Alt Title
STOP BUDAYA VALENTINE DAY

STOP BUDAYA VALENTINE DAY


Islam tidak pernah menyatakan bahwa tanggal 14 Februari menjadi hari kasih sayang. Karena, kasih sayang dalam Islam bukan hanya dilakukan satu hari melainkan setiap hari, setiap waktu tanpa ada jeda


Bahkan, Islam menganjurkan umatnya untuk selalu berkasih sayang dengan siapapun, tidak memandang si kaya atau si miskin


Penulis Dara Millati Hanifah, S.Pd

Kontributor Media Kuntum Cahaya & Pemerhati Pendidikan


KUNTUMCAHAYA.COM-Bulan Februari disebut juga dengan bulan cinta. Kenapa? Karena ada satu hari, yaitu tanggal 14 yang diperingati sebagai hari valentine atau hari kasih sayang. Berbagai kalangan baik yang muda maupun yang tua berlomba-lomba memberi coklat, salah satu makanan yang wajib ada pada hari itu.


Bicara soal kasih sayang, sebenarnya tidak hanya di tanggal 14 Februari saja. Melainkan di setiap hari, setiap jam kita harus berkasih sayang terhadap sesama. Lalu, bagaimana sejarah Valentine Day itu sendiri?


A. Sejarah Valentine Day


Setiap tanggal 15 Februari bangsa Romawi memperingati Lupercalia, yaitu sebuah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, untuk dewi cinta (queen of feverish love) yaitu Juno Februata. Pada hari itu para pemuda mengundi nama-nama gadis, lalu mengambil nama secara acak. Gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama satu tahun untuk senang-senang dan dijadikan sebagai objek hiburan mereka. Di tanggal 15 Februari, mereka meminta perlindungan kepada Dewa Lupercalia agar terhindar dari gangguan srigala.


Tak hanya itu, selama upacara, para pemuda melecut orang dengan kulit binatang sedangkan wanita berebut untuk dilecut. Karena, lecutan itu membuat mereka menjadi lebih subur.


Di Roma, para penguasa dan para tokoh agama Katolik mengadopsi upacara ini dengan nuansa Kristiani. Mereka mengganti nama-nama gadis dan nama-nama Paus atau Pastor. Upacara itu diadakan agar mendekatkan lagi pada ajaran Kristen. Tahun 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang meninggal pada tanggal 14 Februari. (The World Book Encyclopedia 1998)


The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine. Beliau menuliskan 3 nama Valentine yang meninggal pada tanggal 14 Februari. Salah satu orangnya dilukiskan sebagai yang meninggal pada masa Romawi. Tetapi tidak ada penjelasan siapa “St. Valentine” yang dimaksud, karena kisahnya tidak pernah diketahui oleh siapapun dan tiap sumber mengisahkan cerita yang tak sama.


Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan, bahwa Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan. Serta menjadi ritual agama Nasrani yang dirubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine.

Hari valentine juga diperingati sebagai hari penghormatan kepada tokoh Nasrani yang dianggap pejuang dan pembela cinta. Tahun terus berganti hingga, perayaan valentine disamarkan dengan “hari kasih sayang”. (Remaja Islam[dot]com)

.

B. Valentine dalam Kacamata Islam 


Islam tidak pernah menyatakan bahwa tanggal 14 Februari menjadi hari kasih sayang. Karena, kasih sayang dalam Islam bukan hanya dilakukan satu hari melainkan setiap hari, setiap waktu tanpa ada jeda. Bahkan, Islam menganjurkan umatnya untuk selalu berkasih sayang dengan siapapun, tidak memandang si kaya atau si miskin.


Allah sangat mengecam kaum Muslimin yang mengikuti perayaan hari valentine, karena hari tersebut bukanlah termasuk budaya yang diajarkan dalam Islam. Melainkan budaya kafir yang diikuti oleh para pemuda kaum muslimin baik laki-laki maupun perempuan. Sesuai sabda Rasulullah saw.,


Dari Ibnu Umar raḍiyallahu Ta'ala 'anhuma, ia berkata: "Rasulullah ﷺ  bersabda, 'Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut'." (HR. Abu Daud)


Dari hadis di atas jelas bahwa kaum Muslim dilarang mengikuti apa yang dilakukan oleh orang-orang nonmuslim. Itu sama saja kaum Muslim seperti mereka. Sedangkan dari sisi hukum, jelas hukumnya adalah haram. Ditambah hari valentine identik dengan perzinaan. Islam telah melarang segala bentuk perzinaan termasuk mendekati zina. Sesuai firman Allah dalam surat Al-Isra ayat 32, 


"Janganlah kalian mendekati zina. Sungguh, zina suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32)


Andai sistem yang digunakan adalah sistem Islam. Perayaan di luar dari hari raya Islam tentu tidak akan ada. Dan generasi para pemuda akan terselamatkan dari sistem kufur yang semakin buas menjerat mereka. Tentu, hanya Islam yang mampu menyelamatkan para pemuda serta melindunginya. Wallahu a'lam bi ash-shawab.

BAHAYA PORNOGRAFI MENGINTAI AKIBAT BURUKNYA SISTEM

BAHAYA PORNOGRAFI MENGINTAI AKIBAT BURUKNYA SISTEM


Realita membuktikan ketika sistem Islam diterapkan, negara hadir sebagai perisai yang memfilter segala dampak buruk media terutama pornografi


Bahkan dibentuk Departemen Penerangan untuk memfilter semua tayangan yang tidak bermuatan edukasi dan melanggar syariat. Tayangan harus mencerminkan nilai ketakwaan, menjaga akidah serta akhlak umat. Bukan sekadar konten menghibur dan berorientasi materi atau uang semata


Penulis Afifatur Rahmah

(Kontributor Media Kuntum Cahaya & Founder ARP)


KUNTUMCAHAYA.com-Indonesia kembali dihebohkan dengan kasus pencabulan.  Ironisnya, kali ini predatornya adalah sosok wanita. Konon tersangka YS dari Jambi yang dituduh mencabuli 17 anak ini sempat mengelak. Tersangka bahkan menyatakan dirinya adalah korban bukan pelaku.


Miris, rasanya melihat fenomena yang memprihatinkan saat ini. Sosok wanita yang sejatinya memiliki fitrah sebagai seorang ibu yang penuh kasih sayang, justru menjelma menjadi predator yang ganas. Wanita yang dewasa ini digadang-gadang sebagai "korban", kini bermetamorfosis menjadi pelaku yang tak kalah bengis dari para  pelaku sebelumnya yang notabene laki-laki.


Beginilah dampak dari buruknya sistem yang begitu mudahnya memberikan ruang regulasi untuk mengakses video porno (VP). Ironisnya justru VP dijadikan lahan bisnis untuk meraup profit sebesar-besarnya. Jelas,  karena VP menyumbangkan laba yang luar biasa. Terbukti Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan  (PPATK) menemukan aliran dana senilai Rp114 miliar dari bisnis pornografi anak sepanjang tahun 2022.


Tak Ayal jika perusahaan besar seperti Facebook, Starbuck, Google, Apple, Microsoft dan Gojek menjadikan situs porno sebagai situs utama untuk meraup pundi-pundi cuan. Bahkan tak segan-segan LGBT pun mereka dukung dan kampanyekan. Dukungan tersebut sebagai bentuk toleransi. Juga pengejawantahan dari maklumat PBB yang mendeklarasikan dukungannya pada LGBT.


Tercetus dalam Sidang Umum Majelis PBB tahun 2015. Ban Ki-moon, selaku Sekjen PBB kala itu mengultimatum 76 Negara-negara yang menolak L98T untuk menghentikan segala bentuk diskriminasi dan membatalkan hukuman atas nama HAM. Walhasil, saat ini pendukung L98T meningkat menjadi 31 negara dari sebelumnya hanya 20 negara, dari total jumlah anggotanya 195 negara. (VOA Indonesia)


Padahal dampak pornografi sangat dahsyat dan luar biasa bahkan lebih bahaya dari narkoba. Bahaya terburuknya adalah bisa menyerang otak bahkan bisa menimbulkan penyusutan otak. Sebagaimana hasil penelitian dari pakar neuroscience dari metodist speciality and transplant hospital San Antonia.


Ironisnya, negara yang seharusnya hadir sebagai tameng dan pelindung umat justru "lumpuh" tak berdaya dalam gempuran sistem yang serba materialistis dan kapitalistik saat ini. Prinsip mereka yang penting bisa menghasilkan materi yang sebanyak-banyaknya. Tak mempedulikan lagi dampak yang lebih dahsyat daripada itu.


Apalagi mempedulikan halal dan haram. Karena agama memang tidak dijadikan standar baku dalam sistem saat ini. Bahkan cenderung mengeliminir dan mengamputasi peran agama dalam dimensi ibadah ritual semata. Sedangkan masalah negara dan duniawi diserahkan pada akal manusia. Inilah yang disebut dengan sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan.


Tentunya, jika dikembalikan kepada fitrah dan kodrat kita sebagai manusia adalah makhluk yang harus tunduk pada Pencipta. Sudah selayaknya menjadikan agama sebagai pondasi dan pedoman dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Sehingga penerapan ajarannya secara total dalam sebuah sistem adalah sebuah keharusan dan kelaziman. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw., diteruskan oleh para Khulafaur Rasyidin dan khalifah setelahnya hingga runtuhnya sistem Islam pada masa Turki Utsmani tahun 1924 silam.


Jika berkaca pada fakta sejarah, realita membuktikan ketika sistem Islam diterapkan, negara hadir sebagai perisai yang memfilter segala dampak buruk media terutama pornografi. Bahkan dibentuklah Departemen Penerangan yang akan memfilter semua tayangan yang tidak ada muatan edukasi dan melanggar syariat Islam. Pemimpin negara (Khalifah) memastikan benar bahwa tayangan harus mencerminkan nilai ketakwaan dan menjaga akidah serta moral atau akhlak umat. Bukan sekadar konten yang menghibur dan berorientasi materi atau uang semata.


Dengan ketentuan ini implementasinya bisa menurunkan angka kriminalitas. Bahkan nyaris nihil. Islam menjamin moral kepribadian (syaksiyah) umat juga keamanan, kehormatan, jiwa, harta, akal, nasab dan pemeliharaan Negara. Terbukti pada masa Umar bin Abdul Aziz hanya terjadi dua kali aksi kriminalitas. Tentu hal demikian berkorelasi terbalik dengan sistem saat ini yang kriminalitasnya terus meningkat. 


Mirisnya, peningkatan kejahatan terjadi setiap menit. Bahkan di tahun 2022 mengalami peningkatan sebanyak 7,3% (276.507 kasus) dari tahun sebelumnya yaitu 257.743 kasus. Seperti data yang dirilis oleh kepolisian Republik Indonesia (Polri). Inilah bukti, betapa penerapan sistem dan undang-undangnya akan berimplikasi bagi kemajuan keamanan dan peradaban umat. Sehingga fungsi negara sebagai perisai akan terealisasi.


Rasulullah saw. bersabda, "Seorang imam itu ibarat perisai, seseorang berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya." (Hadis Muslim 3428)


Maka solusi dari maraknya pornografi khususnya dan seluruh problematika umat saat ini adalah dengan kembali memosisikan peran agama (Islam) sebagai pondasi dalam kehidupan. Dengan penerapan total (kafah) dalam sistem bernegara. Tentunya agar masyarakat terjaga dari para predator berbahaya dan segala bentuk kriminalitas. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.

