Alt Title
Job Hugging: Efek Domino Kapitalisme?

Job Hugging: Efek Domino Kapitalisme?



Fenomena job hugging ini hanya reaksi atau efek domino

atas ketidakmampuan sistem kapitalisme global dalam menjamin pekerjaan bagi masyarakat

______________________


 

KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA -  Fenomena "job hugging" atau bertahan di satu pekerjaan demi rasa aman makin terasa di banyak perusahaan. Di tengah ketidakpastian ekonomi dan pasar tenaga kerja yang melambat. 


Banyak pekerja memilih untuk bertahan di pekerjaan yang ada daripada mengambil risiko mencari peluang baru. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tidak ada pilihan lain, cari aman agar finansial stabil, ketersediaan lapangan kerja yang terbatas, dan situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian.


CNBC mencatat tingkat pekerja yang keluar dari pekerjaan hanya 2% dalam beberapa bulan terakhir, terendah sejak 2016. Sementara itu, survei ZipRecruiter menemukan 52% karyawan baru hanya berganti pekerjaan sekali dalam dua tahun terakhir, naik dari 43% sebelumnya. Banyak pekerja merasa pasar kerja sedang lesu dan risiko PHK bisa saja meningkat. 


Pertumbuhan pekerjaan juga melemah signifikan, dengan laju perekrutan melambat ke level terendah sejak 2013, tidak termasuk masa awal pandemi Covid-19. Tak hanya dari sisi pekerja, perusahaan ikut 'memeluk' karyawannya. Setelah periode great resignation pada 2021-2022 yang membuat banyak perusahaan kekurangan tenaga kerja, kini banyak pengusaha lebih memilih mempertahankan staf ketimbang merekrut baru. (finance.detik.com, 20-09-2025)


Mengutip dari cnnindonesia.com 19 September 2025 lalu, di tengah gelombang PHK masif dan ketidakstabilan ekonomi yang makin parah, pekerja dihadapkan pada dilema sulit: bertahan di zona aman atau mengambil risiko untuk mencari peluang baru.


Fenomena "job hugging" menjadi makin nyata, di mana pekerja lebih memilih untuk mempertahankan pekerjaan yang ada daripada mengambil risiko untuk mencari yang lebih baik.


Namun, CEO Summit Group Solutions Jennifer Schielke mengungkapkan bahwa "job hugging" sebenarnya menciptakan ilusi loyalitas yang tidak nyata dan lebih merupakan bentuk stagnasi daripada loyalitas karena bertahan di satu pekerjaan tanpa adanya kemajuan atau pengembangan diri dapat membuat pekerja terjebak dalam situasi yang tidak produktif dan tidak memuaskan.


Fenomena "job hugging" ini hanya reaksi atau efek domino atas ketidakmampuan kapitalisme global dalam menjamin pekerjaan bagi masyarakat. Sistem kapitalis menyebabkan kesenjangan ekonomi yang besar antara pekerja dan pemilik modal sehingga mengurangi kemampuan pekerja untuk meningkatkan taraf hidup mereka.


Oleh karena itu, negara perlu mengambil peran dalam menyediakan lapangan kerja dan menjamin kesejahteraan pekerja. Dalam sistem Islam, negara memiliki peran penting dalam menyediakan lapangan kerja dan menjamin kebutuhan dasar masyarakat. Dengan menerapkan syariat Islam, negara dapat mencegah fenomena "job hugging" dan mengurangi angka pengangguran.


Dalam perspektif Islam, negara memiliki tanggung jawab besar dalam mengurus rakyatnya, termasuk menyediakan lapangan kerja dan menjamin kebutuhan dasar masyarakat. Rasulullah saw. bersabda: "Imam itu adalah pemimpin dan dia diminta pertanggungjawaban atas orang yang ia pimpin." (HR. Bukhari Muslim)


Ini menunjukkan bahwa pemimpin negara akan diminta pertanggungjawaban atas kesejahteraan rakyatnya. Di sinilah, perlu adanya negara yang mampu mengimplementasikan hadis tersebut secara nyata, tidak lain yaitu, negara Islam. Negara dengan sistem Islam menawarkan solusi komprehensif untuk masalah pengangguran dan kesejahteraan masyarakat melalui beberapa kebijakan strategis.


Dalam kebijakan utama negara, beberapa strategi diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi angka pengangguran. Negara mengelola sumber daya alam milik umum untuk membangun industri strategis yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar sehingga membuka peluang kerja yang luas bagi masyarakat.


Selain itu, kebijakan menghidupkan tanah mati atau ihyaul mawat juga menjadi salah satu fokus. Di mana, tanah yang tidak produktif diberikan kepada individu yang mampu mengelolanya sehingga meningkatkan produktivitas dan memberdayakan masyarakat.


Negara juga memberikan tanah produktif kepada rakyat yang membutuhkan melalui sistem iqtha', yang bertujuan mendukung sektor pertanian dan perkebunan. Tak hanya itu, negara memberikan modal berupa hibah atau pinjaman tanpa riba serta pelatihan dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam bekerja sehingga mereka dapat bersaing di pasar kerja dan membangun ekonomi yang lebih kuat.


Dengan penerapan kebijakan ini, negara berupaya menciptakan masyarakat yang sejahtera dan produktif. Solusi nyata hanya bisa tercapai jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh dalam negara yang dipimpin dengan adil dan bijaksana, yaitu di bawah naungan Daulah Islamiah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


Fatma Komala

Hikmah Maulid: Mencontoh Metode Rasulullah dalam Transformasi Politik

Hikmah Maulid: Mencontoh Metode Rasulullah dalam Transformasi Politik



Demonstrasi adalah sebuah aksi untuk menyuarakan tuntutan dan harapan masyarakat 

untuk perubahan kehidupan yang lebih baik

_________________________


Penulis Nabia

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, - OPlNl- Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) mengadakan aksi demonstrasi bertajuk "Rakyat Tagih Janji" di depan Gedung DPR/MPR RI pada Selasa (09-09-2025). Aksi ini menyoroti 17+8 Tuntutan Rakyat yang ramai diperbincangkan di media sosial.

 

Menurut tirto.id, demonstrasi tersebut merupakan kelanjutan dari gelombang protes masyarakat sipil sejak 25 Agustus. BEM UI menegaskan bahwa aksi ini tidak hanya digerakkan mahasiswa, melainkan juga terbuka untuk masyarakat umum. Berbagai tuntutan itu lahir akibat persoalan serius, seperti melonjaknya biaya hidup, meningkatnya angka PHK, hingga kebijakan pemerintah yang dianggap tidak memihak rakyat. (umj.ac.id, 09-09-2025)


Fenomena aksi ini sesungguhnya merupakan tuntutan harapan perubahan yang diinginkan masyarakat, yaitu perubahan kehidupan yang lebih baik. Bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.. Tentunya momentum ini tidak sekadar untuk melantunkan doa dan selawat, tetapi menjadi kesempatan untuk meneladani perjuangan Rasulullah saw. yang telah membawa perubahan besar bagi peradaban manusia di seluruh dunia.


Pertanyaannya: Apakah kita siap mengikuti metode beliau dalam melakukan perubahan nyata, atau masih terjebak pada sistem sekuler dan aksi massa yang berulang kali gagal memberikan solusi bagi umat?


Isyarat Politik dalam Kelahiran Nabi saw.

 

Kelahiran Nabi Muhammad saw., sejak awal sudah menjadi isyarat politik besar. Banyaknya fenomena besar, seperti padamnya api Persia, runtuhnya menara Kisra, dan cahaya yang menerangi istana Romawi menandakan hadirnya pemimpin yang akan meruntuhkan dominasi dua imperium besar dunia. Sejarah membuktikan, nubuwat itu terwujud pada masa Khilafah Umar bin Khaththab r.a., ketika Persia dan Romawi tunduk di bawah kekuasaan Islam. 


Sayangnya, banyak yang masih berharap perubahan melalui people power (gerakan massa) padahal pengalaman menunjukkan ia hanya mengganti rezim, bukan sistem. Akar masalah justru tetap ada, yakni sistem demokrasi sekuler yang menjadikan manusia sebagai pembuat hukum padahal Allah menegaskan otoritas membuat hukum itu ada pada Allah (TQS. Yusuf [12]: 40).

 

Rasulullah saw., tidak menempuh jalan revolusi massa, melainkan metode dakwah yang jelas: membina sahabat, berinteraksi dengan masyarakat, dan menggalang nushrah dari ahlul quwwah hingga lahirnya Daulah Islam di Madinah. Sebagaimana sabda beliau, "Hai manusia, ucapkanlah “Lâ ilâha illalLâh,” niscaya kalian beruntung!" (HR. Ahmad)

 

Seruan ini bukan hanya dakwah tauhid, tetapi juga deklarasi politik bahwa kedaulatan sejati hanyalah milik Allah Swt..


Jalan Mana yang Seharusnya Kita Tempuh? 


People power atau gerakan massa selama ini memang mampu menimbulkan euforia, tetapi faktanya tidak pernah berhasil mengubah akar persoalan yang sesungguhnya, sistem rusak yang melahirkan tirani dan ketidakadilan. Justru metode perubahan yang dicontohkan Rasulullah saw., terbukti efektif mampu melahirkan peradaban besar yang berdiri di atas fondasi Islam.

 

Oleh karena itu, jika umat Islam sungguh-sungguh ingin terbebas dari lingkaran penindasan, jawabannya bukanlah demokrasi atau sekadar mengandalkan kekuatan massa. Jalan keluarnya adalah meneladani strategi perubahan ala Nabi, menempuh thariqah nabawiyyah, menegakkan Islam secara kafah, dan membangun kembali sistem pemerintahan Islam yang dulu pernah ditegakkan Rasulullah, yakni Khil4fah ‘alâ minhâj an-Nubuwwah.


Apalagi, para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah telah menegaskan bahwa Khil4fah bukan sekadar pilihan politik, melainkan kewajiban syar’i. Imam al-Mawardi, seorang ulama Syafi’i terkemuka, menyatakan bahwa Imamah (Khil4fah) adalah pengganti kenabian untuk menjaga agama sekaligus mengatur urusan dunia, dan kewajibannya telah disepakati para ulama.

 

Demikian pula Imam an-Nawawi menegaskan hal yang sama, bahwa pengangkatan khalifah adalah kewajiban berdasarkan syariat, bukan sekadar logika akal manusia. Bahkan beliau menilai batil pendapat yang menolak atau meremehkan kewajiban ini. Dengan demikian, jelas bahwa jalan perubahan yang hakiki bukanlah jalan demokrasi atau people power, melainkan jalan yang ditunjukkan Rasulullah saw., yakni menegakkan Islam secara total dalam bingkai Khil4fah.


Alhasil, peringatan Maulid Nabi saw., sudah seharusnya diarahkan untuk memotivasi umat agar sungguh-sungguh melakukan perubahan politik ke arah Islam sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.. Bukan dengan tetap mempertahankan sistem demokrasi sekuler seperti saat ini. Hanya dengan itu peringatan Maulid Nabi saw., akan jauh lebih bermakna. Wallahualam bissawab. [Luth/MKC]

Job Hugging Dampak Kapitalisme Global

Job Hugging Dampak Kapitalisme Global



Islam menawarkan solusi tuntas yang menempatkan negara

sebagai penanggung jawab utama dalam hal menyediakan pekerjaan yang layak

____________________________


Penulis Penti Herdiani

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Fenomena baru muncul di dunia kerja disebut dengan istilah ‘job hugging’. Jika dahulu banyak orang yang sering pindah-pindah tempat kerja atau job hopping, kini justru sebaliknya, banyak pekerja memilih ‘hugging’ pekerjaannya. Hal ini memperlihatkan bahwa banyak orang bertahan dalam pekerjaannya untuk ‘mengamankan diri’ bukan karena merasa dirinya sudah berkembang di tempat kerjanya. 


