Alt Title
Gen Z dalam Kapitalisme Demokrasi: Terjerat Gaya Hidup Materialistik

Gen Z dalam Kapitalisme Demokrasi: Terjerat Gaya Hidup Materialistik

 



Di era ketika media sosial menjadi pusat interaksi, 

Gen Z terus-menerus terpapar pada gambaran kehidupan orang lain yang tampak sempurna

____________________________


Penulis Etik Rositasari

Kontributor Media Kuntum Cahaya/Pascasarjana UGM


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Generasi Z atau biasa disebut dengan Gen Z ialah sebutan untuk orang-orang yang lahir di antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an.


Yang mana merupakan generasi pertama yang memiliki akses internet dan smartphone sejak usia dini dan membuat mereka sangat dekat dengan dunia digital.


Menurut Pew Research Center, sekitar 95% dari mereka memiliki smartphone dan 45% mengaku hampir selalu online atau terhubung internet. 


Fenomena Gen Z


Gen Z memiliki salah satu ciri khas dalam gaya hidup mereka, yakni media sosial memainkan peran penting dalam membentuk kebiasaan belanja mereka, sekitar 72% dari Gen Z lebih mungkin membeli produk yang dipromosikan oleh influencer. (Ypulse, 2021)


Banyak dari mereka yang lebih memilih pengalaman dibanding barang fisik, namun mereka tetap terpengaruh oleh gaya hidup materialistik. 


Kesadaran sosial dan lingkungan semakin meningkat di kalangan Gen Z, dengan 62% dari mereka bersedia membayar lebih untuk produk yang berkelanjutan. (IBM, 2020)


Hal ini menciptakan ambivalensi dalam sikap mereka terhadap materialisme, di mana nilai-nilai konsumerisme bertentangan dengan keinginan untuk bertanggung jawab secara sosial. Fenomena inilah yang sering kita dengar dengan istilah Fear of Missing Out (FOMO).


Budaya dan Lingkungan yang Rusak


FOMO telah menjadi fenomena yang sangat berpengaruh dan menjadi salah satu tren signifikan bagi Gen Z. FOMO mencerminkan dampak besar interaksi berbasis teknologi terhadap psikologi dan perilaku komunikasi individu, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.


Dengan akses yang luas ke berbagai platform seperti Instagram, TikTok, dan Snapchat, Gen Z sering terpapar pada konten yang menampilkan kehidupan orang lain yang terlihat ideal dan menarik. Hal ini menyebabkan mereka merasa tekanan untuk selalu terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, acara, dan tren, menciptakan persepsi bahwa mereka harus "selalu hadir" dalam setiap momen yang dianggap penting.


Akar munculnya gaya hidup FOMO dalam Gen Z merupakan hasil kombinasi akibat pengaruh media sosial, kultur perbandingan sosial, dan tekanan dari norma-norma sosial yang kuat yang mana semua ini terjadi dalam konteks sistem liberal kapitalisme demokrasi.


Sistem rusak ini mengakibatkan Gen Z bergaya hidup bebas, hedonistik dan konsumerisme. Semua kesenangan dunia sesaat mendominasi dan menjadi prioritas utama.


Di era ketika media sosial menjadi pusat interaksi, Gen Z terus-menerus terpapar pada gambaran kehidupan orang lain yang tampak sempurna, mendorong mereka untuk membandingkan diri dan merasa tidak puas dengan kehidupan mereka sendiri.


Keterhubungan yang tinggi melalui teknologi menciptakan harapan untuk selalu terlibat. Sementara norma sosial yang menekankan pentingnya partisipasi dalam berbagai kegiatan semakin memperkuat perasaan FOMO. 


Dampak Gaya Hidup Sekularisme


Dalam sistem liberal kapitalisme, individu didorong untuk mengejar kesuksesan dan status melalui nilai konsumtif dan pengalaman. FOMO menjadi salah satu dorongan bagi Gen Z untuk tidak hanya mengikuti tren, tetapi juga terlibat dalam budaya konsumtif yang semakin agresif. Sialnya hal ini justru sering kali berdampak negatif pada kondisi fisik hingga mental mereka.


Gen Z yang telah terpengaruh oleh gaya hidup rusak ini nantinya cenderung hanya menginginkan kemudahan. Mereka menginginkan penghasilan yang besar, ketenaran, dan kenyamanan hidup, tetapi enggan untuk bekerja keras. 


Kondisi tersebut semakin diperparah oleh sekularisme yang memengaruhi cara pandang hidup mereka.


Regulasi dalam sistem kehidupan yang tidak memberikan perlindungan bagi Gen Z, namun justru menjerumuskan Gen Z pada lingkaran materiaslistik.


Keinginan untuk menjalani hidup yang enak dan nyaman namun diwujudkan melalui cara-cara yang tidak tepat, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai agama. Gen Z berisiko menjauh dari nilai-nilai agama dan mungkin akan bekerja dalam bidang yang tidak sesuai, bahkan yang dilarang.


Dalam keadaan seperti ini, pola hidup hedonis, materialistis, dan kebebasan tanpa batas akan menguasai mereka. Mereka cenderung hidup semau mereka, asalkan kebutuhan hidup terpenuhi. Akibatnya, empati mereka akan menurun, terkesan egois, dan kurang peduli terhadap orang lain.


Bahaya Mengadang!


Akibatnya terjadi pengabaian potensi gen Z untuk berprestasi dan berkarya yang lebih baik, juga menghalangi potensinya sebagai agen perubahan menuju kebaikan. Apabila pola pikir yang keliru tentang pandangan kehidupan ini dibiarkan, konsekuensinya bisa berbahaya. 


Sikap ini akan mengalihkan perhatian mereka dari kesulitan yang dialami masyarakat, termasuk masalah yang dihadapi umat muslim di seluruh dunia. Ketika Gen Z lebih fokus pada dunia mereka sendiri, mereka akan mengabaikan isu-isu seperti kemiskinan, kejahatan, dan penjajahan. Tentu saja, sikap seperti ini tidak dapat dibiarkan begitu saja.


Gen Z Wajib Paham Islam!


Sejatinya kehidupan yang tenang dan nyaman hanya dapat dicapai jika Gen Z bersedia mengadopsi Islam. Islam bukan sekadar agama ritual, melainkan sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh. 


Dengan penanaman akidah Islam, Gen Z akan memahami bahwa ketenangan sejati tidak bergantung pada pekerjaan atau kekayaan materi. Ketenangan seorang muslim diperoleh melalui keridaan Allah dalam segala aspek kehidupan, seperti dalam pekerjaan, penggunaan media sosial, dan interaksi dengan lingkungan, yang semuanya dilakukan atas dasar iman dan ketakwaan.


Pola pikir semacam ini hanya bisa terwujud jika Gen Z hidup dalam sistem yang mendukung, yaitu sistem Islam. Penerapan prinsip-prinsip Islam dalam semua aspek kehidupan akan memudahkan Gen Z memahami makna kehidupan yang sesungguhnya.



Reideologi Gen Z


Gen Z perlu memahami pentingnya Islam sebagai ideologi kehidupan. Diskusi mengenai ideologi harus diperdalam di kalangan pemuda oleh semua gerakan, partai, dan organisasi Islam. Hal ini penting karena ideologi merupakan kebutuhan dasar dalam hidup manusia. 


Tinggi atau rendahnya orientasi hidup seseorang sangat bergantung pada ideologi yang dipegang.


Tanpa ideologi yang benar, potensi suatu generasi bisa dengan mudah dimanfaatkan oleh kepentingan musuh dan penjajah. Fenomena FOMO di kalangan Gen Z, merupakan satu contoh hasil dari propaganda negara berideologi kapitalisme yang menunjukkan betapa propaganda budaya yang muncul dari ideologi global.


Di sisi lain, Islam memandang pemuda memiliki potensi luar biasa dan kekuatan yang dibutuhkan umat terlebih sebagai agen perubahan menuju kebangkitan Islam.


Islam memiliki sistem terbaik untuk melejitkan potensi Gen Z, mengarahkan hidupnya sesuai dengan tujuan penciptaan dan mempersembahkan karya terbaik untuk umat dan Islam.


Potensi ini dibutuhkan untuk membangun kembali peradaban gemilang yang pernah dicapai umat Islam pada masa lalu dalam naungan Daulah Islamiyah. Potensi demografis Gen Z di negara-negara muslim saat ini bisa menjadi sumber daya besar untuk kebangkitan Islam. Wallahualam bissawab. [As/MKC

Kemiskinan Akut Melanda Dunia, Apa Penyebab dan Solusinya?

Kemiskinan Akut Melanda Dunia, Apa Penyebab dan Solusinya?




Dahulu penjajahan dilakukan dengan militer, tapi sekarang penjajahan dengan gaya baru

pinjaman utang dan rencana pembangunan


______________________________


Penulis Verawati, S.Pd.

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Salah satu masalah dunia yang tidak bisa terelakkan adalah masalah kemiskinan.


Kemiskinan ini tidak hanya terjadi pada wilayah konflik saja, akan tetapi sudah menjamur di seluruh dunia. Angkanya setiap tahun terus bertambah, hingga saat ini telah tercatat sekitar 1,1 miliar. Jumlah yang cukup fantastis.


Di sisi lain banyak juga orang yang flexing, pamer kekayaan. Lantas apa akar problem utama dari kemiskinan global ini dan bagaimana solusi fundamentalnya?


Sejak tahun 1987, setiap tanggal 17 Oktober senantiasa diperingati  sebagai hari internasional pemberantasan kemiskinan.


Di antara tujuan dari peringatan ini agar ada kesadaran pada setiap warga negara akan kemiskinan yang terjadi dan diharapkan melakukan kegiatan konkret dalam mengentaskan kemiskinan tersebut. Seperti seminar, melakukan kajian, penggalangan dana, jalan sehat, dan lain sebagainya.



Pada peringatan tahun ini 17 Oktober 2024, dibacakan makalah yang diterbitkan Prakarsa Kemiskinan dan Pembangunan Manusia Oxford (OPHI) bahwa kemiskinan angkanya naik tiga kali. 


Lebih dari satu miliar orang hidup dalam kemiskinan akut di seluruh dunia. Setengah dari jumlah tersebut, anak-anak yang paling terkena dampaknya. Dikutip (beritasatu.com, 17-10-2024)


Di dalam negeri tingkat kemiskinan mencapai 9,03 persen per Maret 2024 (bps.go.id) atau sekitar 26 juta orang.


Selain itu, juga adanya penurunan kelas menengah yang jumlahnya hampir 10 juta orang pada tahun 2019 dan pada tahun 2024 ini mencapai 47,85 juta. Hal ini mencerminkan daya beli masyarakat turun.



Penyebab Kemiskinan



Jika kita cermati kemiskinan global yang sudah akut ini sejatinya adalah kemiskinan yang bersifat struktural, bukan kemiskinan individu. Kemiskinan struktural disebabkan oleh struktur atau pemegang kekuasaan baik di dunia internasional maupun regional.


Saat ini pemegang atau penguasa dunianya yaitu Amerika dan negara-negara Barat. Negara-negara ini menganut dan menyebarkan ideologi kapitalisme.


Ide ini mengagungkan kebebasan, baik kebebasan agama, kepemilikan, perilaku, dan berkumpul. Dengan ide kebebasan inilah mereka menjadi rakus, ingin mendapatkan keuntungan dari kekayaan yang ada di seluruh dunia. Inilah yang menjadi asas dari seluruh agenda mereka.


