Alt Title
Salah Atur Kapitalisme: Pemuda dalam Bayang-Bayang Duck Syndrome

Salah Atur Kapitalisme: Pemuda dalam Bayang-Bayang Duck Syndrome



Duck syndrome menjadi potret nyata bagaimana standar kehidupan modern yang serba kompetitif 

menjerumuskan pemuda pada tekanan luar biasa

_________________________


Penulis Qotrunnada Firdaus 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswi Jember


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Fenomena duck syndrome pertama kali dikenal luas di Universitas Stanford, Amerika Serikat. Istilah ini lahir dari analogi seekor bebek yang tampak tenang mengapung di permukaan air padahal di bawahnya kakinya mengayuh dengan sangat cepat untuk tetap bertahan.


Mahasiswa digambarkan demikian, yaitu tampil percaya diri, penuh ambisi, berprestasi akademik, aktif berorganisasi, dan dikagumi banyak orang. Akan tetapi, di balik senyum dan pencitraan diri yang sempurna, mereka tengah dihantui stres, tekanan mental, dan perasaan terjebak dalam standar kesuksesan semu.


Mereka dipaksa untuk terlihat baik-baik saja meskipun kenyataannya sedang berjuang keras menghadapi tekanan hidup. Fenomena ini kemudian menyebar luas ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, seiring dengan makin ketatnya kompetisi dan tuntutan di kalangan mahasiswa. (Kompas.com, 22-08-2025)


Duck Syndrome Buah dari Kapitalisme Sekuler


Hari ini, kita dapat melihat banyak mahasiswa yang menorehkan prestasi akademik dan non-akademik. Mereka meraih IPK tinggi, memenangkan lomba, aktif di berbagai organisasi, bahkan dikenal sebagai sosok inspiratif. Namun di sisi lain, tidak sedikit kabar duka datang. Di mana mahasiswa yang memilih mengakhiri hidupnya karena tidak sanggup lagi menanggung beban. 


Sebagian di antaranya adalah mereka yang dikenal berprestasi, rajin bahkan terlihat ceria di depan orang lain. Fenomena ini menunjukkan adanya jurang besar antara citra diri yang ditampilkan di permukaan dengan kenyataan pahit yang dialami di balik layar kehidupan.


Duck syndrome menjadi potret nyata bagaimana standar kehidupan modern yang serba kompetitif menjerumuskan pemuda pada tekanan luar biasa. Mereka seakan hidup dalam dua wajah, di satu sisi ingin membuktikan diri dengan kesuksesan yang diakui masyarakat. Namun, di sisi lain jiwa mereka rapuh, kehilangan arah, dan terjerat dalam lingkaran stres yang tak berujung.


Fenomena ini tidak muncul begitu saja, terdapat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya. Faktor internal yaitu akidah Islam yang belum matang. Seorang muslim dengan fondasi akidah rapuh cenderung berpikir pendek  dalam menghadapi masalah.


Mereka menjadikan ukuran keberhasilan dengan standar dunia seperti tren, pencapaian materi, jumlah followers, atau popularitas. Ketika standar itu tidak tercapai, muncullah rasa rendah diri, kecewa, bahkan putus asa. Selain itu, sifat individualis yang tumbuh akibat budaya liberal semakin memperburuk keadaan. 


Banyak mahasiswa memilih memendam masalah sendiri tanpa berbagi dengan orang lain sehingga tekanan mental makin menumpuk. Sementara, faktor eksternal yaitu sistem kehidupan sekuler materialistik menuntut mahasiswa menjadi sosok serba bisa memenuhi standar hidup saat ini. Harus pintar, aktif, kreatif, punya banyak keterampilan, eksis di media sosial, dan selalu terlihat bahagia.


Di saat yang sama, biaya pendidikan makin mahal, lapangan pekerjaan makin sempit, dan standar kelulusan serta syarat kerja semakin tinggi. Semua ini membentuk lingkaran tekanan yang sulit dihindari. Belum lagi standar kesuksesan yang menuntut untuk selalu membandingkan diri dengan orang lain. Hidup pun berubah menjadi perlombaan tanpa henti yang melelahkan jiwa dan raga.


Jika dibandingkan dengan kondisi pemuda P4lestina, kondisi demikian sangat berbeda. Warga P4lestina hidup dalam bayang-bayang perang, kehilangan keluarga, terluka, bahkan setiap hari menghadapi ancaman kematian. Namun, yang tertanam dalam benak mereka bukanlah citra diri yang sempurna di hadapan manusia, melainkan bagaimana menjaga keteguhan di jalan Allah. 


Anak-anak P4lestina tumbuh dengan keyakinan bahwa mati syahid adalah puncak kehormatan. Mereka tetap tersenyum meski lapar, tetap berani menghadapi musuh meski hanya dengan batu di tangan.


Para pakar dan praktisi menyampaikan pada The Associated Prees (voaindonesia.com, 06-07-2024) warga G4za mengalami stres, trauma, cemas, depresi, dan berbagai penderitaan tentu mereka alami. Akan tetapi, arah hidup yang jelas untuk memenangkan Islam dan rida Allah menjadi semangat dan optimisme untuk terus bangkit. 


Pemuda P4lestina tidak terjerat dalam duck syndrome karena mereka tidak sibuk membandingkan diri dengan standar duniawi. Justru keteguhan mereka menjadi teladan bagi pemuda muslim di seluruh dunia.


Ketangguhan Pemuda P4lestina Lahir dari Akidah Islam


Seharusnya, kondisi ini menggugah pemuda pemuda muslim di belahan bumi mana pun. Jika anak-anak P4lestina yang hidup dalam penderitaan mampu menjaga keteguhan, mengapa muslim yang hidup dalam kenyamanan justru terjebak dalam ilusi kesuksesan dunia? Pemuda P4lestina semestinya menjadi refleksi motivasi untuk menata kembali visi hidup kita agar tidak terjerumus dalam duck syndrome di bawah sistem hidup sekuler materialistik.


Maka dari itu, dibutuhkan solusi mengakar agar pemuda tidak terjebak oleh duck syndrome, yaitu solusi keimanan dan solusi sistemik. Pemuda muslim harus meneguhkan keimanan bahwa hidup bukan sekadar mengejar kesuksesan dunia, melainkan menjadi khalifah fil ardh yang mengemban amanah untuk meraih rida Allah.


Visi hidup harus diluruskan kembali, hidup bukan sekadar mencari karir, prestasi, atau popularitas, tetapi bagaimana setiap aktivitas bernilai ibadah. Mindset yang keliru perlu diperbaiki, dengan belajar berpikir benar sebelum bertindak, sabar juga ikhlas menjalani ujian, serta menanamkan tawakal dan raja’ (harap) kepada Allah. Selain itu, sikap saling peduli antarsesama perlu ditumbuhkan, agar pemuda tidak merasa sendirian dalam menghadapi tekanan hidup. 


Adapun tata hidup dengan paradigma kapitalisme sekuler terus memproduksi masalah dan kesempitan hidup secara kolektif. Maka, solusi sistemik penyelesaian fenomena duck syndrome butuh perbaikan sistem hidup. Satu-satunya sistem yang sahih dan terbukti secara historis maupun empiris berhasil membangun manusia adalah Islam. Di bawah naungan Khil4fah, syariat Islam yang sempurna dan paripurna akan diterapkan secara kafah (menyeluruh). 


Dalam Islam, pendidikan menjadi kebutuhan mendasar yang dijamin pemenuhannya. Sistem pendidikan berasas akidah Islam, membangun manusia bervisi yang anti krisis. Sistem ekonomi Islam, dengan asas kemerataannya akan meminimalisir kesenjangan, serta didukung oleh sistem politik berbasis pelayanan terhadap rakyat. 


Dengan begitu, generasi muda tidak lagi dipaksa masuk ke dalam lingkaran tekanan yang tidak manusiawi. Generasi dalam sistem Islam akan tumbuh menjadi manusia dengan kepribadian Islam yang tangguh dan turut berkontribusi untuk menjaga Islam. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Aksi Solidaritas untuk G4za, Cukupkah?

Aksi Solidaritas untuk G4za, Cukupkah?

 


Seharusnya kaum muslim segera menyadari bahwa bersatu dalam satu akidah

pola pikir dan pola sikap mereka sesuai dengan akidah Islam


_____________________


Penulis Yuli Maryam

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sebuah ajakan bertajuk solidarity with Sumud Flotilla beredar di media sosial. Ajakan ini ditujukan untuk Gen Z agar mereka bersuara dan bergabung dalam aksi solidaritas bersama salah satu Kontingen Global Sumud flotilla dari Indonesia yakni Maimun Herawati yqng merupakan Direktur dari Solidarity Of Muslim for Al Quds Resist 171 (Smart 171). (Instagram bandungsjp, 01-10-2025)


Hal ini dipicu oleh perlakuan Zion*s terhadap kapal-kapal global sumud flotilla yang membawa bantuan kemanusiaan untuk G4za. Para aktivis telah diculik, kapal bantuan makanan dan obat-obatan yang mereka bawa dihadang, dirampas, dan diblokade.


Sebanyak 137 aktivis yang dideportasi ke Turki menyatakan bahwa mereka diberlakukan seperti binatang oleh Zion*s, meriam air digunakan agar kapal-kapal bersandar para aktivis diminta berlutut, mereka menertawakan, menghina, memukul jika ada yang bergerak, bahkan senjata diarahkan langsung ke jantung dan kepala. 


Kemarahan Dunia 


Kebiadaban memunculkan reaksi kemarahan dunia, para aktivis yang sampai di Istanbul disambut dengan haru serta ucapan yel-yel yang ditujukan untuk Zion*s, berbunyi "Isra*l Pembunuh". Tidak hanya di Turki gelombang protes terjadi di Roma, Bueno Aries dan Madrid, Spanyol. Protes itu dilakukan dengan cara Long march di kota kota besar dan pusat-pusat pemerintahan dengan spanduk ajakan bertuliskan Long March against to Year of genoside, tagar yang beredar di media sosial ramai dengan #free flotilla dan #stop Isra*l brutality.


Cukupkah Kita Hanya dengan Bersuara?


Dua tahun sudah genosida terjadi di G4za, P4lestina. Berbagai upaya telah dilakukan oleh kaum muslim bahkan nonmuslim, atas nama aksi kemanusiaan. Ribuan protes terjadi di seluruh dunia, boikot produk Zion*s dan bantuan kemanusiaan telah dikirim berulang kali. Namun, kondisi G4za dan P4lestina masih tetap sama bahkan kebiadaban Zion*s lebih meluas lagi, menyentuh wilayah West Bank, yang letaknya jauh dari G4za. 


Suara-suara di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah bergema, suara yang paling lantang di antaranya adalah Presiden Kolombia Gustavo Petro dengan pidatonya yang berapi-api menyatakan bahwa genosida di G4za tidak akan bisa hilang karena hak veto yang dimiliki oleh negara-negara adidaya yang pro terhadap kebrutalan Isra*l. Selama hak veto itu masih diagungkan apapun yang dilakukan dunia atas nama kemanusiaan tidak akan ada artinya. G4za hanya bisa dibebaskan dengan mengirimkan pasukan untuk menghabisi Isra*l. (Kumparan.com, 25-09-2025)


Siapakah Pasukan Pembebas G4za?


Sejarah akan segera berulang. Pada tahun 636 M, pasukan Islam di bawah pimpinan Khalid bin Walid atas perintah khalifah kedua kaum muslim, Umar Bin Khattab telah membebaskan Al Quds dari cengkeraman Romawi. Salahuddin Al-Ayyubi kembali berhasil membebaskan Baitul Maqdis dari tentara Salib pada 1187 M atas perintah Khalifah Nuruddin Zanky.