MENGAJI ITU KEBUTUHAN, NEGARA TEMPAT PERLINDUNGAN

MENGAJI ITU KEBUTUHAN, NEGARA TEMPAT PERLINDUNGAN


Begitu pentingnya memahami segala perintah dan larangan Allah


Maka, menghadiri pengajian atau majelis ilmu adalah kebutuhan sebagai umat Muslim terhadap pemahaman ajaran agama Islam itu sendiri


Penulis Bunda Irsyad

Aktivis Dakwah Serdang Bedagai


KUNTUMCAHAYA.com-Dipukul dipalu sehari-hari
Barulah ia sadarkan diri
Hidup di dunia tiada berarti
Akhirat di sana sangatlah rugi
Demikian secuil lirik lagu yang dipopulerkan oleh Alm. Ustaz Jefri (Uje). Liriknya santai tetapi mengandung banyak nasihat. Apalah daya hidup di zaman yang makin modern, tetapi banyak manusia lupa daratan. Apalagi di dalam sebuah negara yang menerapkan sistem kapitalis sekularisme. Rakyat dipaksa berbuat dengan standar manfaat dan materi belaka. 


Negara menyetir agar rakyat yang ada dalam pimpinannya bisa mandiri terhadap segala kebutuhan hidupnya. Sekalipun itu adalah bagian dari tugas negara. Para pemuda dibentuk agar menjadi mesin penghasil uang dengan berbagai kreativitas yang mampu diciptakan. Sekalipun hal tersebut justru bertentangan dengan harkat dan martabat sebagai pemuda, calon pemimpin masa depan. 


Kemudian rakyat dijauhkan dari pendidikan yang dapat mencerdaskan secara cemerlang. Kurikulum yang ada pun tidak menunjang kecerdasan anak didik. Bahkan, kini umat seolah dibuat lupa akan kebutuhan pada ilmu akhirat, sebagai bekal saat menghadap sang Ilahi. Kajian-kajian Islam yang menyelamatkan generasi dan orangtua dari kebodohan dan kemaksiatan, justru dituduh sebagai aktivitas yang tidak berguna. 


Dikutip dari REPUBLIKA[dot]CO[dot]ID (19/02/2023), Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri, kembali menjadi sorotan setelah pidatonya memicu kontroversi di media sosial (medsos).


Ibu Megawati yang sedang berpidato dalam Seminar Nasional Pancasila, membahas perihal yang berkaitan tentang bagaimana cara mencegah stunting, kekerasan seksual pada anak dan perempuan serta kekerasan dalam rumah tangga. Acara tersebut dilaksanakan pada hari Kamis, 16/2/23, di Jakarta Selatan.


Namun hal yang membuat perhatian publik adalah kata-kata beliau yang mengatakatan, "Ibu-ibu kenapa ya, kok hobinya ngaji mulu ...."


Beliau menganggap ibu-ibu yang sering ikut pengajian menjadi kurang peduli dalam mengurusi anak dan suami, hingga menyebabkan anak mengalami gizi buruk. Alhasil, ia sampai berpesan agar kaum ibu bisa membagi waktunya agar tidak habis untuk pengajian dengan melupakan asupan gizi anak. Mengapa setingkat mantan pemimpin nomor satu di negeri yang mayoritasnya Muslim bisa berpikir sekerdil itu? 


Sebagai umat Muslim, bukankah seharusnya beliau tahu betul bahwa menghadiri pengajian adalah salah satu wasilah. Yakni cara yang dilakukan umat untuk mendapatkan pemahaman yang benar ketika menjalani kehidupan di dunia. Serta sebagai bekal menuju kehidupannya yang abadi. 


Sangat disayangkan jika kata-kata tersebut keluar dari mulut seorang Muslim. Apalagi beliau merupakan orang yang berpengaruh di Indonesia. Begitu risihkah beliau terhadap ajaran Islam? 


Mengatakan bahwa ibu-ibu yang rajin menghadiri pengajian akan menelantarkan suami dan anak-anak sehingga mengalami gizi buruk. Ini tentu tuduhan yang sangat kejam. Karena sejatinya ibu-ibu yang rajin menghadiri pengajian akan lebih memahami tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. 


Sebab, memahami tugas dan perannya dalam rumah tanggalah yang mendorong ibu-ibu lebih giat lagi menuntut ilmu agama dengan menghadiri berbagai majelis ilmu. Tentu saja tanpa meninggalkan tanggung jawabnya di rumah. 


Kecintaan pada anak-anak membuat seorang ibu rela menghabiskan waktunya untuk mengurusi pekerjaan rumah sekaligus hadir di berbagai majelis. Karena hanya ibu yang memiliki kecerdasan dan ketakwaan saja yang mampu melahirkan dan mendidik generasi mustanir. Bukan hanya cerdas dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga ilmu agama.


Menuntut ilmu adalah kewajiban seluruh manusia, apalagi untuk urusan agama.  Rasulullah saw.:


طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ


Artinya: "Mencari ilmu itu wajib atas setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah)


Maka, bukan hanya para ibu yang harus rajin menghadiri pengajian. Para ayah juga harus ikut serta menghadiri taklim yang ada. Sebab, kewajiban seorang suami bukan hanya memberi nafkah, tetapi juga melindungi keluarganya dari api neraka.  


Allah berfirman: "Hai orang-orang yan beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu ...." (QS. At-Tahrim ayat 6)


Jadi, bagaimana seorang suami dan ayah bisa menjaga keluarga dari api neraka, bila ia sendiri tidak memiliki pemahaman tersebut? Maka, menghadiri kajian ilmu agama juga keharusan bagi para lelaki.


Sebagai makhluk ciptaan Allah, kita diwajibkan untuk tunduk dan patuh terhadap seluruh perintahnya. Namun, bagaimana caranya kita bisa memenuhi seruan tersebut jika tidak memahami aturan yang Allah berikan?


Maka dari itu, sangat penting bagi kaum muslimin mencari tahu dari orang yang lebih mengetahui perihal tersebut. Tidak lain dengan cara kita belajar di taklim yang para ustaz/ustazah mengisi kajian di sana.


Menuntut ilmu agama itu banyak bentuknya, silakan memilih yang ingin kita ikuti. Yang terpenting jangan sampai salah dalam memilih guru yang hendak kita jadikan teladan dan mengambil ilmu darinya.


Begitu pentingnya memahami segala perintah dan larangan Allah. Juga panduan dalam menjalankan di kehidupan sehari-hari. Maka, menghadiri pengajian atau majelis ilmu adalah kebutuhan kita sebagai umat Muslim terhadap pemahaman ajaran agama Islam itu sendiri.


Sebaliknya, jangan jadikan pengajian sebagai sesuatu yang hanya kita hadiri di saat lapang. Justru kita memang harus menyediakan waktu khusus untuk mempelajari agama melalui pengajian atau taklim yang ada.


Sedang perihal gizi buruk, seharusnya ini menjadi tugas negara dalam memastikan hal tersebut. Berbagai kebutuhan yang serba mahal, serta kecilnya pendapatan kepala keluarga bisa jadi sebagai faktor penyebabnya. Maka, pemerintahlah yang harus memastikan bahwa seluruh rakyat yang ada dalam pimpinannya dapat memperoleh segala kebutuhannya baik sandang, pangan, dan papan. Termasuk kebutuhan gizi yang bisa berpengaruh pada kesehatan rakyat.


Para orangtua di mana pun pastilah ingin memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. Namun, jika permasalahan ekonomi yang menjadi sandungannya, maka kepada siapa mereka harus mengadu? Tentulah kepada penguasa, umat mengharapkan pertolongan.


Sebab, pemimpin negara bertanggung jawab penuh kepada rakyatnya. Bahkan, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan rakyatnya, pemerintah diibaratkan sebagai pelayan yang melayani tuannya (rakyat). Pemerintah bukanlah produsen yang sedang berjual-beli dengan rakyatnya.


Sebagaimana pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab yang berkeliling setiap malam demi memastikan rakyatnya tidak ada yang kekurangan apa pun. Sampai akhirnya dirinya menemukan ada satu rumah yang ternyata mengalami kesusahan ekonomi, hingga tangis anaknya yang lapar terdengar oleh sang Khalifah Umar.


Beliau sebagai kepala negara tidak malu untuk melakukan hal tersebut. Bahkan, ia merasa sangat berdosa karena anak yang menangis tersebut sedang menunggu sang ibu memasak tetapi tak kunjung matang. Disebabkan yang dimasak hanyalah sebuah kerikil.


Menjadi pemimpin adalah amanah yang sangat besar. Ia bisa menjadi mulia ataupun hina di mata Allah, tergantung sikapnya terhadap kepemimpinan dirinya.


Dari Aisyah raḍiyallahu anha, dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shalallahu 'alaihu wa sallam bersabda di rumah ini, 'Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan umatku (meskipun kecil),  lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkan dirinya. Dan barangsiapa yang mengurusi urusan umatku (meskipun kecil), lalu ia bersikap lemah lembut kepada mereka, maka perlakukanlah ia dengan lemah lembut.'." (Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim)


Wallahu a'lam bi ash-shawwab.

SEKULARISME LAHIRKAN GENERASI ANARKIS

SEKULARISME LAHIRKAN GENERASI ANARKIS



Sungguh ironis potret generasi sekarang. Bukannya meningkatkan kualitas diri baik aspek akidah maupun kepribadian, ini malah meresahkan masyarakat dengan sejumlah keributan yang dibuat dan merusak ketenangan masyarakat


Semuanya merupakan kesalahan dalam mengadopsi sistem sekularisme. Sistem yang berasal dari manusia, bukan wahyu, dan memisahkan agama dari kehidupan


Penulis Siti Nurtinda Tasrif

Aktivis Dakwah Kampus


KUNTUMCAHAYA.com-Pada dasarnya setiap negara di belahan dunia tentu membutuhkan para penerus sekaligus yang menjadi estafet eksistensi sebuah negara. Sehingga menjadi sebuah hal yang teramat penting, untuk setiap aspek kehidupan yang ada dapat semaksimal mungkin dimanfaatkan oleh generasi. Mengingat masing-masing dari individu generasi tadi memiliki bakat dan kompetensi yang berbeda-beda. Maka negara sudah tentu akan menyiapkan segala sesuatu yang akan mematangnya generasi tersebut. Terutama dari segi kematangan kepribadiannya.


Dalam setiap istitusi pendidikan, tentu tidak diragukan lagi bahwa tujuan berdirinya hanya untuk menciptakan generasi yang siap untuk menjadi estafet pembangunan serta kemajuan bangsa. Di samping itu dalam membina generasi tidak bisa hanya dicukupkan pada aspek di atas saja. Maka hendaklah setiap istitusi pendidikan lebih menguatkan dasarnya terlebih dahulu yakni akidah atau keimanannya.


Ironisnya, pendidikan  sekarang lebih mengutamakan potensi dan kompetensi di atas segalanya. Bahkan dari skala anak-anak sekolah dasar sekalipun. Para anak didik hanya diharapkan menjafi orang-orang yang memiliki kompetensi, bakat dan yang lainnya. Hingga pada akhirnya setiap remaja hanya menjadi robot yang terus-menerus mengejar kompetensi dan bagaimana caranya menjadi orang-orang yang nomor satu. Tidak hanya pada skala daerah, negara bahkan hingga dunia.


Namun keinginan seperti ini tidak dapat melahirkan generasi-generasi yang kuat dari segi keimanan. Malahan akan semakin jauh dari Tuhannya. Yang notabene merupakan Pencipta dirinya sekaligus alam semesta ini. Untuk itu, hendaklah diketahui bersama bahwa generasi yang dididik untuk mencari dunia saja tidak akan menjamin kehidupan akhiratnya akan dikedepankan. Malah yang terjadi sebaliknya. Saking mirisnya nasib remaja saat ini.