Sedangkan metode yang digunakannya yaitu dengan penjajahan. Penjajahan adalah metode untuk menguasai kekayaan. Dahulu penjajahan dilakukan dengan militer, tapi sekarang penjajahan dengan gaya baru, pinjaman utang dan rencana pembangunan.


Meski ada sebagian negara yang masih dijajah secara militer, namun sebagian besar dunia dijajah secara ekonomi, politik, budaya, dan pendidikan.


Dengan metode inilah mereka ambil dan keruk apa yang ada di setiap negara. Dengan dalih investasi, AS dan negara-negara Barat lainnya tidak perlu memaksa dengan senjata lagi.


Bahkan para penguasa negeri-negeri jajahan, khususnya negeri-negeri lemah dengan suka hati menyerahkan seluruh sumber daya alamnya, hingga mengemis ingin mendapatkan investor. Tanpa mereka sadari bahwa sesungguhnya sedang dijajah. 


Walhasil, secara global kemiskinan sudah dilakukan oleh negara adidaya dan negara-negara kapitalis lainnya, sehingga solusinya bukanlah diserahkan pada individu atau NGO, melainkan oleh sebuah negara yang mengadopsi ideologi yang benar.


Negara ini contohnya, memiliki kekayaan tambang emas yang begitu besar di Papua. Tapi tidak membuat negara ini keluar dari kemiskinan. Padahal hasil dari PT Freeport sangatlah besar, mampu mencukupi seluruh kebutuhan warga negara ini.


Namun faktanya tidak, bahkan Papua sendiri tergolong daerah yang tertinggal. Miris bukan?


Jadi, kemiskinan yang melanda dunia ini penyebabnya adalah sistem yang diemban Amerika dan negara-negara Barat lainnya. Alhasil, secara regional pun mengikuti arahan dunia dan mengikuti para kapital (pemilik modal).


Contoh di negeri +62 ini, ditetapkan berbagai UU yang isinya menguntungkan mereka dan merugikan rakyat. Ada UU Cipta kerja, UU sumber daya alam, dan masih banyak lainnya. Bahkan pembuatan UU ini kental dengan pesanan mereka.



Solusi Hakiki


Lempar batu sembunyi tangan, pepatah itu menggambarkan para penguasa jahat hari ini. seakan-akan kapitalisme baik, seolah Amerika dan negara-negara Barat peduli. Padahal sejatinya merekalah biang keladinya, sehingga harusnya kapitalisme dibuang jauh-jauh.


Dengan memahami akar dari kemiskinan ini tentu solusi yang bersifat individual atau NGO tidak akan mampu menyelesaikan. Solusi-solusi itu hanya akan melanggengkan sistem kapitalis.


Penyebab kemiskinan adalah ideologi yang diemban sebuah negara. Maka solusinya pun harus ada ideologi lain yang diemban oleh negara juga. Hanya saja negara ini harus berideologi yang benar. Ideologi ini tidak lain adalah ideologi Islam. Ideologi yang diturunkan oleh Allah Swt..


Hanya negara yang mengemban sistem Islamlah yang mampu menyelesaikan masalah kemiskinan ini. Negara Islam, sebuah negara yang menyatukan seluruh negeri muslim di seluruh dunia dan menerapkan aturan Islam pada seluruh aspek kehidupan termasuk ekonomi.


Dalam hal ekonomi, Islam membagi kepemilikan harta ke dalam tiga golongan. Yakni milik individu, masyarakat (umum) dan negara. Harta individu adalah harta yang boleh dikelola individu, biasanya jumlah terbatas.


Sedangkan harta milik umum adalah harta milik semua warga negara. Biasanya jumlahnya tidak terbatas, terus mengalir dan dibutuhkan oleh orang banyak. Di antara harta milik umum adalah air, api (termasuk barang tambang), dan padang rumput/gembala. 


Sebagaimana hadis Nabi Muhammad saw., "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad) 


Sedangkan harta milik negara adalah apa yang diperoleh negara dari ghanimah, fai, jizyah, kharaj dan dharabah (pajak) jika kondisi tertentu dan lain sebagainya.


Dari pembagian yang sangat jelas ini, harta milik umum tidak boleh diperjualbelikan, apalagi diserahkan pada investor. Harta ini bersifat tetap sampai hari kiamat.


Harta ini akan diserahkan pada rakyat setelah dikelola oleh negara. Bisa juga hasilnya dibagikan secara gratis atau digunakan untuk kepentingan umum lainnya. Seperti untuk gedung sekolah, rumah sakit, dan lainnya.


Selain itu, negara hadir untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Ada banyak hal yang dilakukan. Di antaranya yaitu membuka lapangan kerja, memberikan pelatihan, pemberian modal gratis hingga pembagian lahan gratis.


Sedangkan bagi yang tidak mampu bekerja, negara akan mendorong pihak keluarga untuk menafkahinya, jika tidak ada baru negara akan memberikan santunan.


Demikian aturan Islam dalam mengelola kekayaan alam. Sumber pendapatannya dan pengeluarannya sangat jelas. Hal ini akan menjamin kesejahteraan masyarakat baik dunia dan khususnya negeri-negeri muslim. Sebab, penyumbang orang miskin terbanyak adalah negeri-negeri muslim yang dijajah.


Dalam sistem Islam tidak ada penjajahan untuk mengeruk kekayaan. Tujuan Islam adalah membawa rahmat bagi alam. Keberkahan atas harta dan lainnya akan datang dari langit dan bumi serta arah yang tidak disangka-sangka. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Intoleransi di Indonesia Merusak Hak Umat Beragama Lain

Intoleransi di Indonesia Merusak Hak Umat Beragama Lain

 


Toleransi pada saat ini adalah bentuk toleransi yang salah

di mana bisa berpotensi dalam mencampuradukan ajaran Islam dengan pemikiran batil

______________________________


Penulis Nurul Fadila Trijunianti

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI

Pro Kontra Intoleransi dalam Demokrasi


Istilah intoleransi terus digaungkan di Indonesia saat ini. Seolah-olah negeri Indonesia dengan mayoritas beragama muslim sedang dijangkiti oleh penyakit intoleransi. Parahnya, label intoleransi ini sering kali disematkan pada kaum muslim. 


Sementara di sisi lain perilaku intoleransi yang nyata-nyatanya menghalangi umat Islam dalam melaksanakan ajaran agamanya akan tetapi pelakunya tidak disebut intoleran. Pelarangan memakai kerudung di Bali atau perusakan masjid di Papua contohnya.


Pelaksana harian (PLH) Direktur Eksekutif Wahid Foundation Siti Kholisoh menilai, penolakan pendirian sekolah kristen Gamaliel di kota Parepare. “Peristiwa ini merupakan tindakan intoleransi yang merusak hak umat beragama lain hanya karena berbeda keyakinan dengan mayoritas orang Indonesia,” kata Siti dikutip dari antaranews.com, Sabtu (28-09-2024).


Tentu, penolakan ini tidak sesuai dengan konstitusi dan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Perlu diingat juga bahwa Indonesia merupakan negara yang demokrasi, ucap Siti Kholisoh.


Menurutnya, orang-orang yang memakai kekerasan dan menggunakan simbol agama terhadap kelompok yang berbeda adalah orang-orang yang perlu dikasihani. 


“Orang-orang yang intoleran biasanya tidak memiliki informasi yang luas dalam menyikapi perbedaan dalam hidup bermasyarakat. Ia mengungkapkan agar masyarakat lebih kooperatif dalam mendukung kebijakan, maupun program yang dapat memperkuat dialog antaragama atau keyakinan,” ungkap Siti dikutip dalam BeritaSatu.com, Ahad (29-09-2024). 


Toleransi dalam Demokrasi Menyesatkan Umat Islam 


Inilah wajah toleransi dalam sistem demokrasi yang sangat berbeda dengan toleransi dalam ajaran Islam. Persoalan ini terjadi ketika negara tidak hadir sebagai pelindung (raa’in) bagi rakyatnya.


Pada sistem saat ini, negara justru membuka peluang yang lebar bagi liberalisasi akidah dan membiarkan terjadinya pemurtadan secara masif di kalangan umat Islam.


Parahnya, negara mengambil definisi secara global terkait toleransi. Hal ini mengakibatkan banyak organisasi, sekolah, bahkan individu muslim yang taat justru dituduh radikal bahkan intoleransi terhadap umat beragama lain.


Negara juga bersikap intoleran terhadap umat Islam. Oleh karena itu, perlu adanya sikap awareness terhadap diri kaum muslim terkait toleransi dalam pandangan Islam itu sendiri.  


Dengan toleransi yang seperti saat ini telah mengaburkan bagaimana toleransi yang sebenarnya dalam pandangan Islam.


Toleransi pada saat ini adalah bentuk toleransi yang salah. Di mana bisa berpotensi dalam mencampuradukkan ajaran Islam dengan pemikiran batil lainnya yang dapat berujung pada sifat maupun tindakan pluralisme. 


Pluralisme adalah senjata jitu dalam menerapkan toleransi yang kebablasan. Konsep pluralisme beragama seperti ini sengaja digaungkan agar ide-ide mereka mudah diterima umat Islam. Karena memang sudah dirancang agar sesuai dengan ajaran Islam. Padahal faktanya sangat bertentangan dengan Islam. 


Hal ini bisa dilihat dari ide dasar pluralisme sendiri yaitu menyatakan bahwa semua agama itu benar dan semua agama adalah sama.


Kalau dicermati ide ini jelas bertentangan dengan firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah Ali Imran ayat 19, “Sesungguhnya agama (yang di ridai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran : 19)


Hanya dengan Islam Toleransi Bisa Tepat


Fenomena seperti ini terjadi karena toleransi merujuk pada definisi global. Padahal dalam Islam sudah jelas definisi toleransi itu sendiri. Yang mana sudah di contohkan oleh Rasulullah dan para sahabat dari berabad-abad lamanya.


Sikap toleransi ini sudah dipraktikkan dengan baik ketika Daulah Islamiyah tegak berdiri dan dilanjutkan kembali pada kekhilafahan atau kepemimpinan selanjutnya.


Islam adalah agama yang sangat menghargai keberagaman dalam masyarakat. Apalagi di Indonesia sendiri memiliki berbagai macam perbedaan mulai dari suku, agama, ras, maupun bahasa.


Dalam pandangan Islam sendiri keberagaman adalah suatu keniscayaan. Sejarah telah membuktikan bahwa Daulah Islam yang dipimpin oleh Rasulullah saw. sebagai cerminan dari toleransi dan keindahan Islam itu sendiri. 


Dalam sistem Islam, warga negara dengan bebagai etnis, suku bangsa, agama, dan bahasa hidup saling berdampingan. Islam sendiri mengajarkan kepada seluruh kaum muslim untuk bersikap toleransi kepada nonmuslim, yaitu dengan cara membiarkan mereka menjalankan ibadah sesuai tata cara agama mereka masing-masing.


Dalam Islam, toleransi tidak dilakukan dengan cara kebablasan seperti toleransi saat ini. Misalnya, saling mengucapkan selamat hari raya, ikut memeriahkan acara yang mereka lakukan, atau membantu mereka dalam peringatannya. Tindakan seperti ini sama saja menganggap agama mereka benar. 


Seharusnya, kewajiban kaum muslim adalah mengajak nonmuslim untuk masuk Islam bukan memberi selamat atau bahkan membantu mereka dalam ibadahnya.