Lalu, siapakah yang akan membebaskan P4lestina ketika kaum muslim tidak mempunyai seorang khalifah? Inilah tugas besar bagi kaum muslim saat ini. Di saat negeri-negeri muslim tersekat oleh nation state, dua miliar jiwa bagaikan buih di lautan, terombang-ambing oleh ombak kapitalis yang mencengkeram hingga ke akar pemahaman mereka. Penyakit cinta dunia dan takut mati menghinggapi para penguasa-penguasa negri muslim.


Di tangan mereka ada alutsista yang modern, tetapi keberadaannya hanya sebagai pajangan semata. Tentara mereka berlipat-lipat jumlahnya, tetapi tidak berdaya menghadapi dua juta penduduk Zion*s yang brutal bin biadab. Seharusnya kaum muslim segera menyadari bahwa  bersatu dalam satu akidah, pola pikir dan pola sikap mereka sesuai dengan akidah Islam.


Menjadikan Al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup adalah sebuah kewajiban atas konsekuensi keimanan yang membawa kepada kemenangan kaum muslim atas orang-orang kafir yang memusuhi Islam. Ingatlah ketika Allah Subhanahu wa taala berfirman:


Artinya: "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti millah mereka, Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (QS. Al-Baqarah [2]: 120)


Saat ini, orang-orang Y4hudi setelah menekan kaum muslim dengan ancaman-ancaman atas keamanan dan kenyamanan mereka sehingga kaum muslim lupa bahwa Allah juga mengancam tidak akan memberikan perlindungan dan pertolongan baik di dunia maupun di akhirat kelak, jika mereka melepaskan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai petunjuk mereka.


Negeri-negeri muslim hanya perlu kembali bersatu bersatu dan menunjuk seorang pemimpin yang akan menerapkan syariat Islam secara kafah dan menyerukan jihad pembebasan P4lestina. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Warga Jadi Korban, Lapak Hancur: Keamanan Negeri Kian Rapuh

Warga Jadi Korban, Lapak Hancur: Keamanan Negeri Kian Rapuh



Bentrok antarormas sudah sering terjadi di Indonesia

bukan hanya dari kalangan organisasi masyarakat

___________


Penulis Dyah Ayu Cempaka

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Bentrok antara organisasi masyarakat (Ormas) Pemuda Pancasila (PP) dan Ikatan Pemuda Karya (IPK), di Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan Area pada Minggu, 05 Oktober 2025 mengakibatkan dua orang warga sekitar terluka karena menjadi korban penyerangan, juga kerusakan pada sejumlah lapak jualan milik warga yang rusak.


Saat ini belum diketahui berapa jumlah pasti lapak maupun rumah warga yang menjadi sasaran dari pertikaian dua ormas tersebut. Diinformasikan oleh pihak kepolisian yang menjadi pemicu bentrok adanya lemparan ketika rombongan organisasi masyarakat Pemuda Pancasila melintas di area pada waktu sore hari. Akibat dugaan pelemparan ini terjadi pemberontakan dengan organisasi ikatan Pemuda karya yang berbasis di sekitar.  (TRIBUN-MEDAN.com, 05-10-2025)


Pemicu yang Rancu


Bentrok antarormas sudah sering terjadi di Indonesia bukan hanya dari kalangan organisasi yang menghimpun masyarakat. Akan tetapi, banyak juga perseteruan yang terjadi seperti, tawuran antarpelajar, perseteruan antarsuporter, pertikaian sekelompok warga, hingga perang sarung.


Semua jenis perseteruan antarkelompok seperti ini akibat dari sumbu pendek, gampang marah, mudah tersulut emosi, dan baperan yang tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat dalam sekularisme-kapitalisme.


Dalam sistem sekuler, agama tidak menjadi solusi dalam permasalahan kehidupan. Semua masalah malah diselesaikan dengan adu kekuatan secara fisik.


Masalah yang menjadi pemicu bentrok kebanyakan biasanya adalah masalah yang terkesan tidak masuk akal, sepele, bahkan tidak jelas kebenarannya. Seperti masalah terjadi di Tegal Sari Mandala karena ada yang melempar di saat mereka lewat dan pelakunya juga tidak diketahui tetapi kebetulan wilayah tersebut di kuasai ormas yang notabene indikasi musuh. 


Mereka langsung serang tanpa diusut kebenaran, agar mendapatkan kepuasan memukul lawan, tanpa mempertimbangkan warga sekitar menjadi korban keberingasan dan kerugian. Ditambah dengan keamanan yang terkesan lamban dalam melihat keadaan di lapangan. Negara seolah hadir hanya untuk menonton. Tunggu kejadian dulu terjadi, baru ditanggapi para aparat keamanan dalam negeri.


Bukti Lemahnya Keamanan Negeri


Dalam sistem yang berorientasikan pada kapitalisme wajar jika rasa aman ibarat barang mewah. Tidak semua orang bisa mendapatkannya. Hanya orang dengan kuasa yang mampu membelinya. Semuanya diuangkan, termasuk keamanan. Seharusnya menjadi hak seluruh rakyat untuk mendapatkannya.


Islam dan Segenap Keistimewaannya


Berbeda dengan sekularisme-kapitalisme yang melihat segala sesuatu berdasarkan materi dan menjauhkan agama dari kehidupan. Islam hadir bersamaan dengan pemecahan masalah dalam kehidupan Allah sebagai Sang Khalik. Tidak melihat hambanya dari banyaknya materi yang di berikan, tetapi berdasarkan ketakwaan individu. Dari ketakwaan individu inilah nanti akan terbentuk masyarat Islam yang khas, satu pemikiran, satu perasaan, dan satu peraturan.


Ketika Islam berhasil diterapkan pada individu-individu muslim, maka akan terbentuk masyarakat yang Islami. Tidak akan ada masyarakat yang gampang marah atau mudah diadu domba, yang ada ialah masyarakat yang senantiasa memperhitungkan perilaku dalam bertindak karena harus sesuai dengan syariat-Nya.


Penerapan Islam secara menyeluruh tentu saja memiliki tujuan dan menjamin hak-hak umat, terutama dalam pemeliharaan harta dan jiwa. Tidak menunggu bayaran, baru mendapatkan perlindungan, seperti aparat keamanan saat ini. 


Dalam penerapan Islam yang diemban oleh negara memiliki kewajiban untuk memenuhi hak dari masyarakat, terutama dan hal keamanan dan penjagaan.


“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari no. 893, Muslim no. 1829)


Khil4fah sebagai satu kepemimpinan kaum muslim yang dipimpin oleh seorang khalifah memiliki tanggung jawab mengawasi segala sesuatu yang berkaitan dengan keamanan wilayah negara Islam.


Syurthah (polisi) aparat yang menjaga keamanan dalam Daulah Khil4fah memiliki tugas-tugas untuk pengawasan (patroli) memelihara keamanan dan ketertiban juga menegakkan hukum Islam yang sebagai sistem yang diemban negara karena pemeliharaan keamanan merupakan salah satu tanggung jawab negara.


Karenanya negara tidak boleh memungut pembayaran dari warganya untuk melaksanakan hal tersebut semua ini bisa diterapkan hanya ketika peraturan Islam diterapkan secara nyata bukan hanya sekadar wacana yang dibaca dari mushaf atau lembaran-lembaran Al-Qur'an saja. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Pondok Pesantren Ambruk, di Mana Peran Negara?

Pondok Pesantren Ambruk, di Mana Peran Negara?



Ambruknya Ponpes Al Khoziny adalah salah satu bentuk kegagalan negara

yang menerapkan kapitalisme dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai


___________________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Bangunan empat lantai di pondok pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo ambruk. Kejadian terjadi ketika santri melaksanakan salat Asar di lantai dua yang memang difungsikan sebagai mushola. Sekitar 160 orang menjadi korban dan 37 diantaranya meninggal dunia, dipastikan akan terus bertambah karena proses evakuasi masih berlanjut.


Adapun BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) telah meminta tim ahli dari ITS (Institut teknologi Semarang) untuk melakukan investigasi forensik bangunan secara menyeluruh karena evakuasi puing bangunan dikhawatirkan merusak bangunan lain.


Lebih lanjut BNPB juga telah memberikan dukungan tambahan berupa peralatan yang bisa mempermudah proses evakuasi seperti alat pelindung diri (APD), kacamata google, sarung tangan khusus, masker, sepatu boots dan lain sebagainya. (detikNews.com, 05-10-2025) 


Berdasarkan sejumlah narasumber disekitar lokasi, bangunan tersebut dalam tahap pengecoran lantai empat. Para santri sering dijadikan kuli gratis sebagai bentuk hukuman. Menurut BNPB, bangunan itu ambruk karena diduga tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Basarnas berpendapat bahwa fondasi tidak cukup kuat untuk menopang beban. Pihak ponpes membenarkan bahwa bangunan tersebut sedang dalam tahap renovasi.


Ambruknya ponpes Al Khoziny adalah salah satu bentuk kegagalan negara yang menerapkan kapitalisme dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai. Biasanya dana untuk membangun ponpes adalah hasil swadaya masyarakat dan juga donatur yang tidak menentu. Ditambah pengurusan birokrasi yang sulit sehingga membuat pengerjaan bangunan ponpes tidak diawasi oleh pihak berwenang.


Akibatnya, bangunan tidak layak bahkan membahayakan. Seharusnya hal seperti ini tidak akan terjadi jika negara memberikan perhatian dan berupaya mencegah terjadinya dharar (bahaya). Negara pasti memiliki data tentang bangunan-bangunan yang ada di negeri ini. 


Sistem kapitalis memandang pendidikan sebagai lahan untuk mengeruk kekayaan, bukan untuk mencerdaskan generasi muda yang merupakan tonggak peradaban. Sudah menjadi rahasia umum jika negara memang kurang memperhatikan sekolah dengan basis pondok pesantren. Hal Ini karena dinilai kurang menguntungkan untuk pemerintah dan pemilik modal. 


Negara kapitalis berperan sebagai regulator, bukan sebagai penjamin akses pendidikan yang berkualitas. Negara memandang pendidikan sebagai komoditas yang bisa diperjualbelikan, bukan sebagai hak dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Hal ini menimbulkan berbagai masalah seperti komersialisasi pendidikan yaitu semakin mahal biaya pendidikan, ada harga ada rupa, orientasi pendidikan yang hanya pada pencapaian materi.


Tujuan pendidikan tidak lagi memiliki visi membentuk manusia unggul dan beradab. Pendidikan hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Berbeda dengan sistem Islam, Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan pokok rakyat. Berdasarkan sabda Rasulullah saw. yang artinya: "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah)


Dari sini jelas pendidikan adalah hak dasar untuk rakyat. Negara sebagai bentuk pemerintahan dalam sistem Islam akan menjamin kebutuhan pendidikan mulai dari kurikulum, bahan ajar metode pengajaran, sarana dan prasarana sekolah, hingga mengupayakan pendidikan berkualitas dapat diakses seluruh lapisan rakyat secara mudah. 


Pendidikan haram dikapitalisasi, penguasa tidak boleh menjadikan pendidikan sebagai ladang kapital. Hal itu menegaskan bahwa mereka berlepas tangan dalam mengelola pendidikan. Rasulullah saw. juga bersabda yang artinya: "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR. Bukhari dan Muslim) 


Dengan demikian, ketimpangan infrastruktur pendidikan tidak boleh terjadi. Infrastruktur pendidikan adalah bagian dari masyarakat. Khalifah wajib memastikan terpenuhinya infrastruktur pendidikan dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. Gratis untuk semua individu rakyat.


Artinya, semua pembiayaan pendidikan adalah tanggungjawab negara. Dengan prinsip ini tidak ada pembangunan sekolah menggunakan dana dari rakyat atau siswa yang dihukum dengan menjadi kuli bangunan. Negara akan memprioritaskan perbaikan infrastruktur pendidikan sebagai bagian tanggungjawabnya.


Penyelenggaraan pendidikan seperti ini membutuhkan dana yang sangat besar. Untuk itu, sistem pendidikan Islam akan didukung oleh sistem ekonomi Islam yang berpusat pada baitulmal. Sumber baitulmal diperoleh dari tiga pos pendapatan yaitu, pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos zakat.