Banyak sekali remaja yang memilih jalan hidup salah hingga pada taraf mengancam hidup orang lain. Sebagaimana yang penulis kutip dari Media detik[dot]com (15/01/23) bahwasanya geng motor di Purwakarta, Jawa Barat, telah menyerang warga dengan menyetrum dan membacok korban. Akibatnya, satu orang meninggal dunia dalam peristiwa ini.


Geng motor tersebut menyerang warga yang sedang nongkrong di Gang Buana Indah sekitar pukul 03.00 WIB dini hari. Dua orang, yakni Yordhi Dwi Rezika (29) dan Eko Wahyu Nugroho (28), jadi korban. Yordhi tewas dalam penyerangan itu.


Salah satu rekan korban yang ada di lokasi, Jajang, menuturkan peristiwa tersebut berlangsung saat mereka sedang nongkrong. Tiba-tiba sekelompok orang menggunakan motor menyerang dan membacok korban. Pada mulanya para korban ketika kabur langsung disetrum hingga terjatuh kemudian dibacok secara membabi buta oleh pelaku hingga salah satu korban meregang nyawa di tempat. Sedangkan korban yang satunya terkena sabitan celurit dan mengalami luka ringan. Ia berhasil selamat dari kejadian anarkis itu.


Sungguh ironis potret generasi sekarang, bukannya malah meningkatkan kualitas diri baik pada aspek akidah maupun kepribadian, ini malah meresahkan masyarakat dengan sejumlah keributan yang dibuat dan merusak ketenangan masyarakat. Semua ini merupakan kesalahan dalam mengadopsi sebuah sistem dalam kenegaraan. Negara di dunia mengadopsi sistem sekularisme. Sistem yang berasal dari kejeniusan manusia, bukan wahyu, dan memisahkan agama dari kehidupan.


Kemudian mengakibatkan remaja menjadi jauh dari pencipta dan menjadi anarkis. Bahkan ketika menghilangkan nyawa orang saja, tidak memberikan rasa takut bagi dirinya. Saking buruknya efek pemisahan agama dari kehidupan. Kemudian tak tanggung-tanggung, negara memiliki penerapan peraturan yang cacat. Terutama dari sisi institusi pendidikan maupun keamanan bagi warganya.


Yang pertama pada sisi institusi pendidikan. Ketika berlandaskan pada sekularisme maka pendidikan itu akan mengatur sesuai pemisahan berdasarkan sekulerisme. Meski setiap pekan tetap ada pembelajaran Agama Islam, itu tidak membuat remaja memahami Islam dalam mengatur kehidupan itu seperti apa. Karena dalam sistem ini menjelaskan bahwa agama itu adalah hak pribadi. Jadi jika ada yang campur tangan terhadap agamanya maka pelaku harus sadar bahwa setiap individu terpisah kemudian tidak berhak untuk campur tangan terhadap urusan temannya yang lain.


Kedua dari sisi keamanan rakyat. Negara berperan sangat penting dalam menjamin kemanan setiap rakyatnya. Terutama generasi yang menjadi penerus kemajuan bangsa Indonesia. Namun dengan adanya geng motor yang anarkis ini ternyata meresahkan masyarakat dan bisa berdampak pada hajat hidup orang banyak.


Tidak terjaminnya keamanan warga menjadikan masyarakat mengalami keresahan. Apa lagi pelaku yang diharapkan dapat menjadi generasi yang meneruskan bangsa. Tapi bukannya meneruskan malah menjadi perusak bangsa itu sendiri. Kembali lagi, pendidikannya juga yang hanya menilik pada sisi kompetensi semata membuat generasi menjadi terfokus pada kompetensi tetapi ketakwaan dan keimanannya terabaikan. Remaja tak lagi mengenal posisi strategisnya sebagai pemuda pejuang agama Allah Swt.. Malahan yang sangat jauh dari itu semua bahkan untuk memiliki sedikit rasa takut kepada Pencipta saja tidak.


Maka dengan maraknya persoalan remaja saat ini, harusnya setiap masyarakat segera sadar bahwa saat ini kehidupan kita tidak baik-baik saja dan kita membutuhkan institusi penerap Islam kafah (menyeluruh). Sebuah negara yang mengikuti metode kenabian. Yang dengannya pula Islam menjadi satu-satunya ideologi yang memancarkan seluruh peraturan yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Termasuk pada dua aspek yang dibahas sebelumnya. Yakni aspek pendidikan yang berubah menjadi pendidikan Islam, kemudian keamanannya juga berdasarkan keamanan Islam.


Pada dua aspek di atas akan diatur berdasarkan sistem wahyu yaitu Islam. Darinya akan hadir generasi-generasi yang berkepribadian Islam. Mereka menjaga dari perbuatan yang anarkis dikarenakan ketakutannya kepada azab Allah Swt.. Adapun keimanan akan berpengaruh pada pemahamannya untuk mendorongnya agar taat terhadap perintah dan menjauhi segala larangan Allah Swt.. 


Kemudian dari segi kemanan negaranya, akan diutus setiap wilayah para petugas untuk berpatroli, tidak hanya untuk para kriminal saja tetapi sampai pada taraf sudah beribadah atau tidak. Bahkan sekelas ibadah sunah di tengah malam seperti shalat sunah tahajud. Saking luar biasanya Islam menjaga dan mengurus umat. Hal ini haruslah membuat kita terbuka cakrawala berpikirnya bahwa sistem Islam tidak selebar daun kelor. Keluwesan aturan yang dimilikinya dapat menaklukan satu dunia. Itu karena Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Maka bagi yang Muslim maupun nonmuslim akan mendapatkan rahmat yang sama asalkan sistem yang diterapkan adalah sistem Islam dan bukan yang lain. Wallahu a'lam bi ash-shawwab

GENG MOTOR MERESAHKAN, SOLUSI ISLAM MENUNTASKAN

GENG MOTOR MERESAHKAN, SOLUSI ISLAM MENUNTASKAN


Geng Motor Kini Berulah Lagi, Membacok hingga Tewas Korbannya di Wilayah Kabupaten Bandung Jawa Barat


Aksi Brutal dan Amoral Remaja Mengindikasikan Ada yang Tidak Baik-Baik Saja di Tengah Generasi Saat Ini


Penulis Khatimah

Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah


kuntumcahaya.blogspot.com - Nasib sebuah bangsa ditentukan salah satunya oleh remaja yang cerdas dan memiliki kepribadian unggul. Karena remaja merupakan generasi penerus yang akan melanjutkan estafet perjuangan untuk membangun negeri dan membawa perubahan bagi sebuah peradaban. Namun, kondisi yang diharapkan tersebut sulit ditemukan pada generasi sekarang, bahkan nasib mereka berada pada titik yang mengkhawatirkan. Salah satunya yaitu kasus geng motor yang baru-baru ini terjadi di wilayah Bandung.


Kapolresta Bandung berhasil mengamankan seorang remaja berinisial T (23) yang terlibat pembacokan hingga menewaskan korban F (15) di Desa Rancakasumba, Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung Jawa Barat. Kapolresta Bandung Kombes Pol. Kusworo Wibowo mengatakan, kejadian penganiayaan yang menewaskan F itu terjadi pada Jumat (3/2) sekitar pukul 23.30 WIB. (Harapanrakyat[dot]com., 06/02/2023) 


Potret buram kehidupan remaja sangat jelas terjadi di depan mata, dari pergaulan bebas, bullying, tawuran antar pelajar hingga penganiayaan berujung maut. Seperti kasus di atas akibat cara pandang remaja yang keliru tentang hidup dan tujuan hidup. Sungguh kondisi remaja saat ini sedang tidak baik-baik saja. Banyak dari remaja memandang bahwa kehidupan ini hanya untuk bersenang-senang dan bebas berekspresi, meski apa yang mereka lakukan akan berimbas pada penyesalan di kemudian hari. Mereka yang harusnya menjadi problem solver atas permasalahan umat justru menjadi pelaku yang mengundang problem masalah malas kerja. 


Disadari atau tidak, sebenarnya mereka adalah anak-anak kaum Muslim. Apa yang menimpa mereka saat ini tidak lepas dari upaya-upaya musuh Islam untuk menghancurkan masa depan remaja khususnya generasi Muslim melalui pemikiran.


Mereka dicekoki dengan faham sekuler liberal yang memisahkan kehidupan dari aturan agama dan kebebasan berekspresi tanpa adanya rambu-rambu agama. Hasilnya banyak bermunculanlah kenakalan remaja. 


Sistem sekuler liberal membuat pola pikir remaja tidak seimbang dalam bertingkah laku. Apalagi jika tidak ada bekal akidah yang kuat, maka akan sangat mudah bagi remaja untuk dipengaruhi. Melalui serangan 3F (Food, Fun, Fashion) mereka akan mudah terbawa arus kekinian tanpa peduli halal atau haram. Melalui Food mereka ciptakan kuliner tanpa tau kandungan di dalamnya yang penting terlihat unik dan viral. Melalui Fun sistem sekuler liberal akan membuat hiburan yang menjauhkan remaja dari Islam. Seperti musik, film dan tantangan yang membuat mereka diakui taupun dikenal masyarakat. Melalui Fashion mereka akan buat rancangan pakaian yang mengumbar aurat. 


Maka tidak heran serangan berupa 3F di atas membuat aktivitas remaja terpasung dalam pemikiran bebas dan kebablasan. Aksi geng motor hanya contoh kecil saja. Bila ditelaah, aksi tersebut muncul selain karena aturan dan cara pandang sekuler liberal juga akibat faktor-faktor berikut:


Pertama, faktor orangtua atau keluarga. Orangtua yang tidak hadir dalam pengasuhan, dikarenakan aturan agama yang diauhkan dari kehidupan, menyebabkan pola asuh orangtua terhadap anak tidak berlandaskan keimanan dan ketakwaan. Banyak dari sebagian orangtua yang tidak menyadari bahwa anak adalah titipan yang harus dijaga, diberi pendidikan terbaik sesuai syariat. Namun dengan mudahnya para orangtua menyerahkan pengasuhan ke pihak lain, dengan alasan sibuk bekerja. 


Kedua, faktor pendidikan. Sistem pendidikan yang berbasis sekuler liberal adalah faktor utama keimanan tergerus. Nilai-nilai agama dalam kurikulum dikurangi bahkan dijauhkan dari pendidikan. Jangankan akidah Islam, generasi remaja semakin dijejali dengan akidah liberal yang membebaskan perilaku manusia. Sehingga generasi pada saat ini tak lagi bisa membedakan mana yang halal atau haram. Mereka pun bebas melakukan apa yang dimau tanpa bersandar pada aturan-aturan Islam. Namun, saat ada generasi yang berusaha istikamah  untuk taat terhadap aturan Rabb-nya justru dipersoalkan. Pelajaran tentang jihad dan khilafah dimonsterisasi. Bukankah ini memperlihatkan Islamofobia melalui sistem pendidikan?


Ketiga, faktor negara. Negara yang mempunyai peranan penting dalam menentukan hukum bagi pelaku kejahatan. Namamun hingga saat ini sanksi yang diberikan tidak membuat jera pelaku kriminal. Akhirnya kasus demi kasus bermunculan. Seperti kejadian ketua geng motor di Bandung yang menebas leher pengendara motor hingga tewas, polisi hanya menjerat pelaku dengan Pasal 338 KUHP dan Pasal 80 KUHP dengan ancaman penjara 10 tahun. Sanksi seperti ini pun kadang disangsikan terlaksana secara riil, karena banyak kasus berat yang pelakunya mendapat remisi atau dibebaskan jika pelaku masih di bawah umur.


