktik judi akan segera diselesaikan oleh Khilafah, karena sangat membahayakan bagi masyarakat. Khilafah merupakan negara yang berdaulat atas kekayaan negaranya. Bukan negara matrealistis yang ingin mendapatkan keuntungan dari aktivitas haram seperti perjudian. 


Jika ada praktik perjudian, maka Khilafah akan mengerahkan polisi (syurthah) bersama Qadhi Hisbah untuk melakukan penggerebekan. Qadhi Hisbah merupakan hakim yang mengurusi perkara penyimpangan yang dapat membahayakan hak masyarakat. Pengadilan hisbah tidak membutuhkan sidang pengadilan, tidak perlu penuntut dan pihak yang dituntut. Syaratnya hanya jika ada hak umum yang dilanggar. 


Untuk menjalankan tugasnya, Qadhi Hisbah didampingi beberapa syurthah. Hukuman bagi pelaku judi adalah sanksi ta'zir. Syaikh Abdurahman Al-Maliki dalam kitab Nizham al-Uqubat fi al-Islam, hukuman ta'zir terdiri atas hukuman mati, cambuk, penjara, pengasingan, penyaliban, denda, pemboikotan atau pengucilan, pelenyapan harta, mengubah bentuk harta, ancaman yang nyata, peringatan, pencabutan hak tertentu, celaan, ekspos. 


Kadar hukuman ta'zir diserahkan sepenuhnya kepada Qadhi. Agar penjudi tidak mengulangi kesalahannya dan mencegah orang lain agar tidak melakukan hal yang sama. Hukuman dilakukan di tengah-tengah masyarakat supaya mereka tidak melakukan kemaksiatan yang sama. 


Sanksi dalam Islam berfungsi sebagai penebus (jawabir) dan pencegah (zawajir). Sanksi tersebut mampu membuat efek jera dan diampuni dosanya. Juga mencegah agar masyarakat terhindar dari perbuatan maksiat. 


Khilafah akan mengedukasi masyarakatnya dengan tsaqafah Islam sehingga memiliki kepribadian Islam. Setiap individu akan mampu menahan diri dari perbuatan maksiat. Sistem ekonomi Islam akan mengembangkan ekonomi riil dan menutup semua pelanggaran ekonomi non riil seperti judi online. Pada saat ekonomi riil berkembang, maka masyarakat tidak akan sulit mendapatkan pekerjaan. 


Khilafah menjamin pelayanan umum seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Semuanya diberikan secara gratis dengan fasilitas terbaik sehingga kesejahteraan masyarakat akan terwujud. 


Khilafah juga akan melakukan pengawasan terhadap media. Media dalam Islam berfungsi sebagai sarana edukasi umat terhadap syariat Islam. Memberi pengetahuan dan informasi sehingga meningkatkan taraf berpikir umat. Menutup celah bagi konten negatif seperti judi online


Oleh karena itu, solusi untuk memberantas judi online maupun offline adalah dengan menerapkan syariat Islam secara kafah di bawah naungan Khilafah. Jika ada sistem kehidupan yang dapat menyejahterakan umat, mengapa masih menggunakan sistem yang rusak? 

Wallahualam bissawab. [SJ]

Iuran BPJS Naik, Sungguh Tidak Humanis

Iuran BPJS Naik, Sungguh Tidak Humanis

Sejatinya, bagaimanapun prosesnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu sendiri tetap layak diberi sebutan malkonstitusi

Sebab telah merusak tatanan peran seorang pemimpin terhadap rakyat yang dipimpinnya

________________________________


Penulis Elfia Prihastuti, S.Pd.

Praktisi Pendidikan dan Kontributor Media Kuntum Cahaya 



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Rakyat negeri ini harus kembali sport jantung. Pada saat himpitan persoalan kehidupan yang berkali-kali mendera, buah kebijakan rezim yang tidak berpihak pada mereka, saat itu pula rakyat harus kembali menelan pil pahit berupa wacana kenaikan biaya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pertambahan jumlah nominal yang harus dibayarkan untuk pelayanan kesehatan ini, tidak hanya menyesakkan dada, namun membuat rakyat semakin sulit bernapas.


Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menjadwalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada bulan Juli 2025. Wacana ini muncul setelah Muttakien, anggota DJSN mengungkap akan ada defisit anggaran BPJS sekitar Rp11 triliun. Defisit diperkirakan akan terjadi pada bulan Agustus sampai September 2025. (Tempo[dot]co, 24/7/2023)


Kenaikan ini juga diperkuat oleh dalil hukum berupa perubahan tarif standar layanan kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2023. Permenkes ini mengatur standar tarif terbaru yang menggantikan standar tarif pelayanan kesehatan lama baik untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama  (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang diatur dalam Permenkes Nomor 52 Tahun 2016. (CNBC Indonesia, 20/7/2023)


Malkonstitusi


Gonjang-ganjing kenaikan iuran BPJS bukan kali ini saja terjadi. Hal yang menggemaskan, proses kenaikan iuran layanan kesehatan ini seringkali ditandai oleh tindakan malkonstitusi. Belum lekang dari ingatan, ketika pada tahun 2020 pemerintah juga pernah menaikkan iuran BPJS melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pasal 34. Padahal  sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan MA Nomor 7P/HUM/2020, tapi pemerintah memutuskan kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. (Indonesiabaik[dot]id, 5/5/ 2020)


Untuk kenaikan iuran BPJS kali ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Timboel Siregar, anggota BPJS Watch, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, bahwa besaran iuran ditinjau paling lama dua tahun sekali. Jika mengacu pada aturan yang ada, kenaikan iuran BPJS seharusnya sudah naik di tahun 2022 dan 2024. Namun dalam hal ini, pemerintah telah menegaskan bahwa iuran tersebut akan naik setelah tahun 2024.


Keputusan kenaikan iuran memang selalu bersifat politis, tidak selalu berpedoman pada faktor yuridis. Sebab sensitivitas yang ditimbulkan menjadi tidak populis bagi penguasa yang akan mengakhiri masa jabatannya. Hal ini akan berpotensi menuai kritik. Sejatinya, bagaimanapun prosesnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu sendiri tetap layak diberi sebutan malkonstitusi. Sebab telah merusak tatanan peran seorang pemimpin terhadap rakyat yang dipimpinnya.


Tidak Humanis


Saat ini rakyat sedang berada dalam masa keprihatinan. Beban hidup akibat harga-harga kebutuhan pokok yang cenderung  meroket, harga BBM yang enggan turun, tarif listrik yang seringkali ikut-ikutan naik dan yang lainnya. Sungguh ini menambah beban rakyat. Padahal keamanan dari aspek kesehatan belum sepenuhnya terjamin meski menjadi peserta BPJS. Sebab kenaikan iuran tidak serta merta dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan.


Sementara ancaman kemiskinan membayangi rakyat setiap waktu. Pendapatan tetap, sedang kenaikan harga kebutuhan serta biaya layanan terus melesat dan enggan turun. Angka kriminalitas yang tinggi, PHK yang seringkali terjadi, adalah sekelumit beban kehidupan masyarakat yang mungkin pemerintah sendiri maldata. Sehingga banyak program bantuan yang diluncurkan menjadi salah sasaran. Apakah terlalu berlebihan jika menyatakan bahwa, penguasa negeri ini telah kehilangan belas kasih terhadap rakyatnya.


Kalau boleh mempertanyakan, kemana larinya dana utang ribawi yang katanya dimaksudkan untuk kepentingan rakyat. Padahal selama ini untuk kemaslahatan umum pemerintah dengan tanpa belas kasih menarik dana abadi masyarakat hingga ke sudut-sudut tersembunyi. Seperti yang terjadi pada kenaikan BPJS. Padahal masih ada kantung-kantung yang seharusnya bisa diakses sebagai sumber bagi pembiayaan kebutuhan rakyat. Misalnya sumber daya alam yang melimpah.


Sungguh, tidak terlihat sisi humanis, dari setiap kebijakan yang digelontorkan pemerintah. Masyarakat pun hanya bisa mengelus dada dan terpaksa menerima. Demikianlah, watak negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Negara bukanlah pengurus sejati bagi rakyat. Hal yang jamak terjadi, jika segala urusan rakyat banyak diserahkan kepada pihak lain, dengan wataknya mengharapkan keuntungan dan tidak mau rugi. Di dunia kapitalis, rakyat hanya sebuah objek bisnis. Sesuai tabiatnya, di bidang apapun, dunia kapitalisme selalu memandang dari sudut bisnis. Tak terkecuali di dunia kesehatan.


Paradigma Kesehatan dalam Islam


Kesehatan dalam pandangan Islam merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari seluruh sistem kehidupan Islam. Sistem ini telah didesain oleh Allah Swt. dengan begitu uniknya untuk diterapkan secara politik dengan keunikannya pula yaitu, Khilafah.


Negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi rakyat. Dalam pemenuhannya, bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Kesehatan sebagai salah satu kebutuhan dasar yang pemenuhan dilakukan secara tidak langsung di samping kebutuhan pendidikan dan keamanan. Sedangkan sandang, pangan, papan, dipenuhi negara secara langsung. Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar itu.


Nabi saw. bersabda:

اْلإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya: "Imam (khalifah) laksana penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)


Upaya pemenuhan layanan kesehatan dalam Islam bersifat preventif-protektif dan kuratif. Upaya pencegahan dan perlindungan, dimulai dari pembinaan terhadap manusia sebaga subjek sekaligus sebagi objek. Islam menanamkan nilai-nilai tauhid yang manifestasinya dalam wujud ketaatan kepada Allah. 


Secara faktual kesehatan penduduk dipengaruhi empat faktor utama : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik. Namun semuanya bermuara pada manusia itu sendiri. Untuk itu negara harus memastikan penduduknya mendapat perlindungan kesehatan sehingga langkah preventif dapat dilakukan sejak dini.


Misalnya penyediaan air bersih yang dibutuhkan masyarakat, perlindungan dari makanan berbahaya, penyediaan tempat sampah, fasilitas check up kesehatan sebagai upaya pencegahan penyakit dan yang lainnya. Upaya-upaya preventif lainnya, sudah include pada bagian totalitas sistem. Misalnya, larangan khamr, narkoba, seks bebas dan lainnya.