Masing-masing pos memiliki sumber pemasukan dan alokasi dananya. Untuk pendidikan, Khilafah mengambilnya dari pos kepemilikan umum sehingga negara bisa membangun gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, klinik, asrama serta sarana prasarana pendidikan dengan sebaik-baiknya. 


Selain itu, negara akan memberikan beasiswa untuk seluruh warga tanpa syarat, baik kaya atau miskin. Semua mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas dan gratis. Dengan begitu, sumber pendanaan yang kokoh dan stabil di baitulmal akan memenuhi tujuan pendidikan berdasarkan syariat Islam yaitu menjadi manusia yang berilmu dan berkepribadian Islam. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


Devi Anna Sari

Job Hugging Melanda Tanda Kegagalan Kapitalisme Global

Job Hugging Melanda Tanda Kegagalan Kapitalisme Global



Melalui mekanisme penerapan syariat Islam yang praktis ini

negara dapat menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan dan kebutuhan hidup rakyat secara adil

______________________________


Penulis Saltina, S.Pd. 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pengajar SAT Wildan Majene


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Fenomena job hugging akhir-akhir ini makin marak melanda kaum muda, khususnya kalangan Gen Z dan Milenial. Tren job hugging atau kecenderungan untuk tetap bertahan memeluk erat pekerjaan yang tengah dijalani, meskipun telah kehilangan minat dan motivasi dalam pekerjaan tersebut, seolah menjadi pilihan yang realistis di tengah kejamnya ketidakpastian pasar kerja global. Tak mengherankan, banyak lulusan Perguruan Tinggi terjebak dalam job hugging demi menjaga stabilitas dan keamanan finansial. 


Jika dulu tren job hopping atau berpindah-pindah kerja menjadi andalan kaum muda untuk mengejar jenjang karir, pengalaman baru, dan kenaikan gaji begitu digandrungi, kini situasinya berganti. Tawaran pekerjaan baru tak lagi menggiurkan hati. Bagi Gen Z dan Milenial, lebih baik bertahan di tempat lama, daripada mengambil risiko menjadi pengangguran intelektual. 


Tren job hugging tidak hanya melanda kaum muda Indonesia, melainkan juga merambah dunia global, semisal Amerika. Data di Amerika Serikat (AS) menunjukkan tingkat pengunduran diri sukarela di AS sejak awal 2025 hanya berkisar 2%, level terendah dalam satu dekade terakhir. Artinya, para karyawan makin enggan melepaskan pekerjaan yang sudah digenggam meskipun keadaan batin mereka merana dan tak nyaman.


Wajar saja, jika job hugging menjadi pilihan paling aman bagi generasi, karena dipersepsi bisa memberi rasa aman yang dicari para pencari cuan di tengah kondisi ekonomi yang mengalami stagnasi, dan PHK yang tak henti menghantui. Belum lagi, rekrutmen dan kinerja perusahaan yang tak optimal, pasar kerja yang tak stabil, serta ketidakpastian politik dan ekonomi global.


Matt Bohn, seorang konsultan eksekutif Korn Ferry menegaskan, fenomena banyaknya karyawan di kalangan Gen Z dan Milenial yang memilih untuk bertahan pada pekerjaan yang dianggap dilematis, tak lain disebabkan adanya kekhawatiran sulit mengakses pekerjaan baru yang lebih prestisius. "Mereka berpegang erat pada pekerjaan seperti investor yang lebih memilih menunggu di pinggir lapangan," ujar Matt Bohn. (cnbc indonesia.com, 19-09-2025)


Ditambah lagi, sebagian besar industri lebih memilih melakukan restrukturisasi perusahaan dengan mengandalkan mesin dan teknologi, demi efisiensi biaya produksi. Akibatnya, pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh manusia perlahan tergantikan oleh tenaga robotik, teknologi otomatisasi, dan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Alhasil, daya serap tenaga kerja di dunia industri kian menyusut di tengah arus digitalisasi yang semakin padat.


Di sisi lain, situasi ekonomi global yang serba tak pasti, seperti tingginya inflasi dan ancaman resesi, semakin menciutkan nyali para pekerja untuk beralih pada pekerjaan baru, dan lebih memilih bertahan di pekerjaan lama meski dilanda dilema.


Sudah makin jelas, merebaknya tren job hugging di kalangan Gen Z dan Milenial adalah tanda nyata gagalnya kapitalisme global dalam menjamin pekerjaan yang layak bagi rakyat. Negara yang seharusnya bertanggung jawab menyediakan lapangan pekerjaan, malah abai, dan justru menyerahkan perannya diambil alih oleh swasta. Negara hanya mencukupkan diri sebagai regulator dan fasilitator, yakni menetapkan kebijakan yang berpihak kepada pemilik modal serta memuluskan swasta dan asing terlibat dalam penciptaan lapangan kerja yang menguntungkan pemilik modal.


Selama Indonesia dan dunia masih mengadopsi sistem kapitalisme global, selama itu pula ekonomi dunia akan terus terjerembab dalam masalah. Ini karena, sistem kapitalisme sejatinya adalah ideologi problematik yang mengatasi masalah dengan melahirkan masalah baru. Dalam pandangan kapitalisme, pekerja tak ubahnya sekadar bagian dari mesin produksi, yang menjadikan mereka rentan dieksploitasi dengan tuntutan kerja tinggi, tetapi gaji tak memadai.


Sistem kapitalisme juga bertanggung jawab dalam menciptakan jurang kesenjangan ekonomi yang dalam antara pekerja dan pemilik modal. Sehingga, harapan pekerja untuk dapat meningkatkan taraf hidup, bagai pungguk merindukan bulan. Kekayaan hanya terpusat pada segelintir orang. Jadilah, yang kaya semakin sejahtera, sementara yang miskin semakin sengsara.


Di dalam Islam, negara adalah pengurus rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Imam itu adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas orang-orang yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim).


Salah satu urusan penting yang termasuk bagian dari tugas pengurusan negara adalah menyediakan lapangan pekerjaan yang layak dan memadai bagi rakyat. Islam menjamin seluruh kebutuhan dasar rakyat dengan mewajibkan laki-laki atau suami untuk bekerja dan memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya secara mutlak. Adapun orang-orang yang tidak mampu bekerja, dan tidak memiliki ahli waris yang bisa menafkahinya, maka kewajiban itu diserahkan kepada negara.


Dalam negara Islam, fenomena job hugging dan pengangguran dapat dicegah melalui beberapa kebijakan. Diantaranya, pengelolaan sumber daya alam oleh negara, seperti tambang. Islam melarang pengelolaan harta milik umum diserahkan kepada individu atau swasta. Dengan mekanisme ini, negara dapat menciptakan industri strategis, seperti pengelolaan tambang, pengilangan minyak, pertanian, dan lain sebagainya yang bisa menyerap banyak tenaga kerja. Penyediaan lapangan kerja dalam industri strategis ini juga akan mendorong masyarakat melejitkan skill dan potensinya.


Negara juga dapat menerapkan syariat ihyaul mawat, yaitu menghidupkan tanah mati dengan cara menggarap tanah tersebut dengan sesuatu yang menunjukkan bahwa tanah tersebut dikelola. Negara bisa memberikan status tanah mati, atau tanah yang telah ditelantarkan pemiliknya kepada siapa saja yang dapat mengelolanya menjadi tanah yang produktif. (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, An–Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, hlm. 273)


Selanjutnya, negara akan mendorong individu untuk bekerja. Negara dapat memberikan bantuan modal secara cuma-cuma berupa hibah atau pinjaman tanpa riba, sehingga rakyat dapat memulai usahanya. Yang tak kalah penting, negara juga akan memberikan fasilitas berupa pelatihan dan keterampilan, agar rakyat dapat bekerja pada berbagai jenis industri dan pekerjaan dengan skill dan kompetensi yang mumpuni.


Melalui mekanisme penerapan syariat Islam yang praktis ini, negara dapat menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan dan kebutuhan hidup rakyat secara adil. Sehingga, fenomena job hugging dan pengangguran yang melanda kalangan Gen Z dan Milenial secara global bisa segera dihempaskan hingga ke akar-akarnya. Wallahualam bissawab.

Solusi Pasti dari Harta Hasil Korupsi

Solusi Pasti dari Harta Hasil Korupsi



Islam melarang umatnya untuk meraih harta dari jalan-jalan yang tidak diperkenankan

Semisal pencurian, membohongi orang, korupsi, suap-menyuap, muamalah ribawi, segala bentuk judi, dan lain-lain

_________________________________


Penulis Tri Silvia

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - "Siapa saja yang mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka pada Hari Kiamat dia akan dikalungi dengan tujuh lapis bumi." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


Hadis di atas haruslah jadi perenungan bagi kita semua tentang bagaimana buruknya kondisi para pencuri di hari akhir nanti. Bukan hanya pencuri, tetapi juga orang-orang yang kini tengah terjerat korupsi.


Korupsi Sama dengan Mencuri


Aktivitas korupsi nyatanya hampir sama dengan mencuri. Hanya saja dengan skala yang lebih besar dan berpengaruh luas karena melibatkan harta masyarakat.


Aktivitas mencuri apalagi mengambil uang rakyat adalah perbuatan yang dilaknat dalam Islam. Hukum Islam sangat tegas terkait dengan perbuatan tersebut. Bukan hanya hukuman akhirat sebagaimana yang disebutkan di atas, melainkan juga hukuman dunia. Tentunya akan bisa terlaksana seandainya hukum Islam kembali diterapkan dan diakui di muka bumi. 


Dua macam hukuman tersebut nyatanya akan membawa banyak sekali perubahan dalam kondisi lingkungan masyarakat dan perpolitikan. Bukan hanya secara struktur dan fungsi, serta jabatan para pegawai pemerintahan. Namun juga kebiasaan, prinsip hidup, serta aturan yang juga jauh berbeda. Semua itu akan menciptakan pribadi-pribadi yang takut pada Sang Pencipta, juga kontrol masyarakat dan negara yang makin kuat dan solid. 


Kasus Korupsi Makin Menjadi-jadi 


Hal tersebut jauh berbeda dengan sistem yang ada saat ini. Di mana aksi korupsi makin subur terjadi. Bukan hanya dari segi jumlah kasus, melainkan jumlah harta yang dikorupsi, cara serta program kebijakan yang makin berani. 


Lihatlah bagaimana kasus korupsi saat ini terjadi pada program-program yang sangat dekat dengan kebutuhan rakyat. Semisal kasus korupsi Pertamina, dana haji, beras oplosan, dll. Kasus-kasus ini melejit, bahkan dengan jumlah harta yang sangat fantastis, melebihi para pendahulunya.


Hukuman yang ringan bagi mereka pun lantas menjadi percikan api yang membuat masyarakat makin berkobar. Belum lagi harga-harga yang makin mencekik, pajak yang makin melangit, dan hajat hidup yang makin sulit. Membuat amarah rakyat meledak-ledak menciptakan keributan massal beberapa hari di ibukota dan kota besar di Nusantara. 


Dari keributan-keributan inilah kemudian mengemuka tuntutan rakyat, yang salah satunya terkait Undang-Undang Perampasan Aset. Seluruh rakyat pun sontak mengamini sebab geram dengan tingkah laku bengis para koruptor ini. Akhirnya, tuntutan tersebut dimajukan oleh para pemegang kebijakan. Kini RUU Perampasan Aset ini pun masuk dalam pembahasan para politisi. 


Meski begitu, nyatanya RUU ini masih tertahan dengan berbagai macam alasan. Alasan-alasan klasik semisal, “masih perlu pendalaman”, “butuh sinkronisasi”, “belum ada kesepahaman antar-fraksi”, “tidak sesuai dengan karakter hukum di Indonesia”, “menunggu persetujuan rakyat”, dll.


