Alt Title

KDRT dan Kekerasan Remaja: Ancaman bagi Keluarga

KDRT dan Kekerasan Remaja: Ancaman bagi Keluarga




Penerapan syariat dalam keluarga untuk memperkuat struktur rumah tangga

Dengan penempatan peran suami sebagai qawwam (pemimpin) dan istri sebagai pengelola rumah tangga

______________________________

 

Penulis Ummu Nazba 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Muslimah Peduli Ummat 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) serta tindakan kekerasan yang melibatkan remaja kerap muncul di pemberitaan—dan frekuensinya tak kunjung berkurang.


Bentuk-bentuknya makin kejam; tak jarang menelan nyawa. Peristiwa-peristiwa yang semestinya jauh dari ruang keluarga justru semakin sering terjadi di lingkungan kita.


Contohnya, di Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur, seorang suami membakar istrinya (dilaporkan oleh Okezonenews pada 15 Oktober 2025), mengakibatkan korban mengalami luka bakar pada wajah. Keesokan harinya, 16 Oktober 2025, Beritasatu.com memberitakan penemuan jenazah wanita yang terbakar di Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang—dan pelakunya ternyata suami siri korban, FA (54) terhadap Ponirah (42).


Kejahatan rumah tangga yang sadis—istri dibunuh suami, suami dibunuh istri, anak yang menganiaya atau membunuh orang tua, hingga kekerasan terhadap kakek-nenek dan kerabat—semakin sering terjadi. Banyak insiden bermula dari pemicu yang tampak sepele, dan pelakunya tidak selalu orang dewasa; remaja pun kerap terlibat.


Berdasarkan laporan media, dari Januari hingga Juli 2025 tercatat 14.385 kasus kekerasan di Indonesia. Dalam dua minggu tercatat lonjakan lebih dari 2.000 kasus. Dari keseluruhan korban, anak-anak mencapai 62,5% dan perempuan 80,7%. Sementara itu, proporsi pelaku adalah 17,4% anak-anak dan 82,7% orang dewasa.


Akar Masalah 


Maraknya KDRT mencerminkan lemahnya ketahanan keluarga. Konflik rumah tangga sering dikelola secara emosional—dengan kekerasan sebagai jalan keluar. Kerapuhan keluarga juga berdampak pada kondisi psikologis remaja yang rentan menjadi tidak stabil dan mengekspresikan kemarahan melalui tindakan agresif.


Beberapa faktor utama yang mendorong tingginya angka KDRT dan kekerasan remaja antara lain:


Pengaruh kapitalisme sekuler yang mengikis nilai-nilai agama. Ketika aturan agama tidak lagi menjadi pengendali kehidupan keluarga, penyelesaian masalah cenderung mengandalkan hawa nafsu dan bukan nilai moral atau spiritual.


Pendidikan sekuler-liberal yang menekankan kebebasan individu. Sikap kebebasan yang berlebihan membuat remaja sulit diawasi dan kerap bertindak menurut keinginan sendiri, sehingga nilai empati pun terkikis.



Nilai materialistik yang menguasai pola pikir. Pergeseran orientasi menuju materi membuat banyak orang menilai segalanya dari sisi ekonomi—bahkan kebahagiaan—sehingga mengejar materi kadang ditempuh dengan cara yang salah.


Ketidakpedulian negara terhadap problem sosial. Meski pengesahan UU PKDRT mempertegas penegakan hukum, masalah-masalah struktural—seperti kondisi ekonomi yang sulit, maraknya pergaulan bebas, pemutusan hubungan kerja, dan pengaruh negatif media sosial—sering diabaikan. Karena akar masalah ini tidak ditangani, penegakan hukum saja belum cukup menurunkan angka kekerasan.


Solusi Islam


Menurut Islam, aturan-Ilahi mengatur semua aspek kehidupan dan menjadi pedoman yang menuntun kepada kebaikan dunia-akhirat. Beberapa solusi yang ditawarkan oleh kerangka Islam meliputi:


Pendidikan Islam yang membentuk kepribadian Islami (syaksiyah Islamiah). Pendidikan Islam menekankan fondasi akidah sebagai dasar cara pandang hidup sehingga individu akan bertindak sesuai ajaran Allah. Selain itu, pendidikan juga menyiapkan keterampilan dan pengetahuan praktis agar generasi muda mampu bekerja dan menjalankan peran keluarga secara benar. Penanaman akidah sejak dini bertujuan agar ilmu yang diperoleh juga diamalkan.


Penerapan syariat dalam keluarga untuk memperkuat struktur rumah tangga. Dengan penempatan peran suami sebagai qawwam (pemimpin) dan istri sebagai pengelola rumah tangga sesuai ketentuan syariat, hak dan kewajiban setiap pihak dijalankan secara jelas. Perlindungan dan pengasuhan anak juga dijamin sehingga potensi kekerasan sejak awal dapat dicegah.


Negara bertanggung jawab menjamin kesejahteraan rakyat. Karena kondisi ekonomi adalah salah satu pemicu kekerasan, sistem pemerintahan dalam Islam berkewajiban memenuhi kebutuhan dasar rakyat—sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan—serta membuka lapangan kerja. Pengelolaan kekayaan yang adil dan distribusi yang merata diharapkan mengurangi tekanan ekonomi yang memicu tindakan kekerasan.


Penerapan sanksi hukum Islam yang tegas. Hukum dalam Islam memuat sanksi yang berfungsi sebagai penebus dan pencegah. Penerapan hukuman yang adil dan tidak diskriminatif diharapkan memberi efek jera bagi pelaku kekerasan serta mencegah pihak lain melakukan tindakan serupa.


Penutup


Dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh—dalam naungan pemerintahan yang menjalankan prinsip-prinsip tersebut (Khil4fah Islamiah) kehidupan masyarakat akan lebih diridai Allah Swt. dan terhindar dari berbagai keburukan. Wallahualam bissawab.