Dalam layanan secara kuratif negara akan menyediakan layanan berkualitas dan murah, bahkan bisa gratis, terbaik serta terpenuhi aspek ketersediaan, kesinambungan dan ketercapaian. Dalam hal ini negara harus menerapkan konsep anggaran mutlak, berapa pun biaya yang dibutuhkan harus dipenuhi. Karena negara adalah pihak yang berada di garda terdepan dalam jaminan kesehatan bagi rakyatnya.


Kehadiran negara sebagai pelaksana syariat secara kafah, khususnya dalam pengelolaan kekayaan negara menjadikan negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan berbagai fungsi dan tanggung jawabnya. Termasuk jaminan kesehatan. Wallahualam bissawab. [SJ]

Apa Penyebab Maraknya Kumpul Kebo di Kalangan Remaja?

Apa Penyebab Maraknya Kumpul Kebo di Kalangan Remaja?

Faktanya, kita lihat kasus kumpul kebo makin hari semakin banyak

Terlebih, remaja ini mudah sekali melanggar hal-hal yang dilarang oleh agama. Bahkan hingga berzina yang terkategori dosa besar

_______________________________


Penulis Siti Mukaromah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah 




KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Miris, pergaulan bebas dan kumpul kebo dari kalangan remaja makin marak. Gambaran menyedihkan kondisi generasi hari ini. 


Dikutip dari harapanrakyat[dot]com (16/7/2023), belasan pasangan bukan mahram di Tasikmalaya kedapatan ngamar. Satpol PP Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, kembali mendapati belasan pasangan bukan mahram tengah berduaan di kamar kosan. Hal itu diketahui usai petugas Satpol PP, melakukan razia pekat (penyakit masyarakat) ke kos-kosan yang ada di Kota Tasikmalaya, Sabtu (15/7/2023) malam. Selain itu, petugas juga menemukan minuman keras yang tengah dikonsumsi oleh penghuni kosan.


Bukanlah hal yang kebetulan adanya berbagai masalah yang menimpa generasi hari ini. Pergaulan bebas dan kumpul kebo karena diakibatkan diterapkan sistem kapitalisme liberal yang menjadikan kebebasan itu segalanya. Termasuk kebebasan bertingkah laku, sistem ini berasaskan pemisahan agama dari kehidupan, sehingga agama menjadi urusan individu bukan urusan negara.


Kalau diperhatikan, negara abai dalam hal ini. Faktanya, kita lihat kasusnya makin hari semakin banyak. Terlebih, remaja ini mudah sekali melanggar hal-hal yang dilarang oleh agama. Bahkan hingga berzina yang terkategori dosa besar.


Ini karena mereka memiliki dorongan seksual yang tinggi, karena didorong banyaknya di sekitar mereka. Konten-konten yang berkaitan dengan pornografi, pornoaksi, film dan YouTube. Bahkan mereka melihat dalam kehidupan sehari-hari, ditambah lagi bekal agama yang sangat minim. Ditambah lagi berasal dari keluarga yang kurang harmonis, kedua orang tuanya tidak peduli dengan keberadaan anak-anak mereka.


Tentu kita perlu untuk mencarikan solusinya pada masalah ini. Islam memberikan tiga solusi dalam hal ini. Pertama, keluarga-keluarga muslim harus membentengi anak-anak mereka dengan pembekalan agama yang cukup. Sehingga, mereka bisa bertahan terhadap bagaimana lingkungan sekitar mereka sekalipun yang merusak. Lingkungan yang mengajak maksiat, ke pergaulan bebas. Kalau mereka memiliki iman yang kuat Insya Allah mereka akan kuat.


Kedua, kita tahu bagaimana masyarakat hari ini, yang seharusnya peduli dengan generasi, faktanya, ternyata masih jauh dari hal itu. Banyak sekali konten-konten media yang diproduksi oleh sebagian masyarakat yang dikonsumsi oleh anak-anak dan remaja. Kemudian mendorong ingin mencoba. Hingga akhirnya menikmati dan ketagihan. Sehingga ada anak yang masih SMA sudah melakukan berulang kali karena dorongan seksual yang tinggi. Bisa dipahami karena lingkungan yang membuat kondisi jadi demikian.


Seharusnya masyarakat berperan besar untuk peduli dengan masalah seperti ini. Ketika kita melihat di sekitarnya ada remaja-remaja yang bergaul bebas tentunya harus dinasihati.Terlebih, konten-konten media seharusnya melakukan berbagai cara agar ada kepedulian. Sehingga konten-konten porno atau pun reel itu bisa dicegah dengan melakukan aktivitas dakwah di tengah-tengah masyarakat.


Ketiga, negara yang benar-benar memiliki benteng utama untuk menjadi solusi, supaya pergaulan bebas atau kumpul kebo bisa benar-benar teratasi. Karena negara mengetahui zina adalah dosa besar. Pelaku zina di dalam Islam kalau masih belum menikah maka dihukum cambuk seratus kali.


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


اَلزَّا نِيَةُ وَا لزَّا نِيْ فَا جْلِدُوْا كُلَّ وَا حِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَّلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ وَا لْيَوْمِ الْاٰ خِرِ ۚ وَلْيَشْهَدْ عَذَا بَهُمَا طَآئِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ


"Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman." (QS. An-Nur 24: 2)


Sedangkan dalam hadis dari Ibadah bin Shamit, Rasulullah saw. bersabda, "Ambillah dariku, ambillah dariku! Sesungguhnya Allah telah memberi jalan yang lain kepada mereka, yaitu orang yang belum menikah atau berzina dengan orang yang belum menikah hukumnya didera 100 kali, dan diasingkan setahun. Sedangkan orang yang sudah menikah, kemudian dia berzina dengan orang yang sudah menikah maka hukumnya adalah dera seratus kali dan rajam." (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibn Majah)


Sangat jelas bagaimana zina ini sesuatu yang haram, dan pelakunya adalah mendapatkan dosa yang sangat besar hukumannya. Didalam Islam kalau tidak dengan cambuk seratus kali, tentu saja dengan rajam sampai meninggal.


Bagaimana hukum ini bisa diterapkan dan dijalankan, tentu butuh peran negara yang kemudian menerapkan Islam secara kafah. Dengan penerapan secara kafah, sistem sanksi dalam Islam bisa terlaksana. Sehingga pelaku zina ini akan dihukum dengan hukuman yang membuat pelakunya jera. Kalau ia belum menikah dicambuk, dan yang belum menikah ia dihukum rajam sampai meninggal. Sehingga dengan hukuman ini mencegah orang-orang untuk melakukan hal-hal yang salah.


Tidak itu saja, negara juga menerapkan syariat Islam yang lain. Bagaimana mengatasi pergaulan bebas remaja ini yakni, negara menerapkan sistem pendidikan Islam yang kurikulumnya berbasis Islam. Sehingga generasi sejak dini sudah dibekali dengan pemahaman yang cukup dan kuat. Mereka mendapatkan pendidikan agama yang banyak, sehingga itu menjadi benteng dan tidak terjerumus pergaulan bebas.


Kemudian negara akan menerapkan sistem yang berkaitan dengan media dan informasi. Negara akan mengatur supaya media-media yang memiliki konten-konten pornografi dan pornoaksi distop dan dicabut izinnya. Ketika mereka tetap melakukannya, maka akan diberikan sanksi yang tegas.


Negara juga akan memberi edukasi keluarga muslim agar mereka memperhatikan anak-anaknya di rumah. Sehingga mereka akan diberikan bekal agama yang cukup dirumah dan itu menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya.


Negara seperti ini bukanlah yang bersistemkan kapitalisme, tapi negara yang menerapkan sistem Islam. Itulah Daulah Islamiyyah ala Minhajin Nubuwah. Hanya dengan menerapkan sistem Islam kafah dalam institusi negara Khilafah, maka pergaulan bebas remaja bisa mendapatkan solusi yang tuntas. Wallahualam bissawab. [SJ]

Stunting Bertambah Genting, Islam Sebagai Problem Solving

Stunting Bertambah Genting, Islam Sebagai Problem Solving

Kemiskinan kian hari kian bertambah jumlahnya, termasuk kemiskinan ekstrem

Maka bagaimana mungkin target penurunan stunting bisa tercapai jika masalah utamanya tidak diselesaikan?

______________________________


Penulis Ummu Abror

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pengajar



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - “Gemah ripah loh jinawi”, ungkapan itu sering kita dengar saat menggambarkan kekayaan alam Indonesia. Sayangnya jargon itu tidak berbanding lurus dengan kondisi masyarakatnya. Karena faktanya saat ini masih banyak keterpurukan yang terjadi di berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah tingginya angka stunting pada balita yang ada di negeri ini.


Menyikapi hal tersebut, Sekda Kabupaten Bandung, Cakra Amiyana menginstruksikan kepada seluruh perangkat daerah untuk mendukung program penurunan stunting. Pemerintah menargetkan jumlah kasus tersebut dapat mengalami penurunan sebesar 18% di tahun 2023 ini dan 16% di tahun 2024 dari target nasional 14%. Hal di atas diungkapkan dalam sebuah kegiatan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) tahun 2023 di Hotel Grand Pasundan Kota Bandung. (RadarBandung[dot]com, 25 Mei 3/2023)


Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada  balita. Penyebab utamanya yaitu kurangnya asupan gizi yang ditandai dengan pertumbuhan  tidak normal pada anak seusianya. Sehingga penderita rentan terhadap berbagai penyakit, bahkan kecerdasan di bawah rata-rata juga bisa muncul karena terlahir dari ibu yang kurang mendapatkan nutrisi yang cukup di masa kehamilan akibat kemiskinan.


Kemiskinan kian hari kian bertambah jumlahnya, termasuk kemiskinan ekstrem. Maka bagaimana mungkin target penurunan stunting bisa tercapai jika masalah utamanya tidak diselesaikan? Solusi yang bersifat parsial, seperti berbagai penyuluhan tentang pentingnya memberikan makanan bergizi, juga bantuan yang sifatnya temporal, tidak akan mampu menahan laju semakin tingginya angka stunting. Dari penyuluhan, masyarakat jadi tahu bahaya kekurangan gizi pada anak, akan tetapi hanya pengetahuan saja karena sulit direalisasikan. Bantuan yang sifatnya temporal juga tidak akan memadai memenuhi gizi anak, akibat melambungnya harga-harga.