Fenomena ini makin parah di tengah lesunya ekonomi global, maraknya PHK, dan pasar kerja yang tidak bergairah menyumbang munculnya tren ini. Guru Besar Universitas Gajah Mada menilai lahirnya fenomena ‘job hugging’ dampak dari ketidakpastian pasar kerja sebagai pemicu utama. Lulusan perguruan tinggi yang harusnya optimis dalam menatap masa depan justru dihadapkan pada dilema pahit, yaitu bertahan dalam pekerjaan yang membosankan dan tidak bahagia atau mengambil risiko menjadi pengangguran intelektual. 


Menurut Bryan Robinson,Ph.D, banyak pekerja memilih bertahan bukan karena merasa berkembang, melainkan demi keamanan finansial. Lonjakan harga, gelombang PHK, dan ketidakpastian ekonomi membuat banyak orang khawatir kehilangan penghasilan. (Kompas.com, 19-10-2025)


Tentunya tren job hugging ini tidak muncul dengan sendirinya. Ia merupakan dampak dari sistem kapitalisme global saat ini, yang gagal dalam menghadirkan jaminan pekerjaan yang layak dan kesejahteraan bagi rakyatnya.


Kapitalisme: Akar Masalah Job Hugging


Fenomena job hugging seolah hanya tampak sebagai dilema getir dalam mengambil risiko, yaitu antara bertahan dalam pekerjaan yang membosankan atau risiko menjadi pengangguran. Namun, justru yang sebenarnya terjadi fenomena job hugging adalah cermin kegagalan kapitalisme global dalam menjamin pekerjaan bagi rakyat.


Dalam sistem ini, negara menyerahkan kewajiban dalam menyediakan lapangan kerja kepada swasta dan seolah berlepas tangan atas keberlangsungan hidup rakyatnya sedangkan swasta yang bergerak berdasarkan profit. Saat ekonomi lesu, perusahaan justru cenderung menahan perekrutan bahkan memangkas tenaga kerjanya tanpa mempertimbangkan keberlangsungan hidup pekerjanya padahal kebutuhan akan pekerjaan yang layak merupakan kebutuhan pokok rakyat yang tidak bisa digantungkan pada untung rugi kapitalis.


Di samping itu, negara melegalkan sumber daya di tangan segelintir kapitalis yang makin mempersempit peluang kerja. Sebagian besar rakyat hanya berstatus buruh upahan, di mana ketika krisis melanda kelompok inilah yang paling pertama terdampak.


Lebih jauh, praktik ekonomi non-riil dan riba semakin memperburuk keadaan, karena minim menggerakkan ekonomi dan menyerap tenaga kerja. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja stagnan, sementara lulusan perguruan tinggi terus bertambah.


Dalam peradaban kapitalisme, meskipun kurikulum perguruan tinggi disiapkan untuk adaptif dengan pasar kerja, tetapi dengan adanya liberalisasi perdagangan dan jasa membuat lulusan tetap sulit memperoleh pekerjaan yang layak. Pada akhirnya, prinsip liberalisasi perdagangan dan jasa ini menjadikan negara lepas tangan dalam memastikan warganya bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka.


Islam sebagai Solusi


Rapuhnya sistem kapitalis dalam menjamin pekerjaan yang layak dan kesejahteraan rakyat tercermin dari fenomena job hugging. Sebaliknya, Islam menawarkan solusi tuntas yang menempatkan negara sebagai penanggung jawab utama dalam hal menyediakan pekerjaan yang layak. Hal ini dapat dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:


Pertama, dalam Islam negara wajib menjamin lapangan kerja yang layak. Pemimpin adalah raa’in (pemimpin) yaitu pengurus rakyatnya. Negara harus aktif mengelola sumber daya alam, membangun industri, dan menciptakan distribusi kerja yang adil. Dalam Muqaddimah Dustur Pasal 153: “Negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi seluruh warga negara sehingga setiap orang dapat memenuhi kebutuhannya sesuai syariat.”


Kedua, kebijakan negara menyediakan lapangan pekerjaan dengan mengelola sumber daya alam, industrialisasi, ihyaul mawat (menghidupkan tanah mati), memberikan tanah produktif, memberikan bantuan modal, sarana dan keterampilan bagi warga yang membutuhkan. Dengan cara ini, rakyat tidak sekedar bergantung pada perusahaan, melainkan mampu mandiri.


Ketiga, pendidikan dalam Islam selalu dibingkai dengan ruh dan keimanan sehingga seorang muslim bekerja bukan sekadar untuk gaji, tetapi karena dorongan ibadah kepada Allah Swt.. 


Keempat, negara Islam melayani rakyat dengan dorongan ibadah. Kebijakan ekonomi, pendidikan, dan tenaga kerja tidak diarahkan untuk melayani kepentingan kapitalis, tetapi semata-mata demi kemaslahatan rakyat. 


Dengan mekanisme sistem Islam, rakyat tidak akan lagi terjebak dalam dilema job hugging karena negara akan benar-benar bertanggung jawab untuk mengurusi rakyatnya dan memastikan mereka memiliki peluang kerja yang halal dan layak. Wallahualam bissawab.

Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat dengan Ekonomi Islam

Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat dengan Ekonomi Islam



Penerapan sistem ekonomi Islam secara kafah 

merupakan solusi bagi negara ini agar terbebas dari masalah ekonomi

______________________________


Penulis Aksarana Citra 

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Di mana bumi dipijak di situ rakyat dipajak. Plesetan dari kiasan tersebut sering berkeliaran di komenan netizen dunia maya. Bukan tanpa alasan, netizen membuat plesetan itu timbul dari kebijakan pemerintah yang gencar menaikkan pajak bagi rakyat, seperti PPN naik jadi 12%, PPh orang pribadi, PPh badan, pajak UMKM, dan pajak dividen.


Kabar terbaru Menkeu Purbaya sedang gencar-gencarnya mengejar penunggak pajak. “Kita punya list 200 penunggak pajak besar yang sudah inkracht. Kita mau kejar dan eksekusi. Sekitar Rp50-60 triliun,” ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (22-9). (cnnindonesia.com, 22-09-2025)


Sebelumnya, beliau tarik dana Rp200 triliun dari BI dengan tujuan untuk menjaga likuiditas dan menggerakkan sektor riil. Dana tersebut akan disalurkan melalui perbankan untuk disalurkan ke bank-bank swasta sebagai kredit usaha. Ini dilakukan sebagai langkah memperbaiki pertumbuhan ekonomi yang hanya 5,12% sedang target dari presiden mencapai 8%.


Kebijakan ini akhirnya menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat. Menurut Ekonom UGM Denni Puspa Purbasari, Ph.D. menilai bahwa rencana kebijakan Menkeu lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan. Salah satu caranya adalah dengan menambah likuiditas atau ketersediaan uang tunai di perekonomian.


Namun, saat likuiditas meningkat dan suku bunga menurun, membuat investor menjadi tidak tertarik untuk menempatkan modal. Akibatnya, dana investor berpotensi dialihkan ke luar negeri dan apabila terjadi kurs rupiah akan melemah terhadap uang asing. (liputan6.com, 11-09-2025)


Kebijakan ini dirasa tidak akan efektif untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi negara saat ini. Dengan menyalurkan uang ke bank bank swasta tidak akan langsung menyelesaikan permasalahan ekonomi, malah diprediksi memperburuk keadaan ekonomi.


Kondisi ekonomi Indonesia saat ini terpuruk karena penerapan kapitalisme. Negara ini belum terlihat peningkatan ekonomi pasca-pademi, daya beli masyarakat menurun, dan lesunya konsumsi rumah tangga, padahal sektor rumah tangga merupakan penyumbang terbesar produk domestik bruto (PDB).


Belum lagi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang makin melemah. Akhirnya, makin banyak perusahaan yang bangkrut dan terjadi PHK massal di berbagai sektor. Keadaan masyarakat banyak yang turun kelas dari menengah ke kelompok rentan miskin. Belum lagi utang pemerintah pun sudah masuk jatuh tempo sekitar Rp800 triliun dan belum termasuk bunga Rp500 triliun.


Kapitalisme Sumber Ketimpangan


Riba dan kapitalis nyatanya gagal menyejahterakan masyarakat. Di sistem kapitalis, pertumbuhan ekonomi berfokus pada angka produksi dan konsumsi, bukan pada kesejahteraan rakyat. Beberapa ukuran utamanya, yaitu produksi besar-besaran barang dan jasa. Makin tinggi permintaan dianggap ekonomi tumbuh meski banyak ketimpangan yang terjadi di masyarakat.


Dalam kapitalisme, peran individu dinilai dari produktivitas dan daya beli. Makin banyak seseorang bekerja dan menghasilkan, makin besar pembelanjaan. Jadi, konsumtif dan hedonisme masyarakat dianggap berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, nyatanya pekerja di sistem kapitalis ini hanya dihargai sebatas tenaga. Mereka sering terabaikan padahal mereka itu adalah rodanya ekonomi suatu negara.


Oligarki/korporasi dianggap lebih penting karena mereka yang punya modal. Oligarki berinvestasi dan bisa membuka lapangan pekerjaan dan dianggap paling berjasa di pertumbuhan ekonomi. Kenyataannya keuntungan sering terpusat di segelintir orang, sementara kerugian dibebankan ke masyarakat.


Kapitalisme menilai sesuatu dengan angka atau nilai. Misal GDP konsumsi dan investasi produksi, bukan pada distribusi barang dan jasa. Jadi, masyarakat dianggap kurang berkontribusi dan terabaikan, sedangkan oligarki dipentingkan karena pemegang modal. Data yang ada di kertas menunjukkan peningkatan pertumbuhan ekonomi hanya indikator semu karena nyatanya masyarakat tetap miskin dan ketimpangan ekonomi makin besar terjadi.


Solusi Islam 


Pandangan Islam dalam menyikapi permasalahan ekonomi menurut Syaikh Taqiyudin An Nabhani sistem ekonomi Islam itu adil dan bebas eksploitasi. Menurut beliau, persoalan utama ekonomi bukan pada jumlah kekayaan dan produksi, tetapi pada distribusinya.


Dalam Islam, ukuran utama pertumbuhan ekonomi adalah terpenuhinya kebutuhan dasar setiap individu, yaitu sandang, pangan, papan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Islam berorientasi pada keadilan distribusi harta, uang berputar tidak diam di satu orang saja. Dalam Islam, yang menjadi prinsip pokok yaitu zakat, infak, larangan riba, larangan memonopoli, dan larangan penumpukan kekayaan. Itu semua merupakan  perintah Allah Swt.. Masyarakat wajib mengamalkannya dalam kehidupan.


Dalam kitab, sistem ekonomi Islam dijelaskan bahwa dalam Islam kepemilikan dibagi menjadi tiga, yaitu: milkiyyah fardihiyyah (kepemilikan individu), milkiyyah ‘ammah (kepemilikan umum), dan milkiyyah ad-dawlah (kepemilikan negara).


Dengan konsep ini, maka hak individu masyarakat dan negara terlindungi. Bagi individu mempunyai jaminan hak kepemilikan pribadi secara halal dan terjaga dari riba monopoli dan pencurian hak. Bagi masyarakat atau umum sumber daya strategis menjadi kepemilikan umum, seperti air, listrik, tambang, dll.