Itu berarti sama saja dengan menguatkan mereka untuk tetap dalam agama mereka, yaitu tetap dalam kesesatan agama mereka. 


Toleransi dalam pandangan Islam juga bukan berarti diam membiarkan kemaksiatan. Islam melarang untuk setiap individu kaum muslim untuk tidak mendiamkan kemaksiatan dan memerintahkan untuk beramar makruf nahi mungkar. Artinya, Islam tidak mentoleransi  kemaksiatan.


Khatimah 


Oleh sebab itu, dalam sistem Islam setiap individu, masyarakat, maupun negara diwajibkan untuk mencegah kemaksiatan. Setiap yang melakukan kemaksiatan atau melakukan perbuatan yang tidak sesuai ajaran Islam akan diberikan sanksi.


Sangat berbeda dengan toleransi ala moderasi saat ini, yaitu membiarkan kemaksiatan dan membebaskan setiap orang untuk melanggar ajaran Islam.


Semoga dari tulisan ini bisa tergambarkan bagaimana toleransi yang sesungguhnya dalam pandangan Islam. Proud of being a Muslim! Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Makan Bergizi Gratis, demi Siapa?

Makan Bergizi Gratis, demi Siapa?




Salah satu peristiwa terkait distribusi makanan gratis

di zaman Rasulullah saw. adalah "suffah"

______________________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Rencana program andalan pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berkampanye pada pilpres lalu yaitu makan siang gratis.


Prediksi Prabowo saat kampanye, anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp460 triliun. Awalnya program ini bernama makan siang gratis kemudian menjadi makan bergizi gratis. Program ini dijalankan menggunakan dana APBN untuk pendidikan dan perlindungan sosial. 


Isu anggaran makan siang gratis dari Rp15.000 menjadi Rp7.500 per porsi atau separuh dari anggaran sebelumnya. Anggaran Rp7.500 masih tahap pembahasan. 


Seperti yang diketahui setiap presiden dan wakil presiden yang terpilih akan memberikan janji-janjinya pada rakyat. Salah satunya makan bergizi gratis yang bertujuan untuk memenuhi kecukupan gizi bagi anak-anak.


Namun anggaran yang dikeluarkan sangatlah besar. Apabila anggaran yang besar itu bisa dialokasikan untuk rencana program andalan pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berkampanye pada pilpres lalu yaitu makan siang gratis. (bbc.com, 26-10-2024) 


Kebutuhan Masyarakat 


Pemenuhan kebutuhan gizi termasuk pemenuhan kebutuhan primer. Masyarakat berharap besar mendapat perhatian dari pemerintah untuk bisa memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari.


Alih-alih program gizi ini akan menyelesaikan masalah pemenuhan gizi masyarakat terutama anak-anak, seakan suatu yang mustahil. Karena bisa kita perhatikan sebelum program gizi gratis dimulai, sudah banyak kendala.


Dari anggaran biaya yang sudah berkurang separuhnya per porsi, belum lagi anggaran yang diambil dari APBN ini menjadi polemik. Karena masih ada kebutuhan dasar lainnya yang harus lebih diprioritaskan.


Pemerintah harus mempertimbangkan kembali anggaran yang akan dikeluarkan dengan skala prioritas kebutuhan masyarakat lainnya. Penekanan bisa berfokus pada bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, daripada terus fokus pada program makan gratis.


Apalagi anggaran tersebut tidak mencukupi dan malah terjadi pengurangan. Akhirnya program tersebut hanya asal berjalan saja.


Tambal Sulam dalam Kapitalisme 


Dalam sistem kapitalis liberal, masalah terselesaikan seperti tambal sulam. Tidak pernah tuntas ke akar permasalahan masyarakat, sehingga masalah kebutuhan gizi selalu muncul kembali.


Di beberapa daerah kerap muncul masalah anak kekurangan gizi, bahkan bertambah banyak kasus stunting terjadi di berbagai daerah.


Maka persoalan pun tak kunjung usai karena pemerintah tidak maksimal dalam mengurus urusan rakyatnya.


Pandangan Islam 


Dalam Islam kepengurusan rakyat harus diurus dengan maksimal, tanpa pandang bulu. Setiap individu berhak mendapatkan kebutuhan pokok termasuk kebutuhan gizi bagi anak-anak dan seluruh masyarakat.


Islam menjadikan amanah pada seorang pemimpin dalam menjalankan tugas pemerintahan. Tugas sebagai seorang pemimpin dalam mengurus urusan rakyat adalah kewajiban yang mutlak dalam menerapkan aturan dan hukum-hukum sesuai syarak.

 

Pemerintah harus bertanggung jawab dalam kekuasaan kepengurusannya. Seperti dalam kitab Nizhamul Hukmi Fi al-Islam:


"Khalifah adalah orang yang mewakili umat Islam dalam urusan kekuasaan atau pemerintahan dan penerapan hukum-hukum syarak."


Pada masa kejayaan Islam, pemberian makan bergizi gratis sudah dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat. Karena kebutuhan pokok masyarakat termasuk pangan sangat diperhatikan. 


Islam memenuhi kebutuhan gizi dengan tuntunan makanan yang halal dan baik. Salah satu peristiwa terkait distribusi makanan gratis di zaman Rasulullah saw. adalah "suffah".


Suffah adalah sebuah tempat di Masjid Nabawi yang dihuni oleh kaum Muhajirin yang belum memiliki pekerjaan dan penghidupan di Madinah.


Rasulullah dan para sahabat pun mengantarkan makanan bergizi kepada para penghuni suffah dengan menu kombinasi makanan berdasarkan ilmu gizi dan asupan yang seimbang.


Adapun pada masa kekhilafahan Turki Utsmani sejak abad ke-14 sampai abad ke-19 mendirikan Imaret. Imaret didirikan oleh para sultan, kalangan militer dan individu untuk mendekatkan diri pada Allah Ta'ala.


Imaret ini bertujuan untuk menyiapkan makanan dan didistribusikan secara gratis pada masyarakat dari berbagai latar belakang.


Anggaran makanan bergizi gratis pada masa Islam didapatkan dari kas Baitulmal yang dikelola oleh negara secara maksimal sesuai dengan kebutuhan pokok seluruh masyarakat baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, pangan, pertanian, ekonomi, harta dan sebagainya.


Khatimah


Begitulah Islam menyelesaikan permasalahan rakyatnya sesuai dengan hukum Islam tanpa melanggar aturan Allah Ta'ala, sehingga keberkahannya terasa pada seluruh alam.


Menjadikan pemimpin dan para pejabat bekerja dengan penuh tanggung jawab. Begitulah pemerintahan Islam menjadi rahmatan lil'alamiin bagi seluruh rakyat baik muslim maupun nonmuslim. Wallahualam bissawab. [SJ/MKC


Siti Rahmawati

Polemik Sertifikasi Halal ala Kapitalisme

Polemik Sertifikasi Halal ala Kapitalisme



Sertifikasi ala kapitalisme telah menjadikan nama suatu produk tak jadi masalah

asal zatnya itu halal

______________________________


Penulis Nurlina Basir, S.Pd.I

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Indonesia adalah salah satu negeri muslim terbesar di dunia saat ini. Jumlah penduduk muslimnya mencapai 245,93 juta jiwa atau 87,08% dari jumlah penduduk (data Kemendagri). Dengan jumlah tersebut mengharuskan adanya penyediaan produk-produk yang terjamin halal terjual di pasaran, seperti kebutuhan hidup berupa makanan, minuman, pakaian dan sebagainya.

 

Namun, perbincangan soal sertifikasi halal pada produk-produk dengan nama sebutan yang tidak halal, serta mengambil nama-nama buruk seperti setan, tuyul, tuak, beer, wine dan yang semisalnya. Ternyata ada yang secara zatnya termasuk kategori halal. Misalnya, mie setan pedas, bakso setan, atau diambil dari nama yang terkesan tidak senonoh.

 

Pemberian nama seperti beer dan wine yang jelas-jelas minuman beralkohol atau minuman keras justru diberikan label halal. Akhirnya berdampak pada penerimaan masyarakat, mirisnya hal tersebut dianggap biasa. Sebagai seorang muslim tentu saja keadaan ini mengkhawatirkan.

 

Sertifikasi ala Kapitalisme


Sertifikasi ala kapitalisme telah menjadikan nama suatu produk tak jadi masalah asal zatnya itu halal. Padahal berpotensi menimbulkan kerancuan yang dapat membahayakan. Karena persoalan halal haramnya suatu benda dalam pandangan Islam merupakan hal prinsip yang sangat berkaitan dengan akidah seorang muslim.

 

Nama suatu produk pun harusnya sudah menggambarkan perihal kandungannya (zatnya). Sebagai konsumen, kita sudah paham bahwa itu aman. Sudah menjadi rahasia umum ketika sertifikasi menjadi ladang bisnis untuk meraup keuntungan.

 

Negara yang menganut sistem ekonomi kapitalisme sekularisme akan menjadikan ini sebagai sesuatu yang menghasilkan. Adanya batas waktu sertifikasi akan membuat sebuah usaha mengabaikan kehalalan dan keamanan.

 

Islam Sangat Memperhatikan Kehalalan Sesuatu

 

Islam merupakan agama sempurna yang mengurus segala aspek kehidupan dunia hingga akhirat. Ia juga memiliki aturan tentang benda atau zat, ada yang halal dan ada pula yang haram. Halal berarti boleh dan haram berarti harus ditinggalkan. Setiap yang dilarang pasti ada keburukan di dalamnya yang berpotensi tertolaknya amalan baik seseorang.



Perintah Allah Swt. dalam Al-Qur'an adalah memakan sesuatu yang halal dan baik yang terdapat di  bumi ini. (baca: QS. Al-Baqarah [2]: 168)



Secara fitrah, manusia membutuhkan setiap asupan yang mengandung dua sifat yaitu halal dan tayibah. Halal dalam pemahaman para ahli fikih adalah dilihat dari segi zat dan prosesnya. Sedangkan tayibah, berdasarkan penjelasan dr. Zaidul Akbar, beliau menulis dalam buku JSR yaitu apabila makanan tersebut aman, baik dan tidak menimbulkan masalah apa pun jika dikonsumsi, baik jangka pendek maupun jangka yang panjang dan dapat memberi manfaat bagi tubuh manusia.

 

Tubuh kita akan memberikan respons 'menolak' ketika diberikan yang haram. Alhasil, timbul berbagai keluhan kesehatan yang skalanya kecil maupun besar.  

 

Makanan yang haram dari segi zatnya adalah bangkai, hewan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah Swt., khamr, babi dan turunannya. Sementara yang terkategori haram berdasarkan prosesnya dapat dilihat dari makanan yang diperoleh dengan cara yang haram seperti korupsi, menipu, suap dan lain-lain.

 

Kaum muslimin berkeyakinan bahwa setiap yang dimakan akan menjadi daging di dalam tubuh dan akan memengaruhi pola tingkah laku. Ini adalah salah satu peringatan Allah Swt.. You are what you eat.

 

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari hal yang dimurkai Allah (haram) dan neraka adalah paling tepat untuknya.” (HR. Musnad Ahmad 13919)

 

Jaminan Halal Adalah Tugas Negara


 

Oleh karena itu, peran negara adalah memastikan setiap produk yang beredar di masyarakat adalah barang halal secara zatnya. Ini adalah bentuk perlindungan pemimpin kepada rakyatnya.