Belum lagi hukum yang tumpul ke bawah tajam ke atas, aparat yang lebih memihak orang-orang berduit terlebih lagi mereka para pejabat. Jadi berharap keadilan, suatu hal yang mustahil terjadi pada rakyat Indonesia. Selain telah gagal mewujudkan keamanan warganya, negara sekuler juga telah gagal menjaga generasi dari pengaruh buruk tayangan di media. Negara hanya mementingkan kerja sama dengan korporasi media yang kebanyakan menampilkan tontonan jauh dari pendidikan. Jadilah generasi saat ini banyak yang mudah terpapar oleh tayangan  pornografi dan kekerasan. Ini juga yang membuat kenakalan di kalangan remaja semakin subur. 


Oleh sebab itu hal di atas tidak boleh dibiarkan terus menjamur agar negeri ini memiliki generasi-generasi tangguh dalam menentukan tujuan hidupnya. Solusi terbaik adalah kembalikan lagi kepada hukum Allah Swt., karena Allah Swt. adalah Rabb Pencipta dan Pengatur segala urusan manusia mulai dari bangun tidur sampai membangun negara. 


Islam pun mengatur tentang pergaulan pria dan wanita, aktivitas yang dibolehkan syarak dan yang tidak. Termasuk hal-hal yang bersifat pencegah dari tindakan kriminal seperti penanaman akidah dan penerapan sanksi. Generasi tidak akan dibiarkan terpapar paham asing sebagaimana sistem sekuler liberal saat ini. Apalagi ketika sampai menghilangkan nyawa karena dalam Islam nyawa dari manusia sangatlah berharga. 


Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 32. Di situ Allah menegaskan bahwa ketika seseorang membunuh manusia lain tidak disebabkan karena yang bersangkutan telah membunuh, atau membuat kerusakan di tengah bumi, maka sang pembunuh dipandang Allah sebagai seseorang yang telah membunuh manusia seluruhnya. Begitupun sebaliknya. Di saat ada seseorang yang memelihara kehidupan orang lain, maka seolah dirinya sudah memelihara kehidupan seluruh manusia yang ada di bumi.


Dalam Islam, jika pun terjadi kekerasan yang sampai menghilangkan nyawa maka hukuman yang diberikan tegas, tanpa pandang bulu, baik laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin. Hal itu dilakukan agar menjadi efek jera bagi pelaku dan bagi orang lain akan merasa takut untuk melakukan hal yang serupa. 


Seperti yang terjadi saat Rasulullah menjadi pemimpin negara. Salah satu sahabat Rasulullah yaitu Urwah bin az-Zubair mendapati Fatimah al-Makhzumiyyah, yang merupakan putri ketua suku Al-Makhzumi, pada hari Fathu Mekah kedapatan mencuri. Lantas apakah Rasulullah mendiamkan karena pelaku putri ketua suku? Tentu saja tidak. Hukuman yang sudah pasti terjadi yaitu potong tangan bagi pelaku.


Islam tidak pernah membeda-bedakan hukuman terhadap siapapun, bahkan Rasulullah bersabda:

"Ketahuilah, demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam kekuasaan-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya.'' (HR. Bukhari, No. 4.304)


Inilah ajaran Islam yang mulia, dan wajib bagi semua untuk mengembalikan kemuliaan itu. Berawal dari keluarga bahwa orang tua harus hadir sebagai benteng utama bagi seorang anak dengan penanaman akidah yang kuat. 


Dalam sistem pendidikan, negara akan menerapkan kurikulum berbasis akidah dan memberikan pemahaman sahih sesuai arahan Islam agar perilaku anak tidak menyimpang. Begitu pula peran masyarakat dengan kontrol sosialnya agar saling menjaga dan mengingatkan generasi remaja untuk tidak berbuat maksiat. Yang terakhir, adanya penegakan sanksi oleh negara dalam wujud penjagaannya terhadap manusia dan maksud syariat demi kemaslahatan umat dunia dan akhirat. Salah satunya adalah pelaksanaan hukum qisas bagi kasus pembunuhan. Allah Swt. berfirman yang artinya:


"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan." (QS. Al-Baqarah: 178) 


Semua itu akan terwujud kembali saat aturan Islam difungsikan untuk mengatur negeri dan kemaslahatan seluruh umat sebagaimana masa Rasulullah saw. dan kekhilafahan Islam.


Sejarah telah mencatat bagaimana Islam telah berhasil mencetak generasi-genarasi berkualitas dan terarah pada aktivitas yang mengagumkan. Sebut saja di antaranya Imam Syafii, ulama besar yang di usia 7 tahun sudah hafal 30 juz dari ayat Al-Qur'an. Imam Nawawi di usia 9 tahun sudah menguasai dan mengahafal ayat Al-Qur'an. Begitu pun dengan seorang tokoh luar biasa yang kisahnya sampai terus diperbincangkan hingga saat ini karena keberanian, kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritualnya, yaitu Muhammad al-Fatih yang berhasil menaklukkan Konstantinopel di usia 21 tahun. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.

MAHALNYA HARGA BERAS, ISLAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN

MAHALNYA HARGA BERAS, ISLAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN


Harga Beras Terus Mahal, padahal Tanah Negeri Ini Kaya dan Subur


Diperlukan Ketelitian dalam Meneropong Analisis dan Solusi bagi Penyelesaian Problem Ini


Penulis Siti Mukaromah

Aktivis Dakwah 


kuntumcahaya.blogspot.com - Indonesia sebuah negara yang dikenal dengan lahannya yang sangat subur. Terbukti, dengan sebagian besar lahanya dipergunakan sebagai lahan pertanian. Beras adalah bahan pokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Miris, mahalnya harga beras saat ini membuat rakyat miskin menjerit, ditengah lumbung pangan yang melimpah.


Dikutip dari Kompas[dot]com bahwa harga beras mahal (19/1/2023). Laporan Bank Dunia bertajuk "Indonesia Economic Prospect (IEP) December 2022" menyebutkan harga eceran beras Indonesia selama dekade terakhir secara konsisten tertinggi di ASEAN. Bank Dunia menyatakan harga beras di Indonesia 28 persen lebih tinggi daripada Filipina, serta lebih mahal dua-tiga kali lipat daripada harga di Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Thailand.


Selama periode Januari 2012 sampai Januari 2022, harga eceran beras di Indonesia berkisar 0,9-1,2 dolar AS per kg, Philipina 0,7-0,9 dolar AS per kg, sedangkan Vietnam, Kamboja,

 Myanmar dan Thailand hanya 0,3-0,6 dolar AS per kg. Jika dihitung dengan kurs konversi  Rp15.000 per dolar AS, berarti harga beras di Indonesia mencapai Rp13.500-18.000 per kg, Philipina Rp10.500-13.500 per kg, sedangkan Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Thailand hanya Rp4.500-9.000 per kg. PIHPS (Pusat Informasi Harga Strategis) nasional mencatat rata-rata harga beras di Indonesia tahun 2022 berkisar Rp10.000-16.500 per kg.


Kenaikan harga bahan pokok bukanlah hal yang pertama kali terjadi. Namun, meski kerap terjadi tidak pernah menghasilkan solusi yang tuntas. Berbagai macam dalih digunakan pemerintah. Seperti cuaca buruk dan kurangnya persediaan dalam negeri menyebabkan harga beras sebagai bahan pokok melonjak.


Meski nyatanya stok melimpah, anehnya tetap saja harga bahan pokok makin melambung tinggi. Wajar jika masyarakat mempertanyakan kondisi  kesungguhan pemerintah menangani persediaan beras dalam negeri. Masyarakat mengharap pemerintah menstabilkan harga yang tidak memberatkan rakyat. Apalagi kondisi ekonomi yang sulit dan banyaknya  gelombang PHK dari berbagai industri daya beli masyarakat menurun. Makin menambah penderitaan rakyat untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok.


Banyaknya problem yang dihadapi masyarakat makin menambah beban, apalagi kondisi perekonomian yang tidak stabil akibat kenaikan harga di pasaran tidak dibarengi dengan naiknya penghasilan mereka ketika bekerja. Parahnya akibat himpitan ekonomi, kejahatan makin merajalela, bahkan tren bunuh diri pun meningkat.


Indonesia sebuah negara agraris, dengan lahannya yang sangat subur. Apapun yang ditanam dilahannya akan mudah tumbuh dan menghasilkan. Sebagian besar dipergunakan sebagai lahan pertanian. Profesi petani sangat penting sebagai penjaga ketahanan pangan negara dan kemandirian suatu bangsa. Sayangnya saat ini, profesi petani dianggap tidak menjanjikan dan tidak menggiurkan karena banyak situasi yang tidak menguntungkan mereka.


Pesatnya perkembangan industrialisasi telah menggeser profesi petani. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada para petani. Harga komoditi yang murah, mahalnya pupuk dan tidak terserapnya hasil pertanian oleh pemerintah. Sehingga profesi sebagai petani cenderung dihindari dan tidak diminati bahkan ditinggalkan. Banyak rakyat yang ingin bertani, tetapi mereka tidak memiliki lahan. Berbagai program keahlian dan peningkatan dibidang pertanian digencarkan. Tetapi semua itu tidak memberikan perubahan pada nasib para petani dengan hasil pertanian itu sendiri.


Pengetahuan lokal yang ditinggalkan, tergusur peradaban modern dan alat pertanian serta penggunaan pupuk kimia. Imbasnya, petani tidak bisa lepas dari pupuk. Ketersediaan pupuk non subsidi jauh lebih mahal. Hal itu Menambah beban modal petani dan hanya menguntungkan produsen pupuk. Oleh sebab itu wajar jika harga beras mahal, mengikuti kenaikan harga pupuk.


Di sisi lain, penguasaan lahan menyempit dan makin derasnya arus liberalisasi penguasaan dan pembelian lahan oleh sejumlah perusahaan besar. Padahal justru kedua hal tersebut untuk meningkatkan kualitas dan pengolahan pertanian. Sebaliknya,  lahan pertanian banyak digunakan untuk membangun aneka bisnis properti dan bisnis-bisnis lainnya. Apalagi ketika kran impor kerap dilakukan pemerintah bersamaan dengan saat masa panen tiba. Ini menjadi bomerang bagi ketahanan pangan negara. Tak ayal kehidupan para petani menjadi korban dari sisi ekonomi, karena harga komoditi yang anjlok.


Permasalahan utama negeri ini adalah masih menerapkan sistem ekonomi Kapitalisme. Setiap kebijakannya berdasarkan kepentingan perdagangan, prinsip para pemilik modal dalam memenuhi dan mengatur kebutuhan rakyatnya. Dalam hal Keterpurukan persoalan pertanian, negara hanya sebagai regulator fasilitator bagi keberadaan para kapital global khususnya. Negeri ini  pun sudah menjadi salah satu pusaran pasar bebas internasional dalam perdagangan Kapitalisme Perdagangan prinsip ala kapitalis inilah yang membuat negara tidak berdaya menghadapi berbagai komoditas perdagangan dan derasnya impor. 


Akses pangan tidak akan berjalan seimbang, selama para kapitalis global bebas menguasai pasar di dalam negeri. Sebab, negara produsen akan mendominasi dan mengendalikan harga stok pangan dunia dan menguasai perdagangan pangan global dan bertindak sebagai eksportir. Pada akhirnya negeri berkembang termasuk Indonesia hanya bisa memosisikan diri sebagai importir untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.


Inilah modal kepengurusan dalam sistem ekonomi Kapitalisme, yang menerapkan kepemilikan bebas menguasai lahan. Yang bermodal besar akan menguasai berhektar-hektar lahan, sedangkan yang tidak memiliki modal hanya memiliki sepetak lahan saja. Permasalahan seperti ini sudah pasti berdampak kepada tingkat penjualan dan kualitas pertanian. 