Itu semua milik umum dan dikelola oleh negara secara langsung untuk kepentingan umum dan hasilnya untuk dinikmati masyarakat. Bukan diberikan kepada oligarki dan hanya menguntungkan segelintir orang. Sesuai dengan hadis Rasulullah saw., “Kaum muslim berserakan dalam 3 hal padang rumput, air, api. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)


Islam telah melarang segala upaya menumpuk harta. Islam mendorong agar setiap harta diputar melalui muamalah investasi riil dan mendorong masyarakat untuk berinfak, bersedekah, hibah, dan wakaf serta mewajibkan zakat.

Negara punya sumber pemasukan mandiri, seperti kharaj, jizyah, ghanimah, zakat, dan hasil dari pengelolaan sumber daya alam. Semua hasilnya disimpan di Baitulmal dan digunakan untuk kepentingan masyarakat. Negara menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakatnya. 


Pertumbuhan ekonomi menurut Islam bukan soal angka, tetapi keberkahan dan keadilan yang merata bagi masyarakat. Praktik riba tidak akan melenggang bebas seperti di sistem kapitalis karena jelas riba itu diharamkan dalam Islam. Diganti dengan ekonomi berbasis bagi hasil, seperti syirkah mudharabah.


Negara wajib menyediakan lapang pekerjaan. Semua lahan terlantar diambil alih negara dan negara mendistribusikan kepada siapa saja yang sanggup menggarapnya, serta memberikan bantuan modal usaha, memberikan subsidi, dan mendorong pertumbuhan industri.


Sistem ekonomi Islam berjaya sampai kurang lebih 14 abad lamanya. Sistem ini bersumber dari wahyu Allah Swt. dan Sunnah Rasulullah saw.. Penerapan ekonomi Islam memberi manfaat menyeluruh bagi masyarakat karena terjaganya hak dan hartanya. Masyarakat hidup dalam  keadilan dan negara yang mandiri kuat dan bermartabat tanpa harus tunduk pada utang ribawi luar negeri.


Penerapan sistem ekonomi Islam secara kafah merupakan solusi bagi negara ini agar terbebas dari masalah ekonomi, bukan hanya di bidang ekonomi saja syariat Islam wajib diterapkan di setiap aspek kehidupan agar terciptanya masyarakat yang aman damai sesuai fitrah manusia. Sudah saatnya pemikiran tentang ekonomi islam ini dikaji ulang dan diterapkan secara menyeluruh di negeri ini. 


Khalifah yang menerapkan syariat Islam secara kafah merupakan satu-satunya solusi bagi persoalan ekonomi negara ini karena bersumber dari wahyu Allah Swt. bukan dari buah pikiran manusia. Dengan demikian, khalifah bukan hanya sekadar alternatif, tetapi menjadi solusi yang hakiki untuk menuntaskan problem ekonomi dan membawa keberkahan umat. Wallahualam bissawab.

Manusia-Manusia Keji Abad Ini

Manusia-Manusia Keji Abad Ini



Pengasuhan merupakan bagian dari

penjagaan jiwa yang telah diwajibkan oleh syariat Islam

_____________________________


Penulis Linda Ariyanti

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kisah tragis kembali menimpa seorang anak perempuan yang masih berusia 10 tahun di Samarinda. Ia dijual kepada pria hidung belang oleh ibu kandungnya sendiri. Sejak kelas 1 SD, ia dijajakan oleh ibunya kepada para pria ber-istri.


Ayah tirinya pun ikut merudapaksa dengan sepengetahuan ibunya, bahkan kejadian tersebut disaksikan langsung oleh ibunya. Ia kerap diancam akan putus sekolah bahkan akan dibunuh jika tidak menuruti perintah ibunya. (detik.com, 21-09-2025)


Sungguh sebuah kejadian yang memilukan, tidak bisa dibayangkan bagaimana sakit dan hancurnya jiwa ragamu, Nak. Di usia yang seharusnya engkau habiskan untuk bermain dan belajar, tetapi hari-harimu engkau jalani dengan penuh kesakitan dan kesengsaraan. Kekerasan fisik mungkin masih terobati jika lukanya sembuh, tetapi kekerasan seksual akan meninggalkan luka seumur hidup bahkan lukanya dibawa sampai mati. 


Liberalisme Melahirkan Manusia Keji


Rasanya tidak ada hari tanpa berita pilu yang menyayat hati. Segala jenis kejahatan muncul di negeri ini, bahkan kejahatan yang belum pernah dilakukan oleh orang jahiliah di masa lalu. Semua ini tidak terlepas dari prinsip hidup liberalisme (serba bebas) yang lahir dari akidah sekularisme yang kini melahirkan manusia-manusia keji.


Bagaimana mungkin seorang ibu yang seharusnya melindungi anaknya, justru menjadi orang yang merusak dan menyakiti anaknya sendiri. Bagaimana mungkin seorang laki-laki yang seharusnya menjadi qawwam dan menghadirkan rasa nyaman bagi keluarganya, justru menjadi pedofil yang merusak tatanan hidup manusia.


Negeri ini tidak kurang perundangan yang mengatur soal perlindungan anak. Bahkan PBB sebagai organisasi internasional pun sudah memiliki badan khusus yang bertugas menjaga dan melindungi hak anak di seluruh dunia, yakni UNICEF. Akan tetapi, semua itu hanyalah solusi semu yang tidak akan pernah bisa menyelesaikan kejahatan terhadap anak. Persoalan utamanya adalah kehidupan hari ini diatur oleh aturan buatan manusia sehingga menghasilkan kebebasan yang membinasakan. 


Dalam ideologi kapitalisme, naluri seksual dianggap sebagai kebutuhan sehingga harus dipenuhi. Maka tak heran jika hari ini konten-konten pornografi merebak bak jamur di musim hujan. Semua itu dilakukan agar terpenuhi hasrat seksual manusia sehingga terwujud kebahagiaan.


Dalam sistem ini, ukuran kebahagiaan seseorang adalah ketika terpenuhinya kepuasan materi atau kepuasan jasadiah padahal kenyataan membuktikan bahwa dengan kebebasan ada pihak yang harus sengsara demi kepuasan jasadiah seorang individu. 


Konsep Pengasuhan dalam Islam


Tiga belas abad lebih Islam pernah menjadi sebuah sistem hidup yang mengatur kehidupan manusia, mewujudkan peradaban gemilang dan mencetak generasi cemerlang dengan penuh keamanan. Apa yang membuat Islam mampu mewujudkan semua itu? Jawabnya karena Islam menjadikan aturan yang berasal dari sang pemilik kehidupan, yakni Allah Swt. sebagai aturan kehidupan manusia.


Bicara tentang anak, maka sudah sangat masyhur bahwa anak adalah amanah dari Allah Swt. dan kelak kita semua akan diminta tanggung jawab atas pengasuhan, pendidikan, serta penjagaan kita terhadap anak. Syariat Islam telah merinci hukum yang berkaitan dengan pengasuhan, penyusuan, dan nafkah bagi seorang anak.

 

Pengasuhan dalam Islam bertujuan agar anak dapat tumbuh dengan baik, mendapatkan kehidupan yang layak, serta terhindar dari segala jenis kerusakan dan kebinasaan sebab Allah Swt. telah melarang kaum muslim melakukan kerusakan yang berujung pada kebinasaan. Allah Swt. berfirman, “Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195). 


Rasulullah saw. juga bersabda, “Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)


Dalam kitab Nidzamul Ijtima’i fil Islam, Syaikh Taqiyyuddin An Nahbani menjelaskan bahwa pengasuhan anak merupakan kewajiban karena anak akan binasa jika ditelantarkan. Pengasuhan merupakan bagian dari penjagaan jiwa yang telah diwajibkan oleh syariat Islam.


Dalam Islam, pengasuhan seorang anak harus memenuhi beberapa ketentuan, yakni:


Pertama, pengasuhan anak tidak boleh diserahkan kepada pihak yang justru bisa membahayakan anak karena menelantarkannya. Misal, menyerahkan pengasuhan anak kepada anak kecil atau orang yang tidak waras akalnya.


Kedua, pengasuhan anak tidak serahkan kepada orang yang memiliki sifat buruk karena akan menanamkan sifat buruk kepada anak. Begitu juga dilarang orang fasik menjalankan pengasuhan karena bisa membahayakan.


Ketiga, pengasuhan tidak boleh diserahkan kepada orang kafir kecuali bagi anak yang masih membutuhkan penyusuan seorang ibu yang kafir. 


Islam juga telah mewajibkan kepada seorang ayah untuk memenuhi nafkah anaknya. Jika ayah tidak mampu, maka kerabatnya wajib memberinya nafkah. Jika seluruh kerabatnya tidak mampu juga, maka negara adalah pihak yang wajib memberikan nafkah agar anak tetap hidup layak dan tumbuh menjadi generasi yang cemerlang.


Sejarah Islam telah mencatat bahwa Khalifah Umar bin Khattab r.a.. Telah memberikan santunan makanan kepada anak-anak kaum muslim, agar mendapatkan gizi yang layak guna tumbuh kembangnya. Dengan penerapan syariat Islam ini, sudah terbukti tidak ada manusia-manusia keji yang merusak dan menyengsarakan anak, yang ada adalah kehidupan aman dan nyaman bagi anak-anak. Wallahualam bissawab. 

Ekonomi Islam Mewujudkan Kesejahteraan

Ekonomi Islam Mewujudkan Kesejahteraan



Dalam sistem ekonomi Islam, distribusi bukan sekadar hasil dari pertumbuhan

tetapi tujuan utama dalam setiap kebijakan ekonomi

____________________________


Penulis Linda Ariyanti

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alamnya, tetapi kekayaan tersebut nyatanya belum bisa dirasakan oleh semua manusia. Masih banyak kisah pilu yang terjadi sebab ekonomi.


Salah satunya dialami oleh ibu muda di Kabupaten Bandung yang tega menghabisi nyawa kedua anaknya karena tidak ingin anaknya menderita. Tidak sampai di situ, ibu muda tersebut juga mengakhiri hidupnya sendiri. Dalam surat wasiatnya ia rela masuk neraka dari pada melihat kedua anaknya menderita. (bbc.com, 10-09-2025)


Kemiskinan masih menjadi PR besar bagi negeri ini, terutama bagi Menteri Keuangan Purbaya yang baru saja mengeluarkan kebijakan menarik uang dari BI sebesar Rp200 triliun. Uang tersebut akan disalurkan untuk kredit dunia usaha melalui perbankan guna memperbaiki pertumbuhan ekonomi dari 5,12 persen menjadi 8 persen.


Dengan kebijakan tersebut, roda perekonomian negeri ini diharapkan dapat berputar lebih baik. Namun, para ekonom menilai kebijakan tersebut tidak akan efektif menyelesaikan persoalan ekonomi hari ini karena menyalurkan uang ke bank tidak otomatis menyelesaikan persoalan ekonomi yang kompleks.


Kerapuhan Sistem Ekonomi Kapitalisme

 

Pascapandemi, pemulihan ekonomi di negeri ini masih belum benar-benar terjadi. Sejumlah indikator makro masih menunjukkan bahwa ekonomi di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Masyarakat adalah pihak yang paling merasakan kesulitan hidup, hingga hari ini daya beli masyarakat masih lemah, rupiah juga terus melemah di hadapan dolar AS, bahkan PHK massal terus terjadi di berbagai sektor terutama manufaktur dan start-up digital.


Struktur sosial masyarakat juga terdampak, sekitar 9 juta orang tidak lagi berada di kelas menengah melainkan masuk ke golongan rentan miskin. Bahkan menurut Bank Dunia, sekitar 60,3 persen penduduk Indonesia kini tergolong miskin atau rentan miskin. Artinya, mayoritas penduduk hidup dengan penghasilan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak. 