Tarik-menarik kepentingan begitu tampak dalam hal ini. Alhasil, kecurigaan rakyat pun semakin menjadi-jadi. Berbagai dugaan pun muncul, mulai dari kekhawatiran jikalau RUU ini akan mengganggu kepentingan para elit (baik politisi maupun pengusaha), hingga kekhawatiran akan terseretnya nama-nama penting para pemangku kuasa negeri. 


Selain itu, RUU ini pun masih menjadi dilema bagi rakyat sendiri. Pasalnya, ada kekhawatiran jika RUU tersebut justru disalah gunakan sebagai alat untuk mengambil harta rakyat yang dianggap 'ilegal'. Dalam tanda kutip aset-aset yang belum diurus sertifikat kepemilikannya, ataupun masih ada dalam sengketa. 


Poin di atas sungguh sangat disayangkan, mengingat begitu pentingnya perampasan aset sebagai salah satu bentuk ketegasan negara atas para pejabatnya. Baik untuk para pejabat tinggi, para pemegang kuasa maupun para oligarki (korporasi) dan pengusaha.


Perampasan aset ini tentunya di luar hukuman tegas lain yang harus dikenakan atas mereka. Tidak sembarang hukuman, melainkan hukuman yang membuat jera, hingga tidak ada lagi kemungkinan mereka ataupun orang-orang lain yang memiliki kecenderungan, untuk mengulangi perbuatan yang sama. 


Hal ini sejalan dengan yang disampaikan dalam Islam. Berikut teladan cerita yang terjadi kala Islam masih diterapkan. Bukan hanya sebagai inti peribadatan melainkan sebagai sistem dan ideologi kehidupan, termasuk dalam hal politik pemerintahan.


Islam Melarang Aktivitas Korupsi


Secara hukum, Islam melarang keras segala bentuk perolehan harta secara batil. Allah SWT berfirman:


وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ


"Janganlah kalian memakan harta dengan jalan batil. Jangan pula membawa (urusan) harta itu kepada hakim agar kalian memakan sebagian harta orang lain dengan dosa, padahal kalian mengetahui." (QS. Al-Baqarah : 188)


Ayat tersebut menjelaskan bahwa Islam melarang umatnya untuk meraih harta dari jalan-jalan yang tidak diperkenankan. Semisal pencurian, membohongi orang, korupsi, suap-menyuap, muamalah ribawi, segala bentuk judi, dan lain-lain. 


Selain terkait dengan pengaturan perolehan harta, Islam pun menegaskan larangan terkait korupsi dan aksi suap menyuap. Sebagaimana hadis yang artinya:


"Siapa saja yang kami angkat sebagai pegawai dalam suatu pekerjaan, lalu kami beri dia suatu gaji, maka yang dia peroleh selain dari gaji adalah harta haram." (HR Abu Dawud)


"Laknat Allah atas penyuap dan penerima suap." (HR Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi).


Dua hadis di atas menegaskan kembali terkait keharaman aktivitas korupsi dan suap menyuap.  Adapun hasil dari aktivitas tersebut tentulah harus dikembalikan kepada pemiliknya atau disita negara guna memenuhi kebutuhan rakyat.


Ada beberapa cara pencegahan aktivitas korupsi ketika Islam menjadi asas negara, yakni para pejabat akan diberikan kompensasi atau gaji yang layak sehingga tidak ada alasan lagi untuk melakukan korupsi. Selain itu, audit atas harta pejabat harus dilakukan secara rutin dan konsisten, guna menghindari kecurangan atau penambahan tidak wajar pada harta mereka. 


Adapun setiap penemuan penambahan harta yang tidak wajar akan langsung disita oleh negara. Terakhir, khalifah atau pemimpin negara akan secara langsung atau diwakilkan guna memantau kekayaan para pejabat yang ada di bawahnya.


Teladan Umar bin Khattab r.a.


Penyitaan atas harta tidak wajar para pejabat nyatanya telah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab r.a. ketika masa kepemimpinannya. Sebagaimana yang disampaikan di beberapa riwayat masyhur, Khalifah Umar pernah mengatakan, “Siapa saja yang kami angkat sebagai pejabat negara, lalu memperoleh harta, maka ia hanya boleh memiliki harta yang ia peroleh sebelum menjabat. Adapun apa yang bertambah setelah itu, maka ia adalah ghulûl (haram), dan wajib disita (oleh negara).” (Abu Yusuf, Kitâb al-Kharâj, hlm. 107)


Pernyataan di atas pun telah diimplementasikan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra. ketika beliau secara tegas menyita harta Khalid bin al-Walid ra., hadiah dari rakyat kala itu. Khalifah Umar r.a. menilai hadiah itu sebagai ghulûl (pengkhianatan). Harta sitaan itu lalu dimasukkan ke Baitul Mal (kas Negara) (Ibn Saad, Ath-Thabaqât al-Kubrâ, 4/322).


Begitu juga kepada Abu Hurairah ra. ketika beliau menjabat sebagai Gubernur Bahrain. Pernah satu waktu Abu Hurairah ra. membawa pulang uang 12 ribu dirham, seketika itu juga Khalifah Umar ra. marah dan berkata, “Engkau tidak mempunyai harta sebelum ini. Lalu mengapa engkau tiba-tiba datang membawa 12 ribu dirham?!” Khalifah Umar ra. lalu menyita dan memasukkan seluruh harta itu ke Baitul Mal (Kas Negara). (Ibn Saad, Ath- Thabaqât al-Kubrâ, 4/90).


Begitupun yang dialami oleh sahabat Sa'ad bin Abi Waqqash ra. Khalifah Umar bin Khattab ra. juga pernah menyita hartanya karena dianggap tidak wajar. (Al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 222).


Indahnya Dunia Kala Islam Diterapkan 


Apa yang dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra. hanyalah secuplik dari kisah panjang yang menghiasi dunia. Dimana Islam pernah berkuasa selama 13 abad lamanya. Hingga sebelum Kekhilafahan dihapuskan oleh rezim Attaturk laknatullah alaihi, sungguh hukum-hukum tersebut diterapkan secara konsisten dan tegas.


Alhasil, Daulah Islam berhasil membuktikan kepada dunia akan kebesaran dan keberhasilannya dalam mengelola pemerintahan. Walaupun ada beberapa masa dengan kebocoran anggaran di sana-sini, namun itu berkaitan dengan perilaku individu, bukan komunal apalagi negara. Adapun hukum-hukum Islam terkait dengan perilaku korupsi tetap ada dan berlaku saat itu.


Sungguh kondisi saat itu jauh lebih baik dibanding saat ini, di mana tidak ada hukum apa pun yang bisa menjadi sandaran bagi masyarakat untuk mendapat keadilan. Pasalnya, korupsi yang terjadi tidak hanya terjadi kala negara kelebihan sumber daya.


Melainkan juga terjadi di kala negara serba kesulitan untuk memenuhi berbagai anggaran yang telah ditetapkan. Yang kemudian menjadikan mereka enggan untuk menanggung segala penderitaan yang rakyat alami dari hari ke hari. Rakyat dimintai pajak selangit guna menutupi anggaran yang mereka korupsi 


Adapun mereka cenderung memelihara para pejabat yang memiliki mental korup. Sebab para pejabat inilah yang bisa melancarkan aksi para oligarki tersebut dalam menyedot sumber daya dan kekayaan negeri.


Oleh karena itu, perjuangan untuk mengganti sistem demokrasi kapitalis yang rusak. Serta mewujudkan kembali sistem Islam di muka bumi adalah sesuatu yang pasti dan harus dilakukan sebab hanya dengan inilah maka segala aktivitas korupsi yang terjadi akan berhenti. Wallahualam bissawab.

Peduli Stunting Menjadi Target Utama Di Kota Bogor

Peduli Stunting Menjadi Target Utama Di Kota Bogor



Stunting masih menjadi problem utama bagi anak-anak di negara ini

dan menjadi pusat perhatian bagi pemerintahan sekarang

________________________


Penulis Nay Hibatillah

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPlNl- Stunting menjadi pusat kekhawatiran utama bagi para ibu saat ini. Banyaknya kasus stunting pada anak diakibatkan kurangnya asupan gizi yang tidak seimbang. Dari mulai probiotik hewani, nabati, sayur ataupun buah-buahan. Stunting itu sendiri merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi dalam jangka panjang. Stunting bisa disebabkan oleh malnutrisi yang dialami ibu saat hamil, atau anak pada masa pertumbuhannya. 


Stunting ditandai dengan tinggi anak yang lebih pendek daripada standar usianya. Jumlah kasus stunting di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu sekitar 3 dari 10 anak. Oleh karena itu, stunting masih menjadi masalah yang harus segera ditangani dan dicegah dengan pengobatan dan perbaikan gizi. Sedangkan pemenuhan gizi ini tidak berjalan secara optimal dikarenakan minimnya ekonomi di tengah masyarakat, maka wajar saja jika permasalahan stunting masih tergolong tinggi.


Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kota Bogor yang sekaligus menjabat Bunda Peduli Stunting kota Bogor Yantie Rachim dalam acara “Rembuk Stunting Tingkat Kota Bogor 2025” berkomitmen bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk menanggulangi angka stunting dan memastikan generasi penerus yang sehat dan berkualitas. Selain itu, masih banyak lagi program-program lain yang dibuat oleh Pemkot Bogor tersebut, tetapi hasilnya hampir tidak terlihat. (kompas.com, 25-9-2025)


Program yang dibuat oleh pemerintah seolah hanyalah program tertulis. Jika pun dilakukan hanya segelintir masyarakat saja. Katakanlah posyandu yang sering dikunjungi masyarakat kecil minim ekonomi. Di Kota Bogor akan terdapat banyak data anak yang mengalami stunting. Namun, sayangnya hal ini berhenti dalam pendataan saja untuk mengetahui tumbuh kembang anak, tidak sampai pada aspek pemenuhan gizi yang mampu diberikan pemerintah sebagai upaya pencegahan stunting. 


Di samping itu, ekonomi yang merosot menjadi faktor utama masyarakat sehingga tidak mampu memenuhi gizi keluarga yang serba mahal. Maka yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah mengentaskan kemiskinan dengan membuka lapangan kerja, bukan sebaliknya menutup pintu lapangan kerja dengan PHK besar-besaran. Selain itu, pemerintah juga harus mengedukasi masyarakat agar menciptakan keluarga yang sehat dan sejahtera. 


Sebenarnya kemiskinan di Kota Bogor bahkan di Indonesia dapat dihilangkan dengan optimalisasi melalui pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang ada di negeri ini oleh pemerintah, bukan oleh swasta baik asing atau lokal. Pengelolaan SDA yang terjadi saat ini hanyalah berbasis bisnis semata untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya bagi para kapital. Alhasil, di sistem kapitalis ini hal tersebut mustahil dilakukan karena faktanya sistem kapitalis mengizinkan siapa pun untuk mengelola SDA. 

 

Peran negara adalah menciptakan kondisi yang kondusif, termasuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, otomatis akan sejalan dengan penerapan ekonomi yang riil dan mengatur konsep kepemilikan. Adapun mereka yang lemah, ditopang oleh masyarakat yang kental dengan spirit sosial dan amar maruf nahi mungkar. Juga ditopang oleh negara yang siap merangkul dan membantu mereka dari penderitaan.


Dalam lslam, sumber-sumber kekayaan alam ditetapkan sebagai milik umat. Negara berkewajiban mengelolanya demi kepentingan rakyat melalui mekanisme Baitulmal yang dikenal kuat dan memiliki sumber pemasukan yang banyak dan berkelanjutan.

 

Dengan berbagai permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat hanya negara Khil4fah yang mampu menyatakan bahwa SDA adalah milik umum (milik rakyat) yang harus dikelola oleh negara dan hasilnya dinikmati oleh rakyat sebagaimana mestinya. Sistem Khil4fah diwarnai dengan spirit ruhiah yang kental. Mereka bertanggung jawab menjalankan fungsi kepemimpinan sebagai raain dan junnah demi mewujudkan kesejahteraan rakyat tanpa ada yang dikecualikan. Mereka paham bahwa kepemimpinan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan kelak di pengadilan akhirat. 