Jika kita cermati, permasalahan stunting bukanlah semata-mata lahir dari faktor individu yang kurang paham tentang informasi terkait gizi seimbang. Tetapi juga karena kegagalan dalam regulasi yang dijalankan oleh peradaban hari ini dalam mendistribusikan kekayaan. Faktanya, kasus yang menyeruak bak fenomena gunung es ini menunjukkan bahwa ada problem besar bersifat sistemik yang melandasinya.


Kemiskinan seolah sudah menjadi problem laten yang dialami sistem kapitalis sekuler saat ini. Ada kesalahan strategi yang sangat fatal ketika ada 5,6  juta orang tidak mampu memenuhi kebutuhan primer, berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Hal ini terjadi seiring dengan makin banyaknya barang dan jasa termasuk kebutuhan primer masuk dalam regulasi pasar ekonomi kapitalistik, hanya saja tidak semua masyarakat mampu menjangkaunya.


Maka, dalam sebuah sistem kapitalis, target penghapusan bahkan penurunan angka stunting tidak akan pernah tercapai karena mereka dipastikan tidak akan mampu mengakses kebutuhan primer yang harganya tinggi dan ditambah lagi kebijakan-kebijakan yang sama sekali tidak pro kepada nasib rakyat. Peran negara hanyalah menjadi regulator antara kebutuhan rakyat dengan para kapital/pemilik modal. Sehingga tidak benar-benar ingin menyejahterakan rakyatnya.


Hal ini tentunya akan berbeda dengan solusi yang ditawarkan oleh Islam, yang telah dipraktikkan selama berabad-abad lamanya. Syariat menetapkan bahwa setiap manusia terlahir dengan ketentuan rezekinya. Sebagaimana firman Allah: “Dan tidak satu pun makhluk yang bernyawa di bumi melainkan semua dijamin Allah rezekinya.” (QS. Hud: 6)


Namun ketika Allah menciptakan manusia dengan ketentuan rezekinya, saat hal itu tidak sampai kepadanya, tentu harus dievaluasi apa yang menjadi penyebabnya. Penerapan sistem ekonomi kapitalis telah merampas hak-hak rakyat yang seharusnya menjadi rezeki bagi mereka. Maka Islam sebagai aturan yang telah datang dari Allah Swt. secara sempurna, mempunyai strategi dalam mengelola harta kekayaan agar seluruh umat bisa menjangkaunya dengan mudah.


Dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya, Islam menggunakan dana dari Baitulmal, yaitu sistem keuangan APBN yang berada dalam kewenangan penguasa (khalifah) untuk mengelolanya dangan prinsip syariat. Adapun dalam memenuhinya,  negara mempunyai dua lapis preventif yaitu  mikro dan makro. Dengan cara  mewajibkan para laki-laki sebagai pencari nafkah. Penguasa akan memastikan ketersediaan lapangan pekerjaan agar setiap laki-laki dapat mencari nafkah untuk kebutuhan keluarganya.


Kemudian negara juga akan menjalankan strategi ekonomi makro, yaitu dengan mengelola sumber daya alam yang akan menjadi pemasukan besar bagi Baitulmal, SDA ini tidak akan diserahkan kepada individu apalagi dikuasai oleh asing. Maka jelaslah jika hukum Allah tidak diterapkan maka persoalan kemiskinan ekstrem yang menjadi sebab terjadinya stunting ini tidak akan mampu dipecahkan. Hanya Islam yang mampu menawarkan solusi hakiki bagi setiap permasalahan manusia.


Maka dalam rangka menurunkan bahkan menghapuskan kasus stunting tidak bisa hanya bersifat parsial, harus universal yaitu dengan mengambil dan menerapkan seluruh syariat Islam sebagai sistem kehidupan. Wallahualam bissawab. [GSM]

Mengungkap TPPO Berperangkap Magang

Mengungkap TPPO Berperangkap Magang

Apa yang dialami oleh mahasiswa korban TPPO telah mencoreng dunia pendidikan

Sejatinya magang merupakan sebuah proses untuk melatih peserta didik agar siap memasuki dunia kerja. Namun sayang begitu banyak celah yang dapat dimanfaatkan untuk meraup keuntungan oleh orang-orang yang berambisi menumpuk pundi-pundi materi

_________________________________


Penulis Elfia Prihastuti, S.Pd.

Praktisi Pendidikan dan Kontributor Media Kuntum Cahaya



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) marak di negeri ini. Berbagai modus dipergunakan untuk menjerat. Diiming-imingi menjadi Asisten Rumah Tangga (ART), Pekerja Migran Indonesia (PMI), Pekerja Seks Komersial (PSK) sampai Anak Buah Kapal (ABK). Sejak 5-17 Juni 2023 orang yang menjadi korban TPPO berjumlah sekitar 1.476 orang. Ini berdasarkan data Mabes Polri. 


Terbaru, kasus perdagangan orang  diungkap oleh Satuan Tugas (Satgas) TPPO. Perangkap yang digunakan program magang ke luar negeri yaitu Jepang dengan korban mahasiswa. Terungkapnya kasus ini diawali dengan laporan korban kepada pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, Jepang. (Liputan6[dot]com, 28/6/2023)


Ternyata, TPPO dengan modus magang ini sudah berlangsung sejak 15 tahun yang lalu. Sasaran dari modus ini adalah anak SMK dan mahasiswa. Untuk SMK biasanya program magang di wilayah Asia Tenggara, sedangkan untuk mahasiswa di wilayah Asia Timur. Seperti Jepang dan Korea.


Magang Rawan Menjadi Celah TPPO


Program magang memang bercelah besar disalahgunakan untuk TPPO. Karena magang merupakan bagian dari program pendidikan itu sendiri. Jarang korban yang menaruh curiga dengan program ini. Bahkan setelah terjun, terkadang korban tidak menyadari kejanggalan dari program ini. 


Kasus mahasiswa magang ke luar negeri Jepang baru disadari setelah mendapatkan fakta mereka tidak diperlakukan sebagai pemagang. Korban merasa diperlakukan sebagai buruh bukan magang. Perlakuan yang tidak manusiawi pun harus mereka alami, di antaranya mereka harus bekerja selama 14 hari. Sepekan mereka bekerja selama 7 hari, tidak ada libur. Tidak diperbolehkan melakukan ibadah. Waktu istirahat berkisar 10-15 menit.


Apa yang dilakukan pihak perusahaan terhadap para mahasiwa ini, akhirnya mendorong mereka untuk melapor ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jepang. Atas laporan ini, akhirnya kasus TPPO bermodus magang terbongkar. Kejadian ini tidak bisa dilepaskan dari pihak kampus yang telah mengirim mereka. Akhirnya, dua direktur Politeknik yang mengirim korban magang ke Jepang ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.


Apa yang Salah?


Sungguh, apa yang dialami oleh mahasiswa korban TPPO telah mencoreng dunia pendidikan. Sejatinya magang merupakan sebuah proses untuk melatih peserta didik agar siap memasuki dunia kerja. Namun sayang begitu banyak celah yang dapat dimanfaatkan untuk meraup keuntungan oleh orang-orang yang berambisi menumpuk pundi-pundi materi.


Semua berawal dari orientasi  pendidikan yang bertujuan menghasilkan output pendidikan yang siap memasuki dunia kerja. Maka yang menjadi standar keberhasilan output pendidikan, dilihat dari terserapnya mereka di dunia kerja. Maka magang dijadikan standar bergengsi bagi sebuah perguruan tinggi untuk mencari peserta didik. Akhirnya berbondong-bondonglah peminat masuk di perguruan tinggi itu. Dengan harapan mereka memperoleh pengalaman magang. Syukur jika pihak perusahaan menarik mereka sebagai karyawan tetap. Begitulah siklus dunia pendidikan dan dunia kerja.


Namun mereka tidak menyadari, bahwa sejatinya mereka hanya menjadi buruh. Tidak lebih dari itu. Perusahaan hanya butuh tenaga kerja murah yang siap kerja. Sedang para peserta didik butuh lapangan kerja. Hal itu sesuai dengan harapan mereka. Bisa bekerja setelah lulus dari pendidikan mereka. Terlihat sederhana. Namun faktanya tidak sesimpel itu. Masih banyak kendala yang harus dihadapi. Salah satunya menjadi korban TPPO.


Jika ditelaah lebih jauh, sebenarnya hal ini merupakan sebuah pembajakan potensi generasi bangsa. Anak-anak muda yang seharusnya bisa melakukan hal yang lebih besar dari sekadar menjadi buruh, yaitu sebagai agen perubahan, akhirnya mencukupkan diri dengan kenyataan tersebut. Sementara negara amat minim dalam melakukan pengawasan terhadap tenaga kerja migran. Hal ini menjadikan program magang ke luar negeri membuka celah yang semakin besar bagi penyalahgunaan perdagangan orang.


Begitulah gambaran penerapan sistem kapitalisme. Semua aktivitas bermuara pada pencapaian materi. Kesuksesan individu diukur dari banyak materi yang diperoleh, tingginya jabatan, dan lainnya. Begitu pula dengan perputarannya, tidak dapat dilepaskan dari mindset meraup materi. Baik pihak perusahaan maupun pihak perguruan tinggi. Keduanya sama-sama mempunyai tujuan untuk mengeruk keuntungan. Bagi pihak perusahaan, memperoleh keuntungan berupa tenaga kerja murah dan siap kerja. Sementara pihak kampus memperoleh persentase dari besaran gaji dengan modus dana kontribusi ke kampus.


Oleh karena itu, wajar jika kurikulum pendidikan disiapkan agar peserta didik siap dalam memasuki dunia kerja. Sementara, masalah karakter peserta didik hanya menjadi bagian kecil dari prioritas pendidikan. Bukan hal yang mustahil, dalam sistem ini, mudah sekali diboncengi sesuatu berbau materi. Sebab motif-motif kapitalistik sudah menjadi napas dalam sistem ini. Sementara nilai-nilai kebaikan nyaris tak menyentuh benak dan hati mereka.


Sistem Pendidikan dalam Islam


Berbanding terbalik dengan sistem kapitalisme sekuler, sistem pendidikan Islam tidak berorientasi untuk pencapaian materi. Output pendidikan dalam Islam tidak dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja semata. Namun Sumber Daya Manusia (SDM) yang dihasilkan dari sistem pendidikan Islam adalah SDM yang mampu mewujudkan Islam rahmatan lil alamin dengan keilmuan yang dimiliki. 