 

Salah satu tugas dari sepuluh tugas Imam yang disampaikan oleh Imam Al Mawardi, dalam kitab beliau yaitu Ahkam Sulthaniyah adalah menegakkan hukum dengan tegas agar segala yang dilarang oleh Allah Swt. tidak mudah dilanggar dan memelihara hak-hak hamba-Nya agar tidak mudah diselewengkan dan diremehkan.

 

Jadi negara Islam wajib menjamin kehalalan dan ketayiban sesuatu yang akan dikonsumsi oleh manusia secara umum. Begitu pun pendidikan yang berbasis akidah Islam wajib diberikan kepada masyarakat agar mereka senantiasa sadar bahwa apa pun yang dilakukan dalam kehidupannya, kelak akan dipertanggungjawabkan.



Sertifikasi halal adalah layanan yang harus diberikan oleh negara dalam Islam dengan biaya yang murah bahkan gratis. Sebab ketika masyarakat yang punya usaha dibebankan pembiayaan yang tinggi kepada mereka, bisa jadi membuatnya enggan untuk mengurusnya, akhirnya tidak mementingkan kehalalan produknya. Apalagi pengawasan minim dilakukan kepada pelaku usaha, maka ini akan sangat memberikan peluang. 



Untuk itu, para kadi yang telah ditunjuk oleh negara harus melakukan pengawasan secara rutin setiap harinya. Pengawasan itu dilakukan di berbagai tempat seperti pasar, tempat pemotongan hewan, gudang pangan, ataupun pabrik. Para kadi akan melakukan pengawasan dan pengecekan pada produksi dan distribusi produk untuk memastikan kehalalan produk, juga tidak adanya kecurangan (ghaban) dan kamuflase (penyamaran).



Kalaupun ada yang melakukan itu, maka sanksi tegas harus diberikan untuknya. Sanksi yang memberikan efek jera tentunya. Keputusan dikembalikan kepada kadi untuk menjatuhkan hukuman sebagai lembaga yang memiliki wewenang tersebut.

 

Tentu kehidupan tersebut harus diwujudkan dalam bentuk perjuangan mengembalikan kehidupan Islam secara menyeluruh, sebagaimana Allah Swt. menyuruh kita untuk melakukannya. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Fenomena FOMO, Tren Merusak Pemuda Remaja

Fenomena FOMO, Tren Merusak Pemuda Remaja



Cara pandang masyarakat yang bebas tidak mau terikat dengan agama

hedonis dengan hidup bermewah-mewahan dan konsumtif 

______________________________


Penulis Liza Khairina

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Gejala sosial karena pengaruh internet dan media sosial telah menjadikan seseorang mau tahu apa saja, mau mencoba apa saja.


Hal ini membuatnya ingin mendapatkan pengalaman yang dimiliki orang lain. Dunia sosial memperkenalkan dengan istilah gejala FOMO, yang mana akhir-akhir ini menjangkiti kawula muda dan dewasa muda.


Fenomena FOMO


Menurut pengamat sosial Devie Rahmawati FOMO atau Fear Of Missing Out dapat menyebabkan dampak buruk, karena untuk mengejar perhatian bisa menggunakan segala cara.


Bahkan sekalipun menggadaikan harga dirinya, keluarganya dan bangsanya untuk mendapatkan hal yang sedang tren. (Lifestyle.kompas.com, 21 September 2024)


Istilah-istilah gaya hidup terus bermunculan seiring perkembangan tingkah laku manusia. Juga berkembangnya teknologi yang semakin canggih menjadikan semua orang terkondisikan dalam lingkarannya.


Tentu saja akar persoalannya adalah sistem yang sedang diterapkan di tengah-tengah umat saat ini. Pengaruh sistem sedemikian kuat dan mampu mengubah cara pandang manusia dalam bersosial. Termasuk gejala FOMO yang hari ini telah menjadi tren dan keresahan semua kalangan. Gaya hidup meniru tanpa batasan.


Salah Satu Tren Buah Kapitalisme


FOMO yang sedang menjangkiti generasi digital akhir-akhir ini adalah buah dari penerapan sistem kapitalis yang basisnya adalah sekuler, memisahkan agama dari kehidupan.


Cara pandang masyarakat yang bebas tidak mau terikat agama, hedonis dengan hidup bermewah-mewahan dan konsumtif membeli barang tapi tidak terpakai menjadikan haluan hidup sebatas kesenangan duniawi yang sesaat. 


Akibatnya, terjadi polarisasi masyarakat bermasalah secara psikis dan candu populis. 


Dari kehidupan yang hanya untuk senang-senang saja pastinya yang paling terdampak adalah para pemuda. Pemuda yang terlahir dalam lingkungan kapitalisme mudah terikut arus dan pada akhirnya terbentuk sebagai generasi lost prestasi, pembebek dan jauh dari berpikir kreatif, inovatif apalagi solutif.


Sebab tontonan niragama menjadi konsumsi dan lifestyle. Padahal gerak maju dan mundurnya suatu bangsa ini bergantung generasinya. Generasi yang tumbuh ke arah baik dan cerdas memimpin di masa depan.


Namun sayang, dalam sistem kapitalis demokrasi ini generasi baik hanya menjadi mimpi belaka, sebab tidak adanya support ruang dan perlindungan sistem yang memungkinkan lahir dan tumbuhnya generasi beradab dengan visi akhirat.


Islam sebagai Penguat Karakter Generasi


Berbeda dengan sistem Islam yang memiliki sistem kekebalan disorientasi. Islam dengan karakter fitrahnya memandang generasi sebagai kekuatan untuk sebuah perubahan dan kebangkitan. Itulah kenapa membentuk pola pikir generasi dengan konsep yang benar adalah hal utama agar tidak salah dalam bersikap.


Pola pikir di sini tentunya adalah pola pikir yang berdasarkan iman dan takwa bervisi amal di dunia untuk kebahagiaan di akhirat. Sistem Islam membatasi gaya hidup dengan standar halal haram.


Pertimbangan maksiat taat dalam berpikir dan bersikap adalah upaya membentengi generasi agar tidak terjerumus dalam kerusakan dan kemunduran.


Karenanya, penting mengembalikan potensi generasi sesuai tujuan penciptaannya. Yaitu dilahirkan ke bumi hanya untuk beribadah. 


Aktivitas amaliyah di dunia yang berangkat dari kesadaran hubungannya dengan Allah Swt.. Sebab segala hal yang dilakukan di dunia akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Pemilik alam semesta.


Pemuda hari ini dengan semangat kiprah keumatannya, kelak ketika dewasa siap menjaga dan melanjutkan cita-cita luhur para pendahulunya.


Dengan predikat umat terbaik, mereka akan mampu mengambil alih kepemimpinan yang menjadi miliknya, di bawah bendera Al-liwa dan Ar-rayah. Rasulullah saw. bersabda:


ÙŠَعْجَبُ رَبُّÙƒَ Ù…ِÙ†ْ Ø´َابٍّ Ù„َÙŠْسَتْ Ù„َÙ‡ُ صَبْÙˆَØ©ٌ


"Rabb-Mu kagum dengan pemuda yang tidak memiliki shobwah (kecenderungan menyimpang dari kebenaran)." (HR. Ahmad)


Para pemuda dari generasi terbaik telah meninggalkan jejak sejarah keemasannya  dengan berdiri sebagai sosok berdikari dan beramar makruf nahi mungkar.


Lantang menyuarakan kebenaran dengan berpijak pada Al-Qur'an dan hadis. Menyambut janji Allah Swt. dan kabar gembira Rasul saw. dengan berlomba dalam kebaikan melalui karya-karya yang mengagumkan.


Sebutlah sahabat Nabi saw. dari kalangan pemuda seperti Mush'ab bin Umair, Sa'ad bin Abi Waqqas, Zaid bin Tsabit, Zubair bin Awwam. Juga para pemuda di masa Islam setelahnya. Ada Shalahuddin Al Ayyubi, Muhammad Al Fatih, Abdurrahman Ad Dakhil yang memimpin di usia muda.


Para pemuda polimath yang pada zamannya adalah pemuda Ahlul Qur'an kemudian terbina sebagai penemu-penemu saintek yang karyanya diakui dunia dan hari ini dinikmati oleh semua lapisan masyarakat dunia.


Ada Al-Khawarizmi penemu angka 0-9, Ibnu Firnas, Ibnu Sina bapak kedokteran yang karyanya menjadi rujukan dunia kesehatan. Dan lain-lainnya dari para muslim muda yang dunia mengenalnya sebagai agen perubahan dan kebangkitan besar.


Pada usianya yang masih belia, mereka terus menempa diri dengan belajar dan berlatih, tidak larut dalam kesenangan duniawi dan hura-hura. Alhasil, tumbuh berjiwa besar dan memimpin umat dengan bakat yang berbeda tapi dalam satu irama meninggikan kalimat Lailahaillallah Muhammadur Rasulullah.


Tentu semua itu sebab akidah Islam yang menancap di dada-dada mereka. Juga support sistem yang menaruh perhatian besar pada pemuda. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Yahya Sinwar Syahid, Simbol Perjuangan Kaum Muslim

Yahya Sinwar Syahid, Simbol Perjuangan Kaum Muslim

 



Para pejuang dan rakyat Palestina yang selama ini berjuang mempertahankan tanah mereka

dilandasi itikad yang mulia


______________________________


Penulis Nai Haryati, M.Tr.Bns., CIRBD.

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pengamat Politik


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Teladan perjuangan Yahya Sinwar telah wafat dalam operasi di Jalur Gaza Selatan pada Rabu, 17 Oktober 2024. (cnbcindonesia.com, 18-10-2024)


Beliau meninggal dengan menyongsong kematian terindah sebagai pahlawan yaitu syahid melawan Zionis Israel.


Keteguhan dalam memperjuangkan tanah Palestina lahir dari keyakinan bahwa aktivitas tersebut merupakan amal mulia dan syahid dalam perjuangan sebagai jalan mendapat rida dan surga Allah Swt..


Mentalitas pejuang akan muncul dalam benak kaum muslim jika memiliki akidah yang menancap kuat dan keikhlasan yang luar biasa. Siang seperti singa di padang pasir dan malam ibarat rahib-rahib yang tidak pernah lepas menyandarkan segala urusannya kepada Allah Swt..


Sinwar adalah musuh nomor satu bagi Israel dan dipandang sebagai arsitek serangan 7 Oktober 2023. Pada akhir hayatnya, Sinwar dalam kondisi masih mengarahkan operasi tempur dalam sebuah pertempuran militer. Bukan bersembunyi di balik terowongan bawah tanah sebagaimana tuduhan dusta juru bicara penjajah.


Kematiannya benar-benar dirayakan seluruh dunia karena caranya yang luar biasa. Mengajarkan arti pengorbanan sejati dan menggoreskan semangat perjuangan bagi kaum muslim.


Penguasa Negeri-Negeri Kaum Muslim Buang Muka  


Kebiadaban genosida yang dilakukan oleh Zionis Israel di luar batas kemanusiaan. Gempuran Israel berdalih untuk memberangus Hamas.


Namun, serangan terus dilancarkan ke wilayah-wilayah pemukiman-pemukiman warga, kamp-kamp pengungsian, bahkan fasilitas kesehatan. Kebrutalan dan arogansi Israel didukung oleh AS dan Inggris sebagai sekutu.