Dalam negara Khil4fah sistem keuangan akan diatur guna memenuhi kebutuhan masyarakat, di luar hasil pengelolaan SDA, pos pemasukan negara jumlahnya sangat banyak. Misalnya, ada pos anfal, fai, ganimah, kharaj, khumus, jizyah, dan lain sebagainya. Dari sini saja bisa dibayangkan modal negara memakmurkan rakyat begitu melimpah ruah.


Alhasil, wajar jika kehidupan masyarakat dalam naungan Khil4fah begitu ideal dan mengagumkan. Sungguh keadilan, kesejahteraan, dan keberkahan benar-benar nyata dalam sistem kepemimpinan lslam sesuai janji Allah Swt..


وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ


"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'rāf: 96)


Sudah saatnya kita sama-sama merindukan kepemimpinan lslam di bawah naungan Khil4fah yang mampu meriayah umat karena hanya dengan sistem lslam syariat-Nya mampu ditegakkan tanpa ada pemisahan, dan menjadikan Rasulullah saw, sebaik-baiknya suri teladan. Wallahualam bissawab. [Luth/MKC]

Aspirasi Dikriminalisasi: Ironi Kebebasan di Negeri Demokrasi

Aspirasi Dikriminalisasi: Ironi Kebebasan di Negeri Demokrasi




Banyaknya massa yang dikriminalisasi saat mengadakan unjuk rasa

membuktikan bahwa dalam sistem demokrasi masyarakat tidak diberikan kebebasan untuk menyampaikan aspirasinya

________________________


Penulis Aryndiah

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPlNl- Akhir-akhir ini kebijakan yang diterapkan pemerintah Indonesia terus mendapat perhatian publik. Kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat membuat rakyat ramai-ramai memberikan kritik, seperti kebijakan kenaikan tunjangan anggota parlemen dengan nominal fantastis. Di tengah kondisi ekonomi yang kian lesu, kenaikan tunjangan tersebut adalah keputusan yang nirempati karena banyak masyarakat yang kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya. 


Sangat disayangkan posisi mereka sebagai “wakil rakyat” tidak lantas membuat mereka berpihak pada rakyat. Parahnya kritik rakyat dianggap sebagai ejekan belaka, bahkan ada yang menyebut rakyat yang mengkritik dengan sebutan yang tidak pantas diucapkan oleh seorang wakil rakyat. Wajar jika respons tersebut memicu kemarahan publik. Bukannya mengkaji ulang kebijakannya, justru mereka mengolok-olok masyarakat. Hal ini membuat masyarakat harus turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasinya.


Awalnya, unjuk rasa dilakukan oleh buruh dan mahasiswa di depan Gedung MPR/DPR RI di Senayan dan berlangsung tertib serta kondusif. Namun, menjelang sore terjadi kericuhan yang berujung pada tewasnya pengemudi ojek online akibat tertabrak dan terlindas oleh rantis aparat. Kematiannya memicu amarah publik.

 

Publik pun mempertanyakan dan mengkritisi sikap aparat yang juga tidak berpihak pada rakyat, bukankah mereka yang seharusnya melindungi dan mengayomi rakyat? Lagi-lagi kemarahan publik kian bertambah dan menyebabkan banyak kalangan masyarakat, seperti emak-emak dan kaum pelajar atau Gen Z ikut berpartisipasi melakukan demonstrasi di berbagai wilayah di Indonesia.


Sayangnya, sejak 25-31 Agustus 2025 muncul “kerusuhan” di tengah aksi demonstrasi tersebut yang menyebabkan Polri menetapkan 959 tersangka kerusuhan dari berbagai wilayah di Indonesia atas tindakan penghasutan, provokasi dengan menyebarkan dokumentasi kerusuhan melalui media sosial, pembakaran, serta penjarahan. Komjen Syahardiantono selaku Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, mengungkapkan bahwa 959 tersangka, terdiri dari 664 orang dewasa dan 295 anak-anak. (tempo.com, 24-09-2025)


Penetapan 259 tersangka berusia anak dalam peristiwa kerusuhan pada akhir Agustus 2025 mendapat sorotan dari Komisioner KPAI Adi Leksono. Ia mengungkapkan bahwa penetapan status tersangka tersebut tidak sesuai UU Peradilan Anak karena tidak memenuhi standar perlakuan terhadap anak sebab ada anak yang diperlakukan tidak manusiawi. Ada yang diancam hingga dikeluarkan dari sekolah, bahkan tidak ada perlindungan dari Dinas Pendidikan untuk mencegah mereka dikeluarkan dari sekolah. Maka dari itu, ia meminta penetapan tersangka dilakukan secara transparan, 


Berdasarkan hal tersebut, Ketua Komnas HAM Anis Hidayah meminta polisi untuk mengkaji kembali penetapan tersangka tersebut. Apakah sudah sesuai dengan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) atau belum karena jika tidak sesuai, maka polisi berpotensi melakukan pelanggaran HAM. (kompas.com, 26-09-2025)


Terlibatnya Gen Z dalam demonstrasi pada akhir Agustus 2025 lalu sejatinya adalah bentuk nyata bahwa generasi muda sudah mulai sadar politik. Mereka menyadari bahwa kebijakan yang diterapkan saat ini hanya menyulitkan masyarakat, orang tua mereka, bahkan dirinya sendiri. Kesulitan inilah yang membuat mereka bergerak untuk menuntut perubahan atas ketidakadilan yang terjadi. 


Namun, kesadaran politik itu justru dikriminalisasi oleh para pemangku kebijakan dengan label anarkisme padahal belum terbukti secara pasti apakah benar mereka terlibat dalam kerusuhan tersebut atau tidak. Apalagi saat demonstrasi berlangsung, selalu ada saja “oknum” yang sengaja membuat kerusuhan dan seolah memberikan “lampu hijau” bagi para aparat untuk menggunakan gas air mata, kendaraan militernya, bahkan senjata api ke arah demonstran dengan alasan demonstran bertindak anarkis. 


Parahnya di saat kerusuhan terjadi, penguasa justru memutus jaringan internet dan memblokir beberapa fitur media sosial seperti Instagram, TikTok, dan X di wilayah kerusuhan untuk membatasi pemberian informasi dari demonstran ke masyarakat luas padahal media sosial adalah salah satu alat yang banyak digunakan oleh generasi muda saat ini untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat. Bahkan jika mereka tidak berpartispasi langsung di jalan, mereka bisa terus memberikan update terkini tentang kondisi demonstrasi pada saat itu, sekaligus untuk memberikan kesadaran politik melalui media sosial. 


Adanya upaya kriminalisasi dan pembatasan akses penggunaan media sosial oleh penguasa adalah bukti bahwa mereka berupaya untuk membungkam suara rakyat. Mereka tidak suka jika rakyat kritis terhadap kebijakan-kebijakan bodoh mereka karena hal itu akan menghalangi kepentingan mereka sekaligus dapat merugikan dirinya sendiri.


Sungguh ironi, bukankah demokrasi seharusnya menjamin dan memberikan ruang aman bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan kritiknya kepada penguasa? Bak jauh panggang dari api. Faktanya sistem demokrasi kapitalisme tidak akan pernah memberikan ruang pada mereka yang kritis terhadap kebijakan penguasa, sebaliknya sistem ini hanya memberi ruang bagi segelintir orang yang mempunyai kepentingan saja dan parahnya sistem ini dapat membuat penguasa bersikap semena-mena kepada rakyat karena mereka takut jika kekuasaannya terancam hilang.


Terlibatnya generasi muda dalam demonstrasi adalah suatu hal yang harus diapresiasi karena itu adalah bentuk rasa cinta dan kepeduliannya terhadap negeri ini. Namun, kesadaran mereka harus diarahkan pada perubahan hakiki, yaitu penerapan Islam secara kafah karena sekalipun mereka menyuarakan aspirasinya, nyatanya hal itu belum mampu mengubah kebijakan yang ada saat ini bahkan kebijakan yang ada masih saja menyulitkan kehidupan rakyat. 


Islam mengharuskan setiap orang mempunyai kesadaran politik karena politik memengaruhi seluruh aspek kehidupan, mulai dari harga bahan pokok, pendidikan, kesehatan, pajak hingga kebebasan berpendapat. Kesadaran politik akan menumbuhkan cara berpikir kritis, kemampuan menganalis, dan rasa tanggung jawab terhadap kondisi sosial. Dengan demikian orang yang memiliki kesadaran politik tidak akan memikirkan dirinya sendiri, tetapi juga kesejahteraan bersama. 


Sikap seperti ini perlu ditumbuhkan pada generasi muda karena mereka adalah agen perubahan yang mana kesadaran mereka akan membentuk arah masa depan negara. Jika generasi muda bersikap apatis terhadap politik, maka hal itu akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak kompeten untuk berkuasa di negeri ini dengan kebijakan-kebijakan yang merugikan masyarakat. 


Oleh karena itu, guna mendukung kesadaran politik pada generasi, negara wajib menerapkan sistem pendidikan berdasarkan akidah Islam sehingga kesadaran politik mereka akan diarahkan untuk memperjuangkan rida Allah Swt. semata bukan sebatas luapan emosi saja.  Di samping itu, Islam juga mewajibkan setiap muslim untuk amar makruf nahi mungkar, termasuk mengoreksi penguasa saat kebijakannya menzalimi rakyat dan penguasa tidak boleh membungkam suara kritis mereka. 


Dengan demikian, hanya Islam saja yang mampu menampung aspirasi rakyat karena Islam memberikan ruang pada generasi untuk selalu kritis pada setiap kebijakan yang diterapkan, selama sikap kritisnya tidak bertentangan dengan syariat Islam. Namun, perlu diingat, hal ini dapat terwujud hanya dengan penerapan syariat Islam secara kafah di seluruh aspek kehidupan dalam bingkai Khil4fah Islamiah. Wallahualam bissawab. [Luth/MKC]

Diskriminasi Gaji Guru PPPK Reformasi Pendidikan dengan Islam

Diskriminasi Gaji Guru PPPK Reformasi Pendidikan dengan Islam




Krisis finansial para guru PPPK adalah konsekuensi langsung

dari penerapan ideologi sekularisme-kapitalisme dalam pengelolaan negara


__________________________


Penulis Rita Handayani 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Jeritan hati para guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang merasa dizalimi negara telah menjadi isu nasional yang memilukan. Mereka adalah garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun kenyataannya, banyak yang harus hidup dengan gaji minim, bahkan di bawah Rp1 juta per bulan.


Kondisi ini diperparah dengan diskriminasi yang mereka terima: tidak adanya jenjang karier yang jelas meski berpendidikan tinggi (S2/S3) dan ketiadaan uang pensiun padahal mereka mengemban tugas negara yang sama beratnya dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) (liputan6.com, 26-9-2025)


Kesenjangan upah ini berujung pada penderitaan sosial yang nyata. Banyak guru PPPK yang terpaksa terjerat utang bank atau pinjaman online (pinjol) demi menyambung hidup. Ironisnya, di tengah tuntutan reformasi pendidikan untuk meningkatkan kualitas generasi, negara justru membiarkan para pendidiknya hidup dalam kemiskinan struktural. Ini menunjukkan bahwa persoalan gaji guru bukanlah sekadar masalah teknis anggaran, melainkan penyakit kronis yang berakar pada sistem tata kelola negara (Tribunjabar.id, 27-9-2025)


Diskriminasi Gaji Dampak Logis dari Kapitalisme Sekuler


Jika kita menyingkap tirai masalah ini, kita akan menemukan bahwa krisis finansial para guru PPPK adalah konsekuensi langsung dari penerapan ideologi sekularisme-kapitalisme dalam pengelolaan negara. Inilah akar masalah ideologis dan sistemik:


Pertama, guru dipandang sekadar faktor produksi. Dalam kerangka berpikir kapitalisme, guru dilihat sebagai tenaga kerja yang harus ditekan biayanya untuk mencapai efisiensi anggaran. Negara tidak lagi memandang guru sebagai pendidik mulia generasi (murobbi), tetapi sekadar "faktor produksi" yang statusnya dapat diklasifikasi dan didiskriminasi (PPPK, honorer, paruh waktu) demi penghematan. Diskriminasi ini adalah bentuk kezaliman negara terhadap para pengemban amanah pendidikan.