Kondisi ini makin parah dengan adanya utang pemerintah yang jatuh tempo sebesar Rp800 triliun, dengan bunga utang yang harus dibayar lebih dari Rp500 triliun. Masyarakat juga terus dibebani pajak yang makin tinggi. Utang ribawi dan pajak adalah dua kesalahan fatal sistem ekonomi kapitalisme yang justru telah terbukti menyengsarakan rakyat di negeri ini, bahkan rakyat di seluruh belahan bumi.


Dalam sistem ekonomi kapitalisme, kesejahteraan diukur dan dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi secara agregat (rata-rata). Jika suatu negeri memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka rakyat dianggap mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak padahal pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam rentan waktu tertentu, bukan kondisi riil masyarakat secara perorangan.


Solusi Tuntas Persoalan Ekonomi

 

Dalam kitab An-Nizhâm al-Iqtishâdi fî al-Islâm (Sistem Ekonomi Islam) Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa persoalan utama ekonomi bukan terletak pada jumlah kekayaan yang tersedia (produksi), tetapi pada distribusinya. Islam telah menetapkan aturan yang tegas mengenai kepemilikan, pengelolaan kekayaan, dan peran negara dalam menjamin kesejahteraan rakyat.

 

Dalam Islam, kepemilikan dibagi menjadi tiga: milkiyyah fardhiyyah (kepemilikan individu), milkiyyah ‘âmmah (kepemilikan umum) dan milkiyyah ad-dawlah (kepemilikan negara). Dengan konsep ini, privatisasi sumber daya alam yang merupakan aset milik umum dapat dicegah.


Sumber daya alam seperti air, hutan, listrik, barang tambang, dll adalah milik umum yang pengelolaannya diserahkan kepada negara secara langsung, dan hasilnya untuk kepentingan rakyat. Rasulullah saw. bersabda: “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Majah)


Islam mengharamkan swasta/asing menguasai kekayaan milik umum. Kesejahteraan dalam Islam diukur dari terpenuhinya kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan) setiap individu rakyat, bukan dari total konsumsi nasional. Bahkan, distribusi kekayaan juga diatur dengan prinsip Islam.


Dalam sistem ekonomi Islam, distribusi bukan sekadar hasil dari pertumbuhan, tetapi tujuan utama dalam setiap kebijakan ekonomi. Islam dengan tegas melarang kekayaan hanya beredar di segelintir orang kaya saja. 


Allah Swt. berfirman: “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian.” (TQS. Al-Hasyr [59]: 7)


Islam juga telah melarang praktik menimbun harta. Sebaliknya, Islam justru mendorong agar setiap harta berputar melalui berbagai jenis muamalah dan investasi riil. Islam juga mendorong kaum muslim untuk gemar melakukan infak/sedekah, hibah, dan wakaf serta mewajibkan zakat. 


Negara dalam adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan dipenuhi secara tidak langsung dengan cara mewajibkan setiap laki-laki untuk bekerja. Maka negara harus menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki. 


Kebutuhan pokok berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan dipenuhi langsung oleh negara. Seluruh pembiayaan tersebut berasal dari kas Baitulmal yang bersumber dari pos-pos pendapatan negara, terutama hasil dari optimalisasi pengelolaan kekayaan milik umum (SDA). Wallahualam bissawab.

Maulid Nabi Muhammad saw.

Maulid Nabi Muhammad saw.



Sampaikan dakwah dengan hujjah yang jelas yang mampu memengaruhi

pemikiran, perasaan dakwah dengan tutur kata yang baik, penjelasan terbaik sehingga mampu menghancurkan racun-racunnya

_________________________


Penulis Ummu Bagja Mekalhaq 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, REPORTASE - Hari Sabtu, 27 November 2025 digelar nobar via medsos/youtube agenda Maulid Nabi Muhammad saw.. Ada empat orang pembicara, yakni Niko Pandawa, KH.Hafidz Abdurahman, Ustaz Ismail Yusanto, Ustaz Rahmat S.Labib.


Materi yang disampaikan oleh sejarawan Islam Niko Pandawa bahwa ketika akidah yang diyakini benar, maka ia akan rida untuk menjalankan syariatnya.


Akidah Islam dengan syariatnya menjadikan dakwah lebih efektif. Berbeda dengan cara menaklukkan Perancis yang dipimpin oleh Julius Caesar dengan cara membantai satu juta orang dengan slogannya yang terkenal, “Saya datang, Saya lihat, dan Saya taklukkan.”


Menaklukan dengan cara membantai menunjukkan tujuan hidup mereka kabur karena jauhnya mereka dari akidah Islam/ keimanan. Tidak tahu tentang dari mana berasal? Untuk apa hidup? Kemana setelah mati? Atau mereka tidak tahu ukdatul kubra.


Ditambah lagi, hidup mereka tidak ittiba' kepada nabi padahal beliau sosok teladan sempurna. Nabi bukan hanya seorang ahli agama, beliau pun mengurusi negara, menjadi hakim/penguasa. Nabi sosok sempurna yang harus kita ikuti semuanya, apa pun profesi kita ada contohnya dari Nabi saw..


Beliau sebagai pendidik, pebisnis, pimpinan militer, semuanya itu tinggal kita tiru, kecuali ada dua kekhususan yang tidak boleh ditiru, yakni saum terus-menerus dan menikahi sembilan orang istri. Hal ini hanya kekhususan untuk Nabi saw.. 


Pada saat Nabi saw. mendidik generasi awal, generasi sahabat, generasi perintis konsep dan operasionalnya detail tinggi. Contohnya saat nabi hijrah, maka prosesnya dimulai dari rumah, siapa yang menggantikan posisi Nabi di rumahnya, lalu dengan siapa akan hijrah? Lalu Nabi tidak langsung ke Madnamun singgah di Gua Tsur.


Artinya, betapa detailnya Nabi saat menghadapi persoalan. Hal ini patut kita tiru dalam setiap menghadapi persoalann, karena ada persoalan besar saat ini, yakni matinya hati (bisa pula disebut azab besar).


Umat Islam sudah mati hatinya saat diajak kembali pada Islam kafah agar diterapkan syariat dalam bingkai Khil4fah, banyak yang nyinyir padahal persoalan di negeri ini sudah terindra dengan fakta yang jelas saat gelombang  demo terhadap pembubaran DPR terjadi di berbagai daerah.


Seharusnya belajar dari kejadian sebelumnya di Indonesia tahun 1998 ada reformasi, di Prancis menuntut resolusi di Arab adanya Arab Spring, semua ini tidak ada solusi. Untuk itu, umat Islam perlu disadarkan dengan membuang racun-racun ideologi kapitalisme sekularisme komunisme dan kembali kepada ideologi Islam. 


Nah, bagaimana agar umat sadar? Harus didetoks agar akidahnya bersih. Bagaimana cara mendetoksnya? Yakni dengan dakwah pemikiran, sampaikan dakwah dengan hujjah yang jelas yang mampu memengaruhi pemikiran, perasaan dakwah dengan tutur kata yang baik, penjelasan terbaik sehingga mampu menghancurkan racun-racunnya.


Kemudian binalah umat Islam mayoritas ini dengan Islam kafah agar bangkit, mudah diseru untuk  bersatu dalam ikatan akidah yang menjadikan Islam satu-satunya ideologi dalam kehidupan ini. Jika umat Islam sudah bersatu, akhirnya tidak ada yang sulit kecuali Allah mudahkan. Tidak ada yang  berat kecuali Allah ringankan. Tidak ada yang gelap kecuali cahaya Islam akan bangkit jika tugas kita sudah ditunaikan sesuai dengan proses yang benar. Cukuplah Allah sebagai penolong dan sebaik baik pelindung. Wallahualam bissawab. 

Job Hugging Melanda Kaum Muda Dampak Kapitalisme Global

Job Hugging Melanda Kaum Muda Dampak Kapitalisme Global



Jika ditelaah lebih lanjut

maka diperoleh fakta bahwa akar masalah dari job hugging ini ialah sistem kerja yang berlandaskan pada keuntungan kapitalis bukan pada kepentingan hidup masyarakyat luas

_________________________


Penulis Nurma 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Fenomena baru melanda dunia kerja modern, dikenal dengan istilah job hugging. Jika sebelumnya banyak pekerja terutama generasi muda lebih memilih pindah kerja secara cepat alias job hopping, kini justru tren yang muncul adalah sebaliknya, yaitu banyak pekerja memilih bertahan di tempat kerja meski merasa tidak berkembang. Fenomena ini makin marak di tengah ketidakpastian ekonomi global. Para pekerja lebih memilih “memeluk” pekerjaan yang ada saat ini ketimbang mengambil risiko pindah kerja. (Detik.com, 20-09-2025)


Menurut Bryan Robinson, Ph.D, banyak pekerja khususnya generasi Z, bertahan bukan karena mendapatkan peluang karier yang lebih baik, tetapi demi keamanan finansial. Lonjakan harga kebutuhan pokok, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), serta ketidakpastian pasar tenaga kerja membuat banyak orang khawatir kehilangan penghasilan. Robinson menegaskan bahwa ketakutan semacam ini bahkan berdampak lebih besar pada kesehatan mental dibanding kehilangan pekerjaan itu sendiri. (Kompas.com, 19/09/2025)


Akar Masalah: Kapitalisme Tidak Pro-Manusia


Peristiwa job hugging pada kenyataanya bukanlah tanda kenyamanan, melainkan fakta pahit ketidakpastian hidup di bawah naungan sistem kapitalisme global. Sistem ekonomi yang memuja pasar bebas ini memosisikan pekerja hanya sebagai roda produksi yang bisa diganti kapan pun. Akibatnya, para pekerja terjebak dalam labirin dilema, jika pindah kerja, maka khawatir tidak mendapatkan pekerjaan baru, dan jika bertahan, justru merasa stagnan dan tertekan.


Dengan adanya situasi ini menunjukkan rapuhnya jaminan sosial-ekonomi yang seharusnya menjadi hak rakyat. Kapitalisme hanya memihak pada pemilik modal, sementara para pekerja dibiarkan terombang-ambing. Bahkan pendidikan tinggi yang mahal tidak mampu menjamin masa depan akan cerah. Banyak sarjana pun harus puas dengan pekerjaan yang bergaji rendah, tetapi tetap bertahan karena takut kehilangan sumber nafkah.


Lebih dari pada itu, kesehatan mental para generasi muda pun ikut terkikis. Hidup dihantui dengan rasa takut kehilangan pekerjaan membuat banyak orang cemas berlebihan, sulit tidur, sulit makan, bahkan lebih parahnya sampai mengalami depresi. Mereka bekerja bukan karena ingin berkontribusi, tetapi semata-mata demi bertahan hidup. Dengan ini, kapitalisme yang mengurung generasi muda dalam labirin kegundahan.


Jika ditelaah lebih lanjut, maka diperoleh fakta bahwa akar masalah dari job hugging ini ialah sistem kerja yang berlandaskan pada keuntungan kapitalis bukan pada kepentingan hidup masyarakat luas. Kebanyakan perusahaan selalu menekan biaya produksi, termasuk mengurangi tenaga kerja atau pun membatasi kenaikan gaji sedangkan negara yang seharusnya menjadi pelindung justru selalu berpihak pada pengusaha dengan dalih menjaga iklim investasi.


Oleh karena itu, hal inilah yang menciptakan situasi penuh paradoks di tengah-tengah umat saat ini. Generasi muda dengan sangat keras didorong untuk mengembangkan diri, sedangkan di sisi lain mereka seperti terpenjara di lingkungan kerja yang penuh tekanan dan tidak menentu.