Islam memandang keilmuan seseorang tidak dilihat dari besaran nilai uang yang dapat diraih. Namun karena Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menuntut ilmu. Baik ilmu Islam maupun ilmu bebas nilai. Bahkan ilmu selalu beriringan dengan keimanan yang akan membawa manusia dalam kemuliaan dunia dan akhirat. 


Untuk menuntut ilmu dibutuhkan sarana dan prasarana terbaik agar mampu menyangga peradaban. Islam menempatkan penguasa sebagai penggembala bagi rakyatnya. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk menyediakan sarana prasarana terbaik agar dihasilkan SDM yang dapat membangun peradaban terbaik dunia.


Oleh karena itu arah pendidikan Islam difokuskan untuk pembentukan kepribadian Islam. Agar SDM yang dihasilkan dapat mendukung tugas-tugas kekhalifahan. Tugas di dalam negeri, penerapan syariat sementara di luar negeri menyebarkan dakwah Islam. 


Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, yang berbasis baitulmal negara dapat memastikan pembiayaan pendidikan gratis dan berkualitas menjadi fakta yang tak terbantahkan. Pendidikan praktis yang mendukung pembelajaran akan disediakan negara tanpa harus melibatkan pihak lain yang berharap keuntungan. Hanya dengan pendidikan tinggi Islam, yang mampu mengarahkan segala potensi yang bermanfaat dan benar. Wallahualam bissawab. [SJ]

Serangan Produk Asing, Bagaimana Perlindungan Negara?

Serangan Produk Asing, Bagaimana Perlindungan Negara?

Islam adalah agama paripurna

Kesempurnaannya meliputi segala bidang, termasuk pengaturan dalam bidang industri

_______________________________


Penulis Sumarni 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 




KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Polemik banjirnya produk atau barang asing memang bukan kali ini saja terjadi. Hal ini terjadi sejak berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di beberapa tahun silam. Akibatnya telah terjadi pertukaran perdagangan secara bebas di negara kawasan ASEAN. Sehingga wajar jika produk-produk asing saat ini masuk membanjiri tanah air.


Sebagaimana dilansir dari laman media Tirto (14/07/2023), masuknya produk impor asing melalui e-commerce telah membuat khawatir para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). Pasalnya, hal itu dinilai akan merugikan pelaku usaha lokal dan mengancam eksistensi keberadaan produk lokal yang akhirnya gulung tikar.


Hal itu telah dikeluhkan oleh Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (akumandiri), Hermawati Setyorinny bahwa upaya melindungi pelaku usaha dan produk lokal akan menjadi sia-sia jika tak dibersamai dengan usaha penerapan peraturan yang membatasi arus produk asing. Oleh karena itu, menurutnya harus ada upaya konkret dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Sejauh ini telah ada usaha yang dilakukan untuk melindungi para pelaku UMKM. Namun, tampaknya masih belum menjawab persoalan yang ada.


Malang nian nasib para pelaku usaha lokal di dalam negeri. Pasalnya, mereka harus kalah bersaing dengan produk dari luar negeri. Ditambah lagi dengan gempuran produk asing yang tengah membanjiri pasar di dalam negeri.


Banjir produk asing jelas membahayakan nasib pekerja dan industri di Indonesia. Persaingan semacam ini tentu membutuhkan perlindungan negara. Mirisnya, selama ini justru banyak kebijakan yang menguntungkan produk asing dan merugikan industri dalam negeri termasuk UMKM.


Hal itu dapat dilihat dari upaya pemerintah untuk memberikan dukungan kepada para penghasil produk di dalam negeri. Anjuran untuk mencintai produk dalam negeri nyatanya tak mampu membuat masyarakat kita membeli produk dalam negeri. Pun begitu harga yang ditawarkan juga sepadan, bahkan lebih murah harga barang impor untuk kualitas yang sama.


Kurangnya sokongan negara juga turut memberikan andil mengapa produk dalam negeri kalah bersaing dengan produk asing. Regulasi yang ada mempermudah asing dan lebih leluasa untuk memasarkan produknya di dalam negeri. Alhasil, semakin membuka peluang produk asing semakin eksis menguasai pasar dalam negeri.


Jika ditelisik lebih dalam, pangkal persoalan bukan terletak pada memberdayakan produk-produk dalam negeri. Sebab, Indonesia tidak kekurangan pelaku kreatif untuk menciptakan hasil kerja (produk). Tetapi persoalan muncul dari regulasi yang ada. Yakni undang-undang yang diberlakukan oleh negara yang telah mengondisikan semua dapat terjadi. Alhasil, membanjirnya produk asing itu tidak dapat dibendung karena ada regulasi yang membolehkan.


Demikianlah alasan mengapa produk lokal tak berdaya berhadapan dengan produk asing. Sekaligus mengonfirmasi bahwa negara tak mampu memberdayakan produk-produk buatan anak bangsa. Mudahnya regulasi yang telah menyebabkan ketimpangan yang menganga. Ini semua terjadi karena diterapkan ekonomi kapitalis. Konsep ekonomi kapitalis yang mengedepankan asas manfaat telah membuat para kapitalis menjadi rakus. Sehingga melahirkan sistem ekonomi yang tak sehat.


Pengaturan tersebut jelas berbeda dengan Islam. Islam adalah agama paripurna. Kesempurnaannya meliputi segala bidang. Termasuk pengaturan dalam bidang industri. Oleh karena itu, Islam menjadikan salah satu tugas negara adalah menjaga harta rakyat. Mekanisme itu terlihat dari bagaimana negara memberlakukan sanksi kepada warga negara yang terbukti melakukan pelanggaran syara. Misal, potong tangan bagi pencuri apabila mencapai batas yang ditetapkan.


Negara akan menyelesaikan terlebih dahulu persoalan bagi pencari nafkah (kepala keluarga atau memiliki tanggungan) untuk diberdayakan. Negara akan memfasilitasi setiap warga negara berupa keterampilan agar mampu menunjang ekonomi mereka. Termasuk memberdayakan mereka untuk menghasilkan produk-produk bernilai guna. Usaha dan produk yang dihasilkan tentu akan dilindungi oleh negara dan disokong penuh. Tentunya dengan penerapan peraturan ekonomi Islam.


Selain itu, Islam memiliki kebijakan yang melindungi industri dalam negeri dan juga warga negara dan mengatur masuknya produk asing. Bahkan, menjadikan pengaturan perdagangan di bawah departeman luar negeri. Dengan demikian, negara dapat  mengendalikan produk asing yang boleh diterima masuk atau tidak dalam negeri. Sehingga, produk dalam negeri tetap aman serta tak membahayakan produk mereka apalagi gulung tikar. Demikianlah gambaran perlindungan Islam terhadap produk dalam negeri.


Namun, hal itu tak akan dapat terjadi jika sistem ekonomi kapitalisme yang masih diterapkan oleh negeri ini. Oleh karena itu, saatnya beralih ke sistem ekonomi Islam yang bukan saja melindungi ekonomi muslim tetapi menyejahterakan kehidupan rakyat. Wallahualam bissawab. [SJ]

Wakil Rakyat Lalai Amanah, Masihkah Percaya?

Wakil Rakyat Lalai Amanah, Masihkah Percaya?

Dalam sistem demokrasi, pejabat baik itu anggota dewan ataupun pejabat daerah yang terpilih  bukan saja orang-orang yang mempunyai kemampuan mengurus rakyat, bukan juga yang bertakwa saja, tapi juga lebih kepada orang-orang yang mempunyai kemampuan secara finansial

Hanya orang yang bermodal tebal yang berhak mengikuti kontestasi sebagai calon wakil rakyat negeri ini. Butuh biaya besar untuk meraih simpati dan suara rakyat, melalui kampanye baik itu blusukan, iklan, debat politik dan lain-lain

__________________________________


Penulis Tinah Ma'e Miftah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah 



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Wakil rakyat seharusnya merakyat

Jangan tidur, waktu sidang soal rakyat


Masih ingat dengan penggalan lagu di atas? Tentu masihlah, lagu yang diciptakan dan dinyanyikan oleh Iwan Fals. Penyanyi sekaligus musisi legendaris tanah air, terkenal dengan karya-karyanya yang selalu mendapat tempat di hati masyarakat. Selain enak didengar juga mengandung kritik sosial. Namun begitu, rasanya kurang tepat untuk menggambarkan kebiasaan wakil rakyat pada saat ini. Bukan lagi tidur, tapi bermain judi online saat sidang soal rakyat.


Diberitakan oleh detikNews (22- 07- 2023) Cinta Mega, anggota DPRD DKI Jakarta diduga main slot atau judi online saat rapat di gedung  DPRD DKI Jakarta, Kamis (20- 07- 2023). Rapat paripurna tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah  P2APBD) tahun anggaran 2022. Meskipun telah menyampaikan permohonan maaf, tak ayal ia pun mendapat teguran keras dari fraksi PDIP setelah viral di media sosial. 


Sangat disayangkan memang, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang notabene adalah wakil rakyat, yang seharusnya mengurusi urusan rakyat, malah asyik main judi online slot saat mengikuti rapat. Alih alih memberikan contoh yang baik, sekaligus menjadi panutan bagi masyarakat, tapi justru sebaliknya, mengkhianati kepercayaan yang diberikan oleh rakyat. 


Apalagi, menggunakan fasilitas dari negara yang dibeli dari uang rakyat. Hal ini, membuka mata kita tentang apa yang terjadi di sana, di Gedung DPR. Tidak salah kiranya jika almarhum Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, mantan Presiden keempat Republik Indonesia mengatakan kalau DPR ibarat kumpulan anak-anak TK (Taman Kanak-kanak) dan Playgroup.


Itulah gambaran nyata dalam sistem demokrasi kapitalis. Pejabat yang duduk di kursi kekuasaan, mereka bekerja bukan demi kepentingan rakyat. Bukan pula mengurusi urusan rakyat. Mereka adalah orang-orang yang rakus jabatan. Yang mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan. Mencari celah menambah pundi-pundi rupiah agar terus bertambah, demi mempertahankan kekuasaan hingga periode selanjutnya.