Penguasa negeri-negeri kaum muslim yang diharapkan mampu menjadi garda terdepan membela Palestina hanya mampu melakukan kecaman-kecaman serta upaya yang tidak apple to apple.


Mereka dinilai lemah dalam merespons masalah ini dikarenakan tersandera kepentingan hubungan normalisasi dengan Israel dan negara di belakangnya.


Sungguh paradoks, di sisi lain kaum muslim Palestina rela mempertaruhkan nyawa dan rela menderita untuk berjuang. Lalu, para penguasa kaum muslim justru memberikan karpet merah bagi penjajahan oleh entitas Yahudi Israel.


Narasi perang mereka citra burukkan daripada opini perdamaian sebagai solusi dua negara. Padahal dalam perjalanan sejarah, Israel hanya bisa dikalahkan dengan bahasa perang bukan bahasa diplomasi.


Kapitalisme kroni menjadikan permasalahan Palestina dipandang dengan motif keuntungan oleh para penguasa muslim. Mereka lebih mementingkan kepentingan diri sendiri untuk mendapatkan keuntungan politik, ekonomi dan lainnya.


Asimetris Kekuatan Kaum Muslim Palestina


Sepak terjang Hamas sebagai gerakan perlawanan penjajah Israel dimulai pada 1987 pada peristiwa Intifada Palestina pertama melawan pendudukan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza.


Hamas berkomitmen untuk menghancurkan Israel sebagaimana tertuang dalam piagam pendiriannya. Hamas terlibat dalam proses politik dan mengambil kendali di Gaza setelah mendepak gerakan Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas.


Hamas sebagai kelompok bersenjata nonpemerintah memiliki kekuatan untuk melakukan perlawanan terhadap Israel. 


Perlawanan tersebut membuat ketar-ketir entitas Zionis. Hanya saja, Israel berusaha membalas serangan Hamas dengan mengerahkan kekuatannya pada level negara.


Tentu didukung oleh AS dan negara sekutu lainnya. Hal ini menunjukkan asimetris kekuatan perlawanan kaum muslim yang berada di Gaza. Tidak berimbang antara kelompok bersenjata melawan sebuah negara yang dibacking-i negara adidaya.


Posisi superior Israel tidak dimungkiri karena mereka mendapat dukungan penuh dari negara adidaya dan negara pendukung Israel lainnya dari segi taktis, persenjataan, politik dan ekonomi. 


Maka, perlu adanya sebuat entitas pada level negara yang memiliki independensi dalam rangka menyelamatkan Palestina untuk memenuhi seruan Allah dan Rasullah saw.. Entitas tersebut siap mengerahkan pasukan terbaiknya untuk melawan penjajah.


Palestina Adalah Tanggung Jawab Kaum Muslim


Para pejuang dan rakyat Palestina yang selama ini berjuang mempertahankan tanah mereka dilandasi itikad yang mulia. Mereka gugur syahid mempertahankan Palestina. Di antara yang syahid adalah Yahya Sinwar sebagai simbol perjuangan.


"Dan janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu adalah orang-orang mati, melainkan mereka masih hidup dan diberi rezeki oleh Rabb-nya." (QS. Ali Imran: 169)


Palestina merupakan tanah Al Muqaddas yaitu tanah yang disucikan dan juga tanah ribath. Kaum muslim harus menjaganya lahir batin bahkan dengan nyawa.


Selain itu, tanah Palestina merupakan tanah kharajiyah karena dia dibebaskan oleh Umar Bin Khattab sehingga berlaku statusnya hingga hari kiamat adalah milik kaum muslim dan ini tidak bisa diubah.


Mengingat begitu pentingnya status tanah Palestina, posisi asimetris Palestina dan dunia Islam harus diakhiri.


Masalah Palestina adalah tanggung jawab seluruh kaum muslim, bukan hanya sekadar perebutan wilayah atau masalah kemanusiaan.


Perjuangan berlandaskan spirit mabda Islam dan bersatunya kaum muslim akan mampu membalikkan keadaan menjadi equal footing atau kekuatan yang imbang.


Maka, pengerahan pasukan di bawah panji Islam akan mampu mengusir penjajah yang selama ini melakukan pendudukan di wilayah Palestina selama 76 tahun. Wallahualam bissawab.[Dara/MKC]

Moderasi Beragama, Mampukah Menyatukan Perbedaan?

Moderasi Beragama, Mampukah Menyatukan Perbedaan?




Kenyataanya moderasi beragama justru mencampuradukkan ajaran agama

bahkan meragu-ragukan terhadap ajaran Islam

______________________________


Penulis Irmawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Moderasi agama kian marak digencarkan beberapa tahun terakhir. Tak hanya melalui pendidikan formal melainkan juga pendidikan nonformal. Mulai dari pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi. 


Penyebarannya kian gencar dilakukan pemerintah maupun organisasi nonpemerintah dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti seminar, workshop, diskusi dan lain sebagainya. 


Dilansir dalam Liputan 6 Sultra (16-10-2024), bahwa Pengurus Daerah Ikatan Penyuluh Republik Indonesia (IPARI) Kab. Muna Barat dalam upaya memperkuat toleransi dan kerukunan beragama bekerja sama dengan SMAN 1 Tiworo Tengah. 


Dalam rangka melaksanakan kegiatan "Diseminasi Gerakan Moderasi Beragama Pada Siswa (i) SMAN 1 Tiworo Tengah". Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Selasa, 15 Oktober 2024 dan secara resmi dibuka langsung oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Muna Barat. 


Pihak sekolah melalui kepala sekolahnya berharap dengan kegiatan ini menjadikan pendidik dan siswa mampu untuk menjunjung tinggi nilai toleransi, memahami serta menghormati segala bentuk perbedaan. Mengingat Muna Barat sebagai salah satu daerah multikultur, multireligi, multietnis, multibahasa dan multigolongan.


Tujuan yang ingin dicapai agar umat memiliki komitmen yang kuat, toleransi yang kuat, kebangsaan yang kuat, menghindari kekerasan dan menghargai budaya lokal.


Selain itu, diharapkan umat mampu menyatukan perbedaan yang terdapat di negeri ini dan menjadi jalan tengah bagi setiap elemen masyarakat, bernegara dan berbangsa termasuk memahami dan mengamalkan secara moderat adalah yang  diharapkan melalui program moderasi beragama. 


Akan tetapi jika melihat realitasnya, mungkinkah moderasi agama mampu menyatukan perbedaan di negeri ini?


Kenyataannya moderasi beragama justru mencampuradukkan ajaran agama bahkan meragu-ragukan terhadap ajaran Islam. Bukan lagi untuk saling menghormati dengan berbagai umat beragama. Umat Islam justru dijauhkan dari agamanya dan pengamalannya dengan mengambil jalan tengah. 


Di samping itu, penguatan moderasi agama di kalangan pelajar sejatinya merupakan upaya untuk mencegah dari tindak radikalisme dan ekstremisme. Melabeli muslim yang memiliki pemikiran Islam kafah dan berusaha menerapkannya, diubah agar memiliki pemikiran yang sesuai dengan Barat yakni moderat. 


Munculnya istilah moderat ini pun sebagai bentuk jebakan Barat untuk mengotak-kotakan umat Islam. 


Barat mengetahui potensi kebangkitan generasi muda di Indonesia dengan Islam kafah adalah ancaman. Jika umat Islam berpegang teguh pada agamanya maka akan bangkit kekuatan yang mendunia, itulah yang ditakutkan oleh Barat.


Karena itu, untuk membibitkan generasi yang pro terhadap pemikiran Barat segala potensi yang mampu mengarah pada tujuan tersebut harus diatasi. Hal ini karena moderasi adalah cara pandang Barat yang digunakan untuk mencengkeram negeri-negeri muslim. 


Di sisi lain, dengan moderasi beragama seorang muslim dijauhkan dari profil kepribadian Islam. Ketika moderasi beragama masif diaruskan oleh negara, hal ini menunjukkan bahwa negara berpandangan kebangkitan Islam merupakan ancaman. Padahal ancaman yang nyata adalah kerusakan moral di kalangan pelajar yang kian marak terjadi. 


Terlebih, maraknya berbagai kasus kekerasan maupun kriminalitas di kalangan pemuda didominasi bukan karena pertikaian SARA (suku,agama, ras dan golongan) melainkan gaya hidup liberal yang mencengkeram pemuda saat ini. 


Akar Masalah


Inilah dampak kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem ini dibangun atas asas pemisahan agama dari kehidupan. 


Dalam pandangan Islam, manusia tidak memiliki ruang untuk membuat hukum, manusia diperintahkan untuk terikat terhadap seluruh hukum syariat. Hal ini berbeda dengan sistem sekuler yang berasaskan pada kebebasan.


Dalam sistem sekuler, manusia yang berhak membuat hukum. Kebebasan menjadi landasan dalam berakidah, berpendapat, hak milik, dan kebebasan pribadi mendapat jaminan dalam sistem sekuler. 


Agar eksistensi Barat tetap terjaga, mereka berusaha menidurkan umat Islam dari ideologi Islam. Di antaranya dengan moderasi beragama. 


Seperti yang dikutip dalam dokumen Open Source Rand Corporation (RC) yang berjudul Building Moderate Muslim Networks menyatakan bahwa ide moderasi beragama membuat umat Islam memahami Islam sesuai dengan kepentingan Barat. 


Ide liberal seperti demokrasi, kesetaraan gender, HAM, pluralisme, dan ide-ide Barat lainnya menjadi suatu keniscayaan. Agar lahir generasi Islam yang memiliki profil moderat dalam beragama sesuai keinginan Barat, bahkan ikhlas dalam mengemban ide-ide Barat. Maka perlu dimasifkan moderasi beragama.


Ironisnya di tengah carut-marut dekadensi moral yang mendominasi pemuda saat ini, pemerintah justru menderaskan moderasi beragama mulai dari pusat sampai pelosok. Harapannya bisa menyelesaikan masalah, faktanya justru menambah masalah yang terjadi di negeri ini. 


Solusi Islam


Islam adalah agama yang turun dengan seperangkat aturan yang dijamin mampu menyelesaikan seluruh permasalahan manusia termasuk masalah toleransi, keharmonisan maupun keberagaman.


Sistem Islam akan menebarkan kebaikan ke seluruh alam semesta, menciptakan perdamaian, toleransi dan keadilan. Islam terbukti memberikan ruang kebebasan bagi nonmuslim untuk memeluk keyakinannya, bukan melalui jalan moderasi beragama. 


Terbukti toleransi antarumat beragama tercipta keharmonisannya selama 13 abad dan tercatat dalam sejarah. Dimulai sejak masa kekhalifahan Islam berkuasa, para pemeluk Islam, Yahudi, dan Kristen hidup berdampingan dengan tenang dan damai.


Di Spanyol lebih dari 800 tahun masyarakat hidup dalam tiga agama. Sementara itu, di India selama ratusan tahun muslim dan Hindu hidup rukun, begitu pun di sepanjang kekuasaan Bani Ummayah, Bani Abbasiyah, dan Bani Utsmaniyah umat Islam dan Kristen hidup rukun selama ratusan tahun. 


Jika dicermati, moderasi beragama hanyalah kedok untuk melanggengkan ideologi sekuler. Kendati demikian, umat Islam tidak boleh terjebak dengan narasi dan pemikiran ciptaan Barat. 


Sudah semestinya, pelajar sebagai aset di masa yang akan datang wajib memahami potensinya. Jika potensi ini disalurkan dengan benar, mereka akan tampil menjadi pemuda yang hebat.