 

Mereka ingin leluasa dalam mencari peluang baru. Namun sayangnya, realitas yang ada saat ini membuat mereka takut kehilangan mata pencaharian. Semua ini adalah konsekuensi logis dari kapitalisme yang memosisikan manusia hanya sebagai alat produksi, bukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan real untuk hidup layak dan bermartabat.


Solusi Hakiki Atas Krisis Tenaga Kerja adalah Sistem Islam


Berbeda halnya dengan kapitalisme, syariat Islam memiliki pandangan bahwa pekerjaan bukan semata alat untuk mencari keuntungan, melainkan bagian dari ibadah dan juga untuk sarana menunaikan kewajiban nafkah. Dalam sistem Islam, negara memiliki peran sentral dalam menjamin kebutuhan dasar setiap individu, yakni pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan terpenuhi secara layak.


Islam tidak membiarkan rakyat hidup dalam ketidakpastian sebagaimana yang terjadi hari ini. Rasulullah saw bersabda: “Imam (khalifah) adalah pemelihara dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Hadis ini menegaskan bahwa negara berkewajiban penuh melindungi rakyat, termasuk menjamin kesejahteraan pekerja.


Dalam negara Islam, sumber daya alam dikelola negara untuk kemaslahatan umum, bukan diprivatisasi oleh segelintir kapitalis. Dengan demikian, lapangan kerja yang luas dapat tercipta dan distribusi kekayaan berjalan adil. Pekerja tidak perlu takut kehilangan pekerjaan karena negara menyediakan jaminan hidup yang pasti, termasuk melalui Baitulmal yang mengelola harta umat.


Fenomena job hugging seharusnya membuka mata umat bahwa masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan motivasi individu semata. Solusi hakiki haruslah bersifat sistemik dan hanya Islam yang mampu menghadirkannya.Negara Islam akan menata ulang sistem kerja agar sesuai dengan prinsip syariat, yakni adil, manusiawi, dan juga memberi kepastian hidup.


Negara dengan tegas akan menolak praktik eksploitasi, sepenuhnya memberikan hak-hak pekerja secara layak, serta memastikan roda perekonomian berjalan tanpa hambatan dari sistem kapitalis global. Dengan begitu, generasi muda tidak lagi terjebak dalam dilema job hugging. Mereka dapat bekerja dengan tenang, berkembang sesuai potensi, dan yakin bahwa negara melindungi mereka dari ketidakpastian hidup.


Sudah saatnya umat menyadari, ketakutan, dan penderitaan yang dirasakan kaum muda hari ini adalah akibat langsung dari kapitalisme yang rusak. Tidak ada jalan lain selain kembali pada Islam kafah di bawah naungan Khil4fah Islamiah. Inilah satu-satunya solusi yang mampu mewujudkan kesejahteraan sejati dan menghapus ketidakpastian hidup. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Sistem Kapitalisme Merusak Fitrah Kaum Ibu

Sistem Kapitalisme Merusak Fitrah Kaum Ibu




Sungguh penerapan kapitalisme kian terbukti menciptakan derita ibu

Mengikis nalurinya hingga habis, mengoyak fitrahnya hingga rusak, dan menggiring jiwa dan raganya ke jurang kenistaan

__________________________


Penulis N' Aenirahmah 

Tim Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Kondisi ibu hari ini sungguh menyesakkan dada. Berbagai problematika membelenggu ibunda. Mengguncang kewarasan, melemahkan jiwa, mengikis naluri yang fitrah. Begitulah gambaran hidup di tengah iklim kapitalisme sekuler. Beban hidup kian berat, permasalahan sistemik datang bertubi. Entahlah, sampai kapan sistem rusak nan merusak ini akan sirna meracuni insan dunia?


Kepolisian Kabupaten Batang, Jawa Tengah berhasil membongkar motif ibu muda (VM) dengan sengaja telah membiarkan kedua buah hati yang berusia 6 dan 3 tahun tenggelam hingga tewas di Pantai Sigandu pada Rabu, 30 Juli 2025. (MetroTV.com, 09-09-2025)


Lagi-lagi akar masalah yang membutakan nalar ibunda adalah faktor ekonomi. Kemiskinan telah merenggut jiwa nan fitrah. Seharusnya kedua tangan ibunda dipergunakan untuk menyayangi dan melindungi anaknya dengan penuh kasih sayang. Namun, kini harus terkotori dengan hilangnya nyawa sang buah hati. Mirisnya, kasus serupa saat ini banyak dijumpai. Kisah pilu seorang ibu bunuh anak makin merebak.


Kapitalisme Racun Dunia


Menjadi sunnatullah kaum ibu diciptakan dengan dibekali kepekaan yang tinggi. Tidak heran jika mereka rentan terkena stres dan depresi. Berbagai problematika ibu yang kian pelik tidak hanya menghilangkan kewarasannya, tetapi juga mengikis naluri keibuan yang sejatinya menjadi fitrah.


Penerapan kapitalisme yang berorientasi materi telah menempatkan kaum hawa sebagai objek ekonomi yang mudah dieksploitasi. Darah dan keringatnya diperas habis-habisan untuk menggerakkan perekonomian negara. Namun di sisi lain, negara abai dalam memenuhi kebutuhan dasar dan menjaga kehormatannya. Tidak heran bila derita kaum ibu begitu berat dan bertambah berat di tengah penerapan sistem ekonomi kapitalis.


Negara yang menerapkan kapitalisme tidak menjalankan perannya sebagai sokoguru ketahanan keluarga. Sebaliknya, setiap kebijakan yang dikeluarkan justru makin menambah berat beban masalah ibu. Alih-alih menjadi penjaga naluri dan kewarasan ibu, negara justru menjadi biang kerok hilangnya kewarasan dan terkikisnya naluri ibu.


Sungguh, penerapan kapitalisme kian terbukti menciptakan derita ibu. Mengikis nalurinya hingga habis, mengoyak fitrahnya hingga rusak dan menggiring jiwa dan raganya ke jurang kenistaan. Akankah fitrah ibu terus terbelenggu kapitalisme?


Islam: Mata Air untuk Mengembalikan Fitrah Kaum Ibu 


Mengembalikan fitrah ibu dalam cengkeraman kapitalisme jelas tidak mungkin. Bagaimana air kotor lagi bau dan beracun bisa menjadi penyejuk kewarasan dan naluri ibu? Maka dibutuhkan mata air yang bersih lagi jernih untuk membasuh kewarasan dan naluri ibu. 


Mata air itu tidak lain adalah Islam. Akidah Islam yang memancarkan aturan di atasnya telah menempatkan ibu pada kedudukan yang mulia. Kedudukan yang mulia ini dapat diraih ketika ibu kembali kepada fitrahnya, yaitu sebagai ibu dan pengatur urusan rumah tangganya, serta pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya. Jika peran ibu dikembalikan sesuai fitrahnya, niscaya akan lahir generasi hebat dan tangguh dari dekapan seorang ibu.


Terwujudnya peran mulia ini membutuhkan peran negara agar dapat tegak secara ideal. Maka penting menjadikan akidah Islam sebagai fondasi dalam kehidupan bernegara. Penerapan Islam secara keseluruhan akan menjaga kaum ibu, sekaligus mencetak ibu dan calon ibu hebat. Maka pendidikan sebagai aspek vital bagi generasi tidak hanya bertujuan untuk melahirkan calon pemimpin, tetapi juga calon ibu generasi.


Khil4fah Islamiah Negara Ideal


Negara dalam naungan Islam akan mendesain kurikulum pendidikan untuk mencetak generasi yang beriman dan bertakwa. Generasi yang menjadikan keridaan Allah Swt. sebagai kebahagiaan dan tujuan tertinggi sehingga melahirkan generasi yang menjalani kehidupan sesuai fitrah dan syariat-Nya. Alhasil, pendidikan bagi perempuan diselenggarakan untuk menyiapkan perempuan menjadi ibu yang mampu mengatur urusan rumah tangga dan mendidik generasi. 


Kewarasan dan naluri ibu pun terjaga sebab terpenuhi kebutuhan dasarnya. Memang sudah menjadi kewajiban negara menjamin kebutuhan dasar kaum hawa. Termasuk jaminan dalam aspek keamanan, pendidikan, dan kesehatan. Alhasil, kaum hawa pun tidak terbebani dengan segunung problematika yang mengguncang kewarasannya dan mengikis nalurinya. 


Jelas negara memiliki peran besar dalam menciptakan lingkungan ideal bagi ibu. Negara memiliki peran besar dalam mengatur dan menentukan kebijakan. Baik dalam upaya preventif maupun kuratif untuk mengatasi problematika masyarakat. Jika kondisi lingkungan ibu ideal, maka fitrah ibu pun akan terjaga.


Negara ideal yang dirindukan ibu ini jelas negara yang mandiri dan berdikari. Berdaulat dan memiliki ideologi yang kuat.  Pastinya bukan negara yang mengemban ideologi kapitalisme-sekularisme yang merusak. Namun, negara yang menerapkan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan, yakni Khil4fah rasyidah 'ala minhaj Nubuwwah.


Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Saatnya Bersatu dalam Naungan Khil4fah

Saatnya Bersatu dalam Naungan Khil4fah



Sebenarnya kekuatan yang ada saat ini bukan dari tubuh Isra*l

Melainkan ada kekuatan di luar dari dirinya yaitu, Amerika Serikat

____________________


Penulis Ekke Ummu Khoirunnisa

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Jalur G4za makin membara situasi kini makin memburuk, pemadaman internet dan jaringan telekomunikasi kembali terputus total sejak Kamis, 18 September 2025 ditambah masuknya tank-tank Isra*l ke jantung kota G4za.


Dikutip dari tribunnews.com, (18-09-2025) berdasarkan pernyataan resmi Perusahaan Telekomunikasi Palestina (Paltel), padamnya layanan telekomunikasi akibat pengeboman terhadap rute jaringan inti dan ini merupakan tanda buruk sesuatu yang brutal yang akan dilakukan oleh Isra*l kepada warga sipil G4za. Genosida atas bangsa P4lestina masih terus dilakukan oleh Yahudi dengan membabi-buta. Namun, dunia membisu dan hanya bisa mengecam dan mengembargo.


Isra*l terlihat makin kuat dan tak bergeming meski Belgia menerapkan larangan impor dari Isra*l. Spanyol mengubah embargo senjata de facto yang berlaku saat ini menjadi undang-undang dan melarang kapal juga pesawat yang membawa senjata ke Isra*l untuk berlabuh di pelabuhan Spanyol atau memasuki wilayah udaranya.

 

Norwegia akan melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Isra*l. Uni Eropa berencana memberi sanksi kepada menteri sayap kanan dan menangguhkan sebagian elemen perdagangan dari perjanjian dengan Isra*l.


Di Hollywood surat penyeruan boikot terhadap perusahaan, festival dan penyiaran Isra*l telah ditandatangani sebanyak 4.000 lebih orang dalam sepekan. Demikian juga dalam bidang olahraga (balap sepeda dan catur). Bahkan sekjen PBB mengingatkan dunia untuk tidak terintimidasi oleh Isra*l.


Mengapa Isra*l Kelihatan Kuat?

 

Sebenarnya kekuatan yang ada saat ini bukan dari tubuh Isra*l, melainkan ada kekuatan di luar dari dirinya, yaitu Amerika Serikat. Dukungan politik, dana dan militer yang besar oleh Amerika kepada Isra*l yang menjadikannya terlihat kuat. Dukungan politik yang diberikan Amerika, seperti mem-veto draft resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata dan akses kemanusiaan tanpa batas di G4za pada bulan Juni 2025.

