Fenomena Fatherless Ketika Peran Ayah Hanya Pencari Nafkah
OpiniDi pundak seorang ayah ada peran mulia yang memberikan pengaruh besar bagi masa depan anak-anaknya
Sayangnya, peran tersebut tergerus pemahaman menyesatkan yang membuat peran ayah tak berfungsi sebagaimana mestinya
_________________________
Penulis Ummu Fadiya
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sosok seorang ayah merupakan pribadi ideal bagi anaknya. Di matanya, seseorang yang disebut ayah memberikan sesuatu yang berharga dalam kehidupannya. Semua itu menjadi cerita indah yang tak akan pernah hilang selamanya.
Sayangnya, tidak semua anak bisa merasakan hal yang sama. Sebaliknya, sebagian besar anak justru kehilangan momen indah dan berharga bersama ayahnya. Kondisi yang demikian membuat anak tak bisa merasakan kasih sayang dari seorang ayah sebagai sosok yang seharusnya mendampingi, melindungi, dan menjaganya.
Data Anak yang Mengalami Fatherless
Fenomena di atas dinamakan sebagai fatherless, yaitu sebuah kondisi ketika anak tumbuh dan berkembang tanpa kehadiran dan pengasuhan seorang ayah. Pembahasan tersebut mungkin juga masih asing di telinga para orang tua. Parahnya, hal itu ternyata dialami oleh belasan juta anak Indonesia. Fakta tersebut jelas mengejutkan banyak pihak.
Mengutip data yang disampaikan oleh Litbang (Penelitian dan Pengembangan) Kompas berdasarkan analisis dari Tim Jurnalisme Data Harian Kompas. Ternyata 15,9 juta anak Indonesia tidak didampingi sosok seorang ayah di masa pertumbuhannya. Angka tadi diambil dari data Mikro Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) BPS pada Maret 2024.
Data di atas menyumbang 20,1 persen dari jumlah anak Indonesia yang mencapai 79, 4 juta pada usia kurang dari 18 tahun mengalami fatherless. Artinya, satu dari lima anak yang ada ternyata tidak merasakan kehadiran seorang ayah dalam kehidupannya. (Radio Idola Semarang, 13-10-2025)
Dampak dari fatherless yang kini mengancam anak bangsa tentu tak bisa dipandang sebelah mata. Pasalnya, mereka adalah calon-calon pemimpin bangsa yang akan meneruskan cita-cita dan perjuangan mulia. Namun, ketika anak-anak tersebut bermasalah, akankah mereka sanggup memikul beban berat yang diamanahkan kepadanya?
Peran Ayah: Hanya Pencari Rupiah
Bicara fenomena fatherless, memang tidak bisa dilepaskan dari sosok seorang laki-laki yang disebut ayah. Sebutan itu menjadi sebuah tanggung jawab yang tidak mudah karena seorang ayah identik dengan tugas utamanya sebagai pencari nafkah. Tanggung jawab ini membuat para ayah rela bekerja siang malam tanpa kenal lelah untuk mendulang rupiah. Di sini, seorang ayah dikatakan hebat dan ideal ketika bisa memberikan nafkah yang melimpah.
Pemahaman tersebut muncul karena mereka menganggap bahwa tugas seorang ayah tentang mencari uang. Itu artinya, peran ayah hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan finansial. Sedangkan untuk hal-hal yang berhubungan dengan masalah anak, dirinya tidak perlu ikut memikirkan.
Pemahaman yang demikian membuat peran ayah dikebiri secara tidak sadar. Pasalnya, selama ini tugas mendidik, mendampingi, dan mengasuh anak selalu dibebankan kepada para ibu. Padahal anak merupakan tanggung jawab keduanya sebagai orang tua.
Sama-Sama Menjadi Korban
Ketidakhadiran seorang ayah dalam mendampingi anak-anaknya tentu bukan salahnya semata. Kesibukannya dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan istri dan anaknya memaksanya untuk absen dalam peran krusialnya. Alhasil, sosok teladan sang kepala keluarga tak bisa diberikan dengan baik kepada buah hatinya.