Pemimpin masa depan sebagaimana generasi para sahabat. Mereka menjadi sosok pemimpin muda yang tangguh. Generasi seperti ini akan muncul kembali ketika pelajar ada dalam naungan Islam. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Mungkinkah Pengangguran Kabupaten Bandung Bisa Nol Persen?

Mungkinkah Pengangguran Kabupaten Bandung Bisa Nol Persen?

 



Solusi yang ditawarkan pemerintah mengarah pada langkah preventif

hanya bisa mencegah bukan mengatasi atau mengobati

______________________________


Penulis Rokayah 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Bandung


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Problem pengangguran memang masih menjadi PR besar bagi pemerintah Indonesia, tidak terkecuali di Provinsi Jawa Barat khususnya Kabupaten Bandung.


Padahal pengangguran berkorelasi positif dengan kemiskinan. Sedangkan kemiskinan menjadi salah satu faktor pemicu berbagai kerawanan sosial, sekaligus menjadi indikator minimnya tingkat kesejahteraan.


Mungkinkah Dadang Supriatna merealisasikan keinginannya Kabupaten Bandung 0% pengangguran?


Dikutip dari berita online Tribun Jabar, Dadang Supriatna inginkan Kabupaten Bandung 0% pengangguran. Dengan keinginannya itu, Dadang Supriatna merencanakan akan menggelar diskusi intensif dengan para pengangguran.


Mengapa diskusi tersebut ingin dilakukan pria yang akrab disapa Kang DS tersebut? Karena  katanya Kang DS ingin mengetahui harapan yang diinginkan dan kendala yang dihadapi para pengangguran, khususnya di Kabupaten Bandung. (Tribunjabar.id, 11-10-2024)


Langkah Preventif yang Tidak Solutif


Pemerintah mengeklaim penyebab makin berkurangnya lowongan kerja adalah karena perubahan teknologi informasi. Perkembangan digitalisasi yang cepat menjadi ancaman nyata bagi pasar tenaga kerja di Indonesia yang banyak didominasi oleh tenaga kerja unskilled-workers.


Walhasil, faktor terbesar tingginya pengangguran di Jawa Barat khususnya di Kabupaten Bandung adalah karena kompetisi tenaga kerja yang ada sekarang ini sangat rendah.


Adapun solusi yang diberikan pemerintah adalah dengan terus mengadakan pelatihan-pelatihan untuk menekan pengangguran. Melihat tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia yang didominasi oleh tingkat pendidikan SMK dan SMA, kini pemerintah tengah menggencarkan pelatihan vokasi. Ke depan, pelatihan dan pendidikan vokasi harus berjalan beriringan.


Namun demikian, solusi pemerintah menggencarkan pelatihan vokasi untuk menekan pengangguran dianggap klise dan tidak akan mampu menyelesaikan masalah pengangguran.


Alasannya selain karena pemborosan dana untuk program vokasi, juga karena program pendidikan dan pelatihan vokasi yang sudah lama berjalan ini dianggap tidak menuai hasil, bahkan menjadikan lulusan SMK malah menjadi warga terbanyak yang menganggur.


Bila diamati, solusi yang ditawarkan pemerintah mengarah pada langkah preventif, di mana memang ditujukan untuk mencegah bukan mengatasi atau mengobati. Pelatihan vokasi adalah bentuk dari persiapan untuk memasuki dunia kerja, sementara para pengangguran yang telah diberikan pelatihan vokasi tadi juga membutuhkan lapangan pekerjaan. 


Ketimpangan juga nampak dari fenomena banyaknya tenaga kerja asing yang dipekerjakan di negeri sendiri, membuat persaingan mencari kerja semakin tinggi. Solusi yang diberikan seharusnya tidak putus sampai memberikan pelatihan saja, tapi juga membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas dan menutup pintu masuk bagi tenaga kerja asing.


Sudah banyak bukti bahwa janji manis kampanye hanya sekadar menarik suara rakyat. Persoalan pengangguran bukan karena siapa Bupatinya, tetapi lebih kepada sistem apa yang diterapkan.


Jika masih mengadopsi sistem buatan manusia yang berlandaskan kapitalistik, sampai kapan pun pengangguran tidak akan terselesaikan, sebab sudah salah dari konsep ekonominya sejak awal.


Perkembangan teknologi di sistem ini justru terus memproduksi pengangguran. Pajak yang tinggi menyebabkan banyak perusahaan bangkrut dan akibatnya banyak rakyat menganggur dan masalah-masalah lainnya.


Tingginya tingkat pengangguran kerap menjadi alat ukur untuk memetakan tingkat kemiskinan rakyat. Untuk memutus mata rantai tersebut, setiap negara tentu memiliki strateginya masing-masing.


Di tengah ancaman ekonomi kapitalisme yang terjadi detik ini, bagaimana konsep Islam memutus mata rantai pengangguran?


Konsep Islam dalam Memutus Rantai Pengangguran


Islam memiliki syariat yang mengatur semua bidang kehidupan, termasuk sistem ekonomi, pendidikan, dan politik Islam. Dengan pengelolaan dan pengaturan sumber daya alam atau energi yang merupakan milik bersama, sistem Islam dapat mengatasi pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja yang memadai bagi masyarakat.


Sejarah membuktikan bahwa perekonomian dalam sistem pengaturan Islam tumbuh dengan sangat baik bahkan cepat. Pasalnya sistem ekonomi Islam memiliki pengaturan terkait kepemilikan, di mana sumber daya alam (SDA) dan energi diposisikan sebagai kepemilikan umum atau milik rakyat.


Pengelolaan SDA hanya boleh dilakukan negara dan haram diserahkan kepada swasta apalagi asing, apa pun alasannya. Dari pengaturan kepemilikan umum saja, negara akan mampu membuka lapangan pekerjaan dalam jumlah besar, sebab pengelolaan SDA ini berkaitan dengan hajat hidup masyarakat, seperti BBM, listrik, air, dan sebagainya.


Melalui pendidikan Islam, negara akan mendukung tersedianya tenaga kerja yang mumpuni yang bisa diakses siapa saja karena gratis dan berkualitas.


Dengan menanamkan ketakwaan individu melalui kurikulum pendidikan yang berbasis akidah Islam, maka akan mencetak generasi yang hebat, berkepribadian Islam yang kuat, dan menguasai teknologi. 


Di sisi lain, negara melarang kegiatan ekonomi non-riil, seperti saham, bursa, dan lain-lain. Serta fokus hanya pada pengembangan ekonomi riil. Langkah ini dapat menciptakan banyak lapangan kerja karena uang akan berputar secara alami dan lancar.


Negara memberi dukungan pengembangan ekonomi riil melalui pembangunan infrastruktur, pemberian modal, dan sarana prasarana di berbagai bidang, seperti pertanian, perkebunan perdagangan, jasa, dan lain-lain dari Baitulmal yang memiliki pemasukan melimpah sesuai ketetapan syariat Islam. Hal ini tentu akan menciptakan suasana yang kondusif untuk bekerja.


Oleh karena itu, hanya dengan pengaturan Islam yang menyeluruh (kafah) dalam segala aspek kehidupan, maka akan tersedia lapangan kerja secara luas dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Moderasi Beragama: Menjauhkan Umat dari Makna Kesalehan Sejati

Moderasi Beragama: Menjauhkan Umat dari Makna Kesalehan Sejati



Moderasi beragama tidak muncul begitu saja

melainkan merupakan bagian dari proyek global

______________________________



KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Kementerian Agama Indonesia baru-baru ini mengumumkan kenaikan Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) dan Indeks Kesalehan Sosial (IKS) di tahun 2024.


Menurut data yang disampaikan, IKUB mencapai angka 76,47 yang dianggap sebagai prestasi berkat penerapan prinsip moderasi beragama. 


Menteri Agama juga menyatakan bahwa kerukunan umat beragama semakin membaik dan kesalehan sosial meningkat, sebagai hasil dari program-program moderasi yang sedang dijalankan. (kompas.com, 10-10-2024)


Namun di balik klaim ini, ada keprihatinan mendalam tentang bagaimana makna "saleh" yang secara tradisional dipahami dalam Islam, kini didekonstruksi melalui konsep kesalehan sosial dan moderasi.


Moderasi Beragama: Dekonstruksi Makna Kesalehan


Indeks Kesalehan Sosial (IKS) yang digunakan oleh pemerintah diukur melalui lima dimensi: kepedulian sosial, relasi antarmanusia, menjaga etika, melestarikan lingkungan, serta relasi dengan negara dan pemerintah.


Kesalehan yang semula dipahami dalam Islam sebagai tindakan ibadah yang murni karena Allah dan sesuai dengan syariat, kini diberikan pemaknaan baru melalui tambahan kata “sosial.” 


Indikator-indikator ini jelas mencerminkan standar moderasi beragama yang saat ini dijadikan landasan kebijakan, bukan standar yang sesuai dengan panduan Al-Qur’an dan Sunah. Makna moderasi ini bertujuan untuk menampilkan citra Islam yang "moderat" dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal sosial. 


Moderasi menekankan pentingnya toleransi, kesetaraan, dan kerja sama antarumat beragama, yang menjadi pilar dari Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB).


Namun, ada kekhawatiran bahwa moderasi ini justru menggeser umat Islam dari prinsip-prinsip akidah dan syariat yang seharusnya menjadi landasan utama dalam kehidupan seorang muslim.


Proyek Moderasi: Menjauhkan Umat dari Islam


Moderasi beragama tidak muncul begitu saja, melainkan merupakan bagian dari proyek global yang dirancang oleh Barat untuk mencegah kebangkitan ideologi Islam.


Menurut laporan RAND Corporation, moderasi beragama dipromosikan sebagai cara untuk mengadang potensi kebangkitan dan penerapan syariat Islam secara kafah di negeri-negeri muslim. 


Dengan mempromosikan Islam yang "moderat", Barat berupaya menjauhkan umat Islam dari tuntunan asli agama mereka. Salah satu dampak utama dari moderasi ini adalah umat Islam semakin menjauh dari nilai-nilai syariat.


Mereka diajak untuk menerima pandangan global tentang toleransi dan kesalehan, yang sesungguhnya bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. 


Padahal, Islam sudah memiliki definisi yang jelas tentang kesalehan. Dalam Islam, sejatinya insan yang saleh yaitu mereka yang beribadah ikhlas karena Allah dan menjalankan segala perintah atau aturan yang bersumber dari syariat-Nya. Tidak ada konsep kesalehan yang berdasar pada relasi dengan negara atau pemerintah yang tidak menerapkan hukum Allah.


Toleransi dalam Pandangan Islam


Toleransi sebagai salah satu nilai utama dalam moderasi beragama, juga diberikan makna yang berbeda dari apa yang diajarkan oleh Islam.


Islam tentu mengajarkan toleransi, tetapi toleransi tersebut diatur oleh Al-Qur'an dan Sunah, bukan standar global yang diusung oleh Barat. 


Dalam surah Al-Kafirun ayat 6, Allah Swt. dengan tegas menyatakan bahwa, "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku." Ini adalah bentuk toleransi yang diajarkan oleh Islam, yaitu menghargai keyakinan orang lain tanpa harus mencampuradukkan keyakinan tersebut dengan prinsip-prinsip Islam.


