Hikmah Maulid: Mencontoh Metode Rasulullah dalam Transformasi Politik
OpiniDemonstrasi adalah sebuah aksi untuk menyuarakan tuntutan dan harapan masyarakat
untuk perubahan kehidupan yang lebih baik
_________________________
Penulis Nabia
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, - OPlNl- Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) mengadakan aksi demonstrasi bertajuk "Rakyat Tagih Janji" di depan Gedung DPR/MPR RI pada Selasa (09-09-2025). Aksi ini menyoroti 17+8 Tuntutan Rakyat yang ramai diperbincangkan di media sosial.
Menurut tirto.id, demonstrasi tersebut merupakan kelanjutan dari gelombang protes masyarakat sipil sejak 25 Agustus. BEM UI menegaskan bahwa aksi ini tidak hanya digerakkan mahasiswa, melainkan juga terbuka untuk masyarakat umum. Berbagai tuntutan itu lahir akibat persoalan serius, seperti melonjaknya biaya hidup, meningkatnya angka PHK, hingga kebijakan pemerintah yang dianggap tidak memihak rakyat. (umj.ac.id, 09-09-2025)
Fenomena aksi ini sesungguhnya merupakan tuntutan harapan perubahan yang diinginkan masyarakat, yaitu perubahan kehidupan yang lebih baik. Bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.. Tentunya momentum ini tidak sekadar untuk melantunkan doa dan selawat, tetapi menjadi kesempatan untuk meneladani perjuangan Rasulullah saw. yang telah membawa perubahan besar bagi peradaban manusia di seluruh dunia.
Pertanyaannya: Apakah kita siap mengikuti metode beliau dalam melakukan perubahan nyata, atau masih terjebak pada sistem sekuler dan aksi massa yang berulang kali gagal memberikan solusi bagi umat?
Isyarat Politik dalam Kelahiran Nabi saw.
Kelahiran Nabi Muhammad saw., sejak awal sudah menjadi isyarat politik besar. Banyaknya fenomena besar, seperti padamnya api Persia, runtuhnya menara Kisra, dan cahaya yang menerangi istana Romawi menandakan hadirnya pemimpin yang akan meruntuhkan dominasi dua imperium besar dunia. Sejarah membuktikan, nubuwat itu terwujud pada masa Khilafah Umar bin Khaththab r.a., ketika Persia dan Romawi tunduk di bawah kekuasaan Islam.
Sayangnya, banyak yang masih berharap perubahan melalui people power (gerakan massa) padahal pengalaman menunjukkan ia hanya mengganti rezim, bukan sistem. Akar masalah justru tetap ada, yakni sistem demokrasi sekuler yang menjadikan manusia sebagai pembuat hukum padahal Allah menegaskan otoritas membuat hukum itu ada pada Allah (TQS. Yusuf [12]: 40).
Rasulullah saw., tidak menempuh jalan revolusi massa, melainkan metode dakwah yang jelas: membina sahabat, berinteraksi dengan masyarakat, dan menggalang nushrah dari ahlul quwwah hingga lahirnya Daulah Islam di Madinah. Sebagaimana sabda beliau, "Hai manusia, ucapkanlah “Lâ ilâha illalLâh,” niscaya kalian beruntung!" (HR. Ahmad)
Seruan ini bukan hanya dakwah tauhid, tetapi juga deklarasi politik bahwa kedaulatan sejati hanyalah milik Allah Swt..
Jalan Mana yang Seharusnya Kita Tempuh?
People power atau gerakan massa selama ini memang mampu menimbulkan euforia, tetapi faktanya tidak pernah berhasil mengubah akar persoalan yang sesungguhnya, sistem rusak yang melahirkan tirani dan ketidakadilan. Justru metode perubahan yang dicontohkan Rasulullah saw., terbukti efektif mampu melahirkan peradaban besar yang berdiri di atas fondasi Islam.
Oleh karena itu, jika umat Islam sungguh-sungguh ingin terbebas dari lingkaran penindasan, jawabannya bukanlah demokrasi atau sekadar mengandalkan kekuatan massa. Jalan keluarnya adalah meneladani strategi perubahan ala Nabi, menempuh thariqah nabawiyyah, menegakkan Islam secara kafah, dan membangun kembali sistem pemerintahan Islam yang dulu pernah ditegakkan Rasulullah, yakni Khil4fah ‘alâ minhâj an-Nubuwwah.
Apalagi, para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah telah menegaskan bahwa Khil4fah bukan sekadar pilihan politik, melainkan kewajiban syar’i. Imam al-Mawardi, seorang ulama Syafi’i terkemuka, menyatakan bahwa Imamah (Khil4fah) adalah pengganti kenabian untuk menjaga agama sekaligus mengatur urusan dunia, dan kewajibannya telah disepakati para ulama.
Demikian pula Imam an-Nawawi menegaskan hal yang sama, bahwa pengangkatan khalifah adalah kewajiban berdasarkan syariat, bukan sekadar logika akal manusia. Bahkan beliau menilai batil pendapat yang menolak atau meremehkan kewajiban ini. Dengan demikian, jelas bahwa jalan perubahan yang hakiki bukanlah jalan demokrasi atau people power, melainkan jalan yang ditunjukkan Rasulullah saw., yakni menegakkan Islam secara total dalam bingkai Khil4fah.
Alhasil, peringatan Maulid Nabi saw., sudah seharusnya diarahkan untuk memotivasi umat agar sungguh-sungguh melakukan perubahan politik ke arah Islam sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.. Bukan dengan tetap mempertahankan sistem demokrasi sekuler seperti saat ini. Hanya dengan itu peringatan Maulid Nabi saw., akan jauh lebih bermakna. Wallahualam bissawab. [Luth/MKC]