Sebab dalam sistem demokrasi, pejabat baik itu anggota dewan ataupun pejabat daerah yang terpilih  bukan saja orang-orang yang mempunyai kemampuan mengurus rakyat, bukan juga yang bertakwa saja, tapi juga lebih kepada orang-orang yang mempunyai kemampuan secara finansial. Hanya orang yang bermodal tebal yang berhak mengikuti kontestasi sebagai calon wakil rakyat negeri ini. Butuh biaya besar untuk meraih simpati dan suara rakyat, melalui kampanye baik itu blusukan, iklan, debat politik dan lain-lain. 


Di sinilah peluang bagi para kapitalis untuk bermain. Memberikan biaya besar bagi para calon pejabat agar mampu bersaing demi meraih kemenangan dalam kompetisi politik. Sebagai kompensasinya peraturan yang dibuat harus sesuai dengan pesanan mereka. Maka wajar jika suap-menyuap, kongkalikong antara penguasa dan pengusaha seringkali terjadi. Korupsi  seakan menjadi tradisi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-5 di Asia Tenggara pada tahun 2022 dalam hal korupsi.


Hal berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam. Dalam pandangan Islam jabatan  merupakan amanah yang wajib ditunaikan. Hal itu sesuai dengan yang Allah Swt. perintahkan, yang tercantum di dalam kitab suci Al-Qur'an.


Allah Swt. berfirman: "Sesungguhnya Allah Swt. memerintahkan kepada kalian untuk menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya." (QS. An-Nisa (4): 58)


Artinya seseorang yang menduduki kursi kekuasaan mempunyai tanggung jawab yang sangat besar, wajib mengurusi urusan umat, mengontrol apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat. Baik itu dalam hal pangan, sandang, papan , kesehatan, pendidikan, dan juga keamanan.


Melalaikan tanggung jawab mengurusi urusan rakyat, jelas merupakan bentuk pengkhianatan. Bagi pelakunya akan mendapatkan dosa, serta diharamkan baginya surga. Hal itu seperti yang Rasulullah saw. tegaskan di dalam sebuah hadis.


Diriwayatkan, bahwa Ubaidillah bin Ziyad suatu saat memasuki rumah Ma'qil bin Yasar saat ia sedang sakit. Ma'qil berkata: "Sungguh aku akan menyampaikan kepadamu suatu hadis yang seandainya aku tidak merasa akan mati, aku tidak akan menyampaikan hadis ini. Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: 'Tidaklah seseorang yang diberi amanah mengurusi rakyatnya, lalu tidak menjalankannya dengan penuh loyalitas, melainkan dia tidak mencium bau surga'." (HR. Al-Bukhari)


Juga diriwayatkan oleh Imam muslim dengan redaksi yang berbeda, "Siapa saja yang diberi amanah oleh Allah untuk mengurus rakyat, lalu mati dalam keadaan menipu rakyatnya, niscaya Allah mengharamkan baginya surga atas dirinya." (HR. Muslim)


Kedua hadis di atas cukup kiranya untuk menjelaskan bahwa pejabat yang tidak menjalankan amanahnya, jangankan masuk surga, bahkan mencium baunya surga saja tidak bisa.


Sudah seharusnya kita tinggalkan sistem demokrasi yang telah secara nyata melahirkan pejabat-pejabat bermental korup. Pemimpin-pemimpin egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Saatnya kita ganti dengan sistem Islam, sistem yang diridai oleh Allah Swt. Sang Pemberi kehidupan. Karena hanya sistem Islam yang mampu menciptakan pejabat-pejabat amanah, yang menjalankan tugas dan kewajiban dengan sukarela, semata karena ketakwaannya kepada Tuhannya yaitu Allah Swt.. Wallahualam bissawab. [SJ]

Lembaga Pengawas Medsos Bungkam Suara Kritis?

Lembaga Pengawas Medsos Bungkam Suara Kritis?

"Teruslah berjuang bagi para konten kreator, pengelola akun dan media Islam. Insya Allah menjadi amal jariyah bagi kita semua. Tidak perlu takut karena yang disampaikan dalam perjuangan adalah kebaikan."

_______________________________





KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong menjelaskan wacana pembentukan Lembaga Pengawas Media Sosial. Wacana ini disampaikan Menkominfo, Budi Arie Setiadi, usai serah terima jabatan pada Senin, 17 Juli 2023. 


Sebelumnya Budi Arie mengatakan bahwa lembaga seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) masih berfokus mengawasi siaran televisi atau radio. Sedangkan lembaga pengawas media sosial belum terbentuk. 


Hanif Kristianto, seorang analis senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) menjelaskan sebab akibat apabila wacana ini disahkan dalam acara Kabar Petang di Khilafah News, Ahad (23/07/2023). Ia mengungkapkan bahwa konten di media sosial ada yang positif dan negatif. Konten juga meliputi berbagai bidang, ada politik, pendidikan, budaya, dan lain-lain. 


"Bagaimana mengawasi tangan manusia di ruang digital, yang jelas berbeda dengan di ruang nyata? Jika di dunia nyata, ada konten di pamflet, maka bisa langsung dirobek. Jika di media sosial, berarti di banned atau suspend. Tapi kan mudah jika dibuat lagi," ungkapnya. 


Jika diteliti, Hanif mengungkapkan bahwa keputusan ini erat kaitannya dengan politik. Apalagi menjelang tahun politik. Jangan sampai konten kejahatan, pornografi pornoaksi, dan konten negatif lainnya malah terlewat. Sementara yang disasar adalah kritik sosial, edukasi pada publik, kritik pada konten dakwah. Jelas ini sangat disayangkan. 


Ia pun memandang betapa Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mempunyai peran ganda. Di satu sisi ingin melindungi transaksi elektronik, seperti keuangan dan sebagainya. Tetapi di sisi yang lain terjadi revolusi media sosial sehingga UU ini tidak mampu mengatasi hal itu. Hasilnya, UU ITE memiliki banyak penafsiran seperti mengatur tentang pencemaran nama baik, hate speech, dan lain-lain. 


"Melihat situasi saat ini, wacana lembaga pengawas media sosial dapat menjadi alat politik," jelasnya. 


Pertama, mengondisikan opini yang terjadi di media sosial. Jadi jika dipahami, media sosial adalah media publik yang orang-orang bebas "numpang" karena ada platform-platform tertentu. Jadi sebenarnya yang mempunyai kuasa adalah pemilik media atau platform. Penguasa hanya bisa mengambil untung dari pajak atau keuntungan lain dari platform media. 


"Maka saat ini jika ada turut campur penguasa dan ini menjelang tahun politik, bisa jadi karena ingin memenangkan salah satu calon. Membuat opini untuk bisa meredam keinginan publik akan perubahan. Agar publik merasa cukup diteruskan oleh rezim sebelumnya. Harus diwaspadai jika ini dijadikan alat politik, karena akan memengaruhi opini ke depan. Sedangkan masyarakat menginginkan perubahan," bebernya. 


Kedua, adanya motif politik. Terdapat motif politik apalagi di lingkaran kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Jika dilihat, konten itu beragam. Tidak bisa dilihat satu per satu. Kalaupun ada algoritma atau robot dari platform tersebut, yang muncul hanya kata kunci tertentu. Sementara konten kreator yang membuat konten tersebut, tidak bisa disetir oleh orang tertentu. 


"Ini yang harus diamati. Oleh karena itu, tidak bisa dijadikan sebagai alat politik. Meskipun ini baru wacana. Karena biasanya, jika masyarakat hanya diam, wacana ini akan terus bergulir kemudian disahkan," cakapnya. 


Adapun Islam mengatur media politik agar kaum muslimin bisa menggunakan media sebagai sarana dakwah. Media adalah sarana komunikasi dakwah pada publik. Agar komunikasi sampai, maka harus ada konten. Konten ini sangat dipengaruhi oleh pembuatnya. Bisa berupa kebaikan atau keburukan. 


"Media dalam Islam berfungsi untuk mensyiarkan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin yaitu sebagai media dakwah. Seperti sahabat yang mengutus utusan ke wilayah tertentu sampai Islam menguasai 2/3 dunia," terangnya. 


Beliau menjelaskan fungsi media di dalam Islam. Pertama, media informasi pada publik untuk menyebarkan kebijakan-kebijakan positif dari negara. Kedua, media dipenuhi dengan edukasi-edukasi yang membangun. Menghindarkan dari konten yang dapat membuat gaduh di masyarakat. Seluruh konten terikat dengan hukum syarak. Serta dijadikan sebagai media dakwah perjuangan. 


Lebih lanjut ia menyatakan, "Konten yang dibuat harus sesuai dengan audiens yang menjadi objek dakwah. Contohnya, kepada para intelektual, maka kontennya bisa berupa diskusi yang berkualitas dari analisis sampai solusi. Kalau audiensnya anak muda, maka kontennya juga santai, story telling, cerita pengalaman, dan sebagianya. Sayangnya, konten-konten saat ini sangat jauh dari ide-ide Islam. Yang menjadi patokan adalah ide-ide kebebasan." 


"Sekarang kita bebas untuk membuat konten dakwah. Maka harus digunakan dengan sebaik-baiknya. Ibarat pepatah, gajah mati meninggalkan nama, manusia mati meninggalkan jejak digital. Jejak digital yang kita buat adalah kebaikan untuk mengimbangi opini yang rusak. Teruslah berjuang bagi para konten kreator, pengelola akun dan media Islam. Insya Allah menjadi amal jariyah bagi kita semua. Tidak perlu takut karena yang disampaikan dalam perjuangan adalah kebaikan," pungkasnya. 


Wallahualam bissawab. [Siska]

Curahan Hati Mirisnya Menjadi Guru Ngaji

Curahan Hati Mirisnya Menjadi Guru Ngaji

Ironis memang, sebuah dilema menjadi guru ngaji di sistem saat ini. Dipandang sebelah mata karena dianggap tak memiliki peran apa-apa hanya selingan semata. Bahkan saat anak-anak mengaji pun tak ada bahasa

Hal ini seharusnya dilakukan karena bagian dari adab mencari ilmu, menitipkan seperti yang dilakukan salafus saleh dahulu

______________________________


Penulis Heni Ummu Faiz

Kontributor Media Kuntum Cahaya 



KUNTUMCAHAYA.com, KISAH - Sebagai manusia kita pasti pernah mengalami saat-saat lelah yang sangat lelah. Merasa tidak dihargai, dianggap remeh dan bodoh. Perasaan seperti itu memang wajar dan normal karena pada hakikatnya merupakan naluri yang ada pada manusia. Pada titik ini  memerlukan seseorang yang mengerti, mengayomi, melindungi, serta menghargai. Itulah perasaan yang dirasakan oleh seorang guru ngaji.