Berbeda dalam sistem ekonomi Islam, pengaturan sektor pertanian akan terkait dengan sektor pertanahan. Islam mengatur prinsip-prinsip pengaturan kepemilikan. Distribusi dan pengelolaan yang berdiri pada prinsip keadilan yang hakiki dan berpihak kepada masyarakat. Islam menerapkan politik pertanian berbasis syariat Islam kafah.


Islam memiliki 3 peran strategis. Pertama, memenuhi ketersediaan dan ketahanan pangan. Kedua, peran ekonomi menjadi sektor yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Ketiga, peran politik ekonomi yang menjamin kemandirian negara.


Untuk merealisasikan ketiga hal tersebut, Islam memiliki konsep dan aturan terhadap sektor pertanian. Negara tidak akan memosisikan diri sekadar menjadi regulator sebagaimana di sistem kapitalis. Negara akan mengoptimalkan produksi pertanian yang berkelanjutan, dari upaya mencari lahan yang optimal untuk benih tanaman tertentu, pemupukan, penanganan hama, teknik irigasi hingga pemanenan dan pengolahan pasca panen. Rakyat akan diberikan perizinan mengelola pertanian seluas kemampuannya.


Negara dalam Islam juga akan mengendalikan logistik pendukung pertanian dan memberikan subsidi pupuk dan kebutuhan pengelolaan pertanian kepada para petani. Negara akan memperbanyak cadangan saat produksi melimpah dan mendistribusikannya saat ketersediaan pangan mulai berkurang. Negara juga akan memprediksi iklim dan menganalisa kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrim. Ia akan menyiapkan langkah antisipatif tentang bencana kerawanan pangan dan negara akan mengedukasi masyarakat agar tidak bersifat konsumtif.


Peran strategis kemandirian untuk berdaulat meraih kesejahteraan bagi seluruh rakyat akan terwujud jika negara menerapkan kembali aturan Islam secara utuh dan menyeluruh.  Sebagaimana pemerintahan yang telah dicontohkan Rasulullah saw. dalam sebuah naungan khilafah yang diteruskan oleh para Khulafaur Rasyidin. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.

BEBAN HIDUP SEMAKIN BERAT, CERAI MENJADI SOLUSI SINGKAT

BEBAN HIDUP SEMAKIN BERAT, CERAI MENJADI SOLUSI SINGKAT


Kasus Perceraian Terus Meningkat


Butuh Analisis Mendalam dan Solusi Jitu dalam Menyelesaikannya 


Penulis Ruri Retianty

Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah 


kuntumcahaya.blogspot.com - Sematan kalimat "sakinah, mawadah, warahmah" merupakan impian setiap pasangan laki-laki dan perempuan yang baru menikah. Menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia sampai akhir hayat, dan memiliki keturunan yang saleh dan salehah. 


Namun, sematan yang diimpikan oleh semua pasangan suami istri tersebut sulit terwujud. Saat ini banyak pasangan suami istri mengalami kesulitan dalam menjalankan kehidupan berumah tangga. Sehingga tidak sedikit rumah tangga yang mereka bina putus di tengah jalan sampai harus mengambil langkah perceraian. 


Kondisi tersebut dapat diketahui dari data yang disampaikan Pengadilan Agama Kabupaten Bandung. Menurut Humas PA Soreang Kabupaten Bandung Samsul Zakaria, ada sekitar 8.135 kasus perceraian. Jumlah tersebut terdiri atas 6.388 perkara cerai gugat dan 1.747 perkara cerai talak. Penyebabnya didominasi masalah perekonomian. Bahkan sekitar 80 persen dari seluruh kasus perceraian ternyata diajukan oleh pihak istri. 


Menurut Samsul, dari semua total kasus perceraian (8.135) yang ditangani PA Soreang, tidak bisa disimpulkan apakah jumlah tersebut banyak atau sedikit. Alasannya, diperlukan pembanding yang tepat, mengingat jumlah penduduk Kabupaten Bandung mencapai sekitar 3.6 juta jiwa. (PikiranRakyat[dot]com, Rabu, 18/01/2023)


Memang banyak atau sedikitnya kasus perceraian itu relatif tergantung pembandingnya. Yang pasti perceraian yang terjadi saat ini jumlahnya semakin meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Selain masalah tekanan ekonomi, juga sulitnya para laki-laki (suami) untuk mendapatkan pekerjaan. Hal itu menyebabkan mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarganya. Kemudian pihak istrilah yang mengambil peran pencari nafkah. Hal tersebut justru menimbulkan polemik yang menjerumuskan pada perceraian. 


Hal tersebut terjadi karena sistem yang diterapkan oleh negara saat ini, yaitu sistem kapitalis sekuler, mengabaikan agama dari urusan rakyat. Negara menjadi tak berfungsi sebagai pelayan umat dan tidak bisa menangani permasalahan mereka berupa terpenuhinya hak primer dan sekunder. Termasuk ketersediaan lapangan kerja dengan upah yang pantas untuk rakyatnya.


Ditambah lagi, tidak adanya pendidikan dan pembinaan berbasis akidah Islam untuk masyarakat secara umum dan khususnya pasangan suami istri. Padahal, pendidikan ini akan membantu dan membentuk keluarga Muslim yang paham hak dan tanggung jawab masing-masing pasangan.


Sayangnya, sekularisme telah menggerus makna hak dan tanggung jawab pernikahan. Suami tidak berfungsi sebagai pencari nafkah. Saat istri merasa bisa mencari uang sendiri, dia merasa tidak butuh suami sehingga melakukan gugat cerai. Kasus ini semakin meningkat seiring dengan kondisi perekonomian negara yang kian terpuruk.

 

Juga tidak adanya penjagaan berlapis berupa hukum-hukum perlindungan keutuhan keluarga yang mestinya dijalankan oleh berbagai pihak. Mulai dari pasangan suami istri itu sendiri, masyarakat dan negara. 


Dalam Islam, hubungan suami istri diatur sedemikian rinci. Melalui seperangkat hukumnya yang diterapkan akan menjadikan keluarga sebagai benteng yang kokoh dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Hal tersebut dikarenakan pemimpin negara berfungsi memperhatikan keberlangsungan hidup umatnya. Sabda Rasulullah saw.:


"Imam (pemimpin) adalah pengurus/penggembala. Dan ia akan dimintai pertangungjawabannya atas apa yang diurusnya." (HR. Al-Bukhari) 

 

Negara akan memastikan setiap suami atau wali mampu memberi nafkah sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 233 dan An-Nisa ayat 34. Negara menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki melalui proyek padat karya. Selain itu negara memberikan pendidikan dan pelatihan kerja bahkan  memberikan bantuan modal. 


Negara juga akan menyediakan pendidikan, agar suami istri paham bahwa pergaulan di antara mereka adalah persahabatan. Satu sama lain berhak mendapatkan  ketenteraman dan ketenangan, masing-masing menjalankan kewajibannya. Sehingga dapat mengeliminisasi kasus KDRT, penelantaran keluarga dan sebagainya.

   

Negara pun akan menyediakan kecukupan kebutuhan keluarga. Penyediaan rumah layak dengan harga terjangkau, pakaian hingga pangan yang cukup dan murah. Negara juga akan menyediakan sarana pendidikan, transportasi, komunikasi, kesehatan, dan sarana publik lainnya sehingga meringankan keluarga. 


Perceraian memang dibolehkan dalam Islam, apabila sudah tidak ada jalan lagi dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga dan membahayakan serta mengancam jiwa anggota keluarga dan sekitarnya. Butuh kesabaran dan keikhlasan dalam menjalankan hubungan rumah tangga. 


Maka suatu keniscayaan, keluarga yang menyandang label sakinah, mawadah, warahmah akan terwujud sempurna manakala Islam dan institusinya tegak di tengah umat. Ini tentu butuh perjuangan seluruh kaum Muslim, tak bisa dilakukan hanya oleh individu atau beberapa kelmpok saja yang sadar pentingnya penerapan Islam secara totalitas. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.

MARAK GENG MOTOR, POTRET BURAM PENDIDIKAN SAAT INI

MARAK GENG MOTOR, POTRET BURAM PENDIDIKAN SAAT INI


Telah Terjadi Pembacokan hingga Tewas oleh Anggota Geng Motor di Cibeureum, Cimahi Selatan, Cimahi, Jabar


Perilaku Amoral Generasi terus Terjadi Salah Satunya karena Tidak Seimbangnya IQ, EQ, SQ 


Penulis : Widdiya Permata Sari

(Komunitas  Muslimah Perindu Syurga)


kuntumcahaya.blogspot.com - Aksi brutal geng motor kembali menimbulkan korban. Kali ini, gerombolan bermotor membacok Muhammad Rizki Najmudin (21) hingga tewas. Peristiwa itu terjadi di dekat rumah korban, yakni di Gang H. Arsad, Kelurahan Cibeureum, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Minggu (5/2/2023) sekitar pukul 04.00 WIB. (kompas[dot]com, 06/02/2023)


Begitu miris negeri ini. Semakin hari remaja yang seharusnya sebagai pembangun peradaban, tapi saat ini malah semakin rusak, bahkan sampai tega menghabisi nyawa seseorang dengan begitu kejamnya. Inilah bukti nyata dari sebuah gagalnya sistem pendidikan dalam mengarahkan kepribadian genarasi.


Seharusnya di usia dini seorang anak dalam pendidikan harus ditekankan ke dalam tiga aspek yaitu:


Pertama IQ, intelektual yaitu seseorang yang memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi, seperti pandai menalar, mudah memproses visual. Bahkan mereka akan memiliki memori jangka panjang dan jangka pendek yang begitu baik.


Kedua EQ, emosi yaitu seseorang yang memiliki kecerdasan emosional. sehingga dia mampu menyadari, mengatur, dan mengevaluasi perasaannya.


Ketiga, SQ (spiritual quotien), yaitu seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual. Seseorang menggunakannnya untuk membantu mengatasi masalah sehari-hari dan mencapai tujuan hidup. Sehingga kecerdasan ini berhubungan dengan akidah Islam.


Nyatanya yang dipakai dalam pendidikan saat ini hanya IQ saja. Seorang anak hanya dibekali materi saja tanpa EQ (emotional quotien) dan SQ (spiritual quotien). Padahal sudah jelas kalau hanya satu aspek saja yang  dikuasai oleh anak yaitu IQ (intelegence quotion) saja, maka seseorang akan cenderung gegabah dalam menghadapi suatu permasalahan dalam bertindak.


Sehingga ketika pendidikan hanya mengedepankan nilai-nilai meterialistis, seperti hanya melihat dari segi nilai kompetisi. Sedangkan penanaman akidah Islam yang jelas-jelas penting untuk menuntun generasi   memiliki kepribadian yang baik justru diacuhkan.


Berbeda dengan Sistem Islam


Dalam sistem Islam akan mewajibkan semua pihak harus mendidik generasinya dengan benar. Islam juga memerintahkan dari sisi keluarga yaitu orangtua untuk mendidik anaknya dengan akidah Islam. Itu karena pendidikan utama dan pertama dari keluarga akan membuat anak-anak memiliki pemahaman akidah yang benar.


Masyarakat di dalam  syariat Islam merupakan masyarakat yang memiliki kultur amar makruf nahi mungkar. Betapa dari masyarakat inilah anak-anak akan belajar secara langsung bagaiman menerapkan pemahaman yang didapatkannya dari keluarga secara langsung.


Negara dalam sistem Islam pun akan menerapkan pendidikan dengan berbasis kurikulum Islam yang akan melahirkan anak-anak dengan kepribadian Islam, yaitu pola pikir dan pola sikapnya secara Islam. Tidak hanya itu, Islam pun akan mengajarkan ilmu alat sehingga mereka mampu mengarungi kehidupan. Dari sanalah mereka mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan di tengah-tengah mereka dengan akidah yang benar.


