DPR Versus Majelis Umat Siapa yang Lebih Unggul?
OpiniIslam mempunyai Majelis Umat untuk memberikan masukan, kritik, dan mengoreksi pemerintahan
yang tidak mengurusi rakyatnya secara benar, sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.
______________________
Penulis Harnita Sari Lubis
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Indonesia tengah dilanda gelombang demonstrasi yang terjadi hampir di seluruh wilayah sejak Senin (25-08-2025).
Dikutip dari cnbcindonesia.com, (28-08-2025) Aksi unjuk rasa dilaksanakan didepan Gedung DPR/MPR RI Jakarta. Bahkan aksi unjuk rasa ini dilakukan di beberapa kota besar lainnya. Ribuan massa yang terdiri dari mahasiswa, buruh, pengemudi ojek online, hingga masyarakat sipil turun ke jalan untuk menyuarakan tuntutan mereka.
Situasi makin memanas pada Kamis (28-08-2025) setelah seorang pengemudi ojek online tertabrak kendaraan aparat yang membuat aksi berubah menjadi kerusuhan. Demo besar-besaran dibeberapa daerah di Indonesia dipicu oleh para anggota dewan yang berjoget-joget di gedung DPR seolah-olah meremehkan masyarakat Indonesia. Karena masyarakat keberatan mengenai tunjangan anggota DPR yang fantastik.
Minimnya Moral Pejabat dalam Kapitalisme
Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menaikkan pajak disegala lini kehidupan, termasuk menghidupkan murottal Al-Qur'an ditempat keramaian, atau di cafe restoran akan dikenakan pajak, dan menghebohkan lagi dengan menyatakan guru adalah beban negara. Berita ini membuat masyarakat gerah akan kelakuan para pejabat di Indonesia saat ini.
Tak kalah menghebohkan lagi pernyataan anggota DPR Syahroni yang menyatakan terus berulang kali bahwa masyarakat "tolol" karena ingin membubarkan DPR sehingga kemarahan masyarakat makin memuncak. Bagaimana tidak memuncak? Di saat kehidupan sekarang lagi susah-susahnya, semua kebutuhan hidup pada naik, pekerjaan sulit, para pedagang mengeluh akibat daya beli sangat berkurang sekali. Miris, di sisi lain para pejabat berjoget ria di gedung DPR tanpa malu dilihat oleh rakyatnya yang sekarang lagi mengalami impitan hidup.
Kalau kita berpikir secara akal sehat, semua kemarahan rakyat akibat perbuatan para pejabat. Akibatnya banyak aksi demo menginginkan agar tunjangan DPR ditiadakan. Menurut masyarakat, tunjangan yang banyak membuat anggota dewan terlena dengan kemewahan hidup. Sementara rakyatnya banyak sekali yang kesusahan. Bahkan sampai detik ini masyarakat masih marah dengan kelakuan para anggota dewan yang semena-mena terhadap rakyatnya dan takut miskin.
Begitulah ketika pengurus rakyat di era kapitalis ini. Mereka tidak sunguh-sungguh mengurusi rakyatnya dan hanya memikirkan keuntungan semata. Ketika mereka berkuasa maka para pemegang modal yang diberikan kesenangan dan kekuasaan. Lihatlah bagaimana pemegang perusahaan besar dapat mengontrol para pejabat. Mereka duduk berdampingan dan para pejabat dengan hormat dan patuh ketika para pengusaha besar itu mendatangi mereka.
Di sisi lain, para pejabat enggan menjumpai masyarakat yang ingin mengeluarkan aspirasi dan kritik padahal sejatinya mereka adalah para pengurus rakyat. Inilah sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga para pejabat tidak memiliki lagi norma-norma dalam mengurusi rakyatnya. Malah terkesan mempunyai hati baja untuk menindas rakyatnya.
Majelis Umat dalam Islam
Solusi paripurna di dalam Islam aturan bernegara ditetapkan oleh Al-Qur'an dan hadis Rasulullah. Islam mempunyai Majelis Umat untuk memberikan masukan, kritik, dan mengoreksi pemerintahan yang tidak mengurusi rakyatnya secara benar sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Swt..
Allah Swt., dalam firman-Nya yaitu:
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ٣
Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (TQS. Al-Maidah ayat 3)
Islam tidak anti-kritik kepada penguasa. Pada saat masa Kekhalifahan Umar bin Khattab ketika menyatakan bahwasanya mahar untuk wanita tidak boleh lebih dari 400 dirham. Lalu ada seorang wanita mengoreksi Khalifah Umar, bahwasanya di dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 20 yang menyatakan lelaki tidak boleh mengambil sedikitpun maharnya kepada istrinya, meskipun dalam jumlah banyak. Ayat ini mengabarkan bahwasanya sah saja kalau lelaki memberikan mahar yang sebanyak-banyaknya kepada calon istrinya jika si lelaki mampu.
Akhirnya Khalifah Umar menyadari kesalahannya menerima koreksi rakyatnya dan membolehkan lelaki untuk memberikan mahar sebanyak-banyaknya kepada calon istrinya.
Begitulah ketika Islam memimpin suatu negeri, semua kritikan dan saran oleh rakyat diterima pemimpinnya. Bukan seperti saat ini para pemimpin dan anggota DPR yang tidak mau dikritik, dan saran oleh rakyatnya. Bahkan DPR membuat hukum-hukum yang dibuat oleh manusia sehingga akhirnya menyengsarakan rakyatnya.
Maka dari itu, sepatutnya umat Islam kembali ke sistem Islam dalam naungan Khil4fah agar rakyat dapat didengar aspirasinya. Rakyat diurus oleh khalifah (pemimpin Islam) yang mempunyai ketakwaan individu sehingga tidak akan semena-mena terhadap rakyatnya. Insyaallah terjamin kesejahteraannya baik itu muslim maupun nonmuslim. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]