Mengajar setiap hari tanpa kenal lelah siang dan malam. Bertujuan hanya ingin memberikan sedikit manfaat bagi umat dengan setitik ilmu dari diri yang dhaif ini. Namun, terkadang ada masa perasaan merasa tak dihargai saat salam tak dijawab, mengajari anak-anak mengaji malah mengobrol tak karuan belum ditambah saat orang tuanya yang terkadang tidak memiliki adab, menggunjing keburukan para guru ngaji. Celah sedikit dan kekurangan diri dibicarakan. Bahkan, ketika menegur anak-anak remaja untuk tidak nongkrong saat magrib di pos ronda  malah MCB listrik dimatikan saat tengah malam tiba. Cibiran saat mendidik dan mengajarkan para emaknya untuk menutup aurat dan menjaga dari riba. Padahal jika tak ada yang berdakwah lantas ridakah kemaksiatan di kampung merajalela? Subhanallah, luar biasa. Ber-amar makruf nahi mungkar pun seolah-olah melanggar norma. 


Ironis memang, sebuah dilema menjadi guru ngaji di sistem saat ini. Dipandang sebelah mata karena dianggap tak memiliki peran apa-apa hanya selingan semata. Bahkan saat anak-anak mengaji pun tak ada bahasa. Hal ini seharusnya dilakukan karena bagian dari adab mencari ilmu, menitipkan seperti yang dilakukan salafus saleh dahulu. Ini pula yang dilakukan para orang tua dahulu. Apa yang dirasa ini pun ternyata banyak dialami oleh para guru ngaji di kampung yang kutemui. Tidak digaji, kurang diapresiasi, apalagi diberi. Inilah hidup di alam kapitalis. Guru ngaji laksana butiran debu di tengah padang tandus.


Jika pun disuruh bayar infak, dengan nominal yang sangat kecil pun kadang masih terdengar menggerutu. Sedangkan untuk hal yang lain justru lebih mementingkan.


Jika bukan karena niat ingin melahirkan generasi Islam, mungkin akan mudah menyerah dan pudar dalam mengajar. Akan luntur saat hati futur. Mungkin akan iri saat guru-guru lain lebih diapresiasi hingga diberikan kado dengan berbagai pernak-pernik yang warna-warni.


Dilematis, melepaskan mereka tanpa didikan tak ada yang mau melanjutkan. Terlebih guru ngaji di tempat kami sangatlah langka. Mereka lebih memilih berhenti bahkan mungkin menjadi kuli saja yang menjanjikan cuan berlimpah. 


Namun, bagi mereka yang punya tekad besar akan terus menguatkan. Berusaha meluruskan niat dan hanya meredam emosi untuk tidak mendengki. Karena lebih memikirkan nasib generasi di masa nanti.


Ingatlah selalu firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an Surah Muhammad ayat 7, "Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu."


Dan di surah Al-Baqarah mengingatkan pula yakni, "Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat." (QS. Al-Baqarah: 214)


Wahai hati belajarlah untuk ikhlas, jangan iri apalagi mendengki. Taburi jiwa dengan rasa rida terhadap semua kondisi ini. Jika pun harus menangis, menangislah, agar engkau merasa tenang dan nyaman.


Yakinlah engkau kelak pasti bahagia. Atas segala usaha yang dilakukan dalam mendidik generasi. Jika lelah maka berhenti sejenak, rebahkan badanmu agar penat yang menghinggapi pergi. Leburkan rasa penat dengan zikir. Senyumlah karena engkau tak sendiri.  Ada Allah yang menyertai.


Ya Rahman jagalah hati ini jangan biarkan setan meracuni. Jangan biarkan hati yang tulus mengabdi ternodai oleh berbagai tipu daya dunia. Ya Allah Yang Maha Alim luruskan ilmu dalam mengabdi kepada-Mu, agar tetap makrifat kepada-Mu. [GSM]

78 Tahun Kemerdekaan RI, Sudahkah Merdeka Hakiki?

78 Tahun Kemerdekaan RI, Sudahkah Merdeka Hakiki?

Sebagian rakyat memahami kemerdekaan sebatas terbebasnya penjajahan secara fisik saja. Tak menyadari bahwa sejatinya mereka dijajah dari segi pemikiran. Dimana bentuk kesejahteraan rakyat itu dipropagandakan dari segi pencapaian kepemilikan harta

Seiring dengan itu SDAanyak dikuasai asing dan segelintir orang yang dekat dengan asing. Hal tersebut merupakan bentuk penjajahan secara fisik berkedok kerjasama sementara rakyat dibiarkan

____________________________


Penulis Irni Irhamnia 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Agustus 2023 ini, Indonesia memasuki usia kemerdekaan yang ke 78 tahun. Banyak warga negara yang menyambutnya dengan berbagai bentuk euforia. Dimulai dengan membuka donasi di hampir setiap tempat atau mendadak berjualan air mineral yang, katanya hasil penjualan untuk biaya perayaan kemerdekaan negeri Indonesia ini.


Sayang seribu sayang, faktanya, kondisi rakyat justru semakin banyak yang terpuruk. Bahkan, di segala lapisan dan segala bidang. Mulai dari masalah ekonomi dengan semakin meningkatnya kemiskinan, generasi dengan pergaulan bebasnya, hingga korupsi yang tak kunjung tuntas. Dan yang baru-baru ini beredar di tengah keterpurukan rakyat telah dilaksanakan prosesi “pernikahan" hewan anjing milik Stafsus (Staff Khusus) Presiden, dengan adat Jawa, yang menelan biaya hingga 200 juta rupiah.


Miris, betapa kemerdekaan dipahami sebagai kebebasan yang malah membuat kebablasan dalam segala aspek kehidupan. Kondisi itu semua tidak dijadikan objek yang diperhatikan oleh penguasa selaku pemimpin negeri ini. Justru, mereka sendiri memberikan contoh yang buruk pada rakyat, alih-alih mengajak dan mengingatkan rakyat pada kebaikan. 


Sejatinya pemimpin bukan hanya sekadar memberikan fasilitas tapi kemudian rakyat dibebani berbagai biaya atas penggunaan fasilitas umum. Apalagi sampai ada Stafsus Presiden yang justru mengutamakan kepentingan pribadinya yang sangat tidak manusiawi. Lantas jika sudah begini, apakah cukup hanya dengan mengganti sosok pemimpin saja? Sementara, pergantian pemimpin sudah terjadi berulang dan jelas hasilnya semakin buruk. Namun sayang, banyak rakyat yang masih tetap meyakini bahwa kehidupan akan lebih baik dengan bergantinya pemimpin yang digadang-gadang lebih baik.


Maka dari sini, jelas bahwa sebagian rakyat memahami kemerdekaan sebatas terbebasnya penjajahan secara fisik saja. Tak menyadari bahwa sejatinya mereka dijajah dari segi pemikiran. Dimana bentuk kesejahteraan rakyat itu dipropagandakan dari segi pencapaian kepemilikan harta. Seiring dengan itu SDA (sumber daya alam) banyak dikuasai asing dan segelintir orang yang dekat dengan asing. Hal tersebut merupakan bentuk penjajahan secara fisik berkedok kerjasama sementara rakyat dibiarkan.


Dalam perbuatannya, hanya sedikit orang-orang yang memastikan harta yang didapatnya halal. Itu menandakan bahwa perkara yang berkaitan dengan agama, dalam bentuk keimanan, maka menjadi urusan pribadi masing-masing. Dalam hal ini, Islam hanya menjadi sekadar status dalam KTP saja. Tak ada pemikiran bahwa dengan status Islam menjadi sebuah konsekuensi harus taat pada setiap aturan Islam. Bahkan, tak sedikit yang menganggap bahwa aturan Islam itu mengekang kehidupan manusia sehingga mengurangi kemerdekaan diri, sebab tak sejalan dengan konsep kapitaslis sekuler yang tak memedulikan halal haram.


Sejatinya, Islam sebagai agama yang sempurna  telah menjadi jalan perubahan manusia dari kondisi yang buruk dan jahil serta berada dalam kegelapan. Menjadi baik dan penuh dengan cahaya keberkahan. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. yang mendakwahkan Islam sejak diturunkan oleh Allah melalui Malaikat Jibril  hingga sampai penerapan syariat Islam secara menyeluruh di segala aspek kehidupan.


Jelas bahwa sesungguhnya, makna kemerdekaan dalam Islam adalah terbebas dari penghambaan terhadap sesama makhluk. Menjalankan apa yang diwajibkan, memaksimalkan yang disunahkan dan memilih aktivitas mubah. Yang makruh ditinggalkan dan yang haram dijauhi sesuai dengan yang telah dituliskan oleh Allah melalui kitab suci Al-Qur’an . Semua itu dilakukan tanpa ada tekanan dari manusia mana pun. Bahkan penguasa menjadi manusia yang taat dan senantiasa memiliki rasa rakut pada Allah sehingga selalu merasa diawasi oleh Allah setiap saat.


Demikianlah, sebab utama yang menjadi permasalahan hidup hari ini adalah pada sistem hidup yang dijalankan oleh Indonesia, bahkan juga dunia, bukan menjalankan aturan Islam. Melainkan sistem kapitalis sekuler yang menyandarkan materi sebagai capaian utama dalam hidup dan memisahkan agama dari kehidupan. Sebagai umat yang meyakini kesempurnaan Islam, sudah semestinya mengembalikan standar aturan hidup pada Islam saja, dengan menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan umat manusia. Niscaya akan terwujud rahmatan lil ‘aalamiin.


