Alt Title
Hijrah dari Makkah ke Madinah: Mewujudkan Islam Kafah

Hijrah dari Makkah ke Madinah: Mewujudkan Islam Kafah



Untuk meraih kembali kemuliaan dan cahaya itu

satu-satunya jalan adalah kembali kepada aturan Allah Swt.

___________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Allah Taala menyematkan predikat yang sangat mulia dalam Al-Qur'an surah Ali Imran ayat 110 kepada kaum muslim, yakni sebagai umat terbaik di muka bumi untuk menjalankan amar makruf nahi mungkar, yaitu menyeru kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, serta mengajak beriman kepada Allah Swt..


Kementerian Agama Republik Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) yang disampaikan oleh Arsad Hidayat telah menetapkan bahwa 1 Hijriah atau 1 Muharram 1447 H jatuh tepat pada hari Jumat, 27 Juni 2025. (Kompas.com, 23-6-2025)


Tahun baru Islam kali ini masih diwarnai oleh berbagai persoalan yang menimpa umat Islam, bahkan kondisinya kian suram. Salah satu yang masih terus terjadi adalah genosida yang dialami umat Islam di P4lestina yang belum juga berakhir. Ditambah dengan sikap acuh para penguasa negeri-negeri muslim di sekitarnya. Mereka tidak bergerak sama sekali, apalagi mengirimkan pasukan ke G4za.


Umat Islam terus dijajah oleh Zion*s. Mereka dibuat kelaparan, bahkan saat hendak mengambil bantuan makanan, mereka harus mempertaruhkan nyawa karena tentara Zion*s juga menyerang titik-titik distribusi bantuan. Selain itu, polemik perang antara Iran dan Zion*s Isra*l pun masih berlangsung hingga kini.


Pergantian tahun baru Islam seharusnya menjadi momentum untuk muhasabah atau introspeksi diri, bukan sekadar dijadikan perayaan tahunan. Allah Swt. dalam surah Ali Imran ayat 110 telah melabeli umat Islam sebagai umat terbaik, pembawa cahaya bagi kehidupan, dan umat yang akan memimpin umat lainnya untuk meninggalkan kebodohan dan kehinaan, lalu mengambil cahaya Islam.


Seharusnya, aktivitas amar makruf sudah melekat dalam diri umat Islam. Itulah yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah saw., beliau berdakwah tanpa lelah di Makkah dan sekitarnya, serta mengajak kepada kemuliaan Islam. Melalui seorang tokoh dari kaum Aus, pemimpin Bani Ashad bernama Sa’ad bin Mu’adz, Rasulullah saw. mendapatkan kekuasaan yang menolong (sulthanan nashiran).


Dengan kekuasaan tersebut, Rasulullah dapat menerapkan Islam secara kafah atau menyeluruh dalam institusi sebuah negara. Inilah momentum perpindahan manusia dari kegelapan menuju cahaya Islam dalam naungan negara Islam di Madinah. Peristiwa hijrahnya Rasulullah dan para sahabat dari Makkah ke Madinah inilah yang kemudian diperingati sebagai 1 Muharram.


Fakta Umat Islam sebagai Umat Terbaik Saat Ini


Predikat umat terbaik, sayangnya, tidak tampak dalam kehidupan nyata saat ini. Kaum muslim justru terpuruk dalam kehinaan dan kesengsaraan dalam memenuhi kebutuhan hidup, jauhnya generasi dari ajaran Islam yang murni, serta rusaknya tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal ini membuat umat Islam jauh dari predikat khairu ummah.


Menuju Umat Terbaik atau Khairu Ummah


Terpuruknya kondisi umat Islam saat ini disebabkan karena ditinggalkannya aturan Allah Taala. Allah telah memperingatkan dalam surah Thaha ayat 124: "Siapa pun yang berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya kehidupan yang sempit atau kesengsaraaan baginya dan Kami akan kumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan buta."


