Alt Title

Job Hugging Dampak Kapitalisme Global

Job Hugging Dampak Kapitalisme Global



Islam menawarkan solusi tuntas yang menempatkan negara

sebagai penanggung jawab utama dalam hal menyediakan pekerjaan yang layak

____________________________


Penulis Penti Herdiani

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Fenomena baru muncul di dunia kerja disebut dengan istilah ‘job hugging’. Jika dahulu banyak orang yang sering pindah-pindah tempat kerja atau job hopping, kini justru sebaliknya, banyak pekerja memilih ‘hugging’ pekerjaannya. Hal ini memperlihatkan bahwa banyak orang bertahan dalam pekerjaannya untuk ‘mengamankan diri’ bukan karena merasa dirinya sudah berkembang di tempat kerjanya. 


Fenomena ini makin parah di tengah lesunya ekonomi global, maraknya PHK, dan pasar kerja yang tidak bergairah menyumbang munculnya tren ini. Guru Besar Universitas Gajah Mada menilai lahirnya fenomena ‘job hugging’ dampak dari ketidakpastian pasar kerja sebagai pemicu utama. Lulusan perguruan tinggi yang harusnya optimis dalam menatap masa depan justru dihadapkan pada dilema pahit, yaitu bertahan dalam pekerjaan yang membosankan dan tidak bahagia atau mengambil risiko menjadi pengangguran intelektual. 


Menurut Bryan Robinson,Ph.D, banyak pekerja memilih bertahan bukan karena merasa berkembang, melainkan demi keamanan finansial. Lonjakan harga, gelombang PHK, dan ketidakpastian ekonomi membuat banyak orang khawatir kehilangan penghasilan. (Kompas.com, 19-10-2025)


Tentunya tren job hugging ini tidak muncul dengan sendirinya. Ia merupakan dampak dari sistem kapitalisme global saat ini, yang gagal dalam menghadirkan jaminan pekerjaan yang layak dan kesejahteraan bagi rakyatnya.


Kapitalisme: Akar Masalah Job Hugging


Fenomena job hugging seolah hanya tampak sebagai dilema getir dalam mengambil risiko, yaitu antara bertahan dalam pekerjaan yang membosankan atau risiko menjadi pengangguran. Namun, justru yang sebenarnya terjadi fenomena job hugging adalah cermin kegagalan kapitalisme global dalam menjamin pekerjaan bagi rakyat.


Dalam sistem ini, negara menyerahkan kewajiban dalam menyediakan lapangan kerja kepada swasta dan seolah berlepas tangan atas keberlangsungan hidup rakyatnya sedangkan swasta yang bergerak berdasarkan profit. Saat ekonomi lesu, perusahaan justru cenderung menahan perekrutan bahkan memangkas tenaga kerjanya tanpa mempertimbangkan keberlangsungan hidup pekerjanya padahal kebutuhan akan pekerjaan yang layak merupakan kebutuhan pokok rakyat yang tidak bisa digantungkan pada untung rugi kapitalis.


Di samping itu, negara melegalkan sumber daya di tangan segelintir kapitalis yang makin mempersempit peluang kerja. Sebagian besar rakyat hanya berstatus buruh upahan, di mana ketika krisis melanda kelompok inilah yang paling pertama terdampak.


Lebih jauh, praktik ekonomi non-riil dan riba semakin memperburuk keadaan, karena minim menggerakkan ekonomi dan menyerap tenaga kerja. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja stagnan, sementara lulusan perguruan tinggi terus bertambah.


Dalam peradaban kapitalisme, meskipun kurikulum perguruan tinggi disiapkan untuk adaptif dengan pasar kerja, tetapi dengan adanya liberalisasi perdagangan dan jasa membuat lulusan tetap sulit memperoleh pekerjaan yang layak. Pada akhirnya, prinsip liberalisasi perdagangan dan jasa ini menjadikan negara lepas tangan dalam memastikan warganya bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka.


Islam sebagai Solusi


Rapuhnya sistem kapitalis dalam menjamin pekerjaan yang layak dan kesejahteraan rakyat tercermin dari fenomena job hugging. Sebaliknya, Islam menawarkan solusi tuntas yang menempatkan negara sebagai penanggung jawab utama dalam hal menyediakan pekerjaan yang layak. Hal ini dapat dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:


Pertama, dalam Islam negara wajib menjamin lapangan kerja yang layak. Pemimpin adalah raa’in (pemimpin) yaitu pengurus rakyatnya. Negara harus aktif mengelola sumber daya alam, membangun industri, dan menciptakan distribusi kerja yang adil. Dalam Muqaddimah Dustur Pasal 153: “Negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi seluruh warga negara sehingga setiap orang dapat memenuhi kebutuhannya sesuai syariat.”


Kedua, kebijakan negara menyediakan lapangan pekerjaan dengan mengelola sumber daya alam, industrialisasi, ihyaul mawat (menghidupkan tanah mati), memberikan tanah produktif, memberikan bantuan modal, sarana dan keterampilan bagi warga yang membutuhkan. Dengan cara ini, rakyat tidak sekedar bergantung pada perusahaan, melainkan mampu mandiri.


Ketiga, pendidikan dalam Islam selalu dibingkai dengan ruh dan keimanan sehingga seorang muslim bekerja bukan sekadar untuk gaji, tetapi karena dorongan ibadah kepada Allah Swt.. 


Keempat, negara Islam melayani rakyat dengan dorongan ibadah. Kebijakan ekonomi, pendidikan, dan tenaga kerja tidak diarahkan untuk melayani kepentingan kapitalis, tetapi semata-mata demi kemaslahatan rakyat. 


Dengan mekanisme sistem Islam, rakyat tidak akan lagi terjebak dalam dilema job hugging karena negara akan benar-benar bertanggung jawab untuk mengurusi rakyatnya dan memastikan mereka memiliki peluang kerja yang halal dan layak. Wallahualam bissawab.