Di Balik Penolakan Konser: Liberalisme dan Dekadensi Moral
OpiniFenomena antusiasme generasi muda terhadap konser musik semacam ini sungguh memprihatinkan
Hal ini mencerminkan kondisi kritis generasi muda kita saat ini
______________________
Penulis Namirah Nasir
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Sikap tegas yang ditunjukkan oleh kelompok dan organisasi masyarakat (ormas) Islam di Tasikmalaya menjadi sorotan publik. Mereka sepakat menolak pagelaran konser musik oleh grup band Hindia yang disinyalir kuat sering menggunakan simbol-simbol bernuansa satanisme dalam penampilannya di panggung.
Penolakan ini bukan sekadar bentuk ketidaksetujuan terhadap musik, melainkan wujud keprihatinan yang mendalam terhadap bahaya yang mengancam masa depan generasi muda. (tiktok.com)
Simbol-simbol bernuansa satanik dalam konser tersebut bukan hanya bentuk hiburan yang kosong makna. Akan tetapi, menjadi alat penyebaran ideologi liberalisme yang mengabaikan nilai-nilai tauhid dan akhlak mulia. Ketika umat membiarkan hal-hal seperti ini tanpa sikap kritis, kerusakan moral dan spiritual akan menjadi keniscayaan.
Cermin Buram Kondisi Generasi
Fenomena antusiasme generasi muda terhadap konser musik semacam ini sungguh memprihatinkan. Hal ini mencerminkan kondisi kritis generasi muda kita saat ini. Hilangnya arah hidup, rendahnya prioritas amal, dan ketidaktahuan terhadap tujuan hidup seorang muslim di dunia.
Bagaimana tidak? Konser atau acara sejenis berbahaya karena menampilkan gaya hidup Barat dengan kebebasan tanpa batas. Aturan agama diabaikan atas nama kesenangan sesaat padahal ini adalah racun hedonisme yang merusak akidah dan akhlak.
Abainya Negara dan Standar Ganda
Kemunduran moral dan pemikiran yang terjadi pada generasi muda bukanlah terjadi tanpa sebab. Realitas ini bukan semata-mata karena generasi muda salah memilih jalan, melainkan negara kita dengan sistem sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) yang diterapkan saat ini secara sadar maupun tidak, memfasilitasi terjadinya serangan budaya dan gaya hidup dari Barat yang merusak.
Bahkan dana, tempat, izin, dan keamanan diberikan dengan mudah hanya demi keuntungan. Meski kegiatan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Ironisnya, sikap yang sangat berbeda ditunjukkan terhadap para pemuda muslim yang berusaha mengkaji Islam secara mendalam. Aktivitas dakwah dan kajian keislaman yang bertujuan membentengi generasi muda justru dicurigai, diawasi dengan ketat, dicap radikal, intoleran, anti-NKRI, dan diberi aneka stigma negatif lainnya.
Kebijakan standar ganda ini membuat masyarakat bertanya-tanya, mengapa konser yang jelas-jelas berpotensi membahayakan masa depan generasi muda difasilitasi? Sedangkan kegiatan kajian Islam dan aktivitas dakwah yang bertujuan membentuk karakter generasi tangguh malah dianggap sebagai ancaman. Apakah negara benar-benar peduli terhadap masa depan generasi muda?
Realitas ini menunjukkan kegagalan negara dalam membentuk sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam. Tanpa landasan akidah yang kokoh, kebijakan negara cenderung memprioritaskan hiburan daripada pembinaan moral dan intelektual. Alhasil, generasi muda menjadi sasaran empuk gaya hidup Barat yang menjauhkan mereka dari ajaran Islam.
Islam Membentengi Generasi dari Serangan Budaya
Islam menawarkan solusi menyeluruh melalui sistem pendidikan berbasis akidah dan peran negara sebagai pelindung nilai-nilai luhur masyarakat. Dalam pandangan Islam, negara tidak hanya sebagai pengatur urusan duniawi, tetapi sebagai penjaga akidah dan akhlak rakyat. Pendidikan bukan sekadar proses transfer ilmu, melainkan pembentukan karakter dan spiritualitas berdasarkan tauhid.
Negara yang berlandaskan Islam akan menempatkan pembinaan generasi sebagai prioritas utama. Sistem pendidikan Islam menanamkan kesadaran akan tujuan hidup sebagai hamba Allah, mendorong amal saleh, dan memupuk kepekaan terhadap kemungkaran. Dengan kurikulum yang menanamkan adab dan pemahaman akidah sejak dini, generasi muda tidak mudah terjebak oleh gemerlap hiburan dunia yang menyesatkan.
Lebih dari itu, negara Islam akan tegas dalam menyaring budaya asing. Tidak semua bentuk ekspresi budaya layak untuk diadopsi. Prinsip amar makruf nahi mungkar harus menjadi landasan kebijakan publik, termasuk dalam bidang seni dan hiburan. Hal ini demi melindungi masyarakat dari pengaruh ideologi liberalisme dan hedonisme yang semakin merajalela.
Penolakan terhadap konser-konser yang sarat dengan simbolisme destruktif bukanlah tindakan emosional, melainkan bentuk tanggung jawab intelektual dan spiritual. Umat Islam harus bangkit menuntut perubahan sistemik menuju sistem yang berlandaskan wahyu, bukan hawa nafsu.
Hanya dengan tegaknya sistem Islam, generasi muda dapat terselamatkan dari jurang kehancuran moral, dan bangsa ini kembali kepada fitrahnya sebagai masyarakat yang beradab dan beriman. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]
Namirah Nasir