Karena meninggalkan aturan Allah inilah, umat Islam kehilangan jati diri dan tidak lagi menjadi umat terbaik. Dalam kehidupan, umat Islam justru mengambil paham sekularisme sebagai keyakinan, yaitu memisahkan agama dari kehidupan dan kapitalisme sebagai sistem.


Untuk meraih kembali kemuliaan dan cahaya itu, satu-satunya jalan adalah kembali kepada aturan Allah Swt. dan menerapkannya secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Maka, dibutuhkan gerakan dakwah yang berjamaah dan mengikuti metode Rasulullah beserta para sahabat untuk mengantarkan umat kembali menjadi khairu ummah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


Nafisusilmi

Akhir Duka Bocah Tak Berdosa

Akhir Duka Bocah Tak Berdosa



Maraknya kasus kekerasan pada bayi merupakan imbas

dari aturan yang tidak bisa menghargai nyawa manusia termasuk para balita


__________________


Penulis Ummu Fadiya

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Entah apa yang ada di benak pasangan suami istri berinisial AYS (28) dan YP (24). Tanpa belas kasihan, keduanya tega melakukan tindakan kekerasan terhadap seorang bayi berusia 2 tahun yang seharusnya diasuh dan dijaganya dengan baik. Peristiwa tragis tersebut terjadi di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau pada Rabu (11-6-2025).


Awalnya, ibu korban IS (21), meminta tolong kepada pelaku untuk mengasuh anaknya dengan gaji Rp1,2 juta per bulan. Namun, siapa sangka bukan pengasuhan penuh kasih sayang yang diberikan. Sebaliknya, bocah tak berdosa itu mendapatkan perlakuan sadis penuh kekerasan dan penganiayaan. Banyaknya luka bekas tindakan keji yang ada pada tubuh membuat tubuh mungil itu tak mampu bertahan. Akhirnya, takdir membawanya kembali ke pangkuan Sang Pencipta setelah sehari dirawat di rumah sakit terdekat. (Kompas.com, 14-6-2025)

 

Kasus Kekerasan yang Makin Marak


Peristiwa tragis yang dialami oleh putri IS tersebut makin menambah daftar panjang jumlah korban kekerasan pada bayi dan balita. Sebelumnya di bulan April 2025, polisi menangkap pria bernama EC (28) yang diduga menganiaya dan mengurung dua balita anak pacarnya di Penjaringan, Jakarta Utara.


Masih di bulan yang sama, seorang balita berinisial MA (4) ditemukan tewas terbakar di dalam kamar kontrakan di Kosambi, Kabupaten Tangerang. Lagi-lagi, balita tersebut juga diduga sebagai korban kekerasan dan penganiayaan. (Okezone.com, 28-4-2025)


Berbagai peristiwa sadis yang menimpa bocah-bocah tak berdosa itu menjadi sebuah fakta miris betapa banyaknya kasus-kasus kekerasan pada bayi dan balita. Hal itu, menjadi sebuah fenomena yang sangat memprihatikan dan menyesakkan dada. 


Pelaku Kekerasan yang Makin Sadis

 

Banyaknya kasus kekerasan yang terjadi pada pada anak terutama bayi dan balita membawa cerita luka penuh duka. Episode kekerasan berhias penganiayaan yang menimpa bocah-bocah lucu itu menjadi hal yang begitu dekat dengan dunia mereka. Kenyataan tersebut membuat wajah-wajah lugu itu harus kehilangan senyum cerianya.


Cerita duka bocah-bocah di atas bisa saja terulang kembali. Terlebih lagi, berbagai kasus tindakan kekerasan pada bayi dan balita terus terjadi. Hal itu menunjukkan bahwa makin ke sini, kasus-kasus kekerasan pada usia tersebut makin tak terkendali. Tak cukup sampai di situ, para pelaku juga makin sadis dalam menyiksa korban yang notabene belum mampu untuk membela diri.


Tindakan sadis yang sudah sering meminta korban tersebut tentu harus segera dihentikan. Sebab, jika dibiarkan tanpa penanganan yang serius akan terus terjadi dan menimbulkan banyak keresahan. 