Kedua, defisit anggaran akibat kebijakan kapitalis. Negara dalam sistem ini selalu kekurangan anggaran yang cukup untuk menggaji para pegawainya secara layak. Mengapa? Karena sumber kekayaan alam (SDA) melimpah ruah, seperti minyak, gas, dan mineral, justru dikelola dengan prinsip kapitalisme. SDA diserahkan kepada swasta atau asing atas nama investasi, sementara hasilnya hanya dinikmati oleh segelintir oligarki.


Akibatnya, pemasukan negara hanya bergantung pada pajak dan utang yang justru memberatkan rakyat dan tidak memadai untuk membiayai kebutuhan dasar publik, termasuk gaji guru. Sistem ini menjadikan kesejahteraan guru sebagai "beban" negara, padahal dalam pandangan Islam, SDA adalah hak milik umum yang wajib dikelola untuk kemaslahatan seluruh rakyat.


Mekanisme Islam Kafah Kesejahteraan Guru Adalah Prioritas Negara


Islam kafah menawarkan solusi fundamental dengan mengembalikan fungsi negara sebagai raa’in (penggembala) yang wajib menjamin kesejahteraan rakyat dan para pekerjanya. Dalam sistem Islam, masalah gaji guru dapat diselesaikan secara permanen melalui mekanisme:


Pertama, kembali ke Baitulmal dan tiga pos pendapatan. Mekanisme keuangan negara dalam Islam diatur oleh Baitulmal (kas negara Islam). Sumber pendapatan Baitulmal tidak hanya bergantung pada pajak, tetapi memiliki tiga pos utama, salah satunya adalah pos kepemilikan umum (milkiyah 'ammah) yang berasal dari SDA (minyak, gas, tambang, hutan). Pos inilah yang menjadi sumber pendapatan terbesar yang dikelola negara secara langsung.


Kedua, gaji guru dari harta milik umum. Pembiayaan pendidikan, termasuk gaji guru dan segala tunjangan yang layak, wajib diambil dari pos kepemilikan umum Baitulmal. Ketika SDA dikelola sepenuhnya oleh negara, dana yang terkumpul akan berlimpah sehingga negara tidak perlu bingung mencari anggaran untuk menggaji guru secara adil dan layak, serta menyediakan pendidikan gratis berkualitas bagi seluruh rakyat.


Ketiga, menghapus diskriminasi status. Dalam Islam kafah, gaji ditentukan berdasarkan nilai jasa yang diberikan (ujrah), bukan berdasarkan status kepegawaian artifisial seperti ASN, PPPK, atau honorer. Semua guru yang bekerja untuk negara masuk kategori pegawai negara dan harus mendapatkan hak yang sama, termasuk tunjangan, jaminan kesehatan, dan pensiun yang layak. Negara wajib menempatkan guru sebagai profesi mulia yang dijamin kesejahteraannya.


Jejak Sejarah: Ri'ayah untuk Guru di Masa Khil4fah


Pemberian gaji yang layak dan jaminan kesejahteraan penuh bagi para pendidik adalah bagian dari implementasi ri’ayah al-syu’un (pengurusan urusan umat) dalam sejarah Daulah Islam, guru sebagai pegawai utama negara. Di masa Khil4fah Abbasiyah dan Utsmaniyah, para guru, ulama, dan ahli ilmu mendapat gaji tinggi yang bersumber dari Baitulmal. Mereka ditempatkan dalam posisi terhormat dan dijamin penuh kebutuhannya sehingga mereka dapat fokus mengajar tanpa dibebani urusan mencari nafkah.


Fasilitas pendidikan gratis dan berkualitas: Daulah Islam menyediakan pendidikan, mulai dari dasar hingga perguruan tinggi (seperti Universitas Al-Azhar), secara gratis dengan kualitas terbaik. Ini menunjukkan bahwa negara memandang pendidikan sebagai investasi terbesar untuk generasi, dan bukan sebagai komoditas yang harus dibayar mahal oleh rakyat atau pendidiknya.


Jelas bahwa kezaliman terhadap guru PPPK hari ini adalah kegagalan sistemik yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan menaikkan upah sedikit demi sedikit. Solusi permanen dan adil terletak pada perubahan total sistem ekonomi dan tata kelola negara adalah kembali kepada Islam kafah. Di mana pendidikan, kesehatan, dan keamanan menjadi hak gratis rakyat yang dijamin penuh oleh negara melalui pengelolaan Baitulmal yang syar'i. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

PPPK Honorer Strata Sosial Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

PPPK Honorer Strata Sosial Pahlawan Tanpa Tanda Jasa




Perlu kita sadari, bahwa adanya perbedaan status guru di negeri ini

adalah sebuah konsekuensi dari penerapan kapitalisme


_______________________


Penulis Nurul Lailiya

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2025 menyebutkan bahwa Presiden Prabowo Subianto akan menaikkan gaji ASN, TNI/Polri, hingga pejabat negara.


Dalam aturan yang diteken pada 30 Juni 2025 itu, fokus kenaikan gaji diarahkan untuk guru, dosen, tenaga kesehatan dan penyuluh seperti yang dilansir beritasatu.com pada 22 September 2025 lalu. Sebuah berita gembira yang diharapkan mampu mendongkrak semangat para penerimanya. 


Hingga saat ini kita belum sadar bahwa pada kenyataannya di tengah-tengah kinerja ASN, TNI/Polri dan pejabat negara ada pegawai lain yang sama-sama berjuang untuk generasi juga untuk bangsa dan negara ini. Mereka adalah para pegawai honorer. Bila tidak ingin disebut ketidakadilan, tetapi frasa apakah yang bisa mewakili perbedaan nasib antara ASN, TNI/Polri, dan pejabat lain dengan para honorer ini?


Mereka sama-sama berjuang. Bila gaji ASN, TNI/Polri, dan pejabat negara bisa dinaikkan kenapa gaji para honorer tidak pernah dibahas dalam agenda nasional? Memang benar, hidup di negeri ini seperti warga negara yang tidak punya negara. Untuk mengubah nasib tragisnya hampir semua honorer mengikuti seleksi pengangkatan ASN yang digelar negara.


Bahkan ada yang berkali-kali berjuang meski berkali-kali pula harus gigit jari karena gagal. Pelaksanaan CPNS dinilai mengandung motif ekonomi. Seperti yang terjadi terakhir kemarin setiap peserta diwajibkan membubuhkan materai senilai Rp10.000,-. Sudah bisa ditebak siapa yang diuntungkan dengan peraturan ini?


Tidak hanya itu, sempat viral seorang guru yang meraih skor ujian CPNS tertinggi justru gagal hanya karena tinggi badannya kurang. Baru kini berlaku penentuan syarat tinggi badan minimal untuk menjadi CPNS. Banyak ditemui pula guru honorer yang telah mengabdi di sebuah sekolah selama bertahun-tahun harus pindah karena digantikan oleh ASN yang baru dilantik.


Dulu honorer melamar di sekolah itu karena jaraknya dekat dengan tempat tinggal. Kini saat posisinya diganti oleh ASN baru mau tidak mau dia harus pindah ke sekolah lain yang lebih jauh. Artinya, dia harus mengeluarkan uang lebih untuk bahan bakar motornya sedangkan tidak ada yang peduli dengan jumlah gaji yang dia terima setiap bulan. Sungguh, sebuah pengorbanan yang tidak pernah dipikirkan oleh pemerintah. 


Bila kita mau jujur mengamati sesungguhnya perjuangan tiap guru itu sama. Mereka dulu adalah seorang mahasiswa yang belajar dengan semangat dan pengorbanan untuk meningkatkan kompetensinya agar layak mengajarkan ilmu yang bermanfaat bagi generasi bangsa ini.


Perjalanan selama menjadi mahasiswa tidak gampang. Mereka dilatih untuk berpikir cerdas, analitis, dan kritis. Selain itu, biaya yang mereka keluarkan tidak sedikit. Hal ini membuat beberapa di antara mereka harus bekerja agar bisa membiayai kuliah. 


Namun, saat menjadi honorer ternyata banyak hal yang jika dianalisa terlalu mengingkari akal sehat. Di antaranya, kewajiban administrasi sekolah yang ternyata lebih mendominasi hari-hari mereka sebagai guru daripada tugas inti mereka yaitu mendidik, memberi pemahaman yang benar, memberi teladan dan membimbing anak didik mereka agar menjadi manusia beradab. Tak jarang ada di antara mereka yang berseloroh, "Seingatku aku dulu kuliah itu diajari jadi guru bukan jadi TU."


Hal ini tentu saja berakibat pada anak didik. Alih-alih mendapatkan bimbingan untuk memahami sebuah materi. Para guru yang dikejar deadline kewajiban administrasi itu sering meninggalkan kelas dan sebagai jurus pamungkas mereka menugaskan para murid agar mengerjakan soal latihan di LKS dengan membaca rangkuman materi terlebih dahulu.


Siapa yang harus disalahkan ketika banyak beredar di media sosial siswa SMP yang tidak bisa membaca dan menghitung? Sungguh sebuah kemunduran luar biasa. Hal itu bisa terjadi di negara yang sudah merdeka hampir satu abad ini, di tengah majunya kecanggihan teknologi pula. 


Sangat dimungkinkan yang menjadi "tersangka" atas kejadian ini adalah para guru yang tidak profesional atau orang tua yang tidak mengarahkan putra-putrinya agar mau belajar di rumah dan tidak main saja. Pernahkah kita berpikir bahwa kejadian itu adalah akibat dari lalainya pemerintah memberi kesejahteraan yang adil bagi semua pekerja serta buramnya tugas inti guru akhir-akhir ini.


Sebagai pendidik atau sebagai pegawai administrasi (TU) sudah saatnya kita cari sistem pembanding yang dapat menunjukkan kerapuhan sistem kehidupan kita kini. Perlu kita sadari, bahwa adanya perbedaan status guru di negeri ini adalah sebuah konsekuensi dari penerapan kapitalisme. Meski memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama namun negara sengaja memberi kesejahteraan berbeda berdasarkan masa jabatan & jenjang karier.


Bahkan, pemerintah seolah sengaja merancang administrasi persyaratan kenaikan jenjang karier yang rumit hingga membuat para peserta harus berkorban lebih. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah memandang para guru hanya sebagai faktor produksi. Sebuah pandangan yang sangat rendah bukankah guru adalah warga negara terdidik?


Akan tetapi, negara kapitalis mana yang menghargai manusia terdidik? Mereka hanya fokus memeras keringat rakyatnya agar negara mendapat pemasukan sementara sumber daya alam yang ada sengaja diberikan kepada asing agar negara tidak mampu mengelola dengan baik.


Kemuliaan manusia berilmu hanya dipandang oleh Islam. Dalam aturan Islam, gaji guru ditentukan berdasarkan nilai jasa yang diberikan bukan karena status kepegawaian. Bahkan semua guru masuk kategori pegawai negara. Dengan begitu, tidak ada lagi guru yang bertahan hidup dengan gaji terbatas karena masih berstatus sebagai PPPK dan baru mengabdi beberapa tahun, sedangkan rekan sesamanya bisa hidup berkecukupan karena sudah lama menjabat sebagai ASN. 


Negara yang diatur dalam Islam hadir sebagai negara yang makmur dan kaya sehingga dengan mudah memberikan kesejahteraan para guru dan semua penduduknya. Hal ini disebabkan diberlakukannya mekanisme keuangan yang dikelola oleh Baitulmal. Negara berkuasa penuh pada pemanfaatan sumber daya alam yang ada dan mampu mengolahnya secara profesional hingga hasil dari pengolahan sumber daya alam itu menjadi pemasukan negara.


