Nota Kesepahaman Rumah Subsidi Solusikah?
OpiniBeginilah tabiatnya sistem kapitalis-sekuler yang membisniskan semua lini kehidupan
sehingga salah satunya masyarakat sulit untuk mengakses perumahan yang dibutuhkan
_________________________
Penulis Ria Nurvika Ginting,SH,MH
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Dosen-FH
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pada Selasa, 2 Juli 2025 lalu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Muarar Sirait melakukan penandatangan nota kesepemahaman dengan Gubenur Sumatera Utara (Gubsu) M. Boby Afif Nasution dan Bupati Deli Serdang H. Asri Ludin Tambunan di Kantor Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Wisma Mandiri 2, Jakarta.
Nota kesepemahaman ini merupakan dukungan pembangunan perumahan subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan Aparatur Sipil Negara (ASN). (desernews.com, 03-07-2025)
Kuota rumah subsidi tahun 2025 ini merupakan terbanyak sepanjang sejarah Indonesia. Kuotanya mencapai 350.000 rumah subsidi. Menteri PKP menerangkan bahwa potensi pembangunan rumah subsidi di Provinsi Sumut masih cukup besar. Dia berharap setiap kepala daerah memiliki data terkait kebutuhan perumahan bagi masyarakat serta kondisi rumah yang perlu mendapatkan bantuan perumahan dan pemerintah. (desernews.com, 03-07-2025)
Penandatanganan nota kesepahaman ini merupakan salah satu langkah dan komitmen Pemerintah Provinsi Sumut untuk menyukseskan program Presiden RI Prabowo Subianto, yakni pembangunan 3 juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Pemprov Sumut sangat mendukung program ini. Apalagi program ini langsung menyasar masyarakat yang lemah secara penghasilan dan ekonomi sehingga bisa memiliki rumah sendiri. Selain itu, ia berharap dapat menghadirkan hunian yang layak bagi masyarakat sehingga berdampak juga bagi peningkatan kehidupan sosial di Sumatera Utara. (desernews.com, 03-07-2025)
Mandulnya Peran Negara Kapitalis dalam Pemenuhan Rumah Untuk Rakyat
Pemerintah kerap kali membuat kebijakan yang sia-sia. Salah satunya program MBR yang sering salah sasaran. Hal ini juga terjadi pada kasus rumah subsidi yang harusnya dibuat untuk menyasar kalangan MBR. Faktanya, para pembeli bukan MBR, tetapi orang-orang yang telah memiliki rumah dan tidak membutuhkan rumah untuk tempat tinggal melainkan untuk investasi. Oleh karena itu, banyak rumah subsidi yang tidak ditempati dalam waktu yang lama hingga rumah tadi pun rusak dan dipenuhi semak belukar.
Selain itu, persyaratan yang harus dipenuhi oleh MBR membuat mereka kesulitan dalam mengakses rumah subsidi tersebut. Harganya yang mencapai ratusan juta rupiah sehingga tidak terjangkau walau dicicil sekalipun. Jangankan untuk hunian yang nyaman dan layak, untuk mencukupi kebutuhan harian saja MBR sudah kesulitan.
Bagaimana mungkin membayar cicilan rumah yang begitu besar. Alhasil, MBR tidak akan pernah bisa memiliki rumah dan rumah subsidi kembali hanya bisa dimiliki orang-orang yang memiliki modal (kaya). Tampaklah di hadapan kita bahwa negara hanya berfungsi sebagai regulator yang tidak memiliki fungsi mengurusi rakyat, tetapi mengurusi para korporasi dalam hal ini di bidang properti.
Faktanya selama berjalannya program rumah subsidi ini ternyata tidak memberikan solusi untuk persoalan rumah. Benang kusut persoalan perumahan ini sejatinya muncul akibat diterapkannya sistem kapitalis-sekuler yang menjadikan fungsi negara hanya sebagai regulator.
Negara berperan sebagai pelayan korporasi melalui berbagai regulasi yang akan memudahkan mereka memperoleh keuntungan. Beginilah tabiatnya sistem kapitalis-sekuler yang membisniskan semua lini kehidupan sehingga salah satunya masyarakat sulit untuk mengakses perumahan yang dibutuhkan karena kebutuhan pokok ini dikomersilkan oleh swasta.
Harganya mahal bahkan mencari lahannya untuk dibangun juga sulit. Ketika memiliki rumah, tetapi sudah tidak layak lagi dihuni diakibatkan ekonomi yang sulit sehingga tidak mampu untuk memperbaiki rumah tersebut. Bantuan dari pemerintah juga sulit untuk diakses.
Rakyat dibiarkan menderita dan mengatasi masalah perumahan sendiri tanpa adanya periayahan dari pemerintah padahal negara seharusnya menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat berupa perumahan yang layak, nyaman, dan aman. Tentu saja ini tidak akan dapat terwujud dalam sistem kapitalis-sekuler yang diterapkan saat ini.
Solusi Islam
Islam merupakan sistem yang mengatur seluruh lini kehidupan sesuai dengan tuntutan syariat yang berasal dari Allah Swt.. Islam mewajibkan negara untuk menjamin kebutuhan pokok seluruh rakyat termasuk mengenai rumah yang layak huni, nyaman, dan aman.
Akses untuk mendapatkan perumahan yang layak pun tidak akan dipersulit dan sesuai dengan mekanisme syariat tanpa syarat-syarat yang memberatkan. Penguasa dalam Islam hadir sebagai pelaksana syariat Islam secara kafah yang menjadikan pemimpinnya (khalifah) memiliki karakter penuh kepedulian dan bertanggung jawab. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Imam (khalifah) adalah raa’in dan penanggung jawab urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Jaminan pemenuhan kebutuhan perumahan tidak hanya dari aspek kuantitas, tetapi juga kualitas. Negara tidak akan memberikan izin swasta untuk menguasai lahan sehingga rakyat sulit mengakses lahan untuk membangun rumah hunian yang layak. Izin pendirian bangunan juga hanya diberikan jika sudah terpenuhi kriteria keamanan termasuk aspek Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan berkonstruksi sesuai kondisi wilayah, seperti tidak mendirikan bangunan di daerah penyangga atau daerah resapan air, kontruksi bangunan tahan gempa dan sebagainya. Ini akan menjadi tugas para ahli di bidangnya. Selain itu, harus dipenuhi tuntutan syariatnya khususnya dari segi fungsi dan model bangunan rumah, serta terpenuhinya kriteria kesehatan.
Oleh karena itu, jika terjadi pelanggaran atas ketentuan izin pendirian bangunan dan RTRW, maka dapat dijatuhkan sanksi yang bersifat pencegah dan membuat jera pelanggarnya termasuk membongkar paksa bangunan yang sudah didirikan.
Ditambah dengan angaran yang berbasis Baitulmal serta sistem politik yang berbasis syariat meniscayakan sumber daya alam bagi pembangunan rumah termanfaatkan secara maksimal bagi terwujudnya kebutuhan rumah bagi setiap individu masyarakat yang layak, nyaman, dan aman untuk dihuni.
Ini semua hanya dapat terwujud dengan diterapkannya sistem Islam secara kafah dalam bingkai Khil4fah Islamiah. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]