Sasaran Empuk Pelaku Kekerasan


Dikutip dari laman KPAI pada 11-2-2025, bahwa selama tahun 2024, data angka kekerasan yang menimpa anak usia <1–5 tahun tercatat paling tinggi. Jumlahnya juga paling besar karena tembus hingga 581 kasus. Parahnya, kasus kekerasan yang terjadi di usia tersebut melibatkan orang tua korban, yaitu ayah kandung mencapai 259 kasus. Sedangkan dari pihak ibu kandung terdata 173 kasus.


Usia bayi hingga balita merupakan fase yang sangat rentan mendapatkan tindak kekerasan dan penganiayaan. Kondisi fisik yang masih lemah menjadikan mereka tak bisa berbuat apa-apa. Parahnya lagi,  peran orang tua tak lagi berfungsi karena menyerahkan kepengurusan anaknya kepada orang lain tanpa pengawasan ekstra. 


Dari fakta-fakta di atas, usia bayi hingga balita merupakan sasaran empuk bagi pelaku kekerasan. Tubuh mungil mereka ternyata tidak menyurutkan pelaku untuk menghentikan tindakannya yang tak mengenal belas kasihan. Sebaliknya, tubuh kecil itu dianggap sebagai barang mainan. 


Imbas dari Aturan Rusak


Maraknya kasus kekerasan pada bayi merupakan imbas dari aturan yang tidak bisa menghargai nyawa manusia termasuk para balita. Hal tersebut tentu bukan sesuatu yang mengejutkan karena pemikiran itu muncul dari cara pandangnya yang jauh dari aturan Sang Pencipta. Di dalam sistem tersebut, nyawa manusia seperti tak ada harganya. 


Lebih jauh, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para pelaku justru dijadikan tontonan yang bisa ditertawakan. Buktinya, tanpa rasa berdosa mereka tega menyakiti, menyiksa, dan membuat korban tak berdaya di bawah kendalinya. Mereka sepertinya telah kehilangan rasa simpati dan kasih-sayang karena tak memedulikan rasa sakit yang dirasakan oleh korban. 


Hilangnya rasa peduli dan kasih-sayang pada diri manusia sesungguhnya disebabkan oleh pemahaman salah kaprah yang sering membuatnya merasa tak enak hati. Sedikit-sedikit mereka dihinggapi rasa emosi yang tak terkendali. Tanpa sadar, apa yang dilakukannya merugikan orang lain bahkan menghilangkan nyawa bocah lucu yang seharusnya mereka lindungi.


Hukuman yang Setimpal


Tindakan keji yang dilakukan oleh pelaku merupakan kejahatan tingkat tinggi. Pasalnya, perbuatan yang dilakukannya berujung pada hilangnya nyawa bocah tak berdosa yang seharusnya dilindungi. Ditambah lagi, ada unsur kesengajaan yang memberatkan karena perbuatannya tersebut justru dibuat dokumentasi. 


Semua kejahatan yang dilakukan oleh pelaku harus segera ditindaklanjuti. Hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak boleh ditunda-tunda lagi. Intinya, pelaku harus segera dihukum agar tidak punya celah untuk melakukan lagi.


Sayangnya, hukuman yang setimpal belum bisa dijatuhkan kepadanya sebab yang berhak untuk memberikan hukuman harus negara. Sementara itu, institusi yang dimaksud ternyata belum ada.  Alhasil, pelaku tindak kekerasan hanya dikenai hukuman penjara yang tidak seberapa lama. 


Islam Memuliakan Nyawa 


Fakta di atas merupakan bukti bahwa aturan buatan manusia tidak berdaya sama sekali. Sebaliknya, Islam hadir untuk menjaga nyawa dengan solusi hakiki. Penjagaan tersebut menjadi salah satu tujuan dari penerapan aturan syariat yang datang dari Zat Yang Maha Tinggi. 


Penjagaan yang diberikan oleh Islam adalah jaminan atas terjaganya nyawa. Jaminan tersebut tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 179 yang artinya: "Di dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal!"