Selama berabad-abad, toleransi Islam telah diterapkan dalam Daulah Islam. Pada masa tersebut, umat Islam, Yahudi, dan Kristen hidup berdampingan dengan damai di bawah naungan pemerintahan Islam. 


Mereka bebas menjalankan ibadah dan keyakinan mereka tanpa adanya paksaan atau tekanan. Fakta sejarah ini menunjukkan bahwa Islam telah terbukti mampu membawa stabilitas dan kedamaian di tengah keragaman agama, jauh sebelum munculnya konsep moderasi yang dikampanyekan saat ini.


Membangun Kesadaran Umat


Dengan naiknya Indeks Kerukunan Umat Beragama dan Indeks Kesalehan Sosial, pemerintah berusaha menunjukkan bahwa moderasi beragama adalah solusi untuk menciptakan masyarakat yang damai dan harmonis. Namun, kita harus waspada terhadap konsekuensi dari proyek moderasi ini. 


Moderasi beragama sejatinya merupakan strategi untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran agama mereka yang sebenarnya dan menekan potensi kebangkitan Islam secara politik.


Umat Islam harus menyadari bahwa toleransi dan kesalehan sejati hanya bisa dicapai melalui penerapan Islam secara kafah, bukan melalui pendekatan moderasi yang dipaksakan oleh Barat. 


Islam sudah memiliki aturan yang jelas tentang bagaimana kita hidup berdampingan dengan orang lain serta bagaimana menjalankan kehidupan yang saleh di bawah naungan syariat.


Oleh karena itu, umat Islam harus bersatu dan memperjuangkan tegaknya Daulah Islam, sebagai junnah atau pelindung yang sejati bagi umat. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]


Endah Dwianti, S.E., CA., M.Ak.

Penipuan Mewabah di Tengah Musibah

Penipuan Mewabah di Tengah Musibah




Praktik penipuan menjadi hal yang biasa

dalam kapitalisme


_______________________


Penulis Yani Ummu Qutuz

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Sudah jatuh tertimpa tangga, sepertinya itu ungkapan yang tepat bagi rakyat Florida, Amerika Serikat. Pasalnya, masih terasa derita akibat Badai Milton yang melanda wilayah Florida pada (10-10-2024), warga Florida kini menghadapi bencana baru berupa penipuan berkedok bantuan darurat bencana. 


Dikutip dari (cnn.indonesia.com, 13-10-2024) Chief Finansial Officer Florida Jimmy Patronis mengatakan, bahwa warga Florida tengah diterjang penipuan baik dari asuransi, dana bantuan bencana, maupun kontraktor perbaikan bangunan.


Menurut Patronis orang yang rentan terkena tipu adalah para lansia usia 60 tahun ke atas. Para penipu biasa mendatangi lansia yang rumahnya rusak dengan meyakinkan mereka untuk menandatangani klaim asuransi. Kemudian para penipu itu menagih uang tersebut kepada perusahaan asuransi dan menyedot uang langsung dari korban. 


Menurut juru bicara Better Business Bereau Melanie McGovern mengatakan, bahwa para penipu akan berdatangan dengan berbagai macam metode demi meraup cuan sebanyak-banyaknya. 


Modus penipuan bermacam-macam, ada yang berpura-pura menjadi pejabat Badan Managemen Darurat Federal (Federal Emergency Management Agency/FEMA) ataupun kontraktor yang ingin membantu memperbaiki rumah. 


FEMA adalah salah satu pihak yang sering dijadikan kedok para penipu. FEMA sendiri menegaskan bahwa pihaknya hanya akan menghubungi korban yang telah terdaftar untuk mendapatkan bantuan.


FEMA juga mengingatkan bahwa para penipu juga menyasar para penderma. Banyak badan amal fiktif bermunculan untuk mengelabui penderma. McGovern pun mengungkapkan jenis penipuan yang lain, yaitu membuat cerita-cerita palsu yang bertujuan untuk menarik simpati seseorang. Para penipu ini biasa mewabah di platform Crowd Funding untuk menyasar orang-orang yang lemah.


Penipuan Subur dalam Kapitalisme


Praktik penipuan menjadi hal yang biasa dalam kapitalisme. Ketidakpastian ekonomi saat ini membuat masyarakat tidak sejahtera.


Mencari pekerjaan sulit, PHK di mana-mana, inilah yang menghantarkan masyarakat pada kondisi kemiskinan struktural. Orang akan melakukan apa pun termasuk menipu agar bisa bertahan hidup.  


Sementara itu, sekularisme telah menjadikan masyarakat jauh dari agama. Agama hanya ada dalam ibadah mahdah, dalam urusan kehidupan yang lain, agama jangan dibawa-bawa.


Akibatnya halal haram sudah tidak dihiraukan. Bahkan sampai ada ungkapan “Jangankan mencari yang halal, mencari yang haram pun sulit." Jadilah mereka memilih menipu untuk bisa mempertahankan hidup.


Di sisi lain, negara sebagai pihak yang bertanggung jawab mengurus rakyat, ternyata abai dalam menjalankan perannya. Relasi antara penguasa dan rakyat hanya sebatas untung rugi.


Keberadaan mereka hanya untuk kepentingan korporasi. Lapangan pekerjaan yang seharusnya menjadi tugas negara untuk menyediakannya, malah diserahkan pada swasta. Ketika lapangan pekerjaan sempit, penipuan menjadi alternatif. 


Tidak adanya lapangan pekerjaan yang memadai mengakibatkan orang memilih menipu untuk mendapatkan uang. Sementara itu, hukuman bagi para penipu dan pendusta dalam sistem sekuler kapitalis hanya berupa kurungan fisik dan denda yang tak mampu memberikan efek jera bagi pelaku.



Daulah Islam Menutup Celah Penipuan



Islam memandang, kebohongan dan penipuan merupakan perbuatan tercela, merugikan, dan merusak, baik bagi orang lain juga diri sendiri. Mereka yang terbiasa menipu akan kehilangan kepercayaan orang lain dan merusak hubungan sosial.


Bahkan Rasulullah saw. tidak mengakui pengikutnya yang berbuat curang dan menipu. Beliau bersabda, “Barang siapa yang menipu kami bukanlah dia dari golongan kami.” (HR. Muslim)


Orang-orang yang berbuat curang akan menerima azab yang sangat pedih kelak di alam kubur, dengan merobek-robek mulutnya sendiri hingga hari kiamat.


Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Aku melihat dalam mimpi dua malaikat, keduanya berkata, “Orang yang engkau lihat mulutnya dikoyak hingga telinga, adalah seorang pembohong. Ia berbohong hingga kebohongannya tersebut dibebankan kepadanya hingga mencapai ufuk, maka dibuatlah ia diberi beban seperti itu hingga hari kiamat.” (HR. Bukhari)


Negara Islam akan memberlakukan sanksi bagi siapa saja yang melanggar syariat sesuai undang-undang yang berdasarkan Al-Qur'an dan Sunah. Sanksi akan diberlakukan kepada seluruh warga negara baik muslim maupun nonmuslim. Sanksi yang diterapkan akan memberikan efek jera bagi pelaku. 


Fungsi sanksi dalam Islam adalah sebagai jawabir dan zawajir. Jawabir artinya sanksi yang diberikan akan menjadi penebus dosa di akhirat bagi pelaku kriminal karena sudah diberikan hukuman sesuai syariat di dunia.


Fungsi zawajir yaitu memberikan efek jera baik bagi pelaku maupun orang lain, sehingga membuat orang berpikir seribu kali untuk melakukan tindakan kriminal. Dengan sanksi yang tegas, kejahatan tidak akan meluas dan ketenangan hidup akan didapatkan.


Hanya Daulah Islam yang bisa menerapkan aturan Islam secara sempurna dan memberikan rasa keadilan bagi semua.


Kekhilafahan saat ini belum diterapkan, maka menjadi kewajiban bagi kita untuk memperjuangkannya agar segera tegak kembali. 


Yuk ngaji, supaya kita tahu cara memperjuangkan Islam seperti yang dicontohkan nabi. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Guru di Penjara, Sudah Tak Sejahtera Ada Pula Cobaannya

Guru di Penjara, Sudah Tak Sejahtera Ada Pula Cobaannya

 


 


Dalam sistem pendidikan sekuler

guru sudah seperti tidak memiliki marwah

_________________________


Penulis Mia Annisa

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Kreator Digital dan Pemerhati Remaja


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Jagat maya kembali dihebohkan dengan berita penetapan seorang guru menjadi tersangka karena orang tua murid tidak terima anaknya ditegur.


Seorang murid kelas satu SD memiliki goresan di paha. Namun saat ditanya oleh ibunya, ia mengaku mendapatkan kekerasan dari guru di sekolahnya, membuat orang tua murid naik darah.


Akibat dari keterangan tersebut, pihak kepolisian menahan guru Supriyani. Ia mengajar di SDN Baito, Konawe Selatan dan sudah mengabdikan diri sebagai tenaga pendidik selama 16 tahun lamanya. 


Meskipun kejadian tersebut sudah cukup lama, namun kasusnya banyak mendapatkan perhatian publik. Bahkan tagar save Ibu Supriyani menjadi trending. 


Karena tak ingin memperpanjang masalah, dengan berbesar hati guru Supriyani akhirnya didampingi oleh kepala sekolah datang untuk meminta maaf. Alih-alih diterima permintaan maafnya, justru orang tua murid yang tak lain seorang anggota polisi berpangkat Aipda menganggap Supriyani mengakui kesalahannya.


Alhasil, diam-diam memproses kasus tersebut ke kantor polisi dan ditangani oleh Polda setempat. Kemudian memanggil Supriyani untuk dimintai keterangan, namun kenyataannya Supriyani justru langsung ditahan. (kumparan.com, 21-10-2024)


Apalah daya, nasib malang menimpa Supriyani bertubi-tubi. Sudahlah dituduh melakukan kekerasan, diminta pula uang damai sebesar Rp50 juta. Kepada seorang guru honorer yang gajinya tak seberapa. 


Ini terjadi sebelum penahanan terhadapnya, sehingga banyak yang menilai kasus Supriyani juga terdapat unsur pemerasan. Mirisnya, Supriyani juga diminta untuk mundur sebagai guru honorer. (detik.com, 22-10-2024)


Sejauh ini pihak sekolah mengatakan Supriyani menyangkal apa yang dituduhkan kepadanya itu tidaklah benar di hadapan kepolisian. Bahkan saksi yang dimintai keterangan tidak pernah menyebut bahwa Supriyani melakukan tindak kekerasan.


Yang menjadi pertanyaan mengapa kasus ini malah tetap diproses dan kasusnya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Konawe Selatan. (kompas.id, 22-10-2024)


Berulangnya Kasus Serupa dalam Sistem Sekuler


Ini bukan pertama kalinya seorang guru menghadapi tindakan hukum karena mendisiplinkan murid. Tahun lalu guru Akbar di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat dituntut bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sumbawa karena menegur siswanya yang tidak mau melakukan salat.


Tidak hanya menghadapi tindakan hukum, ada juga guru yang mengalami tindak kekerasan (pengeroyokan) dari siswa dan keluarganya karena tidak terima didisiplinkan. Mirisnya, hingga membuat sang guru berakhir meregang nyawa bahkan ada pula guru berbalik menjadi tersangka. 