 

Lebih dari 300 miliar dolar AS dalam bentuk militer dan ekonomi sejak Isra*l berdiri. Dari laporan Congressional Research Service (CRS), Isra*l adalah penerima bantuan komulatif terbesar dari AS sejak Perang Dunia II.


Pentingnya Memahami dan Menerapkan Sistem Islam


Hanya Khil4fah yang dapat menghentikan kekuatan besar Isra*l yang disokong Amerika Serikat. Untuk itu, kita penting memahami dan menerapkan sistem Islam dalam naungan Daulah Khil4fah Islamiah. Khil4fah bukan ideologi, melainkan sistem pemerintahan yang berdasarkan syariat Islam. Dalam penerapannya, syariat Islam menjadi landasan utama dalam membuat keputusan dan mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat.


Untuk itu, Khil4fah akan menjalankan politik luar negerinya yaitu nasyrul-Islam atau mengemban dakwah Islam sebagai risalah universal ke seluruh dunia dengan metode atau thariqahnya jihad fii sabilillah. Tujuannya untuk menghilangkan hambatan-hambatan fisik yang menghalangi sampainya risalah pada masyarakat mereka. Jihad fii sabilillah inilah yang dilancarkan oleh Khil4fah untuk melawan Isra*l, dan melawan kafir penjajah Amerikat Serikat yang melindungi Isra*l.


Jihad dan Khil4fah


Solusi yang hakiki untuk menyelesaikan P4lestina hanyalah jihad dan Khil4fah (kepemimpinan yang menegakkan sistem politik Islam). Jihad memobilisasi tentara-tentara kaum muslim di seluruh penjuru dunia untuk mengembalikan P4lestina secara keseluruhan ke pangkuan negeri Islam.


Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah At-Taubah ayat 36 yang artinya, ”Perangilah kaum musyrik itu semuanya sebagaimana mereka pun telah memerangi kalian semuanya, ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang takwa."


Sebagai umat terbaik yang mencintai Allah Swt., dan Rasul-Nya kita harus berkontribusi dengan ikut serta berjuang menegakkan Khil4fah itu. Caranya yaitu bergabung dalam jemaah dakwah yang sahih dan ikhlas, telah dan sedang berjuang menegakkan Khil4fah di negeri-negeri Islam seluruh dunia agar penerapan syariat Islam secara kafah (keseluruhan) bisa segera terwujud dalam bingkai Daulah Khil4fah Islamiah ala minhaji nubuwwah.


Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah Ar-Rum ayat 4-5


فِىۡ بِضۡعِ سِنِيۡنَ ؕ لِلّٰهِ الۡاَمۡرُ مِنۡ قَبۡلُ وَمِنۡۢ بَعۡدُ ؕ وَيَوۡمَٮِٕذٍ يَّفۡرَحُ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ


بِنَصۡرِ اللّٰهِ‌ؕ يَنۡصُرُ مَنۡ يَّشَآءُ ؕ وَهُوَ الۡعَزِيۡزُ الرَّحِيۡمُۙ


"Pada hari ini bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang Dia kehendaki. Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang."


Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Be Brave Moslem Be Hero for Islam

Be Brave Moslem Be Hero for Islam

 


Kita harus menyadari bahwa keadilan hanya akan terwujud dalam sistem Islam

kemudian mengikuti jalan perubahan yang dicontohkan Rasulullah

_______________________________


Penulis Siska Juliana

Tim Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, REPORTASE - Demonstrasi yang melibatkan Gen Z pada Agustus lalu menyebar di berbagai kota di Indonesia. Hal itu dipicu oleh aturan yang tidak pro rakyat. Lantas, bagaimanakah sikap seorang muslim dalam menanggapi itu? Apa yang harus dilakukan oleh para remaja?


Untuk menjawab rasa penasaran itu, Komunitas Smart With Islam mengadakan kajian yang bertajuk “Be Brave Moslem Be Hero for Islam” pada Ahad, 21 September 2025. Kegiatan ini dihadiri oleh puluhan pelajar dan mahasiswa area Kota Bandung, Jawa Barat. 


Para peserta antusias mengikuti acara ini dari awal hingga akhir. Adanya sesi tanya jawab dan silah ukhuwah bersama peserta menambah pemahaman para remaja muslimah yang menghadiri acara ini. 


Teh Siska selaku pemateri menguraikan fakta yang terjadi. Di antaranya, banyak kebijakan yang zalim (pajak yang naik, kebijakan yang lebih pro ke pengusaha), perilaku sejumlah anggota DPR yang menari-nari setelah mendapatkan kenaikan tunjangan di saat kondisi rakyat susah mencari makan, pekerjaan, dan membayar pajak yang berkali-kali lipat.


Selain itu, kendaraan Barracuda milik Brimob menabrak pengemudi ojol hingga tewas. Fakta-fakta tersebut menyebabkan kemarahan masyarakat sehingga memicu terjadinya demo dan penjarahan ke rumah menteri dan anggota DPR.


Demo yang terjadi menunjukkan adanya kesadaran rakyat atas kezaliman yang menimpa mereka. Namun, kesadarannya baru sebatas kesadaran emosional yang masih menginginkan perubahan dalam demokrasi padahal akar masalah yang sesungguhnya adalah sistem demokrasi.


Dalam demokrasi, hukum dibuat oleh manusia sehingga dipengaruhi oleh kepentingan hawa nafsu, tidak mengenal halal dan haram. Untuk menjadi wakil rakyat, diperlukan dana yang besar sehingga setelah terpilih akan lebih menguntungkan para pengusaha daripada rakyat.


Teh Siska menjelaskan bahwa aturan Islam itu sempurna. Kita harus bangga menjadi seorang muslim. Islam menetapkan kedaulatan di tangan Allah, hanya Allah yang berhak menetapkan hukum.


“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.” (QS. Al-An’am: 57)


Allah mewajibkan kepada umat untuk mengoreksi penguasa bisa secara langsung atau melalui majelis umat. Ia menceritakan beberapa kisah yang menggambarkan kebijaksanaan khalifah dalam menerima saran dari rakyatnya.


Di masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau didatangi seorang Yahudi yang terkena penggusuran Gubernur Mesir Amr bin Ash yang tujuannya untuk memperluas masjid. Meskipun mendapat ganti rugi, Yahudi menolak penggusuran itu dan mengadukannya kepada khalifah


Seorang wanita bernama Khaulah mengoreksi kebijakan Khalifah Umar yang membatasi mahar 400 dirham dengan mengutip QS. An-Nisa ayat 20. Peristiwa ini menunjukkan keberanian rakyat dan kelapangan dada penguasa


Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik pemimpin adalah orang-orang yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Dan seburuk-buruknya pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (HR. Muslim)


“Kita harus menyadari bahwa keadilan hanya akan terwujud dalam sistem Islam kemudian mengikuti jalan perubahan yang dicontohkan Rasulullah,” jelas Teh Siska. 


Hal yang harus dilakukan saat ini adalah menghujamkan keimanan bahwa Islam adalah agama yang mengatur urusan dunia dan akhirat, bukan sekadar spiritual; mengkaji Islam sebagai ideologi, bukan sekadar ilmu pengetahuan; senantiasa memiliki sikap berpihak pada Islam; terlibat dalam dakwah Islam; temukan circle positif yang saling menasihati dalam kebaikan dan kebenaran.


“Nabi saw. datang membawa Islam bukan untuk membungkam, tetapi melawan kezaliman,” tegasnya. Wallahualam bissawab. 

G4za Menderita Akibat Serangan Membabi-buta

G4za Menderita Akibat Serangan Membabi-buta



Karena yang dilawan G4za bukan kelaparan akibat alami

tetapi kelaparan karena keadaan yang diciptakan oleh Zion*s Yahudi

_________________________


Penulis Siti Nurtinda Tasrif 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Derita Meningkat 

G4za, sebuah wilah yang terletak di P4lestina merupakan wilayah yang diberkahi serta milik seluruh kaum muslim. Wilayah yang menjadi saksi perjalanan Isra Mi'raj nya Rasulullah saw., sebuah wilayah yang di dalamnya terletak masjid Al-Aqsha. Masjid yang jika berada didalamnya maka akan terlindungi dari bahaya Dajjal.


Hal ini juga yang menjadi kontra bagi umat agama lain, salah satunya Zion*s Yahudi. Di mana Zion*s menganggap bahwa itu adalah wilayahnya padahal sejak dahulu kala. Zion*s selalu menjadi kaum yang terusir akibat tidak bisa menjaga janji atau ingkar janji. Di samping itu, umat yang selalu merasa bahwa dirinyalah yang berhak memiliki P4lestina dan penduduk aslinya diperlakukan semena-mena.


Sehingga seluruh dunia bisa melihat bagaimana kejamnya Zionis Yahudi dalam mewujudkan tujuannya terhadap Palestina. Di mana, Zionis Yahudi melakukan pengeboman secara berturut-turut dengan jeda beberapa jam atau bahkan detik. Di samping itu, membatasi wilayah-wilayah Gaza untuk tidak bisa mendapatkan pasokan makanan. Hal ini semakin menyengsarakan rakyatpalestina.


Ada banyak sekali warga P4lestina yang akhirnya meninggal akibat hal tersebut. Sebagaimana yang penulis kutip dari media aa.com.tr (30-07-2025) bahwasanya setidaknya 50 warga P4lestina tewas dan puluhan lainnya terluka dalam serangan baru Isra*l di Jalur G4za yang dilanda perang. Tujuh orang kehilangan nyawa dan 22 lainnya terluka dalam serangan Isra*l yang menargetkan kerumunan warga sipil di kamp pengungsi Nuseirat di Gaza tengah, kata Rumah Sakit Al-Adwa di daerah tersebut.


Dua warga P4lestina lainnya tewas dan beberapa lainnya terluka ketika pesawat tempur Isra*l menyerang sebuah perguruan tinggi yang melindungi keluarga-keluarga terlantar di dekat lingkungan Al-Saftawi di Kota G4za utara, kata petugas medis. Sumber medis mengatakan sedikitnya 19 warga P4lestina juga tewas dan beberapa lainnya masih hilang di bawah reruntuhan, menyusul serangan udara Isra*l terhadap rumah-rumah di G4za selatan dan tengah Senin dini hari.


Sungguh ironis, sebuah wilayah yang awalnya sangat indah, selalu dikunjungi wisatawan muslim dari belahan dunia bahkan disebut sebagai tanah yang diberkahi. Sekarang berubah menjadi puing-puing yang bentuknya sendiri bahkan tidak terlihat. Di samping itu, orang yang ada di dalamnya dipenuhi oleh duka yang sangat mendalam. Di mana setiap anggota keluarga pasti kehilangan salah satu keluarga yang terkasih, dan duka ini tidak bisa dibayar dengan apa pun.


Racun Nasionalisme


Di tengah penderitaan yang kian bertambah dan duka yang kian mendalam. Ternyata tidak mampu melembutkan hati-hati seluruh kaum muslim di dunia bahkan pemimpin dari negara-negara kaum muslim pun menutup mata padahal seluruh negara di dunia dengan nyata-nyata melihat betapa besarnya persoalan yang dihadapi G4za.


Negara-negara muslim hanya bisa mengecam tanpa aksi. Hanya bisa membiarkan rakyatnya mengirimkan bantuan logistik tanpa menyadari kebutuhan pokok G4za yang sebenarnya. Di samping itu, hadirnya desain jahat para penganut kapitalisme sekuler untuk meletakkan jiwa nasionalisme pada diri setiap individu di negara-negara muslim. Di mana nasionalisme adalah jiwa yang sangat peduli dan mencintai hanya pada negaranya sendiri saja. Hal ini juga menjadikan masyarakat hanya akan membela negara sendiri apabila ada yang menyerang.