Hal itu menjadi sebuah perlindungan yang sahih agar tidak terjadi tindakan kekerasan yang membahayakan siapa saja termasuk bayi maupun balita. Demikianlah, cara Islam menghargai nyawa manusia.


Hukuman bagi Pelaku Menghentikan Cerita Duka


Tindakan kekerasan dan penganiayaan ada hukumannya dalam Islam. Hanya saja, semuanya tergantung seberapa berat kejahatan yang dilakukannya dan itu tergantung kepada putusan hakim serta menyesuaikan dengan aturan agama.


Sebagai sesuatu yang membahayakan bagi korban, tindak penganiayaan dan kekerasan akan ditindak tegas. Dengan begitu, para pelaku tidak akan berani untuk melakukannya karena sanksinya begitu jelas. 


Efek jera yang ada dalam hukum Islam menjadi bukti perlindungan Islam sebagai agama sekaligus panduan kehidupan yang sempurna. Di sana ada perlindungan menyeluruh terkait semua hal termasuk nyawa seorang bayi maupun balita. Dengan begitu, tak akan ada lagi cerita duka berbalut luka wajah-wajah lugu yang tak berdosa. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Gaza Membara: Jika Umat Tak Bergerak Sekarang, Kapan Lagi?

Gaza Membara: Jika Umat Tak Bergerak Sekarang, Kapan Lagi?



Namun tak ada satu pun negeri yang berani bergerak seolah harapan itu hanya angin lalu. 

Mereka tak bergerak karena fitrah mereka telah terkubur oleh kapitalisme sekuler

_________________________


Penulis Vina

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Nutrisionist


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ketika dunia merayakan Hari Raya Idul Adha dengan gema takbir dan hewan kurban, rakyat G4za kembali dihantam bom. Tak ada jeda kemanusiaan, tak ada rasa hormat terhadap hari suci. Serangan udara Zion*s Isra*l justru makin menggila. Sebanyak 17 warga P4lestina menjadi korban jiwa dalam serangan di G4za bertepatan dengan Idul Adha 1446 H. (BeritaSatu.com, 17-06-2025)


Di sisi lain, Zion*s secara sistematis menutup akses warga ke pusat distribusi bantuan pangan dan obat-obatan, menjadikan kelaparan sebagai senjata pembunuh yang pelan, tetapi mematikan. (BeritaSatu.com, 17-06-2025)


Apa yang sedang terjadi di G4za adalah genosida yang membabi buta. Genosida terhadap umat yang dianggap tak layak hidup hanya karena apa yang diyakininya. Bayi-bayi yang bahkan belum sempat mengucap kata pertama dianggap ancaman oleh penjajah hanya karena mereka lahir sebagai muslim keturunan P4lestina. Sungguh, ini merupakan kejahatan yang telah melampaui batas-batas kemanusiaan.


Dunia yang Membisu

Hal yang lebih menyakitkan dari dentuman bom adalah diamnya dunia. Negara-negara besar yang mengaku sebagai pembela Hak Asasi Manusia (HAM) tak lebih dari penonton di tribun. Mereka menyaksikan bayi-bayi mati kelaparan, anak-anak kehilangan kaki dan tangan, dan para ibu menggenggam tubuh anaknya yang sudah tak bernyawa, tanpa satu pun tindakan berarti. Tak ada embargo, tak ada tekanan militer, tak ada pasukan perdamaian yang benar-benar berniat menghentikan penjajahan ini.


Lebih tragis lagi, penguasa negeri-negeri muslim pun bungkam. Mereka hanya sibuk membuat pernyataan-pernyataan kosong yang tak pernah diterjemahkan ke dalam tindakan nyata. Tak ada yang mengirim pasukan atau menyatukan kekuatan. Keinginan umat Islam adalah jihad, mengangkat senjata, dan menolong saudara muslim di P4lestina. 


Namun, tak ada satu pun negeri yang berani bergerak seolah harapan itu hanya angin lalu. Mereka tak bergerak karena fitrah mereka telah terkubur oleh kapitalisme sekuler. Sistem yang hanya mengenal untung rugi, hubungan diplomatik, kepentingan dagang, dan stabilitas kurs mata uang. Dalam naungan sistem ini, pemimpin muslim lebih khawatir kehilangan kontrak ekspor-impor ketimbang kehilangan nyawa saudara seiman mereka.