Tak jarang banyaknya kasus guru yang dipidanakan membuat guru hari ini takut untuk menegur siswanya. Dalam sistem pendidikan sekuler, guru sudah seperti tidak memiliki marwah


Adab dan sopan santun terhadap guru sudah sedemikian mirisnya. Tak hanya itu, guru dalam sistem hari ini seperti berada di persimpangan jalan. Sudahlah banyak yang tak sejahtera dan memikul tanggung jawab besar, namun ada saja cobaannya. 


Meskipun sudah ada UU Perlindungan Guru Nomor 14 Tahun 2005, kenyataannya itu tak cukup ampuh untuk melindungi guru. Fakta ini tak bisa dilepaskan bahwa dalam sistem demokrasi negara hanyalah sebatas membuat regulasi atau kebijakan. Namun bagaimana regulasi itu dijalankan semua jauh panggang dari api.


Guru sering kali menjadi terdakwa, sedangkan murid melenggang dan menjadi besar kepala karena terkadang sering divalidasi dalam UU Perlindungan Anak. 


Mengembalikan Sistem Pendidikan Islam 


Kasus orang tua murid yang mempidanakan guru adalah potret buram karut marutnya dunia pendidikan hari ini. Sistem pendidikan harus dikembalikan kepada sistem pendidikan Islam yang mengatur peserta didik apabila melakukan pelanggaran akan dikenai sanksi yang sudah ditentukan oleh syariat.


Misalnya anak di bawah usia 10 tahun tidak boleh mendapatkan sanksi fisik seperti pemukulan. Namun, anak di atas 10 tahun boleh ada sanksi fisik dengan beberapa syarat.


Alat yang digunakan tidak boleh sampai melukai, pukulannya pun tidak meninggalkan luka dan cacat. Sebab di dalam Islam sendiri terdapat syariat mengenai ta'dzib (pendisiplinan) pada anak. (muslimahnews.net, 9-5-2023)


Rasul shalallahu 'alaihi wassalam bersabda, "Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melakukan salat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukulah mereka saat usia sepuluh tahun." (HR. Abu Daud dan Ahmad)


Ta'dzib akan berjalan sebagaimana mestinya apabila arah dan tujuan pendidikannya jelas. Kurikulum pendidikan adalah kurikulum Islam tanpa memisahkan agama dari kehidupan, sehingga bentuk pendisiplinan guru terhadap murid tidak akan pernah bias. 


Memuliakan Guru, Memuliakan Ilmu


Para ulama terdahulu telah banyak mencontohkan. Mereka tidak hanya giat mencari ilmu, tetapi mereka juga belajar bagaimana caranya memuliakan guru. 


Umar bin Khattab pernah berkata, "Tawaduklah kalian terhadap orang yang mengajari kalian." Perkataan ini dengan gamblang menyatakan adab atau etika seorang penuntut ilmu terhadap guru. 


Imam Syafi'i juga pernah mengatakan, "Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru. Sejujurnya, gagal mempelajari ilmu karena memusuhi sang guru."


Bahkan Imam Syafi'i pernah memperlakukan seorang laki-laki tua dengan mencium tangannya dan memeluknya hangat ketika berpapasan.


Tak lain adalah seorang guru yang telah mengajari Imam Syafi'i bagaimana caranya mengetahui anjing yang telah masuk usia dewasa. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Tunjangan Rumah Dinas DPR, di Tengah Kesulitan Rakyat

Tunjangan Rumah Dinas DPR, di Tengah Kesulitan Rakyat

 



Bukan berarti memberikan fasilitas sarana dan prasarana

tidak memperhitungkan situasi ekonomi negara terkhusus ekonomi rakyat


______________________________


Penulis Ummu Ahsan 

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Berita terkait fasilitas anggota DPR RI yang akan mendapatkan tunjangan rumah dinas setelah dilakukan penarikan rumah dinas sebelumnya masih menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. 


Sungguh, tunjangan tersebut merupakan kebijakan yang ironis jika dibandingkan dengan realita kehidupan rakyat hari ini. Lantas, bagaimana Islam memandang hal ini? 


Dianggap Sebuah Pemborosan


Indonesia Corruption Watch menilai bahwa kebijakan pemberian tunjangan perumahan bagi anggota DPR RI periode 2024-2029 dianggap sebagai bentuk pemborosan anggaran negara.


Total pengeluaran anggaran oleh anggota DPR untuk tunjangan perumahan berkisar dari Rp1,36 triliun hingga Rp2,06 triliun dalam jangka waktu lima tahun ke depan. ICW melakukan perbandingan antara pola belanja untuk pengelolaan rumah jabatan pada periode 2019-2024 dengan penghitungan tunjuk perumahan bagi anggota DPR selama satu periode. 


Hal ini akan menyulitkan pengawasan, sebab tunjangan tersebut akan ditransfer langsung ke rekening pribadi masing-masing anggota DPR. (kompas.com)


Fasilitas Selangit, Kinerja Efektif?


Fasilitas yang diterima anggota dewan telah menambah panjang daftar anggaran negara. Negara berharap tunjangan tersebut memudahkan peran anggota dewan sebagai wakil rakyat dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur aspirasi rakyat. 


Namun melihat kinerja sebelumnya dan kinerja anggota DPR saat ini, akan sulit mewujudkan harapan rakyat. Kerja yang optimal memang butuh support sarana dan prasarana yang memadai. Bukan berarti memberikan fasilitas sarana dan prasarana tidak memperhitungkan situasi ekonomi negara, terkhusus ekonomi rakyat. 


Tak heran, jika banyak yang menganggap tunjangan DPR akan memperkaya mereka saja. Padahal harapan rakyat cukup sangat sederhana yaitu suara kehidupan mereka didengarkan dan diberikan solusi bagi masalah yang tengah melanda.


Tentu, hal itu membutuhkan waktu juga kerja keras dalam menimbang serta mencari solusi terbaik bagi permasalahan rakyat.


Wakil Rakyat dalam Demokrasi


Dewan Perwakilan Rakyat atau disingkat DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang beranggotakan dari partai politik peserta pemilihan umum. Dalam demokrasi, gaji serta tunjangan wakil rakyat sangat erat kaitannya dengan kebijakan politik dinasti.


Hal ini bisa terjadi, melihat di antara wakil rakyat sebagian besarnya adalah kerabat dari penguasa sebelumnya atau penguasa yang tengah menjabat. Apalagi DPR diberikan wewenang membuat dan mengesahkan UU.


Tentunya, ini membawa dampak pada keputusan wakil rakyat. Salah satu di antaranya ialah anggaran tunjangan anggota DPR RI. Setiap pergantian pemimpin dalam lima tahun sekali terjadi perubahan pada tatanan pemerintahan, termasuk segenap aturan dalam DPR. 


Wakil Rakyat dalam Sistem Islam

 

Berbeda dalam sistem politik Islam, Majelis Umat keanggotaannya berasal dari umat bukan dari partai secara mutlak. Bahkan nonmuslim diberikan hak menjabat sebagai bagian dari Majelis Umat. Karena fungsi dari Majelis Umat melakukan muhasabah atas keputusan seorang khalifah. 


Khalifah tidak hanya meriayah rakyatnya yang muslim, tapi rakyat nonmuslim diriayah tanpa adanya perbedaan. Namun, Majelis Umat dari kalangan nonmuslim hanya mengoreksi hal yang bersifat publik atau umum dalam hal terkait sarana dan prasarana.


Tidak diperkenankan mengoreksi hasil keputusan yang bersifat UU. Wakil rakyat dalam Islam prioritas utama mereka adalah keridaan Allah Swt., yang mengontrol wakil rakyat adalah iman dan takwa. 


Dari sini jelas bahwa tunjangan wakil rakyat sarat akan kepentingan pribadi atau kelompok. Sedangkan wakil rakyat dalam Islam murni menjalankan tugasnya sebagai pengontrol berjalannya tatanan pemerintahan.


Mengapa demikian? Karena Islam tidak memberlakukan pengupahan terhadap wakil rakyat atau Majelis Umat.


Hal ini untuk menjaga adanya dinasti politik atau pemanfaatan tugas dalam pemilihan khalifah atau pemilihan struktur pemerintahan negara Islam yang lainnya seperti Muawwin, Wali, Amil, dan jabatan yang lainnya. Dalam Islam tidak ada dinasti politik atau politik dinasti. 


Sistem Ekonomi Islam, Solusi atas Kesenjangan Ekonomi


Berbicara terkait upah atau gaji, bahkan tentang tunjangan wakil rakyat dalam demokrasi yang diklaim sebagai pemborosan APBN adalah salah satu masalah dari sistem ekonomi kapitalisme.


Hal ini akan menyebabkan ekonomi hanya beredar pada orang-orang dan kelompok tertentu saja. Akhirnya, perputaran ekonomi menjadi tidak sehat yang berdampak pada kesenjangan ekonomi. 


Jika ada madu mengapa memilih racun. Konsep sistem kapitalis demokrasi telah gagal menyelesaikan masalah, bahkan setiap aturan yang lahir dari demokrasi selalu memberikan problem baru bagi masyarakat.


Mengapa tidak mencoba melirik sistem Islam yang telah diterapkan dan terbukti keberhasilannya selama 13 abad?


Islam memiliki aturan terkait sistem politik ekonomi yang akan memberikan jaminan. Sebab, negara yang semestinya menjamin kebutuhan pokok hidup rakyat.


Khalifah dalam sistem kekhilafahan diberikan wewenang secara mutlak mengatur keuangan negara APBN. Wakil rakyat tidak diberikan legalitas demikian. 


Sistem Islam memiliki mekanisme terkait ketersediaan kebutuhan umat salah satunya adalah hunian yang bisa dimiliki oleh rakyatnya. Berarti, Islam tidak membiarkan rakyatnya tidak memiliki tempat tinggal. Seperti saat ini banyak rakyat yang tinggal di bawah kolong jembatan. 


Mekanismenya melalui pengelolaan harta, hak kepemilikan maupun pemanfaatannya. Negara Islam mengelola sumber daya alam seperti tambang emas, nikel, minyak bumi, dan semisalnya yang bersifat seperti air mengalir, jumlahnya yang melimpah serta tak terbatas.


Kekayaan alam seperti ini haram diberikan kepada swasta asing. Sebagaimana dalilnya pemberian Nabi saw. kepada Abyadh bin Hamal r.a..


Dari Abyadh bin Hammal, bahwa ia pernah meminta kepada Nabi diberikan tanah (yang digunakan untuk tambak) garam, yang ada di Ma’rib. Lalu, beliau hendak memberikan tanah itu. 


Kemudian ada seorang lelaki yang berkata kepada Rasulullah saw., bahwa itu seperti air yang tak terputus sumbernya. Karena itu, beliau enggan untuk memberikan tanah tersebut.


Negara Islam juga menjamin hak kepemilikan dan pemanfaatannya. Negara bisa bekerja sama dengan rakyat dalam hal jual beli agar rakyat bisa mendapatkan keuntungan dari usaha mereka. Adanya mekanisme tersebut akan mampu memenuhi kebutuhan rakyat, begitu pun dengan wakil rakyat. 


Ketiga mekanisme tersebut terikat pada izin Asy-Syari' yakni hukum syarak, sehingga semua pemanfaatan kekayaan alam, kekayaan individual wajib terikat pada syariat Islam.


Walhasil, demokrasi hanya memberikan harapan palsu disebabkan sistem perpolitikan sarat akan politik dinasti.


Hanya Islam satu-satunya sistem yang telah mampu memberikan solusi yang fundamental bagi setiap masalah umat. Wallahualam bissawab.[Dara/MKC]