Alt Title

Seorang Remaja Dibakar Bukti Kapitalisme Gagal Menjaga Nyawa

Seorang Remaja Dibakar Bukti Kapitalisme Gagal Menjaga Nyawa



Inilah realitas ketika hidup di dalam sistem aturan yang dibuat oleh manusia

yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan

_______________________


Penulis Widia Fitriani Sitopu, S.Pd

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Seorang remaja Peri Andika namanya (18) hampir saja kehilangan nyawa setelah dibakar hidup-hidup oleh sekelompok orang di Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Peristiwa ini terjadi pada 6 Agustus 2025. Saat itu PA dan temannya, mengambil 2 karung ubi sekitar pukul 5 pagi. Ternyata aksi mereka diketahui sehingga langsung melarikan diri dengan meninggalkan sepeda motor, dan 2 karung berisi ubi tersebut.


Setelah berhasil kabur, ternyata sore harinya mereka memilih kembali ke kebun ubi dengan niat meminta maaf. Naas, bukan maaf yang di dapat malah ia dibakar dan akhirnya mengalami luka bakar. Dikutip dari Tribunnews.com (12-08-2025) diketahui terduga pelaku pembakaran merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkab Deli Serdang, berinisial HR dan seorang oknum anggota Brimob Binjai yang diduga ikut menganiaya.


Bukanlah hal yang baru, ketika mencuri menjadi salah satu solusi peliknya ekonomi yang mengimpit. Mencuri menjadi lumrah dan kerap terjadi. Ini dikarenakan sempitnya lapangan pekerjaan yang menyebabkan angka pengangguran meningkat. Ditambah biaya kebutuhan pokok melonjak. Imbasnya biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan hidup menjadi mahal dengan penghasilan yang tidak menentu.


Sekularisme Akar Masalah


Kondisi kehidupan saat ini memaksa berbuat apa pun demi mendapatkan materi. Inilah bukti ketika hidup di dalam sistem kapitalis sekuler. Di mana manusia diajarkan untuk mencari materi sebanyak-banyaknya tanpa peduli halal dan haram.


Maka akan wajar banyak penyelewengan terjadi serta membuat masyarakat memilih cara praktis dalam menghasilkan materi. Inilah realitas ketika kita hidup di dalam sistem aturan yang dibuat oleh manusia. Sistem sekularisme yaitu berasaskan pemisahan agama dari kehidupan. Di mana, kita hidup dalam lingkaran yang sebenarnya membelenggu secara struktural dengan tidak sadar menyebabkan kita semua juga menjadi korbannya. Tolok ukur berbuat adalah manfaat tanpa pertimbangan meski sampai merenggut nyawa. 


Kita tentu prihatin atas kekerasan yang menimpa PA. Namun, kita juga harus melihat dari berbagai sisi. Tindakan PA tentu salah dan keliru. Meski akhirnya ia dengan percaya diri mengambil jalan kembali untuk mengakui kesalahannya. Fakta bahwa PA mencuri ubi menjadi bukti bahwa sistem sekuler tidak mampu mewujudkan individu dan masyarakat yang bertakwa. Standar benar salah tidak berdasarkan pada halal haram.


Kemudian kontrol masyarakat terhadap setiap perbuatan yang melanggar syariat tidak berjalan, hingga akhirnya tidak ada pembiasaan untuk amar makruf nahi mungkar. Belum lagi sanksi untuk pelaku tidak ditetapkan dengan tegas. Walhasil, masyarakat akan menormalisasi segala perbuatan yang berpotensi buruk. 


Ada beberapa faktor pemicu yang bisa kita lihat dari kejadian ini, yaitu sikap main hakim sendiri seorang pejabat akan menjadi dalih bagi rakyat untuk berbuat sesukanya. Sebagaimana pepatah mengatakan "Penguasa adalah cermin bagi rakyatnya." Bila pejabatnya menunjukkan sikap minimnya kesadaran hukum dalam merespons kriminalitas dengan main hakim sendiri, maka bagaimana nanti rakyatnya?


Kemudian kontrol emosi yang lemah. Faktor ini disebabkan dalam sistem sekuler kapitalisme yang cenderung emosional dan temperamental. Karena tidak ada batasan yang jelas bagaimana mengelola emosi di saat-saat tertentu. Bagaimana marah yang dianjurkan dan lain sebagainya.


Terakhir, lingkungan sosial dan budaya yang permisif (serba boleh) terhadap kekerasan. Jika terbiasa menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalahnya, maka sejatinya akan timbul masalah baru. Selain dengan cara itu dirasa masalah tidak akan selesai. Miris.


 Solusi dalam Islam 


Dalam kasus PA yang dikeroyok dan dibakar hampir meregang nyawa termasuk kemaksiatan yang sanksinya berupa jinayah. Menurut istilah, jinayah adalah pelanggaran terhadap badan yang di dalamnya mewajibkan kisas atau harta (diat), juga berarti sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap tindak penganiayaan.


Dari setiap anggota tubuh dan tulang manusia, kadarnya harus sesuai dengan kadar sesuai yang tercantum dalam sunah. Sebagaimana HR. An-Nasai dari Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm dari bapaknya dari kakeknya, "Bahwa Rasulullah telah menulis surat kepada penduduk Yaman. Isinya, "Barangsiapa terbukti membunuh seorang wanita mukmin, ia dikenai kisas, kecuali dimaafkan oleh wali pihak yang terbunuh.

 

Dibuat dalam jiwa 100 ekor unta, pada hidung yang terpotong dikenakan diat, pada lidah ada diat, pada dua bibir ada diat, pada dua buah pelir dikenai diat, pada penis dikenai diat, pada tulang punggung dikenakan diat, pada dua biji mata ada diat, pada satu kaki ada ½ diat, pada ma'munah ⅓ diat, pada jaifah ⅓ diyat, pada munaqqilah 15 ekor unta, pada setiap jari kaki dan tangan 10 ekor unta, pada gigi 5 ekor unta, pada muwadldlilah 5 ekor unta, dan seorang laki-laki harus dibunuh karena membunuh seorang perempuan dan bagi pemilik emas, 1000 dinar. Atas dasar ini maka sanksi atas penganiayaan anggota badan adalah diat atau irsyi, bukan yang lain.


Islam menjadikan standar dalam perbuatan seseorang adalah halal atau haram. Di mana segala tingkah laku yang dilakukan berdasarkan hukum syarak sehingga terbentuk ketakwaan individu di tengah- tengah masyarakat.

 

Sistem  ekonomi dalam Islam juga memiliki pengaturan baik itu kepemilikan individu, masyarakat, maupun negara. Di dalam Islam, sudah menjadi kewajiban khalifah untuk memberikan jaminan akan kebutuhan dasar masyarakat seperti kisah Umar Bin Khattab di mana beliau memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan primer rakyat. Beliau juga membayar utang-utang dan memberikan biaya kepada para petani agar mereka menanami tanahnya. Hal ini juga berlaku bukan hanya diberikan kepada kaum muslim, tetapi juga kepada orang nonmuslim.


Kemudian dalam Islam juga memiliki kepribadian yang bertakwa kepada Allah sehingga tidak mudah melakukan halal atau melakukkan tindakan mencuri. Semua itu menunjukkan betapa Islam memberikan keberkahan dan kesejahteraan. 


Demikianlah ketika Islam menjawab setiap solusi problematika kehidupan. Maka sudah sewajarnya kita mengganti sistem hari ini dengan sistem yang menjaga darah, harta, dan kehormatan rakyatnya, di bawah naungan sistem Khil4fah. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]