Kocok Ulang Kabinet: Harapan atau Angan Kosong?
OpiniReshuffle hanya menjadi kebijakan formalitas yang lahir dari kesalahan dalam memahami akar masalah
Sistem politik yang memberikan kedaulatan hukum di tangan manusia
_____________________
Nahida Ilma
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Presiden Prabowo Subianto melakukan kocok ulang atau reshuffle kabinet yang mana sudah tercatat tiga kali melakukan prombakan. Pertama pada Februari 2025, kedua pada 8 September 2025, dan yang ketiga pada 17 September 2025. (detikNews.com, 17 September 2025)
Tujuan reshuffle adalah untuk memperkuat posisi Kabinet Merah Putih dan meningkatkan kualitas pemerintah. (Bisnis.com, 17-09-2025)
Reshuffle kali ini menjadi aksi reaktif karena lebih dominan dipengaruhi desakan eksternal pasca tragedi “Agustus Kelabu” yang menewaskan beberapa orang dan menimbulkan keurasakan dari berbagai upaya pembajakan aksi demontrasi. Aksi demo mencerminkan kemarahan rakyat akibat kebijakan dan sikap penguasa yang sama sekali tidak menunjukkan diri sebagai pelayan umat.
Bagi kehidupan bernegara, kondisi ini jelas tidak sehat. Akhirnya, reshuffle dipilih rezim sebagai upaya untuk tetap mengokohkan kekuasaan mereka di tengah distrust masyarakat terhadap pemerintah. Sosok para menteri baru makin menguatkan positioning penguasa, terlebih pengganti pejabat oposisi dengan kalangan koalisi.
Reshuffle hanya menjadi kebijakan formalitas yang lahir dari kesalahan dalam memahami akar masalah. Sistem politik yang memberikan kedaulatan hukum di tangan manusia. Manusia legal bersepakat untuk menentukan dan menetapkan aturan untuk mengatur sesama manusia. Konsep ini batil sebab manusia pada hakikatnya harus diatur dengan aturan Sang Pencipta.
Hanya Allah Taala saja yang berhak mengatur kehidupan manusia karena manusia adalah hamba ciptaan Allah. Allah yang mengetahui baik buruk sesuatu untuk manusia sehingga ketika manusia diberi legalitas membuat hukum terjadinya kerusakan adalah keniscayaan. Sebagaimana firman Allah:
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (TQS. Ar-Rum: 41)
Politik balas budi menjadi suatu keniscayaan dan merupakan bukti kerusakan itu. Sistem demokrasi yang harga mahal, membuka pintu para kapital bermain dalam pemerintahan. Akhirnya, fenomena bagi-bagi kue kekuasaan tidak terhindarkan. Penguasa yang dipilih bukan karena kapabilitas mereka dalam mengurus urusan rakyat, melainkan seberapa besar modal mereka masuk ke dalam jajaran pemerintahan.
Rakyat dipimpin oleh penguasa yang tidak ahli di bidangnya. Ketika rakyat marah akibat kerusakan yang dibuat oleh para penguasa tersebut, reshuffle menjadi pilihan dengan konsep bagi-bagi kekuasaan. Siklus akan terus berulang sehingga stabilitas negara hanya menjadi angan kosong selama sistem demokrasi masih dipilih sebagai sistem politik sebab akar kerusakan sistem pemerintahan hari ini adalah sistem demokrasi itu sendiri.
Umat membutuhkan sistem kepemimpinan yang mampu menghadirkan sosok penguasa yang benar-benar melayani umat. Konsep kepemimpinan tersebut hanya dapat dipenuhi oleh sistem Islam. Rasulullah saw. bersabda: “Imam adalah raa’in (penggembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari)
Rasulullah menggunakan kata raa’in atau penggembala, bukan kata malik, sultan, rais, imam dan sebagainya untuk menggambarkan sosok pemimpin. Maknanya Rasulullah ingin menunjukkan bahwa seorang pemimpin adalah orang yang berkewajiban untuk mengayomi, mengawal, dan mendampingi gembalaannya, yakni rakyatnya.
Penggembala yang baik tidak harus selamanya berada di depan, tetapi kadang ia harus berada di tengah untuk merasakan kondisi dan kebutuhan gembalaannya. Kadang juga berada di belakang untuk mendorong dan mengawasi jangan sampai ada satu gembalaannya yang tertinggal dari kelompoknya.
Karena itu, seorang penguasa dalam pandangan Islam, baik itu pemimpin negara atau para pejabat adalah pelindung bagi rakyat dan orang-orang yang dipimpinnya. Kepemimpinan ini akan mereka pertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