Nasionalisme menjadikan negara muslim kehilangan rasa empati dan tolong menolong kepada negara yang mengalami kesulitan sehingga wajar apabila tidak ada negara yang menolong G4za saat ini. Hal ini juga alamiah, mengingat nasionalisme hanyalah bagian cabang dari kapitalisme sekuler yang memisahkan segala urusan individu kepada agama, begitu juga urusan internasional.


Dari hal ini menguatkan pendapat bahwa dalam sistem ini tidak ada yang akan bisa membantu G4za meskipun rakyat dari setiap negara akan selalu memberikan bantuan kemanusiaan dengan logistik. Akan tetapi, tetap saja hal itu bukanlah kebutuhan utamanya. Mengapa demikian? Karena yang dilawan G4za bukan kelaparan akibat alami, tetapi kelaparan karena keadaan yang diciptakan oleh Zion*s Yahudi. Maka harusnya untuk membantu G4za hendaknya melalui bantuan pasukan untuk melawan negara Zion*s.


Jihad Menjadi Solusi


Sadarilah bahwa masalah yang dihadapi G4za bukan masalah individu yang solusinya bisa saja melalui individu. Akan tetapi, masalahnya adalah antarnegara sehingga solusinya hanya bisa dengan negara lawan negara. Terutama Zion*s Yahudi yang selalu ingkar terhadap kesepakatan, maka jalan satu-satunya hanyalah jihad fisabilillah.


Namun, pemimpin saat ini tidak ada yang melakukannya, mengingat semua terikat dengan nasionalisme yang diciptakan oleh sistem manusia yaitu demokrasi. Alhasil, negara lain menganggap tidak berhak untuk campur tangan karena jika ikut campur, otomatis akan menjadi korban selanjutnya. Jika adanya persatuan seluruh kaum muslim di dunia, pasti Zion*s Yahudi juga tidak akan berani untuk menyakiti umat Islam P4lestina. 


Untuk menyatukan kaum muslim hendaklah ada kesatuan hakiki yang dibangun dalam bingkai konstitusi, yakni negara Khil4fah Islamiah. Sebuah negara yang menerapkan Islam secara totalitas, tanpa terpengaruh oleh zaman, tetapi zaman yang harus menyesuaikan untuk sesuai dengan pengaturannya karena di dalam Islam, tidak boleh dan tidak akan diizinkan untuk menggunakan hukum selain daripada Islam sebagaimana firman-nya Allah Swt. bahwasanya :


Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS. Al-Maidah: 50)


Perlu disadari bahwa bagi kaum muslim sangat wajib untuk menerapkan Islam sebagai sistem tatanan kehidupan individu, masyarakat bahkan tatanan negara. Kemudian hanya dengan Islam juga masalah G4za akan teratasi. Tentu saja melalui jihad fisabilillah, jihad yang dilakukan atas nama Allah. Alhasil, cara-cara yang dilakukan akan sesuai dengan pengaturan Allah Swt. pula. Dengan begitu semua tidak akan merasa teraniaya apalagi dizalimi karena perang dalam Islam ada cara-caranya dan itu sangat makruf.


Di mana dalam berperang, tidak boleh membunuh warga yang tidak ikut berperang seperti anak-anak, perempuan yang tidak ikut berperang dan laki-laki yang sudah tua renta dan tidak mampu untuk ikut berperang. Kemudian lokasi peperangan diadakan di tempat yang lapang dan jauh dari jangkauan permukiman warga sehingga tidak akan terjadi keburukan terhadap wilayah lain atau pun kerusakan fasilitas.


Khatimah


Sungguh luar biasa pengaturan Islam dalam menyelesaikan masalah G4za. Oleh sebab itu, makin darurat umat sangat membutuhkan aturan Islam dan sangat penting untuk segera menegakkannya. Hendaklah pengemban dakwah makin getol dalam menyuarakan kebenaran atas Islam, jangan ragu apalagi bimbang karena hal itu hanya akan makin memperlambat tegaknya Khil4fah dan jika waktu yang dibutuhkan masih sangat panjang, maka bab penderitaan G4za tidak akan pernah memiliki ending yang diharapkan, yakni merdeka. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Kohabitasi Berujung Multilasi Buah Penerapan Sekularisme

Kohabitasi Berujung Multilasi Buah Penerapan Sekularisme



Bagi sebagian besar dari mereka

pernikahan dianggap sebagai sebuah institusi kaku, penuh risiko, dan banyak aturan yang cenderung normatif dan membatasi jenjang karier

_________


Penulis Anastasia, S.Pd.

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Memang berat hidup di bawah sistem sekularisme. Sistem yang memisahkan manusia dari aturan Allah Swt.. Hal ini menyebabkan manusia hidup hanya sekadar memenuhi hawa nafsunya tanpa melihat halal dan haram. Begitu pun dengan sistem pergaulan remaja saat ini, mereka terjebak dengan aktivitas maksiat, yaitu pacaran dan seks bebas yang sudah merajalela di mana-mana. 


Namun, alih-alih memberikan kebahagiaan, pacaran justru menjerumuskan pelakunya ke dalam dosa besar. Tidak sedikit dari hubungan yang tidak halal ini berujung tindak kriminal. Seperti kasus yang telah menghebohkan dalam beberapa pekan ke belakang, pacaran berujung mutilasi. 


Cinta yang terjalin selama lima tahun antara Alvi Maulana (24) dan Tiara Angelina Saraswati (25) berakhir dengan tragedi memilukan. Tiara meregang nyawa di tangan pacarnya sendiri. Tidak hanya dibunuh, tubuh Tiara diperlakukan secara tidak manusiawi dengan dimutilasi menjadi ratusan potongan. Kasus ini tak hanya mengguncang publik, tetapi juga menguak fakta bahwa mereka adalah sepasang kekasih yang telah memutuskan hidup serumah tanpa adanya ikatan pernikahan. (detikjatim.com, 09-09-2025)


Racun Sekularisme


Tren living together alias hidup bersama tanpa ikatan pernikahan sebenarnya berakar dari Barat yang memandang bahwa salah satu jalan mencapai kebahagiaan adalah dengan memenuhi segala hasratnya tanpa melihat apakah hal tersebut dosa atau tidak. Pemenuhan naluri seksualitas dipandang sebagai pemenuhan alamiah tanpa harus diikat oleh pernikahan.

 

Kita memahami betul bahwa masyarakat yang hidup di tengah-tengah penerapan sistem sekularisme adalah masyarakat yang bebas tanpa mengenal aturan Allah Swt.. Namun sayangnya, virus pemikiran ini telah masuk ke negeri-negeri umat Islam, salah satunya Indonesia. Kampanye pemikiran ini dipromosikan melalui tontonan, musik, hiburan yang sejatinya merupakan racun dari diterapkan sistem kebebasan ini. Akhirnya, pemikiran umat Islam yang telah banyak mengalami pergeseran nilai-nilai agama yang sudah makin terkikis di masyarakat. 


Pernikahan dalam sistem sekularisme dianggap sebagai sesuatu yang merepotkan dan merugikan. Kehadiran anak dianggap sebagai beban finansial yang harus ditanggung oleh orang tua. Begitu pun apabila terjadi perceraian orang tua akan dihadapkan dengan prosedur yang merepotkan. Akhirnya, pandangan generasi muda tentang pernikahan kini mulai bergeser. Bagi sebagian besar dari mereka, pernikahan dianggap sebagai sebuah institusi kaku, penuh risiko dengan banyak aturan yang cenderung normatif dan membatasi jenjang karier. 


Hal senada disampaikan oleh peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yulinda Nurul Aini yang menyoroti fenomena ini lewat risetnya di salah satu kota besar di Indonesia. Menurut Yulinda ada tiga alasan utama memilih untuk tinggal bersama tanpa menikah, di antaranya beban finansial, rumitnya proses perceraian, dan penerimaan sosial di lingkungan sekitar. (CNBC.com, 03-07-2025)


Untuk itulah hidup satu atap tanpa ikatan pernikahan adalah angin segar bagi mereka yang tidak mau terikat dengan repotnya aturan agama. Hal ini dipandang lumrah sebagai bentuk hubungan yang lebih "alami" dan autentik sehingga dianggap sebagai wujud cinta sejati yang bebas dari tekanan formalitas.


Begitulah sekularisme telah memberikan standar kebahagiaan yang semu padahal itu merupakan dosa besar yang berujung penderitaan. Tentu kita memahami dampak besar yang dihasilkan dari budaya kohabitasi. Di mana anak yang dihasilkan dari ikatan di luar pernikahan tidak dapat mendapatkan nasab, waris, dan hilangnya perwalian. 


Praktik budaya seperti ini memungkinkan seseorang tidak merasa memiliki ikatan sakral sehingga mudah untuk membangun hubungan bebas dengan orang lain. Dengan begitu pergaulan bebas menjadi gaya hidup, melahirkan aborsi, dan mengundang penyakit HIV.


Islam Benteng Pertahanan 


Islam adalah agama yang sempurna, melahirkan aturan yang mampu menghantarkan kepada kemuliaan. Islam mewajibkan setiap pemeluknya untuk tunduk pada aturannya karena sejatinya hukum asal perbuatan manusia terikat  kepada Allah Swt..


Maka dari itu, penerapan Islam harus mencakup seluruh aspek kehidupan, yaitu penerapan secara kafah dalam bingkai negara. Kondisi yang kondusif akan menghasilkan setiap individu dan masyarakat taat dan memiliki kepribadian Islam. Hal demikian akan menjadi benteng pertahanan dari segala aktivitas yang mampu menjerumuskan manusia ke dalam dosa besar.


Melalui sistem pergaulan, Islam memisahkan laki-laki dan perempuan kecuali jika adanya hajat syar'i di dalamnya. Untuk itu, aturan ini dengan tegas melarang praktik kohabitasi seperti firman Allah Swt., yang artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra [17]: 32)


Islam pun memberikan sanksi yang tegas bagi siapa saja yang melanggar aturannya seperti dalam firman Allah Swt. yang artinya: "Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin.” (QS. An-Nur [24]: 2)


Negara Islam juga akan senantiasa melindungi penduduknya dari segala jenis racun pemikiran yang bertentangan dengan akidah Islam sehingga umat Islam tidak akan terkontaminasi dengan budaya sekularisme. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Kocok Ulang Kabinet: Harapan atau Angan Kosong?

Kocok Ulang Kabinet: Harapan atau Angan Kosong?



Reshuffle hanya menjadi kebijakan formalitas yang lahir dari kesalahan dalam memahami akar masalah

Sistem politik yang memberikan kedaulatan hukum di tangan manusia


_____________________


Nahida Ilma

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Presiden Prabowo Subianto melakukan kocok ulang atau reshuffle kabinet yang mana sudah tercatat tiga kali melakukan prombakan. Pertama pada Februari 2025, kedua pada 8 September 2025, dan yang ketiga pada 17 September 2025. (detikNews.com, 17 September 2025)


Tujuan reshuffle adalah untuk memperkuat posisi Kabinet Merah Putih dan meningkatkan kualitas pemerintah. (Bisnis.com, 17-09-2025)


Reshuffle kali ini menjadi aksi reaktif karena lebih dominan dipengaruhi desakan eksternal pasca tragedi “Agustus Kelabu” yang menewaskan beberapa orang dan menimbulkan keurasakan dari berbagai upaya pembajakan aksi demontrasi. Aksi demo mencerminkan kemarahan rakyat akibat kebijakan dan sikap penguasa yang sama sekali tidak menunjukkan diri sebagai pelayan umat.


