Job Hugging: Efek Domino Kapitalisme?
Surat PembacaFenomena job hugging ini hanya reaksi atau efek domino
atas ketidakmampuan sistem kapitalisme global dalam menjamin pekerjaan bagi masyarakat
______________________
KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Fenomena "job hugging" atau bertahan di satu pekerjaan demi rasa aman makin terasa di banyak perusahaan. Di tengah ketidakpastian ekonomi dan pasar tenaga kerja yang melambat.
Banyak pekerja memilih untuk bertahan di pekerjaan yang ada daripada mengambil risiko mencari peluang baru. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tidak ada pilihan lain, cari aman agar finansial stabil, ketersediaan lapangan kerja yang terbatas, dan situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian.
CNBC mencatat tingkat pekerja yang keluar dari pekerjaan hanya 2% dalam beberapa bulan terakhir, terendah sejak 2016. Sementara itu, survei ZipRecruiter menemukan 52% karyawan baru hanya berganti pekerjaan sekali dalam dua tahun terakhir, naik dari 43% sebelumnya. Banyak pekerja merasa pasar kerja sedang lesu dan risiko PHK bisa saja meningkat.
Pertumbuhan pekerjaan juga melemah signifikan, dengan laju perekrutan melambat ke level terendah sejak 2013, tidak termasuk masa awal pandemi Covid-19. Tak hanya dari sisi pekerja, perusahaan ikut 'memeluk' karyawannya. Setelah periode great resignation pada 2021-2022 yang membuat banyak perusahaan kekurangan tenaga kerja, kini banyak pengusaha lebih memilih mempertahankan staf ketimbang merekrut baru. (finance.detik.com, 20-09-2025)
Mengutip dari cnnindonesia.com 19 September 2025 lalu, di tengah gelombang PHK masif dan ketidakstabilan ekonomi yang makin parah, pekerja dihadapkan pada dilema sulit: bertahan di zona aman atau mengambil risiko untuk mencari peluang baru.
Fenomena "job hugging" menjadi makin nyata, di mana pekerja lebih memilih untuk mempertahankan pekerjaan yang ada daripada mengambil risiko untuk mencari yang lebih baik.
Namun, CEO Summit Group Solutions Jennifer Schielke mengungkapkan bahwa "job hugging" sebenarnya menciptakan ilusi loyalitas yang tidak nyata dan lebih merupakan bentuk stagnasi daripada loyalitas karena bertahan di satu pekerjaan tanpa adanya kemajuan atau pengembangan diri dapat membuat pekerja terjebak dalam situasi yang tidak produktif dan tidak memuaskan.
Fenomena "job hugging" ini hanya reaksi atau efek domino atas ketidakmampuan kapitalisme global dalam menjamin pekerjaan bagi masyarakat. Sistem kapitalis menyebabkan kesenjangan ekonomi yang besar antara pekerja dan pemilik modal sehingga mengurangi kemampuan pekerja untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Oleh karena itu, negara perlu mengambil peran dalam menyediakan lapangan kerja dan menjamin kesejahteraan pekerja. Dalam sistem Islam, negara memiliki peran penting dalam menyediakan lapangan kerja dan menjamin kebutuhan dasar masyarakat. Dengan menerapkan syariat Islam, negara dapat mencegah fenomena "job hugging" dan mengurangi angka pengangguran.
Dalam perspektif Islam, negara memiliki tanggung jawab besar dalam mengurus rakyatnya, termasuk menyediakan lapangan kerja dan menjamin kebutuhan dasar masyarakat. Rasulullah saw. bersabda: "Imam itu adalah pemimpin dan dia diminta pertanggungjawaban atas orang yang ia pimpin." (HR. Bukhari Muslim)
Ini menunjukkan bahwa pemimpin negara akan diminta pertanggungjawaban atas kesejahteraan rakyatnya. Di sinilah, perlu adanya negara yang mampu mengimplementasikan hadis tersebut secara nyata, tidak lain yaitu, negara Islam. Negara dengan sistem Islam menawarkan solusi komprehensif untuk masalah pengangguran dan kesejahteraan masyarakat melalui beberapa kebijakan strategis.
Dalam kebijakan utama negara, beberapa strategi diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi angka pengangguran. Negara mengelola sumber daya alam milik umum untuk membangun industri strategis yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar sehingga membuka peluang kerja yang luas bagi masyarakat.
Selain itu, kebijakan menghidupkan tanah mati atau ihyaul mawat juga menjadi salah satu fokus. Di mana, tanah yang tidak produktif diberikan kepada individu yang mampu mengelolanya sehingga meningkatkan produktivitas dan memberdayakan masyarakat.
Negara juga memberikan tanah produktif kepada rakyat yang membutuhkan melalui sistem iqtha', yang bertujuan mendukung sektor pertanian dan perkebunan. Tak hanya itu, negara memberikan modal berupa hibah atau pinjaman tanpa riba serta pelatihan dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam bekerja sehingga mereka dapat bersaing di pasar kerja dan membangun ekonomi yang lebih kuat.
Dengan penerapan kebijakan ini, negara berupaya menciptakan masyarakat yang sejahtera dan produktif. Solusi nyata hanya bisa tercapai jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh dalam negara yang dipimpin dengan adil dan bijaksana, yaitu di bawah naungan Daulah Islamiah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]
Fatma Komala










.jpg)

.jpg)