Dari pemasukan itulah negara mampu membiayai pendidikan khususnya gaji guru. Kesejahteraan guru tidak berhenti di situ karena negara juga memberikan layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan secara gratis dengan kualitas terbaik. Saatnya kita berjuang mengembalikan kemuliaan para guru dan semua kaum muslim dengan menyuarakan kebenaran ajaran Islam agar rahmat Allah Swt. senantiasa mengisi hari-hari kita. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Suara Kritis Dibungkam Kesadaran Politik Gen Z Dikriminalisasi

Suara Kritis Dibungkam Kesadaran Politik Gen Z Dikriminalisasi



Sistem demokrasi liberal cenderung toleran 

terhadap kritik yang sudah “aman”

_________________________


Penulis Nur Saleha, S.Pd

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Remaja 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Di tengah gejolak sosial dan protes kebijakan pada Agustus 2025, muncul fakta yang mengusik nurani bangsa. Bahwasanya sebanyak 959 orang ditetapkan sebagai tersangka dan dari jumlah itu 295 di antaranya adalah anak-anak (Gen Z atau remaja). (tempo.co, 24-09-2025)


Fenomena ini memunculkan pertanyaan mendasar, apakah kesadaran politik generasi muda justru dianggap ancaman dan dipaksa menjadi kriminal? Haruskah suara kritis anak bangsa dibisukan? Tulisan ini akan mengurai bagaimana kesadaran politik Gen Z dikriminalisasi, dan bagaimana solusi yang diajarkan Islam dapat menjadi jawaban mengembalikan kebebasan berekspresi dan keadilan sejati.


Pemerintahan Demokrasi Membungkam Kritik


1. Penetapan 295 Anak sebagai Tersangka


Polri menyebut dari total 959 tersangka pasca kerusuhan demonstrasi 25–31 Agustus 2025, sebanyak 295 adalah kategori anak-anak. Beberapa di antaranya telah melalui mekanisme diversi atau dibebaskan, namun sebanyak 13 anak masih berstatus tersangka dalam proses hukum. 


2. Kekhawatiran Pelanggaran HAM dan Proses Tidak Adil


KPAI dan Komnas HAM mengingatkan adanya potensi pelanggaran HAM dalam penanganan anak-anak ini. Mereka menyebut proses penyelidikan sarat dengan ancaman, intimidasi, penahanan melebihi waktu hukum (24 jam), dan pemutusan hak pendidikan. Dalam beberapa kasus, anak yang semestinya layak mendapat diversi malah tetap diproses sebagai tersangka.


3. Dorongan Restoratif dan Pemerintah Diminta Menyikapinya Secara Hak Anak


KPAI mendesak penerapan keadilan restoratif sesuai UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan meminta agar pendekatan hukum bagi anak menjadi jalan terakhir. Pemerintah daerah diminta menyusun strategi berperspektif hak anak agar generasi muda tidak mudah dieksploitasi dalam aksi anarkis atau konfrontasi yang membahayakan. (antaranews.com, 02-10-2025)


Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa suara kritis generasi Z tak ubahnya dilekati stigma kriminal, padahal banyak di antara mereka yang mungkin sekadar menyuarakan ketidakadilan, bukan menghancurkan negara.


Penulis menguraikan analisis sebagai berikut:


1. Gen Z sebagai Agen Perubahan


Generasi Z tumbuh dalam era digital, terbuka terhadap informasi, dan semakin sadar akan problematika sosial, lingkungan, korupsi, ketimpangan ekonomi, serta hak asasi manusia. Rasa ingin memperjuangkan keadilan merebak di benak mereka. Apabila kesempatan berdialog terbuka terbatas, mereka otomatis beralih ke aksi dan kritik publik.


2. Risiko Labelisasi Anarkisme sebagai Senjata Pembungkam


Menempelkan label “anarkis” terhadap aksi kritis, khususnya anak, adalah taktik membungkam. Dengan kriminalisasi, bukan dialog yang diberikan, melainkan stigma dan jerat hukum. Hal ini kerap terjadi ketika penguasa lebih takut pada suara kritis daripada memperbaiki kebijakan yang salah.


3. Demokrasi-Kapitalisme Gagal Memberi Ruang Kritis


Sistem demokrasi liberal cenderung toleran terhadap kritik yang sudah “aman”. Namun, ketika kritik menyentuh akar kekuasaan dan kepentingan, ia segera dilawan dengan represi. Akibatnya, generasi muda kehilangan ruang aman untuk menyuarakan keadilan.


4. Islam dan Hak Politik Umat


Islam memerintahkan amar makruf nahi mungkar — menyeru yang baik dan melarang yang buruk, termasuk mengoreksi penguasa apabila mereka berbuat zalim. Rasulullah saw. bersabda: 


“Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah)


Kritik adalah bagian dari ibadah, bukan tindakan kriminal.


5. Khil4fah sebagai Sistem Pengelolaan Politik Islam


Dalam model Khil4fah Islam, penguasa adalah khalifah yang mengemban amanah. Umat—termasuk pemuda—punya akses formal dalam perkara politik dan pengawasan. Pendidikan politik berbasis akidah Islam mengajarkan generasi muda bahwa kritis bukan untuk merusak, tetapi demi menegakkan keadilan Allah. Dalam sistem Khil4fah, suara rakyat tidak dilekati stigma kriminal, melainkan diakomodasi melalui mekanisme musyawarah yang beradab.


Solusi dalam Islam 


1. Membangun Pendidikan Politik Berbasis Akidah sejak Dini


Di sekolah Islam dan lembaga dakwah, perlu diajarkan bahwa politik dalam Islam adalah ibadah ketika ditujukan mendekatkan diri pada Allah. Pemuda harus dibekali tata cara kritis yang sopan, metode dakwah, dan keberanian moral.


2. Wadah Partisipasi Politik Terstruktur dalam Sistem Khil4fah


Dalam Khil4fah, generasi muda memiliki kanal resmi: majelis syura pemuda, wakil pemuda di dewan kota, atau lembaga pengawas publik berbasis syariah. Kritik dikemas dalam musyawarah konsep Islam dengan penuh adab, dan diterima dengan beradab pula oleh para penguasa.


3. Lindungi Anak-anak dari Jerat Hukum yang Tidak Adil


Ketika terjadi konflik atau demonstrasi, anak di bawah umur harus dicadangkan dari proses pidana keras. Jika pun terlibat, pendekatan restoratif, pengasuhan, dan pendidikan lebih diutamakan dibanding jerat pidana.


4. Transparansi Pemerintah dan Akuntabilitas Publik


Pemerintahan Khil4fah menerapkan prinsip hisbah—pengawasan publik terhadap penguasa—untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Media Islam dan lembaga pengawas sipil ditegakkan agar kritik tidak dibungkam.


5. Dialog Terbuka dan Musyawarah Publik


Generasi muda dalam Khil4fah menjadi bagian dari musyawarah publik (syura), bukan sekadar penonton. Aspirasi mereka diterima secara resmi, sehingga potensi gesekan dan kriminalisasi dapat ditekan.


Khatimah


Kriminalisasi kesadaran politik Gen Z—baik melalui label anarkis maupun proses hukum yang tidak adil—adalah luka dalam perjalanan demokrasi modern. Namun, kerangka Islam dan model Khil4fah menawarkan alternatif yang menjembatani keberanian kritis generasi muda dengan norma adil dan jauh dari stigma kriminal.


Melalui pendidikan politik bersumber dari akidah, mekanisme partisipasi politik yang formal, dan penegakan akhlak dalam kritik, generasi Z dapat menjadi pelopor perubahan transformasional, bukan korban represi. Dalam sistem Khil4fah, suara anak-anak yang menyuarakan keadilan tidak akan ditangkap, melainkan dijadikan partisipan yang terhormat demi tegaknya keadilan Allah. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Jihad  Mengakhiri Perang P4lestina Bukan Solusi Dua Negara

Jihad Mengakhiri Perang P4lestina Bukan Solusi Dua Negara



Dengan demikian, kita memahami sesungguhnya yang menjadi penjajah itu adalah Zion*s yang selama ini melakukan tindakan genosida terhadap penduduk P4lestina

sehingga jelas solusi dua negara merupakan tindakan bodoh yang melanggengkan eksistensi penjajah

_________________________


Penulis Anastasia S.Pd. 

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - P4lestina adalah tanah leluhur para Nabi. Tanah yang diberkahi karena menyimpan sejarah panjang orang-orang saleh yang berjuang memurnikan agama Allah. Mereka adalah teladan sepanjang masa, bagi siapa saja yang mau mengikuti jalan perjuangannya. Maka tak heran hingga detik ini, tanah P4lestina menghasilkan generasi-generasi pejuang penjaga yang siap mengorbankan darah untuk mensucikan Masjid Al-Aqsa dari tangan penjajah Zionis. 


Perang yang terus berlangsung, tentara Zion*s telah membunuh sekitar 100 warga P4lestina setiap harinya di Jalur G4za itu merupakan jumlah korban yang meninggal di luar kelaparan dan keterbatasan akses perawatan medis. Demikian pernyataan resmi Badan PBB untuk Pengungsi P4lestina (UNRWA) pada hari (time.co.id, 01-10-2025).

 

Sejak Oktober 2023, lebih dari 66.100 warga P4lestina dilaporkan tewas dengan mayoritas korban merupakan perempuan dan anak-anak. Serangan militer yang terus berlanjut telah mengakibatkan G4za menjadi wilayah yang tidak layak huni dan memicu krisis kelaparan massal.


Tentu kondisi G4za mendapatkan perhatian dari berbagai negara di belahan dunia. Banyak dari negara-negara barat yang tumpah ke jalan menentang aksi perang yang berujung genosida. Namun, hingga detik ini tak satu pun dari negara-negara muslim atau pun Barat yang dapat memberikan solusi mengakhiri perang sampai ke akarnya. 

 

Begitu pun, dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto yang mendukung penyelesaian konflik P4lestina dan Isra*l melalui implementasi solusi dua negara (two-state solution). Hal itu ia sampaikan dalam dua forum di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, New York, Amerika Serikat, pada 22–23 September 2025. (detik.com, 24-09-2025)


Hal demikian, tentu  merupakan pengkhinatan terhadap perjuangan dari saudara-saudara kita di P4lestina. Solusi dua negara tak jauh beda dengan mengakui eksistensi negara penjajah. Fakta sejarah, tanah P4lestina adalah milik kaum muslim, mereka yang menginginkan solusi dua negara, sejatinya mereka tidak memahami akar sejarah yang benar. Maka dari itu sebagai bagian dari kaum muslim, kita memiliki tanggung jawab untuk memahamkan sejarah yang sebenarnya. 


Sejarah Panjang P4lestina


Sejatinya, solusi dua negara adalah topeng Zion*s dalam menutupi penjajahannya di P4lestina, tentu selama ini Amerika merupakan sponsor utama yang mendukung penjajah tersebut. Fakta sejarah, P4lestina merupakan wilayah dari kekuasaan yang berada di bawah wewenang Turki Utsmani. Dalam kekuasaan Islam, P4lestina berada dalam keamanan dan kedamaian, hal ini terbukti dengan situs-situs sejarah agama nasrani atau pun yahudi yang masih terjaga dan dikunjungi oleh peziarah dari seluruh dunia. 


Awalnya P4lestina merupakan bagian dari tanah Syam yang sudah ditaklukkan pasa masa Khalifah Umar bin Khathab sehingga statusnya merupakan tanah kharajiyah. Alhasil, dari segi zatnya, tanah P4lestina adalah milik kaum muslim selamanya. Kepemilikan seluruh kaum muslim di sini adalah atas fisik tanahnya. Adapun manfaatnya, dimiliki oleh penduduknya sehingga kepemilikan tanah P4lestina, tidak bisa dimonopoli oleh kekuatan mana pun, status tanah kharaj itu tetap hingga hari kiamat dan atasnya ada kewajiban kharaj sesuai ketentuan hukum syariat. 