Bagi kehidupan bernegara, kondisi ini jelas tidak sehat. Akhirnya, reshuffle dipilih rezim sebagai upaya untuk tetap mengokohkan kekuasaan mereka di tengah distrust masyarakat terhadap pemerintah. Sosok para menteri baru makin menguatkan positioning penguasa, terlebih pengganti pejabat oposisi dengan kalangan koalisi. 


Reshuffle hanya menjadi kebijakan formalitas yang lahir dari kesalahan dalam memahami akar masalah. Sistem politik yang memberikan kedaulatan hukum di tangan manusia. Manusia legal bersepakat untuk menentukan dan menetapkan aturan untuk mengatur sesama manusia. Konsep ini batil sebab manusia pada hakikatnya harus diatur dengan aturan Sang Pencipta. 


Hanya Allah Taala saja yang berhak mengatur kehidupan manusia karena manusia adalah hamba ciptaan Allah. Allah yang mengetahui baik buruk sesuatu untuk manusia sehingga ketika manusia diberi legalitas membuat hukum terjadinya kerusakan adalah keniscayaan. Sebagaimana firman Allah:


"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (TQS. Ar-Rum: 41)


Politik balas budi menjadi suatu keniscayaan dan merupakan bukti kerusakan itu. Sistem demokrasi yang harga mahal, membuka pintu para kapital bermain dalam pemerintahan. Akhirnya, fenomena bagi-bagi kue kekuasaan tidak terhindarkan. Penguasa yang dipilih bukan karena kapabilitas mereka dalam mengurus urusan rakyat, melainkan seberapa besar modal mereka masuk ke dalam jajaran pemerintahan.


Rakyat dipimpin oleh penguasa yang tidak ahli di bidangnya. Ketika rakyat marah akibat kerusakan yang dibuat oleh para penguasa tersebut, reshuffle menjadi pilihan dengan konsep bagi-bagi kekuasaan. Siklus akan terus berulang sehingga stabilitas negara hanya menjadi angan kosong selama sistem demokrasi masih dipilih sebagai sistem politik sebab akar kerusakan sistem pemerintahan hari ini adalah sistem demokrasi itu sendiri.  


Umat membutuhkan sistem kepemimpinan yang mampu menghadirkan sosok penguasa yang benar-benar melayani umat. Konsep kepemimpinan tersebut hanya dapat dipenuhi oleh sistem Islam. Rasulullah saw. bersabda: “Imam adalah raa’in (penggembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari)


Rasulullah menggunakan kata raa’in atau penggembala, bukan kata malik, sultan, rais, imam dan sebagainya untuk menggambarkan sosok pemimpin. Maknanya Rasulullah ingin menunjukkan bahwa seorang pemimpin adalah orang yang berkewajiban untuk mengayomi, mengawal, dan mendampingi gembalaannya, yakni rakyatnya. 


Penggembala yang baik tidak harus selamanya berada di depan, tetapi kadang ia harus berada di tengah untuk merasakan kondisi dan kebutuhan gembalaannya. Kadang juga berada di belakang untuk mendorong dan mengawasi jangan sampai ada satu gembalaannya yang tertinggal dari kelompoknya.


Karena itu, seorang penguasa dalam pandangan Islam, baik itu pemimpin negara atau para pejabat adalah pelindung bagi rakyat dan orang-orang yang dipimpinnya. Kepemimpinan ini akan mereka pertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Filisida Maternal Buah Pahit Sistem yang Gagal Melindungi

Filisida Maternal Buah Pahit Sistem yang Gagal Melindungi



Filisida maternal bukan sekadar tragedi keluarga

melainkan cermin betapa sakitnya sistem kehidupan yang diterapkan hari ini


________________________


Penulis Fatimah Al Fihri

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tragedi yang terjadi di tengah masyarakat akhir-akhir ini kembali menorehkan duka yang mendalam. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kasus seorang ibu di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang mengakhiri hidupnya setelah diduga meracuni dua anaknya.


Peristiwa tersebut dikategorikan sebagai filisida maternal, yakni tindakan seorang ibu membunuh anaknya sendiri. Tidak lama berselang, pada Agustus 2025 kasus serupa kembali terjadi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Dua anak perempuan kakak beradik, masing-masing berusia enam dan tiga tahun, ditemukan tewas di Pantai Sigandu. Sang ibu, berinisial VM (31), ditemukan bersembunyi di dalam toilet portabel di sekitar lokasi kejadian (antaranews.com, 12-08-2025)


Kasus-kasus ini tentu tidak bisa dipandang sebagai insiden individual belaka. Filisida yang secara etimologis berarti pembunuhan anak oleh orang tua kandung adalah fenomena sosial yang kompleks. Masyarakat bertanya-tanya: bagaimana mungkin seorang ibu yang secara fitrah adalah sumber kasih sayang terbesar bagi anaknya, tega mengakhiri hidup buah hatinya sendiri?


Pertanyaan ini tidak bisa dijawab hanya dengan menunjuk jari pada hilangnya naluri keibuan atau gangguan jiwa sang ibu. Ada rangkaian panjang beban hidup, tekanan psikologis, hingga kerentanan sosial yang menjadi latar belakangnya.


Menyingkap Akar Masalah


Seorang ibu sesungguhnya adalah sosok yang diberi kemampuan luar biasa oleh Allah Swt. untuk menyayangi dan melindungi anak-anaknya. Naluri keibuannya adalah fitrah yang melekat kuat dalam jiwanya. Namun, ketika seorang ibu justru menjadi pelaku yang menghabisi nyawa anaknya, artinya ada tekanan besar yang membuat naluri itu terguncang.


Psikolog forensik menyebutkan filisida maternal sering terjadi ketika seorang ibu menghadapi beban hidup yang terlalu berat. Persoalan ekonomi, pertengkaran rumah tangga, kekerasan dalam keluarga, hingga depresi mendalam akibat keterasingan sosial dapat menjadi pemicu. (metrotvnews.com, 13-08-2025)


Sayangnya, masyarakat sering melihat kasus ini secara parsial seolah-olah hanya masalah mental pribadi atau keretakan rumah tangga padahal di balik itu ada sistem kehidupan yang gagal memberikan perlindungan dan dukungan bagi seorang ibu.


Realitas hari ini memperlihatkan betapa beratnya beban yang ditanggung perempuan. Banyak ibu dipaksa memikul dua peran sekaligus: bekerja di ranah publik untuk menopang ekonomi keluarga, sekaligus mengurus rumah tangga dan mendidik anak.


Tekanan biaya hidup yang kian melambung dari kebutuhan pokok, biaya pendidikan, hingga layanan kesehatan menjadikan ibu berada dalam posisi sangat rentan. Dalam kondisi demikian, depresi bisa datang kapan saja, dan tanpa dukungan sosial yang memadai, jalan pintas yang tragis bisa saja diambil.


Dengan kata lain, filisida maternal bukan sekadar tragedi keluarga, melainkan cermin betapa sakitnya sistem kehidupan yang diterapkan hari ini. Sistem yang menuntut produktivitas ekonomi tanpa memberi jaminan kesejahteraan, yang menyerahkan nasib keluarga pada kemampuan individu untuk bertahan hidup, serta yang gagal membangun benteng pengaman sosial bagi perempuan dan anak.


Cermin Sistem Kehidupan yang Gagal


Fenomena filisida maternal menyingkap satu hal penting, yaitu ketika sistem kehidupan rusak, individu yang hidup di dalamnya akan merasakan dampaknya. Dalam masyarakat kapitalistik, harga diri manusia diukur dari sejauh mana ia mampu menghasilkan uang. Standar kesuksesan hidup diukur dari capaian materi yang berhasil didapatkan. 


Hal ini menjadikan perempuan yang seharusnya dimuliakan dalam perannya sebagai ibu, justru dipaksa keluar rumah demi menopang ekonomi keluarga. Akibatnya, banyak di antara mereka akhirnya kelelahan, kehilangan dukungan emosional, bahkan depresi. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, bukan lagi generasi emas yang menghampiri, melainkan krisis kerusakan generasi. Inilah konsekuensi yang wajar apabila peran ibu sebagai madrasah pertama tercerabut karena tuntutan ekonomi.


Di sisi lain, akses pendidikan dan kesehatan masih sangat mahal. Tidak semua keluarga mampu memberikan layanan terbaik bagi anak-anak mereka. Dalam tekanan semacam ini, seorang ibu bisa merasa putus asa, kehilangan harapan, dan bahkan kehilangan kepercayaan diri bahwa hidupnya masih layak dijalani.


Tragedi di Bandung dan Batang adalah alarm keras yang menunjukkan bahwa ada jurang yang besar dalam sistem sosial kita. Jika dibiarkan, kasus serupa bisa terus berulang, memakan korban ibu dan anak-anak tak berdosa.


Islam Menjamin Kehidupan Ibu


Berbeda dengan sistem sekuler hari ini, Islam memiliki konsep yang sangat jelas dalam memuliakan perempuan, terutama dalam kapasitasnya sebagai seorang ibu. Islam menempatkan ibu sebagai pihak yang berhak mendapatkan penghormatan dan perlindungan penuh. Rasulullah saw. menegaskan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu sebuah ungkapan yang menunjukkan betapa agung dan mulianya peran seorang ibu dalam Islam.


Dalam sistem Islam, seorang ibu tidak dibebani kewajiban mencari nafkah. Nafkah sepenuhnya menjadi tanggung jawab suami. Jika tidak ada suami, kewajiban itu beralih kepada ayah, saudara laki-laki, atau wali lainnya. Dengan demikian, seorang ibu dapat fokus menjalankan perannya dalam mendidik dan merawat anak tanpa terbebani masalah ekonomi.


Islam juga memberi keringanan bagi perempuan dalam hal ibadah ketika hamil atau menyusui. Mereka boleh tidak berpuasa di bulan Ramadan demi menjaga kesehatan diri dan bayinya. Semua ini menunjukkan perhatian Islam terhadap kondisi fisik dan mental ibu.


Di level negara, penguasa wajib memastikan agar para laki-laki mampu bekerja dan menafkahi keluarganya. Negara juga wajib menyediakan pendidikan dan kesehatan gratis sebagai hak dasar seluruh rakyat. Dengan sistem seperti ini, ibu tidak lagi dihantui kekhawatiran soal biaya hidup sehingga dapat menyalurkan naluri keibuannya secara sempurna.


Kasus filisida maternal yang terjadi di Bandung dan Batang bukanlah sekadar kisah duka keluarga, tetapi cermin dari sistem kehidupan yang sedang sakit. Ibu yang mestinya menjadi simbol kasih sayang justru berubah menjadi sosok yang tega menghabisi anaknya sendiri. Hal ini terjadi bukan karena naluri keibuannya hilang, melainkan karena ia hidup dalam sistem yang tidak pernah benar-benar menjamin kesejahteraan, ketenangan, dan kebahagiaannya.


Islam menawarkan jalan keluar yang nyata. Dengan sistem kehidupan yang adil dan penuh perlindungan, seorang ibu tidak akan lagi terjebak dalam keputusasaan. Sebaliknya, ia akan merasa dimuliakan, dilindungi, dan diberdayakan sesuai dengan fitrah yang Allah tetapkan baginya.


Hanya dengan kembalinya sistem Islam, tragedi-tragedi pilu seperti filisida maternal dapat dicegah. Bukan sekadar mengobati luka individu, tetapi menyembuhkan penyakit sistemik yang menjadi akar persoalan. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]