Aktivitas geng motor terbukti begitu meresahkan warga yaitu sangat mengganggu keamaanan. Tidak hanya itu, bahkan tak sedikit aktivitas mereka sampai melukai warga.


Dalam kitab Nizamul 'Uqubat, Syaikh Abdurrahman al-Maliki menjelaskan bahwa setiap orang yang melakukan aktivitas teror dan mengakibatkan goncangan dalam keamaanan di tengah-tengah masyarakat, bahkan mengakibatkan terhentinya aktivitas masyarakat, maka pelakunya akan dikenai sanksi yaitu dipenjara 6 bulan sampai 5 tahun.


Dari konsep Islam ini jelas akan membina pemuda untuk memiliki kepribadian Islam serta menjaga lingkungan dalam sistem pendidikan Islam agar bisa tumbuh menjadi generasi terbaik serta dapat berkontribusi positif terhadap negara. Sehingga Islam akan menjaga anak-anak agar tidak ada celah sedikit pun untuk berbuat amoral seperti halnya geng motor saat ini.


Wallahu a'lam bi ash-shawwab.

ADA APAKAH DENGAN PENGAJIAN?

ADA APAKAH DENGAN PENGAJIAN?


Ibu-Ibu Pengajian Menjadi Sorotan. Viral Ungkapan dari Tokoh Besar Megawati Soekarnoputri terkait Ibu-Ibu Pengajian 


Apa dan Bagaimana terkait Aktivitas Ibu-Ibu yang Senang dengan Pengajian? 


Penulis : Dewi Kusuma

(Pemerhati Umat)


kuntumcahaya.blogspot.com - Berita menghebohkan kembali mencuat dan menjadi viral. Adakah yang salah dengan pengajian sehingga mesti timbul wawasan yang menghebohkan?  Sepertinya tak kenal maka tak sayang. Dengan datang ke pengajian agar memperoleh ilmu dan rida Allah. 


Dikutip dari media REPUBLIKA, bahwa Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri, kembali menjadi sorotan  setelah pidatonya memicu kontroversi di media sosial (medsos). Dalam pidatonya terucap saat ia menjadi pemateri dalam Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan: 'Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana' di Jakarta Selatan pada Kamis (16/2/2023).

  

Pada acara yang dihadirinya, Beliau mengungkapkan betapa senangnya ibu-ibu datang ke pengajian dan bagaimana dia akan mengurus anak-anaknya jika dia sering ke pengajian? Pernyataan ini menimbulkan kontroversial. Sehingga membuat netizen banyak berkomentar. Sepertinya tak layak hal ini diungkapkan oleh pejabat negeri.


Inilah salah persepsi akibat sistem sekularisme yang dianut. Pengajian adalah ibadah spiritual yang wajib hukumnya. Pengajian termasuk dalam kategori thalabul ilmi. Dimana setiap individu muslim wajib untuk terjun di dalamnya. Di lain pihak mengurus rumah tangga bagi seorang ummu warabatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga) pun wajib hukumnya.


Dalam dua keadaan ini tak mungkin bisa dipisahkan. Keduanya sama-sama wajib untuk dijalankan. Seorang ibu butuh ilmu dan wawasan dalam mendidik anak-anaknya. Di dalam pengajian pun banyak ilmu yang bisa diambil sebagai pelajaran untuk mendidik putra-putrinya agar menjadi generasi saleh. Bahkan banyak dari para ibu yang rela sambil mengasuh anak-anaknya untuk menghadiri pengajian.  Ibu-ibu pun datang pengajian sambil bawa dagangan demi menunjang kehidupan ekonomi keluarganya.


Dalam kondisi ekonomi masyarakat yang serba sulit, ibu-ibu pengajian tetap eksis mendampingi keluarganya. Meskipun badai PHK juga menyambangi para suami ibu-ibu pengajian.  Mereka tetap tabah dan bersinergi dengan suami agar ekonomi keluarga tercukupi. Jadi ibu-ibu pengajian adalah sosok yang hebat yang mampu bertahan dalam segala situasi.


Tak kenal dengan ibu-ibu pengajian maka tak mungkin ada rasa simpati. Tak kenal dengan ibu-ibu pengajian bagaimana mungkin bisa memahami. Hanya memandang dari jauh maka akan jadi salah persepsi. Selayaknya mesti duduk bareng agar bisa mengerti dan tak salah arti.


Negara sebagai pengayom masyarakat tentu tak boleh abai dalam menangani pendidikan masyarakat. Dengan adanya pengajian tentunya emak-emak akan semakin pintar dan cerdas. Meski badai PHK melanda suami dari emak-emak pengajian, mereka akan terampil dalam menghadapinya. Emak-emak datang ke pengajian sambil berdagang dan mengasuh anak. Justru anak-anak terdidik dengan baik karena selalu diajak untuk mencari ilmu. Seharusnya negara tampil terdepan untuk menyelenggarakan pengajian secara luas. Sehingga bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat. 


Dalam Islam pendidikan adalah faktor utama untuk kemajuan generasi. Negara wajib menyelenggarakannya secara gratis. Sehingga generasi penerus akan terdidik dengan baik. Adapun dasar dari pendidikan tersebut berbasis pada akidah Islam. Islam adalah agama yang berasal dari Allah Swt.. Maka akan tercipta generasi yang saleh sesuai dengan aturan Allah. 


Sedangkan keamanan dan kesehatan pun akan diberikan secara gratis kepada seluruh umatnya.  Dengan demikian maka pendidikan akan berjalan lancar dan akan menghasilkan generasi pemimpin yang terbaik untuk suatu kemajuan dan perubahan negeri.


Untuk pembiayaan semua itu negara mengambil dari kas Baitulmaal. Keuangan kas tersebut didapatkan dari pengolahan sumber daya alam, yang ada di dalam tanah, air maupun hutan. Pengelolaan ini dikuasai oleh negara dan hasilnya dimasukkan ke kas Baitulmaal untuk kepentingan masyarakat.


Untuk itu negara akan mampu memenuhi kebutuhan primer warganya. Sehingga seluruh rakyat terpenuhi kebutuhan hidupnya secara merata.


"Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim No. 2699)


“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang saleh.” (HR. Muslim No. 1631)


Betapa pentingnya menuntut ilmu. Sehingga orang-orang yang berilmu akan mendapatkan berbagai kemudahan. Dengan adanya ilmu yang kita miliki akan mendapatkan kemuliaan.


Adapun keutamaan memiliki ilmu adalah:

- Diangkat derajatnya

- Karena Ilmu adalah warisan para Nabi

- Orang berilmu akan diberi kebaikan dunia dan akhirat

- Orang berilmu dimudahkan jalannya ke surga

- Orang berilmu memiliki pahala yang kekal


Masya Allah sungguh sangat luar biasa orang yang mau menuntut ilmu. Dengan berilmu berbagai kemudahan akan bisa kita miliki. Berbagai pengajian yang diikuti akan membawa wawasan yang baru. Sehingga iman Islam kita akan semakin kuat. 


Dalam kehidupan berumah tangga ibu adalah sebagai sosok yang sangat penting untuk mendidik anak-anaknya. Seorang ibu sebagai ummun warabatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga) wajib memiliki berbagai ilmu. Hal ini penting agar generasi yang dididiknya menjadi generasi perubahan pemimpin negeri. Wallahualam bisawwab.

LARANGAN VALENTINE'S DAY, EFEKTIFKAH?

LARANGAN VALENTINE'S DAY, EFEKTIFKAH?

 


Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Telah Mengeluarkan Surat Edaran Terkait Larangan Perayaan Valentine's Day pada Semua Satuan Pendidikan dan Peserta Didik di Wilayahnya


Efektif Kebijakan Tersebut? 


Penulis : Dra. Rivanti Muslimawaty, M. Ag.

(Kontributor Media dan Dosen)


kuntumcahaya.blogspot.com - Meski momen Valentine’s Day sudah berlalu, tidak berarti umat Islam tidak perlu mewaspadai ekses dari perayaan yang selalu berulang tiap tahun ini. Begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkannya. Apalagi sudah menjadi rahasia umum, bahwa tiap menjelang Valentine’s Day penjualan kondom meningkat drastis di berbagai tempat. Esok harinya bertebaran kondom bekas yang menjadi saksi bisu terjadinya kemaksiatan pada malam sebelumnya.


Pemkab Bandung melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung telah mengeluarkan surat edaran larangan kegiatan Valentine’s Day yang jatuh tiap tanggal 14 Februari. Surat edaran tertuju kepada setiap kepala sekolah yang ada di Kabupaten Bandung. Secara umum, surat tersebut berisi larangan satuan pendidikan atau peserta didik yang ada di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung merayakan hari kasih sayang (Valentine’s Day).


“Sehubungan dengan hal tersebut, agar kepala satuan pendidikan dapat memberikan penjelasan yang edukatif kepada seluruh peserta didik dan orang tua,” tulis Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, Ruli Hadiana, Soreang, Senin (13/2). Untuk itu, dalam surat tersebut, Ruli meminta memberikan sanksi tegas sesuai dengan tata tertib dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bandung sebelumnya telah menetapkan melalui Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2017 yang melarang umat Muslim untuk merayakannya karena bukan budaya umat muslim. “Perayaan hari kasih sayang atau Valentine sangat tidak sesuai dengan norma, agama dan budaya masyarakat Indonesia umumnya dan Kabupaten Bandung khususnya,” pungkas Ketua Bidang Informasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bandung Aam Moamar.


Masyarakat Kabupaten Bandung, kata Aam, sudah cukup religius dan menjunjung tinggi norma dan budaya yang berlaku. Begitu pun di Indonesia. “Sangat tidak mendasar untuk dirayakan oleh masyarakat Indonesia, terutama yang beragama Islam,” katanya.


Apalagi, ujar Aam, hari kasih sayang ini dirayakan oleh anak-anak sekolah yang masih rentan tergelincir kepada perilaku yang tidak sesuai norma, etika, ajaran agama dan budaya. “Masih banyak cara untuk mengungkapkan kasih sayang. Tapi itu juga bukan kasih sayang untuk anak-anak sekolah berpasangan sebagai kekasih. Melainkan kasih sayang suami istri, kasih sayang orang tua kepada anaknya dan sebaliknya,” pungkasnya. (republikaonline, 13/2/23)


Larangan merayakan hari kasih sayang (Valentine’s Day) dari Disdik dan MUI di satu sisi memang baik, karena hal tersebut mencerminkan kepedulian pihak penguasa terhadap generasi. Penguasa harus berupaya optimal dalam merancang dan mengawal generasi agar siap menerima estafet kepemimpinan di masa depan. Guna memenuhi ekspektasi ini, generasi perlu dukungan dari berbagai pihak, yang paling utama tentu dari penguasa. 


Di sisi lain, pelarangan ini tetap tidak akan efektif selama sistem yang ada masih membiarkan budaya kufur, termasuk perayaan Valentine masuk ke negeri kita. Sistem yang dipakai saat ini, Kapitalisme sekularisme melahirkan ide hedonisme yang membuat banyak anak muda menyenangi hal-hal yang dilarang agama Islam. Maka kondisi ini akan selalu terjadi berulang setiap tahun tanpa ada perubahan yang berarti. 


Islam mengajarkan untuk menyebarkan kasih sayang pada semua orang, tetapi implementasinya tidak seperti yang ditampakkan dalam Valentine’s Day. Valentine’s Day adalah salah satu perayaan yang lahir dari demokrasi sekularisme yang melahirkan empat ide kebebasan, yaitu kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat dan kebebasan bertingkah laku. Semua  ide kebebasan, ini memunculkan begitu banyak kerusakan di muka bumi, termasuk kerusakan yang dimunculkan oleh perayaan Valentine’s Day.