Begitu pun pada masa kekuasaan Turki Utsmani, status P4lestina tetap sama, menjalankan statusnya sesuai ketentuan syariat. Namun, semua kedamaian itu sirna, tatkala bencana penjajah datang pada 1892 sekelompok Yahudi Rusia, mengajukan permohonan kepada Sultan Abdul Hamid II untuk mendapatkan izin tinggal di P4lestina. Permintaan tersebut, mendapatkan pertentangan, dengan memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang ingin hijrah, bahwa mereka tidak akan diizinkan menetap di P4lestina.

 

Mendengar jawaban seperti itu, kaum Yahudi marah sehingga duta besar Amerika turut campur tangan. Pada 1896 Theodor Herzl datang kembali, menemui Sultan Abdul Hamid II meminta izin membangun gedung di Al-Quds. Permintaan itu kembali dijawab Sultan dengan penolakan yang keras. Sesungguhnya Daulah Utsmani ini adalah milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan tersebut sebab itu simpanlah kekayaan kalian dalam dompet kalian sendiri, tegas Sultan.


Segala daya upaya telah dikerahkan oleh mereka untuk mendapatkan tanah P4lestina dengan mengadakan kampanye dan narasi sesat, semata-mata untuk mencari dukungan politik dan dunia. Sampai akhirnya mereka menyadari bahwa, kekuatan terbesar yang melindungi P4lestina adalah kekuasaan Islam yang diterapkan dalam sebuah negara. Maka dari itu, mereka berupaya bekerja keras,  membangun sekutu dengan negara Barat yang memang jelas-jelas mereka sangat membenci kekuasaan Islam, untuk menghancurkan kekuasaan Islam.

 

Tentu, Barat atau pun Zion*s tidak pernah akan merasa lega, sebelum kekuasaan Islam lenyap hancur. Oleh karena itu, mereka dengan perjuangannya telah mampu menghancurkan kekuasaan Islam dan membagi-bagi wilayah jajahan, sesuai dengan kesepakatan penjajah. Kala itu P4lestina berada dalam kekuasaan Inggris, dan Inggris memberikan tanah P4lestina kepada orang Yahudi. Hingga akhirnya, sekarang Amerika telah menggantikan posisi Inggris, sebagai negara adidaya pendukung terhadap aksi Zion*s.


Dengan demikian, kita memahami sesungguhnya yang menjadi penjajah itu adalah Zion*s yang selama ini melakukan tindakan genosida terhadap penduduk P4lestina sehingga jelas solusi dua negara merupakan tindakan bodoh yang melanggengkan eksistensi penjajah. 


P4lestina Merdeka dengan Islam 


Jihad di bawah kekuasaan Islam adalah solusi hakiki, mengakhiri penjajahan Zion*s. Jihad adalah aktivitas politik yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., melawan kekuasaan yang zalim. Kita pun belajar kepada sejarah bagaimana kekuasaan Islam melawan para pemberontak Yahudi yang selalu mengkhianati perjanjian politik padahal mereka sudah diikat oleh kekuasaan Rasulullah saw.. Namun, hati mereka tidak bisa menyimpan kebencian dan terus menerus melakukan kezaliman. Maka dari itu Rasulullah saw., bersikap tegas melakukan pengusiran. Sifat yahudi pantas mendapatkan laknat sebagaimana disebutkan dalam ayat,


لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ,كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ


“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. Al-Maidah: 78-79)


Maka dari itu, untuk mampu membungkam Zion*s, kita membutuhkan kekuasaan Islam yang diterapkan oleh negara. Dengan begitu, jihad akan diemban oleh negara yang dapat mengerahkan tentara membebaskan P4lestina dari tangan penjajah. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

G4za Tak Butuh Solusi Dua Negara

G4za Tak Butuh Solusi Dua Negara




Mengakui kemerdekaan P4lestina sama dengan mengakui pencaplokan oleh entitas Yahudi

70% sampai 80% wilayah muslim di P4lestina

_________________________


Penulis F.H Afiqoh

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Penderitaan G4za terus berlangsung, kondisi kian memburuk, serangan demi serangan terus berlangsung tanpa henti. Zion*s dan AS (Amerika Serikat) terus meningkatkan serangan untuk mengosongkan G4za. Kebrutalan demi kebrutalan yang mereka lakukan tanpa henti dilakukan oleh Zion*s laknatullah'alaih tanpa perikemanusiaan.


Dunia hanya bisa melihat, menolong dengan doa, dan bantuan tanpa perlawanan terhadap Zion*s. Terlebih negeri-negeri muslim yang dekat dengan daerah G4za, mereka tidak bisa berbuat apa-apa melainkan tunduk di bawah kaki tangan penjajah dalam melihat dan mendengar keadaan saudara seimannya. 


Dunia Bersembunyi di Balik Perdamaian Semu


Dengan keadaan G4za yang makin memburuk akibat agresif Zion*s yang didukung penuh oleh AS (Amerika Serikat) menjadi panggung nyata bagaimana dunia internasional bersepakat di balik jargon perdamaian semu yang ditawarkan oleh AS. Sayangnya, dukungan atas perdamaian solusi dua negara tidak hanya datang dari Barat, para pemimpin negeri-negeri muslim termasuk Indonesia menyuarakan hal sama yang sebagaimana baru-baru ini Presiden Prabowo Subianto saat berpidato dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, AS, Selasa (22-09-2025).

 

Presiden RI Prabowo Subianto sudah tiga kali secara eksplisit membahas solusi dua negara (two-state solution) terkait konflik Isra*l vs P4lestina. Ia menegaskan posisi diplomatik Indonesia yang mendukung kemerdekaan P4lestina sebagai syarat utama perdamaian, sambil menawarkan pengakuan terhadap Isra*l jika P4lestina diakui secara berdaulat.


Dikutip dari tribunnews.com, (23-09-2025) momen 3 kali Prabowo promosikan two state solution untuk penyelesaian konflik Isra*l vs P4lestina. Solusi dua negara sudah digaungkan Prabowo sejak masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI (Menhan) periode 2019-2014 hingga sekarang ia duduk sebagai Presiden RI.


Janji Manis Penjajah dalam Sistem Demokrasi


Sudah berulang kali kaum muslim dimainkan oleh janji-janji manis penjajah. Contohnya yang sudah berlalu, katanya gencatan senjata yang ada mereka langgar janji itu. Sekarang dengan tawaran solusi dua negara tidak menutup kemungkinan pun akan dilanggar karena sifat dari para penjajah tidak akan pernah rida dan berhenti memusuhi kaum muslim sebelum mengikuti mereka. 


Mengakui kemerdekaan P4lestina sama dengan mengakui pencaplokan oleh entitas Yahudi 70% sampai 80% wilayah muslim P4lestina. Ini adalah solusi penuh ilusi ikut disuarakan pemimpin negeri-negeri muslim termasuk Indonesia padahal bukan memberikan kebebasan, melainkan makin menjauhkan dari pembebasan G4za. 


Dalam demokrasi segala apa yang dibentuk baik dari taraf nasional maupun internasional seperti OKI dan PBB itu hanyalah formalitas dari para penjajah dalam mendamaikan dunia padahal nyatanya yang terjadi, itu semua tidak berfungsi dalam memberikan solusi atas konflik. Justru yang terjadi antara satu negara dengan negara lainnya sebagaimana yang terjadi antara Zion*s dan G4za.


Inilah jika sistem demokrasi masih diterapkan tidak akan ada yang bisa dilakukan oleh negeri-negeri muslim yang ada di dunia. Bisa kita lihat sendiri bagaimana keadaan saat ini, PBB yang katanya menjadi polisi dunia dan perannya mencegah konflik, menjaga perdamaian, membantu pihak yang berkonflik, nyatanya? Lihatlah, sendiri yang terjadi konflik ini bertahun-tahun terus berlanjut tanpa henti dan bahkan makin memburuk.


Kemudian adanya OKI (Organisasi Konferensi Islam) yang di dalamnya tergabung negeri-negeri muslim yang salah satunya adalah Indonesia dan pembentukannya untuk meningkatkan solidaritas islam diantara negara, mendukung perdamaian, dan keamanan internasional serta melindungi tempat suci Islam, dan membantu perjuangan rakyat P4lestina. Namun, yang terjadi lihat sendirilah bisa apa mereka? Kondisi kaum muslim terkhususnya di P4lestina masih sama tangisan, nyawa, dan darah mereka masih berceceran dalam mempertahankan haknya.


Apa yang bisa diharapkan dalam sistem demokrasi? Apa yang bisa diharapkan dengan janji-janji manis para penjajah? Semua hanyalah ilusi yang sampai kapan pun tidak akan pernah memberikan ketepatan dan kepercayaan karena sistem demokrasi hanyalah alat dari penjajah untuk menjajah negeri-negeri muslim. Bisa kita lihat apa yang bisa dilakukan oleh negeri-negeri muslim saat ini? Tidak ada satu pun negara yang berdiri di sisi G4za. Semua mengambil posisi aman dengan AS sebagai pencetus solusi dua negara.


Tegaknya Khil4fah Akan Menyelesaikan Masalah G4za dan Dunia


Muslim harus sadar bahwa solusi G4za dan dunia bukan dua negara melainkan dengan kembalinya kehidupan Islam dalam naungan institusi Daulah Islamiah, yakni tegaknya kembali Khil4fah Islamiah yang menerapkan seluruh aturan Allah. Hanya dengan tegaknya syariat Allah inilah manusia akan terlindungi harta, nyawa, dan jiwanya baik yang muslim maupun nonmuslim.


Jika kaum muslim mengambil solusi dua negara berarti mereka sudah mengkhianati perjuangan saudaranya di P4lestina. Mereka sudah berjuang sejauh ini dalam mempertahankan haknya dari penjajah. Namun dunia hanya bisa mendengar dan melihat apa yang terjadi. Kemudian datang menawarkan solusi dua negara yang sebenarnya itu adalah bentuk dari keputusasaan dari AS karena melihat atas keteguhan rakyat G4za, dan para mujahidin yang terus berjuang dalam mempertahankan tanah air mereka.


Solusi dua negara bukan solusi tapi penyerahan diri pada penjajah dan memberikan mereka peluang untuk terus menguasai, dan menghancurkan negeri-negeri muslim karena semua yang datang dari mereka para penjajah bukanlah pembebasan penuh dari penjajah melainkan hanyalah ilusi.


Oleh karena itu, teruntuk kaum muslim terukhusnya penulis sendiri harus kita paham betul kenapa kita harus betul-betul memperjuangkan kembalinya kekuasaan Islam atau Daulah Islam (Khil4fah). Karena dengan inilah yang akan menyelesaikan permasalahan P4lestina dengan adanya negara Islamlah yang akan menyeru pada jihad melawan para penjajah.


Solusi syar'i atas genosida di G4za adalah pengerahan pasukan muslim untuk jihad fisabilillah. Kaum muslim sangat mampu melawan Zion*s, bahkan akan memenangkan perang hanya dalam waktu satu jam saja. Kaum muslim  harus menuntut tegaknya institusi penjaga G4za dan umat harus semakin terbuka dan tersadarkan bahwa seluruh krisis yang terjadi pangkalnya adalah karena hilangnya pelindung umat ini. 


Tidak ada kepemimpinan dan satu institusi pun yang sanggup melawan dan mengusir berbagai agresif militer terhadap negeri-negeri muslim selain Khil4fah. Zion*s bisa eksis karena dilindungi oleh negara-negara barat. Karena itu umat pun butuh pelindung yang  jauh lebih kuat, dan sudah ditetapkan oleh syariah. Tidak ada alasan mencari solusi atas dua negara pada negara-negara Barat, PBB, atau pun para pemimpin Arab, dan dunia Islam. Umat harus independen dengan kekuasaan yang sah secara hukum syariat itulah Khil4fah. Wallaahualam bissawab. [SM/MKC]