Kondisi yang demikian membuat keduanya dalam posisi sebagai korban. Dari sisi anak, mereka mengalami fatherless yang membuatnya kehilangan sosok seorang pelindung sekaligus pemberi keteladanan. Sedangkan dari sisi sang ayah, dirinya kehilangan momen kebersamaan masa pendidikan dini sang buah hati yang tak mungkin bisa terulang.
Sosok Tangguh yang Kian Rapuh
Peran seorang ayah yang sedemikian krusial sejatinya menunjukkan ketangguhan sebagai pemimpin keluarga. Di sini, dirinya tak hanya dituntut untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Lebih dari itu, sosok seorang ayah juga harus mampu mengarahkan istri dan anak-anaknya. Hal tersebut merupakan amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt.
"Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya" (HR. Bukhari)
Sayangnya, tanggung jawab tersebut tak bisa dilaksanakan secara utuh. Karena, sosok tangguh seorang ayah dibuat tak berdaya disebabkan terlalu banyak beban yang membuatnya mudah rapuh. Namun, sosok tangguh yang terlanjur disematkan kepadanya membuatnya pantang mengeluh. Alhasil, dirinya berusaha semangat dalam mencari nafkah meskipun harus bermandikan peluh.
Sosok Ideal di Sistem Liberal
Apa yang dialami oleh para ayah merupakan gambaran nyata kehidupan di kapitalisme liberal. Di sini, peran seorang ayah yang hebat digambarkan sebagai sosok pekerja keras yang mampu menghasilkan banyak uang. Penggambaran yang demikian menjadikannya sebagai figur ideal. Padahal hal itu merupakan tipuan yang menyesatkan pemikiran.
Pemikiran di atas menempatkan uang sebagai tolok ukur kebahagiaan. Hal itu menjadikan peran ayah sebagai pencari nafkah dimaknai sebagai mesin uang demi memenuhi semua kebutuhan. Alhasil, peran ayah tak bisa berfungsi sebagaimana mestinya di ranah pendidikan dan pengasuhan.
Di pundak seorang ayah ada peran mulia yang memberikan pengaruh besar bagi masa depan anak-anaknya. Sayangnya, peran tersebut tergerus pemahaman menyesatkan yang membuat peran ayah tak berfungsi sebagaimana mestinya. Tidak heran ketika banyak anak yang mengalami fatherless. Padahal secara fisik, sosok sang ayah ada di hadapannya.
Sosok Ayah dalam Islam
Kehadiran sosok ayah dalam mendampingi putra-putrinya merupakan hal krusial di dalam Islam. Pasalnya, seorang ayah ternyata memiliki kewajiban yang sama sebagaimana seorang ibu. Kewajiban tersebut telah tercantum dalam surah Lukman ayat 13 yang artinya:
”Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Ayat di atas menjadi bukti kehadiran sosok seorang ayah yang memberikan pemahaman akidah kepada putranya. Artinya, peran ayah juga berlaku di dalam pendidikan anak-anaknya. Dengan demikian, kehadiran seorang ayah mutlak dibutuhkan untuk ikut andil dalam mencetak generasi muda yang bertakwa.
Islam Mendukung Peran Ayah
Namun, peran ayah yang demikian tidak akan bisa maksimal tanpa sistem pendukung yang menopangnya. Di sinilah, Islam hadir untuk memberikan dukungan penuh kepada para ayah agar mereka bisa keluar dari masalah yang menimpanya.
Dalam Islam, para ayah akan diberi lapangan kerja yang layak dan upah yang memadai agar kebutuhan seluruh keluarga tercukupi. Begitu juga ketika ada yang ingin memiliki usaha tapi tak punya modal. Negara akan memberikan modal melalui kas Baitulmal. Dengan begitu, perannya sebagai pencari nafkah dan pendidik bagi anak-anaknya bisa maksimal.
Namun, untuk mewujudkan hal di atas bukanlah perkara yang mudah karena dibutuhkan sebuah negara yang menerapkan aturan Islam. Hanya dengan penerapan Islam, peran ayah bisa berjalan di semua aspek baik mencari nafkah maupun dalam mendidik sang penerus perjuangan. Dengan begitu, tak akan ada lagi kasus fatherless di dalam keluarga kaum muslim. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