Sudah saatnya umat menyadari kesalahan demokrasi sekularisme yang masih diterapkan saat ini. Selanjutnya umat bersegera kembali kepada Islam kaffah yang dijalankan secara utuh-menyeluruh dalam segala aspek kehidupan. 


Penerapan Islam kaffah ini akan memunculkan keberkahan bagi semua rakyat, baik yang Muslim maupun kafir. Hal ini sudah terbukti selama tiga belas abad Islam diterapkan dalam seluruh lini kehidupan. 


Mari kita wujudkan kembali keberkahan ini karena Islam adalah rahmatan lil ‘aalamiin.

GENERASI MULIA DALAM NAUNGAN ISLAM

GENERASI MULIA DALAM NAUNGAN ISLAM


Di Wilayah Bandung Telah Dilaporkan Beberapa Kasus Anak Hilang


Kepolisian Setempat Menyatakan bahwa Hal Itu Bukan Disebabkan Penculikan, Melainkan agar Diberi Izin Menikah oleh Orang Tuanya 


Penulis : Sriyanti

(Ibu Rumah Tangga Kontributor Media Kuntum Cahaya)

 

kuntumcahaya.blogspot.com - Dilansir dari Pikiranrakyat[dot]com pada 2 Februari 2023, Kapolresta Bandung Kombespol Kuswoyo Wibowo, menjelaskan bahwa beberapa kasus anak hilang yang terjadi di wilayahnya bukanlah karena tindak penculikan. Kendatipun ada laporan terkait anak hilang, ternyata mereka sengaja kabur dari rumah dan setelah diselidiki penyebabnya adalah agar mereka diizinkan menikah.
 

Ia pun menyampaikan agar masyarakat tidak resah dengan berita ini, melainkan harus tetap mewaspadainya. Kusworo juga imbau masyarakat agar tidak membuat dan menyebarkan berita bohong, karena akan terjerat dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang ITE.

 

Tidak dimungkiri kasus penculikan anak memang sangat meresahkan masyarakat. Terlebih dengan kenyataan yang terjadi saat ini dan beredarnya video-video penculikan di berbagai media sosial. Terlepas berita penculikan itu hoaks atau bukan, fenomena anak kabur dari rumah juga  harus menjadi perhatian baik orang tua, masyarakat bahkan negara.

 

Keluarga sejatinya merupakan tempat pertama dan utama bagi tumbuh kembang anak, karena itu pola asuh dan pola didik orang tua sangat mempengaruhi tingkah laku anak. Saat ini tidak sedikit orang tua terutama ibu, yang sangat sibuk dengan pekerjaannya di luar rumah. Hal ini menjadikan kontrol dan perhatian terhadap anak berkurang, hingga mereka juga mencari kenyamanan di luar. Ada juga yang melampiaskannya pada pergaulan bebas, tawuran, begal motor, narkoba, dan aktivitas lain yang sifatnya unfaedah bahkan cenderung negatif dan kriminal.

 

Kontrol masyarakat yang diharapkan ikut serta menjaga generasi, nyatanya mulai terpengaruh budaya individualis. Membiarkan orang lain rusak asalkan keluarga aman dan nyaman. Padahal ketika orang lain rusak, imbasnya akan menimpa seluruh masyarakat dengan maraknya tindak kriminal misalnya pencuri, pelecehan, penculikan, pembunuhan dan lain sebagainya.


Karena itulah dibutuhkan peran negara untuk mengatasi kondisi ini. Sejatinya negara merupakan pengurus dan pelindung bagi rakyat. Sebab tanggung jawab  ini wajib dipenuhi penguasa untuk memberikan rasa aman, nyaman dan sejahtera bagi warganya. Mulai dari menjaga ketahanan keluarga agar tidak rapuh. Salah satunya dengan memudahkan para kepala keluarga untuk mencari nafkah, menerapkan sistem pendidikan dan pergaulan yang mampu menjadikan generasi sebagai insan yang berakhlak mulia dan yang beroriensi pahala. Juga tidak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang membuat nilai-nilai liberal termasuk pelarangan pernikahan dini, masuk dan diadopsi oleh masyarakat terutama generasi.


Selain itu pemerintah juga harus mempunyai sistem sanksi yang tegas pada siapa saja yang melakukan pelanggaran tanpa tebang pilih. 


Betapa disayangkan, hal demikian tidak mampu dilakukan negara saat ini. Banyaknya kasus pacaran dan pergaulan bebas hingga hamil di luar nikah, disebabkan oleh sistem Kapitalisme yang dianut saat ini. Paradigma ini dibangun atas dasar sekularisme yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Masyarakat dibiarkan mengusung kebebasan dan menjadikan materi sebagai tolok ukur kebahagiaan. Maka wajar saja ketika tatanan kehidupan termasuk moral generasi menjadi rusak, banyak para remaja yang melakukan perbuatan asusila demi mendapat restu dari orang tua. Seharusnya permasalahan tidak terjadi ketika kita hidup dalam naungan sistem yang benar yaitu sistem Islam.

 

Sistem pemerintah Islam dibangun atas landasan akidah yang benar, meyakini seutuhnya bahwa Allah Swt. adalah Sang Pencipta dan Pengatur manusia. Negara akan menerapkan seluruh aturan Allah Swt. di setiap aspek kehidupan. Termasuk dalam menjaga generasi agar menjadi individu-individu yang bertakwa. Rasullullah saw. bersabda:


"Al-Imam (pemimpin) itu adalah pengurus/penggembala. Dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang diurusnya (raykatnya)." (HR. Al-Bukhari)


Dalam pandangan Islam, anak-anak, para remaja merupakan aset yang sangat berharga yang wajib dijaga, untuk melanjutkan peradaban mulia. Mulai dari keluarga yang merupakan madrasah pertama bagi generasi. Para orang tua akan menyadari bahwa anak adalah titipan berharga dari Allah Swt. yang harus dijaga dan dididik dengan benar. Kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban.


Orang tua terutama ibu akan maksimal dalam mendidik anak-anaknya, karena didukung oleh negara dengan sistem perekonomian Islam. Pemerintah akan memberikan jaminan kebutuhan pokok, sehingga para ibu tidak akan banting tulang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

 

Kemudian amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat akan berjalan, karena umat menyadari hal tersebut adalah sebuah kewajiban. Juga sebagai bentuk kasih sayang agar umat senantiasa dalam ketaatan. 

 

Selanjutnya adalah peran negara yang merupakan pengurus dan penjaga umat. Terkait hal ini, pemerintah akan menerapkan sistem pergaulan Islam dengan melarang khalwat (berduaan laki-laki dan perempuan nonmahram), ikhtilat (bercampur baur laki-laki dan perempuan nonmahram), terbukanya aurat, dan zina.


Negara akan mengawasi dan menyaring arus informasi dari luar,  hingga pemahaman kufur tidak diberi celah untuk masuk dan merusak masyarakat terutama generasi. Media hanya akan menayangkan hal yang baik, yaitu tayangan yang akan menguatkan kepribadian Islam pada semua warga negara.

 

Jika terjadi pelanggaran terhadap syariat, negara akan memberikan sanksi tegas berdasarkan arahan syarak yang memberikan efek jera dan menebus dosa di akhirat kelak. Begitu pun terkait pernikahan dini yang saat ini dipersulit, maka Islam akan mempermudah karena hukumnya adalah  sunnah bagi mereka yang sudah memiliki kemampuan, bukan hal terlarang. Ketika remaja sudah siap menikah maka akan diizinkan  tanpa ada syarat dan proses yang rumit. Allah Swt. berfirman:


"Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 32)


Maka ketika sistem pemerintahan Islam tegak, tidak akan dijumpai kasus-kasus miris yang menimpa anak-anak dan remaja, hingga generasi mulia pun terwujud nyata. Wallahu a'lam bi ash-shawab.

CHILDFREE, PILIHAN SALAH YANG TAK SESUAI FITRAH

CHILDFREE, PILIHAN SALAH YANG TAK SESUAI FITRAH


Seorang Selebgram, Gitasav Menyampaikan Pandangannya Berupa Childfree Meski Sudah Menikah


Childfree Katanya, Rahasia Dirinya Awet Muda karena Punya Cukup Waktu untuk Istiraha, Tidak Stress dan Ada Uang untuk Botoks 



Penulis : Ummu Hafida Ayya

(Kontributor Media Kuntum Cahaya)


kuntumcahaya.blogspot.com - "Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa"." (QS. Al-Furqan [25]: 74)


Kehadiran seorang anak dalam sebuah pernikahan merupakan anugerah sekaligus membawa berkah. Kehadiran anak juga akan lebih merekatkan hubungan suami isteri. Dialah tanda cinta yang makin melengkapi arti kebahagiaan dan kebersamaan.


Namun, tidak semua orang memiliki kesadaran demikian. Banyak di antara mereka justru merasa keberatan dengan kehadiran anak dalam pernikahan.  Berbagai alasan dikemukakan karena dirinya telah terpapar pemikiran yang menyesatkan.


Diikutip dari detikHealth pada Minggu, 12 Februari 2023 bahwa Gita Savitri, selebgram yang akrab disapa Gitasav melontarkan komentar yang cukup menghebohkan netizen terkait dengan pilihannya untuk childfree. Gitasav mengatakan bahwa childfree adalah cara alami yang membuatnya awet muda karena dia memiliki waktu lebih banyak untuk dirinya, tidak stres, cukup tidur, dan punya uang untuk botoks.


Apa yang dilontarkan oleh Gitasav menjadi sebuah isu hangat di tengah-tengah masyarakat. Pro dan kontra pun bermunculan sesuai dengan pemahaman masing-masing orang. 

Salah satunya datang dari dr. Kartika Mayasari, dokter kecantikan sekaligus founder Ambrosia Klinik dan Estetik.


Kartika mengatakan munculnya penuaan  adalah hal yang normal. Di sisi lain, Kartika juga berpendapat bahwa kebahagiaan seseorang tidak bisa disamaratakan. Ada yang bahagia dengan memiliki anak dan sebaliknya ada yang bahagia tanpa anak. Hal tersebut disampaikan oleh Kartika kepada wartawan detik[dot]com pada Kamis (9/2/2023).


Alasan yang Mengada-ada


Setiap wanita pasti menginginkan untuk cantik dan tetap awet muda agar maksimal dalam penampilan. Tampil awet muda akan mengundang decak kagum maupun pujian yang membuat orang merasa tersanjung dan puas dengan apa yang ada padanya. Apapun pasti akan dilakukan untuk tetap tampil awet muda. Dirinya bahkan rela untuk merogok saku lebih  dalam demi ambisi yang satu ini. Maka tidak heran jika mereka lebih memilih untuk childfree.


Di samping itu pilihan untuk childfree dengan alasan agar tidak stres karena disibukkan dengan mengurus anak juga patut dipertanyakan. Apalagi sampai berpikir ketika memiliki anak akan menyita waktu dan menghabiskan banyak biaya. 


Adanya pemikiran yang demikian adalah sebuah hal yang mengada-ada. Sebab pada hakikatnya, kehadiran anak menjadi dambaan bagi setiap pasangan yang sudah menjalani pernikahan.


Kesalahan Fatal


Hadirnya seorang anak akan menjadikan seseorang mampu untuk menyalurkan naluri yang ada pada dirinya yaitu naluri berkasih sayang. Dari naluri ini menjadikan manusia merasa bahagia saat diamanahi anak dalam pernikahannya.  Maka, merupakan sebuah kesalahan fatal saat ada anggapan bahwa anak itu membuat diri menjadi stres, tidak bahagia, dan cepat tua.