Siapapun yang menjadi pemimpin umat manusia dia akan senantiasa tunduk pada syariat Islam bahkan rakyat terjaga keimanannya. Kesejahteran hidupnya akan berstandarkan keridaan Illahi sebab dunia sudah dijadikan fasilitas dalam beribadah kepada-Nya, bukan yang mesti dimilikinya. Pemimpin benar-benar menjadi pelindung bagi rakyat, sebagaimana hadits berikut: "Sesungguhnya Imam/Khalifah adalah perisai orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya." (HR. Muslim)


Demikianlah, sudah saatnya umat Islam kembali memperjuangkan kemerdekaan yang hakiki, yaitu memperjuangkan penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan. Karena hanya dengan Islam kafah kemerdekaan itu menjadi nyata adanya. Wallalualam bissawab. [Dara Hanifah]

Kembali Pulang

Kembali Pulang

 

Kembali pulang bersama air mata sesenggukan
Tanpa aba-aba dan perintah 

Air mata mengalir begitu saja
Semoga ini bukan ratapan tapi pengingat akan hari depan

_________________________


Penulis Hanif Kristianto

Sastrawan Politik dan Analis Berita 


KUNTUMCAHAYA.com, PUISI - Sebelum matahari tenggelam di ufuk

Kembali pulang jadi hal mengesankan

Sejauh-jauh burung terbang

Niscaya akan kembali ke sarang


Kembali pulang untuk mengenang

Rasa kebersamaan dalam masa silam

Dunia terus berputar

Menunggu akhir masa yang manusia tak tahu apa-apa


Kembali pulang hadir di pusara 

Sebuah tanda nama yang tercinta tertera pada nisan

Luruskan niat untuk berbuat

Berdoa terbaik semoga di dekatkan taman firdaus


Sayup-sayup syi'ir tanpo Wathon

Beradu bersama bayu sore sebelum layu

Di atas bumi menunggu hari dibangkitkan

Tenang dan damai tanpa pertikaian


Bujur-berbujur manusia yang sudah selesai masa

Entah apa yang terjadi di alam barzah

Selayaknya yang hidup tetap hidup akalnya

Akhir lakon di dunia akan tertanam di dalam tanah


Sekiranya manusia mengenal akhir masanya

Niscaya akan bersiap di akhir hayatnya

Hanya Allah ingin menguji hamba-Nya

Jika mati dan hidup untuk menilai siapa hamba yang terbaik amalnya


Kembali pulang bersama air mata sesenggukan

Tanpa aba-aba dan perintah 

Air mata mengalir begitu saja

Semoga ini bukan ratapan tapi pengingat akan hari depan


Senyampang di awal Muharram tiba

Semoga akhir semuanya husnul khotimah

Sebaik-baik manusia itu yang berfikir

Dari mana berasal, untuk apa hidup, dan ke mana setelah hidup


Yang hidup akan redup

Yang wafat akan diangkat

Yang ingat akan taat

Yang lalai akan terkulai


Layang-layang dimainkan anak-anak di pematang

Sungguh riang tanpa beban

Manusia hidup di dunia punya akhir masa

Kenapa ada yang merasa kuasa padahal ujung semua binasa?


#puisi #puisihanifk #sastra #sastraindonesia

Kelompok Pemuda Sering Berulah Bukti Abainya Pemerintah

Kelompok Pemuda Sering Berulah Bukti Abainya Pemerintah

Dalam Islam, negara/pemimpin akan berusaha mengupayakan para pemuda sebagai agen perubahan serta peradaban yang gemilang. Salah satunya dengan menjadikan Rasulullah saw, sebagai satu-satunya sosok yang layak ditiru
_______________________


Penulis Ummu Nasywa

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Member AMK dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Aksi tak terpuji yang dilakukan para pemuda kian hari kian meresahkan. Di antaranya, kasus yang terjadi di daerah Solokanjeruk-Rancaekek, Kabupaten Bandung di mana telah terjadi penghadangan dan pemukulan ke badan bus pariwisata oleh sekelompok pemuda. Setelah dilakukan penyelidikan, tertangkap lima orang pemuda yang ditetapkan sebagai tersangka serta terancam pidana kurungan maksimal 2 tahun 8 bulan menurut Pasal 406 KUHPidana. (KumparanNews, 19/06/023)


Kasus lainnya terjadi di jalan raya Kampung Cinagreg, Desa Langonsari, Kecamatan Pameungpeuk. Kejadian ini viral di media sosial tentang sekelompok pemuda mengendarai sepeda motor secara ugal-ugalan dengan membawa senjata tajam. Tak berapa lama petugas dari kepolisian menangkap para lelaku yang berusia 18-20 tahun yaitu IMY, YA, NZA dan VA. (News[dot]Detik[dot]com, 14/06/2023)


Kasus pemuda mengganggu ketertiban umum memang kian mengkhawatirkan. Faktor penyebab dari masalah ini adalah rendahnya moral generasi bangsa akibat paham kebebasan yang lahir dari sistem kapitalisme juga abainya pemerintah memberikan edukasi serta pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Alhasil, kesenjangan sosial dan tindak kriminal kian mencuat karena kondisi ekonomi serta sulitnya mencari pekerjaan menjadi salah satu pemicu para pemuda melakukan tindak unfaedah sebagai wujud protes atau kekecewaan.

 

Dengan penerapan sistem demokrasi kapitalisme saat ini, masyarakat memang kerap dihadapkan pada persoalan beragam. Masalah ekonomi yang paling menonjol. Akibatnya, pengangguran dan kriminal makin marak. Maka, ketika persoalan tersebut tidak memberikan solusi. Rasa aman publik akan terganggu, bukan hanya pemuda yang ugal-ugalan tapi geng motor, begal, rampok dan semacamnya.


Negara, yang diharapkan menjadi penjaga atas tindak kriminal justru menjadi penyebab masalah itu muncul, yakni kebijakan yang dikeluarkannya berlandaskan kapitalisme. Dengan landasan ini, negara akan lebih minim mewujudkan kemaslahatan publik karena kebijakannya senantiasa berorientasi materi yang menguntungkan para kapital. Termasuk membiarkan budaya barat masuk ke negeri ini dengan 3F yakni food, fun and fashion. Food (merusak pola makan dan minum), fun (hedonisme, hura-hura, game online, dan lainnya), terakhir fashion of life style (mengikuti pakaian atau kebiasaan orang-orang luar yang menjadi tren).


Berbeda halnya jika negara berasaskan Islam. Dengan seperangkat aturannya Islam telah membebankan penguasa meriayah urusan rakyat. Juga berkewajiban untuk memberikan perhatian khusus pada generasi. Sebab, generasi muda merupakan aset potensial yang ikut menentukan arah masa depan Islam. Hal ini, perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak, baik orang tua, masyarakat serta negara.


Negara, di samping wajib mengurus urusan publik juga menjaga masyarakat agar menjadi hamba yang taat, yaitu menanamkan akidah sejak dini melalui peran keluarga serta lembaga pendidikan yang memiliki kurikulum Islam. Penanaman akidah ini selain bentuk penjagaan dari negara, juga melahirkan generasi yang kuat, tangguh dan bertakwa. Sabda Rasulullah saw.: "Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus." (HR al-Bukhari)


Dalam Islam, negara/pemimpin akan berusaha mengupayakan para pemuda sebagai agen perubahan serta peradaban yang gemilang. Salah satunya dengan menjadikan Rasulullah saw, sebagai satu-satunya sosok yang layak ditiru. Beliau saw. merupakan panutan dari segala aspek kehidupan yang beliau jalankan semasa hidupnya. Baik ibadah, akhlak, serta kepemimpinannya. "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah." (TQS al Ahzab [33]: 21)


Ketika sistem Islam diterapkan pasti akan membawa keadilan. Adil dekat dengan takwa. Takwa akan menghadirkan keberkahan dari langit dan bumi atas izin-Nya. Sesuai firman Allah: "Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan membukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami). Karena itu Kami mengazab mereka karena apa yang telah mereka lakukan itu." (TQS al-A'raf [7]: 96)


Oleh sebab itu, solusi mewujudkan generasi yang baik dan menjadi agen perubahan ketika Islam diterapkan secara kaffah berikut sistemnya. Yaitu satu-satunya sistem pemerintahan yang diwariskan oleh Rasulullah saw. dan dilanjutkan oleh para sahabat yang sudah terbukti mampu mewujudkan keadilan, ketentraman dan keselamatan dunia akhirat.

Wallahualam bissawwab. [Dara Hanifah]

Pinjol Meningkat, Potret Buram Masyarakat Sekuler

Pinjol Meningkat, Potret Buram Masyarakat Sekuler

Inilah, potret buram masyarakat sekuler. Pinjol dan semua transaksi keuangan yang berlaku di masyarakat, dari level besar hingga mikro dibangun atas dasar riba. Padahal, Allah Swt. dengan tegas melarang praktik riba, bahkan menganggap pelakunya sedang menantang perang dengan Allah dan Rasul-Nya
_________________________


Penulis Neneng Sriwidianti

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pengasuh Majelis Taklim


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Betapa miris negeri ini. Kerusakan yang diakibatkan oleh sistem kehidupan yang diterapkan saat ini telah merata hampir di seluruh aspek kehidupan. Gaya hidup bebas, narkoba, L6bt, kriminalitas, dan korupsi telah menggurita. Bukan hanya itu, pinjol yang jelas-jelas diharamkan bagaikan atmosfer di negeri mayoritas muslim ini. 


Satgas Waspada Investasi, telah memblokir 429 platform pinjaman online atau pinjol ilegal. Dari jumlah tersebut, 352 platform dan 77 konten terkait pinjol ilegal di Facebook dan Instagram. Mereka berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo untuk melakukan pemblokiran. Beberapa contoh pinjol  ilegal yang ada dalam daftar Satgas di antaranya, Tunai Cepat, Pinjaman Cepat, Tunai Tunai, Uang-Flash, Pinjam Kredit, Kita Patungan, dan lain-lain. (katadata[dot]co[dot]id, 10/7/2023)


Benarkah pemblokiran ratusan platform akan menutup celah pinjol? Padahal, seharusnya penguasa menutup rapat-rapat celah yang akan menghantarkan kepada kemaksiatan. Karena, baik pinjol yang legal maupun ilegal sama-sama mengandung riba, dan hukumnya haram dalam pandangan syariat. Penamaan pinjol legal dan ilegal menjadi bukti bahwa negara memfasilitasi dan membolehkan kalau pinjol nya legal. Negara telah menantang Allah Swt. untuk mendatangkan azabnya ke negeri ini.