Nasionalisme: Tembok Pemisah di Tengah Umat Muslim


Nasionalisme yang lahir dari rahim Barat telah membelah umat Islam menjadi lebih dari 50 negara yang terpisah-pisah. Setiap penguasa hanya peduli pada batas wilayahnya sendiri. Meski G4za hancur, mereka akan berkata, “Itu bukan urusan kami.” Inilah kejahatan nasionalisme, sebuah tembok buatan manusia yang menghalangi umat untuk saling membantu dan membela satu sama lain.


Dalam Islam, tidak ada batas negara dalam urusan membela nyawa sesama muslim. Satu tubuh umat Islam semestinya bergerak ketika ada bagian tubuh lain yang terluka. Namun, tubuh umat ini kini seolah mati rasa dan tak punya kuasa. Kenapa? Karena tidak ada satu pun institusi pemersatu umat. Tak ada institusi politik yang bisa menggerakkan pasukan dari Turki, Mesir, Malaysia, Indonesia, dan negeri-negeri muslim lainnya untuk bersatu membebaskan P4lestina.


Khilafah dan Jihad


Seruan jihad yang diharapkan umat Islam bukan hanya sekadar berdasar emosional semata. Ini adalah perintah syariat yang nyata. Namun, jihad sebagai tindakan militer untuk membebaskan wilayah kaum muslim yang dijajah tidak mungkin dilakukan tanpa otoritas negara. Terlebih kita semua tahu, tidak ada satu pun bentuk negara saat ini yang berani menyerukan jihad. Sebaliknya, banyak dari mereka justru menjalin kedekatan dengan Isra*l, baik secara publik maupun privat. 


Di sinilah pentingnya menegakkan Khil4fah, sebuah institusi politik Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah yang berfungsi sebagai pelindung umat (junnah) dan penyeru jihad. Hanya Khil4fah yang akan menjadikan pembebasan P4lestina sebagai agenda politik utama. Hanya Khil4fah yang akan mengonsolidasikan kekuatan umat, menyatukan wilayah-wilayah kaum muslim, dan menggerakkan pasukan untuk membebaskan Al-Quds dan G4za dari penjajahan.


Sebagaimana pernah dilakukan oleh para khalifah sebelumnya, dari Umar bin Khattab hingga Shalahuddin Al-Ayyubi, Khil4fah bukan hanya kisah sejarah, tetapi solusi konkret untuk persoalan umat hari ini.


Menjemput Pertolongan Allah


Namun, Khil4fah tak akan lahir dari langit. Ia memerlukan perjuangan nyata. Dibutuhkan jemaah dakwah ideologis dan konsisten menyerukan pentingnya tegaknya Khil4fah. Jemaah inilah yang terus menyadarkan umat, mendidik mereka dengan tsaqafah Islam, dan menunjukkan bahwa satu-satunya jalan keluar dari penjajahan, krisis moral, dan penderitaan umat adalah dengan meninggalkan kapitalisme sekuler dan menggantinya dengan sistem Islam secara kafah.


Umat sudah seharusnya tidak hanya menjadi penonton yang bersimpati, tetapi menjadi pelaku perubahan. Kita harus berjuang bersama menjemput pertolongan Allah dengan menjawab seruan dari jemaah dakwah tersebut. Karena sebagaimana janji-Nya dalam Al-Qur'an:


“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)


Darah anak-anak P4lestina telah menjadi saksi kebisuan dunia dan kelemahan umat. Sudah waktunya kita berbuat lebih dari sekadar menangis atau mem-posting berita G4za. Bergerak bukan hanya untuk G4za, tetapi untuk seluruh umat yang ditindas. Bukan dengan ilusi solusi tambal sulam, tetapi dengan jalan sistemik menegakkan kembali Khil4fah Islamiah yang akan menyatukan, melindungi, dan membebaskan. [GSM/MKC]