Pemikiran tersebut hanya berdasarkan perasaan yang bersandar kepada hawa nafsu manusia. Hawa nafsu inilah yang membuat manusia menutup mata dari kebenaran yang sesungguhnya.


Cara pandang yang salah kaprah di tengah-tengah masyarakat terkait childfree merupakan buah dari pemikiran yang salah juga. Pemikiran ini lahir dari adanya kebebasan untuk bertingkah laku sesuai dengan keinginan masing-masing orang.

Maka, ketika seseorang memilih untuk childfree setelah menikah, hal itu akan didukung sepenuhnya oleh sistem rusak yang tengah diterapkan saat ini. Bagi sistem ini apapun pilihan yang diambil  merupakan hak asasi yang harus dihormati.


Sistem ini memang mengagung-agungkan hak asasi dan kebebasan dalam setiap amal perbuatan. Dua hal ini berlaku bagi siapa saja untuk melakukan apa saja. Inilah sistem Kapitalisme dengan ide sekularisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya ditempatkan di pinggiran ranah ibadah dan akidah. Aturan agama dalam ranah keluarga maupun ranah kehidupan umum, tidak diberi porsi untuk dijadikan solusi. Mereka lebih memilih aturan buatan manusia yang dianggapnya mampu menyelesaikan seluruh persoalan kehidupan. Padahal manusia hanyalah mahluk yang penuh keterbatasan dan kelemahan.


Kebebasan yang diberikan oleh sistem ini seolah-olah sebuah wujud kepedulian dalam mengambil pilihan hidup individu. Padahal hal tersebut merupakan wujud kepedulian yang semu. Kebebasan yang ditawarkan justru membawa kepada sesesatan yang nyata. Pemikiran tersebut membuat manusia jauh dari aturan agama. Rasul saw. telah memberikan peringatan dalam sabda yang artinya: 


"Sungguh kamu (umat Islam) akan mengikuti jalan hidup orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga mereka masuk ke liang biawak, niscaya kamu akan mengikuti mereka."

Ada yang bertanya, "Apakah yang diikuti orang itu adalah Yahudi dan Nasrani?" Rasulullah saw. menjawab "Lalu siapa lagi?" (HR. Bukhari dan Muslim)


Apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw. sangat relevan dengan kondisi kaum Muslim saat ini. Kaum Muslim dijejali dengan berbagai pemikiran rusak yang dibalut oleh indahnya ide kebebasan dan hak asasi. Salah satu bentuk nyata dari pemikiran tersebut adalah childfree yang saat ini begitu didukung dan disetujui banyak kalangan. Padahal hal itu merupakan upaya tersembunyi dari musuh-musuh Islam agar kaum Muslim makin menjauh dari aturan Ilahi.


Sesuai Fitrah


Sesungguhnya Islam dengan aturannya yang sempurna telah memberikan sandaran yang benar dalam setiap amal perbuatan. Maka, tidak ada alasan bagi umat Muslim untuk tidak mengambil Islam sebagai solusi dari semua permasalahan hidup yang menimpa.


Pilihan seorang Muslim setelah menikah untuk childfree sejatinya bertentangan dengan fitrah manusia. Sebab, dengan menikah tidak hanya sekadar menyalurkan rasa ketertarikan kepada lawan jenis dengan cara yang halal. Namun lebih dari itu tujuan dari menikah adalah untuk melestarikan keturunan. Hal itu sesuai dengan penjelasan Allah Swt. dalam firman-Nya yang artinya:


"Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagi kamu dari pasanganmu, serta memberi rezeki dari yang baik." (QS. An-Nahl [16]: 72)


Tujuan menikah dalam rangka memperbanyak keturunan juga telah diperintahkan oleh Rasulullah saw. dalam sabda yang artinya:


"Menikahlah kamu dengan wanita yang penyayang dan subur, karena aku akan berbangga dengan banyaknya kamu di hadapan nabi-nabi lain pada Hari Kiamat."

(HR. Abu Dawud dan Nasa'i)


Islam juga akan memberi solusi saat muncul anggapan bahwa orang tua nantinya merasa berat dengan hadirnya anak. Apalagi sekarang  banyak orang tua yang cenderung khawatir tidak mampu membiayai kebutuhan anak dari kecil sampai dewasa kelak. Hal itu ternyata tidak menjadi persoalan saat manusia yakin dengan rezeki dari Allah Swt.. Allah Swt. telah memberi jaminan berupa rezeki kepada seluruh makhluk tanpa terkecuali. Berdasarkan firman Allah Swt. yang artinya:


"Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya."

(QS. Hud [11]: 6)


Begitu istimewanya Islam sebagai sebuah agama maupun ideologi. Aturannya yang terperinci mampu menjadi solusi. Dengan begitu tidak ada alasan lagi untuk childfree. Islam akan membawa pernikahan agar sesuai dengan fitrah manusia. Kehidupan dalam rumah tangga dengan kehadiran anak pasti akan membawa kepada keridaan Allah Swt. Semua itu hanya akan terwujud saat Islam diterapkan dalam setiap aspek kehidupan umat manusia. Wallahu a'lam bish-shawwab.

TERKIKISNYA MORAL, BUAH DARI SEKULARISME

TERKIKISNYA MORAL, BUAH DARI SEKULARISME


Telah Terjadi Pencurian Kotak Amal di Mesjid Bahru Al-Ilmi di Kampung Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung


Perilaku Amoral yang Marak Terjadi Lebih Disebabkan Diterapkannya Sistem Hidup Kapitalisme Sekuler 


Penulis : Narti HS.

Ibu rumah tangga


kuntumcahaya.blogepot.com - Semakin miris saja perilaku masyarakat saat ini. Maraknya kesyirikan, remaja yang amoral, tawuran antar warga serta maraknya pencurian, seolah menjadi hal yang tidak asing lagi. Bahkan tidak tanggung-tanggung, tindak pencurian pun  dilakukan di tempat yang seharusnya steril dari perilaku kemaksiatan, seperti mesjid.


Sebagaimana yang terjadi beberapa waktu lalu, sebuah Mesjid Bahru Al-Ilmi di Kampung Sukapura, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung telah disatroni pencuri. Adapun barang yang diambil berupa sebuah kotak amal. Aksi ini terekam jelas oleh CCTV yang sengaja dipasang karena sudah beberapa kali masjid ini dibobol maling. (ayobandung[dot]com, 01/02/23)


Tidak dimungkiri, bahwa saat ini kesulitan dan kesempitan hidup yang dirasakan oleh masyarakat semakin meluas. Di tengah harga kebutuhan pokok yang semakin melonjak, daya beli rakyat justru berkurang akibat maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga angka pengangguran pun semakin meningkat. Semua ini membuat sebagian orang gelap mata akhirnya berbuat nekat hingga melakukan perbuatan tercela mencuri di dalam masjid.


Hal ini terjadi akibat pemahaman agama yang semakin menipis, sehingga menjadikan seseorang melakukan perbuatan tanpa berpikir panjang. Diterapkannya aturan sekularisme, yang memisahkan bahkan menihilkan peran agama dari kehidupan kini mendorong masyarakat untuk berusaha mendapatkan materi tanpa memikirkan halal atau haram. 


Begitu pula diembannya Kapitalisme yang selalu mengedepankan nilai materi, sehingga hanya berpikir yang penting untung, jauh dari pertimbangan hisab Allah yang berat. Tidak dinafikan, mencuri bisa karena terdesak oleh kebutuhan perut ataupun karena buruknya perilaku. Keduanya semestinya menjadi perhatian bagi penguasa untuk menyelesaikannya. Jangan sampai nekat mencuri apalagi di masjid karena lapar. Sedangkan bagi yang berperilaku buruk harus dibina, diarahkan sesuai tuntunan agama. 


Jika perilaku buruk terjadi, negara harus memberlakukan sanksi yang tegas agar tidak diikuti oleh yang lainnya ataupun mencegah kejadian berulang.

Perilaku buruk bukan hanya dilakukan oleh orang yang tidak berpendidikan, buktinya adalah korupsi. Nilainya jauh lebih besar dibanding sekadar kencleng masjid. Bahkan bansos saja bisa dikorupsi triliyunan rupiah. Bayangkan akan banyak orang miskin yang dikhianati akibat krisis moral, minim empati.


Ketersediaan lapangan kerja yang minim dan sulit didapatkan, mengakibatkan banyak orang putus asa dan lebih memilih jalan pintas hingga harus melakukan perbuatan curang seperti mencuri. Di sisi lain akibat standar kebahagiaannya adalah mendapatkan materi sebanyak-banyaknya ala Kapitalisme, orang sudah lebih berkecukupan pun akan melakukan perbuatan yang sama. 


Negeri ini memiliki julukan gemah ripah loh jinawi, dengan aneka bahan baku tambang tersimpan di perut bumi. Seharusnya menjadi modal besar bagi negara untuk mengurus kebutuhan masyarakat. Namun fakta yang terjadi, kekayaan alam justru diserahkan kepada swasta bahkan asing. Semua dibiarkan dikuasai oleh para korporat, sementara rakyat makin melarat. 


Sekularisme menjauhkan pengaturan kehidupan, baik dalam pengelolaan SDA maupun perilaku manusia. Kebebasan telah meracuni benak umat hingga menjerumuskan kepada cinta dunia, miskin akhlak. Agama (Islam) yang seharusnya menjadi panduan kehidupan dipinggirkan, diganti dengan aturan manusia yang terbukti lemah.


Inilah bukti bahwa Kapitalisme sekuler telah gagal mencetak manusia bermoral, mulai masyarakat awam sampai intelektual.


Sangat berbeda dengan aturan Islam yang memiliki mekanisme sempurna dalam menjaga akhlak dan moral manusia sehingga mengantarkan kemuliannya di dunia hingga akhirat. Pertama, penerapan sistem pendidikan yang dirancang untuk mengokohkan akidah Islam. Maka akan terbangun kesadaran tiap individu muslim terhadap hubungannya dengan Allah Swt. Dengan keyakinan penuh bahwa Dia-lah yang memberikan rezeki kepada setiap hamba-Nya dengan kadar yang cukup. Dan bahwa setiap perbuatan manusia, akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat.


Kedua, penerapan seperangkat sistem ekonomi Islam. Negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok per individu rakyat. Mulai sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, bahkan keamanan. Selain itu, juga mengatur tentang kepemilikan, cara memperoleh, mengembangkan, dan pemanfaatan harta secara halal.


Ketiga, penerapan sanksi tegas bagi siapa saja yang melalaikan kewajiban, mengambil harta yang bukan haknya, atau mengembangkan dan memanfaatkan harta dengan cara haram. Hukuman yang berat juga berlaku bagi penguasa yang korup. 


Andaikan terjadi pencurian, yang setelah diteliti sebabnya karena kelaparan maka penguasa akan introspeksi terhadap kelalaian pengurusan rakyatnya. Pencuri tadi tidak akan dikenai sanksi, malah akan mendapatkan santunan ataupun pekerjaan dari negara. Yang demikian pernah terjadi di masa Khalifah Abu Bakar ra..


Sudah saatnya umat menyadari bahwa akibat aturan agama tidak diberlakukan adalah kemiskinan, terkikisnya moral umat menjadi hal yang pasti terjadi. 


Semestinya umat memahami akan urgensi tegaknya sistem pemerintahan Islam, yang akan melaksanakan seluruh hukum Allah dalam setiap aspek kehidupan. Sehingga kita tidak terkategori menerapkan hukum jahiliah sebagaimana firman Allah Swt.:


"Apakah (hukum) jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang meyakini?" (QS. Al-Maidah: 50)


Wallahu a'lam bi ash-shawwab.