Meningkatnya pinjol adalah dampak diterapkannya sistem sekularisme di negeri ini. Sekularisme yaitu paham pemisahan agama dari kehidupan telah menafikan agama dalam mengatur kehidupan. Halal dan haram tidak dipakai sebagai barometer ketika beraktivitas. Pinjol yang jelas-jelas dilarang dalam Islam justru semakin diminati.


Selain itu, gaya hidup bebas, hedonis, materialistis telah menjadi gaya hidup sebagian besar masyarakat. Demi untuk meraih kenikmatan dunia dan memenuhi keinginan, masyarakat akhirnya berpaling kepada pinjol yang menawarkan madu padahal fakta yang sebenarnya adalah racun. Pihak pinjol menawarkan berbagai kemudahan agar nasabah tertarik. Tetapi, ketika mereka sudah terlanjur masuk, maka mereka tidak bisa dengan mudah terlepas. Teror demi teror menghiasi hari-hari nasabah. Tidak jarang para peminjam pinjol ini diancam habis-habisan ketika mereka tidak mampu melunasi utangnya sebagaimana yang telah ditentukan. Lebih mirisnya lagi ada yang kehilangan nyawa dengan bunuh diri karena tidak tahan dengan ancaman dari pihak pinjol.


Banyaknya masyarakat yang tergiur bujuk rayu pinjol, bukan hanya melanda individu, tetapi  UMKM juga ikut terjerat pinjol dalam melakukan usahanya. Pinjol yang dilakukan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang menjerat leher akibat sistem, mereka juga tak berdaya dengan tawaran  kapitalisme untuk memenuhi keinginannya disebabkan gaya hidup yang melangit. Sementara, ketakwaannya lemah dalam memahami arti hidup. 


Inilah, potret buram masyarakat sekuler. Pinjol dan semua transaksi keuangan yang berlaku di masyarakat, dari level besar hingga mikro dibangun atas dasar riba. Padahal, Allah Swt. dengan tegas melarang praktik riba, bahkan menganggap pelakunya sedang menantang perang dengan Allah dan Rasul-Nya.


"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu." (TQS. Al-Baqarah [2]: 278-279)


Begitu juga, Rasulullah saw. bersabda, "Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah." (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)


Selain itu, meningkatnya pinjol di negeri ini adalah akibat himpitan kebutuhan ekonomi yang sistemik. Sementara Islam, negara lah yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan) bagi warga negaranya. Begitu juga kebutuhan pokok berupa jasa (keamanan, pendidikan, dan kesehatan) bisa dinikmati dengan mudah baik muslim maupun non muslim. Tidak ada perbedaan. Strategi pemenuhannya adalah sebagai berikut: 


Pertama, negara akan mendorong kepada setiap kepala keluarga untuk bekerja. Apabila seseorang tidak mampu bekerja maka penguasa wajib mencarikan pekerjaan. Karena dalam Islam, Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya. 


Kedua, jika negara telah menyediakan lapangan pekerjaan, namun individu rakyat tetap tidak mampu bekerja sehingga tidak mampu mencukupi nafkah, anggota keluarga yang menjadi tanggung jawabnya dibebankan kepada kerabat dan ahli warisnya. 


Ketiga, negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan seluruh warga negaranya yang tidak mampu dan membutuhkan. Negara bisa saja memberikan nafkah dari Baitul mal yang berasal dari harta zakat yang diambil dari orang-orang kaya. 


Oleh karena itu, sebuah keniscayaan negeri ini harus segera bertobat dari aktivitas penentangan terhadap hukum-hukum syariat termasuk aktivitas riba. Segera campakkan sistem sekuler dan menggantinya dengan sistem Islam kafah dalam bingkai khilafah. Karena, khilafah terbukti hampir 14 abad telah menjadi peradaban agung yang tiada tandingannya. Sistem inilah yang akan mendatangkan keridhaan Allah Swt. Keberkahan akan turun dari langit maupun bumi. Negeri ini akan terhindar dari kesempitan hidup dan azab Allah Swt.. Wallahualam bissawab. [GSM]

Momentum Hijrah Melangkah Maju Menuju Islam Kafah

Momentum Hijrah Melangkah Maju Menuju Islam Kafah

 


Hijrah secara mendalam mengandung arti bahwa perubahan dari sistem jahiliyah menuju sistem Islam Kafah. Kehidupan yang selalu meminggirkan peran agama merupakan sebuah kemunduran dan kemerosotan umat. Sehingga, perlu adanya perubahan mendasar, yaitu sistem Islam yang mengatur urusan kehidupan, masyarakat termasuk di dalamnya berbangsa dan bernegara.

______________________________


Penulis Siti Aisah, S.Pd.

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini Subang 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Penanggalan Islam dalam tahun hijriyah ini jatuh pada 1 Muharam 1445. Tahun baru Islam ini diterapkan pada zaman kekhilafahan Umar bin Khattab. Peristiwa hijrahnya Rasulullah saw., dari Makkah menuju Madinah ini ditetapkan sebagai awal penanggalan tahun baru umat Islam.


Momentum ini pun tidak disia-siakan begitu saja. Tepat pada tanggal 19 Juli 2023,  presiden Joko Widodo dalam akun laman media sosialnya, mengucapkan Selamat Tahun Baru Islam 1445 Hijriah. Orang nomor satu RI ini pun mengajak umat Islam untuk melangkah hijrah dan maju. 


“Mari berhijrah dan melangkah maju,” tulis Jokowi dalam unggahan instagram @jokowi


Ia pun mengajak umat Islam untuk meninggalkan semua gangguan. Dia mengatakan umat Islam harus menanggalkan hambatan yang menahan diri dari kemajuan. (news[dot]detik[dot]com)


Sebagaimana tanggal merah lainnya tahun baru Islam ini merupakan hari libur nasional. Hingga tak heran momentum setiap tahunnya ini umat seperti terhipnotis untuk selalu merayakan peringatan  tahun baru Islam dengan suka cita. Baik dengan seremonial acara resmi, doa bersama, pawai obor keliling, tabligh akbar dan berbagai kegiatan Islam lainnya. Namun, sepatutnya umat ini lebih memaknai momentum ini secara lebih detail dan mendalam. Hingga pada titik bahwa makna hijrah ini adalah sebuah keharusan untuk menerapkan Islam di tengah-tengah masyarakat. Bukan sebagian atau ibarat prasmanan yang dipilih-pilih mana yang suka dan tidak. Ataupun mana yang sesuai dengan zaman atau mana yang harus diubah sesuai kebutuhan. 


Perlu diingat, peristiwa hijrahnya Rasulullah saw., ini bukan hanya pindah tempat tinggal dari Makkah menuju Madinah. Tapi lebih dari itu, Rasulullah bersama para sahabatnya, mengubah dari sistem jahiliah dengan sistem yang benar-benar memanusiakan manusia. Sistem Islam inilah yang membuat manusia sejahtera, menjadikan manusia sebagai makhluk yang taat pada Al-Khaliq. Hingga akhirnya terbangun darinya masyarakat yang dalam peraturan, pemikiran dan perasaan sama, yaitu Islam.


Hijrah secara mendalam mengandung arti bahwa perubahan dari sistem jahiliah menuju sistem Islam Kafah. Kehidupan yang selalu meminggirkan peran agama merupakan sebuah kemunduran dan kemerosotan umat. Sehingga, perlu adanya perubahan mendasar, yaitu sistem Islam yang mengatur urusan kehidupan, masyarakat termasuk di dalamnya berbangsa dan bernegara.


Patutlah seruan dalam mengajak rakyatnya untuk berhijrah ke arah yang lebih baik dalam hakikat sesungguhnya, adalah sebuah kewajiban dari pemimpin. Patutlah pula, pemimpin dalam sistem Islam itu, mampu menyingkirkan segala ikatan aturan yang dibuat manusia. Ia pun mampu mengusir setiap bentuk penjajahan, dan mengajak umat untuk senantiasa hanya taat pada Allah dan Rasul-Nya saja.


Hijrah pada hakikatnya merupakan “titik tolak” bagi dakwah Rasulullah di Makkah. Lalu membangun peradaban Islam. Melalui peristiwa hijrah ini, Rasulullah mampu menyatukan kesatuan umat, dalam ketaatan, kekuatan, dan keamanan Islam. Yaitu dalam bingkai institusi negara, Khilafah. Oleh karenanya Islam dan kaum muslim ini dimuliakan, dakwah berkembang pesat, lalu menyebar keseluruh jazirah Arab bahkan mendunia.


اِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ، وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا، فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong”.(An-Nasr: 1, 2)


Momentum tahun baru Hijriyah ini menjadi sebuah tonggak pemimpin di dunia Islam untuk sepatutnya meninggalkan sistem aturan manusia. Yaitu kapitalisme. Baik dalam ekonomi, lalu meninggalkan demokrasi yang nyata buatan manusia dalam politik, dan membuang jauh-jauh sekularisme dalam aturan hidup.


Institusi Islamlah yang telah menghapus sistem rusak jahiliyah. Mengubah penghambaan hanya kepada Allah semata; mengangkat derajat kaum wanita, manusia seluruhnya, tanpa melihat ras, suku bangsa bahkan agama. Islam memberikan perlindungan penuh dan jaminan atas kesejahteraan manusia.


Oleh karena itu, memaknai hijrahnya Rasulullah saw. dan meneladaninya merupakan kewajiban. Kewajiban untuk mengganti sistem rusak jahiliyah dengam syariah-Nya secara keseluruhan, seperti yang Rasullullah contohkan.


Jadi sudah sepantasnya kaum muslim memaknai tahun baru hijriyah kali ini sebagai momentum untuk berhijrah sesungguhanya. Dari sistem rusak kapitalis-sekuler yang sudah terbukti bobroknya kepada sistem Islam yang mulia.


أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al-Maidah: 50)


Wahai rakyat, ketahuilah gangguan dan problem yang saat ini ada karena pangkal dari jauhnya dari Allah dengan mengabaikan syariah-Nya. Hijrah menuju sistem Islam itu lebih jitu dan bermutu. Jadi maknai hijrah tak hanya dari sisi arti bahasa. Lebih dari itu pahami Sirah Nabawiyah untuk diimplementasikan saat ini dalam melangkah maju ke depan.

Wallahualam bissawab. [SJ]