Alt Title

Guru Bukanlah Beban Negara

Guru Bukanlah Beban Negara



Para guru saat ini terutama guru honorer adalah profesi paling terdampak

sebab mereka benar-benar tidak mendapatkan kesejahteraan

_________________________


Penulis Siti Alifyah Nurhaybah

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Baru-baru ini dunia pendidikan geger dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan bahwa guru adalah beban negara. Video ucapannya pun viral tanpa menunggu waktu lama. Masyarakat terutama guru honorer pun memberikan respons keras karena merasa terhina. Kecaman yang sama juga muncul dari berbagai pihak yang merasa prihatin dengan nasib para pendidik di negeri ini. Namun, tak lama kemudian Kementerian Keuangan (Kemenkeu) langsung pasang badan.


Deni Surjantoro selaku Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu mengatakan bahwa potongan video tersebut dipastikan tidak benar alias hoaks. Menurutnya, video tersebut merupakan hasil deepfake atau kecerdasan buatan (AI) dari pidato Sri Mulyani dalam Forum Konvensi Sains, Teknologi dan Industri Indonesia di ITB pada 7 Agustus 2025.


Dikutip dari detikFinance, (19-08-2025) Menkeu Sri Mulyani mengatakan, “Ini salah satu tantangan keuangan negara, apakah ini harus semua keuangan negara atau ada partisipasi masyarakat,” kata Sri Mulyani dalam menyikapi permasalahan terkait dengan kesejahteraan guru.


Memang jika dilihat dari segi bahasa, pernyataan yang diungkapkan oleh Menkeu Sri Mulyani secara implisit ini dapat diartikan ke banyak maksud. Tergantung konteks dari kalimat dan apa yang dimaksudkan oleh orang yang berpidato, bukan langsung mengarah ke dalam arti bahwa guru adalah beban. Akan tetapi pada intinya, ungkapan tersebut tetap mengarah pada adanya kesulitan negara, dalam memenuhi kesejahteraan para guru jika guru menuntut gaji tinggi.


Meskipun kita tahu bahwa anggaran pendidikan di Indonesia naik 9,8% dari Rp690 triliun menjadi Rp757,8 triliun. Sayangnya, setiap angka yang tertulis dan tercantum disana kerapkali disalahgunakan dalam alokasinya. Salah satunya bisa berbentuk Penggunaan barang dan jasa, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), atau pungutan liar. Jadi dalam skala terkecil pun, kemungkinan adanya korupsi tetap ada, dan seharusnya pemerintah tegas atas hal ini. Karena sebanyak apa pun pemerintah menggelontorkan dana dari APBN untuk pendidikan, jika tetap terjadi kecurangan di tengah jalan itu semua tidak akan berguna.


Dalam QS. An-Nisa ayat 58 Allah Swt. telah berfirman, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat-amanat kepada pemiliknya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, maka tetapkanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."


Klarifikasi yang diberikan oleh Kemenkeu bertujuan agar tidak ada lagi kecaman atau hujatan yang ditujukan kepada Sri Mulyani. Sekaligus meluruskan opini publik yang sudah terlanjur terprovokasi. Menilik banyak oknum dari berbagai pihak yang menyerangnya.


Meskipun isu tersebut terbukti hoaks, apa yang baru saja viral belakangan ini tetaplah sebuah fakta yang memang terjadi di lapangan. Hal itu tetap akan membuka mata masyarakat, mereka sadar jika nasib guru di negeri ini memang sedang tidak baik-baik saja.


Para guru saat ini terutama guru honorer adalah profesi paling terdampak sebab mereka tidak benar-benar mendapatkan kesejahteraan, bahkan terkadang tidak sedikit dari mereka yang menyempurnakan proses pembelajaran dengan biaya pribadi. 


Di sisi lain, kita tahu bahwa gaji guru sangatlah rendah bahkan seringkali nunggak atau tidak memenuhi standar kebutuhannya. Akan tetapi, nyatanya semangat mereka dalam mendidik tetap tinggi. Bahkan demi keberlangsungan proses pendidikan, mereka pun rela berkorban.


Begitu banyak permasalahan tentang kesejahteraan guru yang kita temukan di negeri ini, mulai dari rendahnya penghasilan, tingginya tingkat kriminalitas terhadap guru karena nihilnya keamanan untuk mereka. Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar, minimnya fasilitas mengajar, hingga kendala transportasi menuju ke sekolah dan masih banyak lagi. 


Kondisi ini seharusnya mampu menyadarkan pemerintah akan pentingnya perhatian serius terhadap guru. Terlebih, guru adalah peran sentral dimana mereka mempunyai andil besar dalam mencerdaskan bangsa. Maka fokus guru pun akan terpecah dengan fokus lain seperti harus mencari penghasilan tambahan demi kebutuhan mereka. Hal ini tentu menjadi faktor besar mengapa efisiensi dalam pembelajaran jadi berkurang, akibatnya kualitas anak-anak yang diajar pun menurun.


Kita tidak bisa menyalahkan guru, atau melabeli mereka dengan istilah yang merendahkan karena itu adalah perbuatan yang tidak tepat sama sekali. Justru negara berkewajiban untuk memberi kesejahteraan yang layak kepada mereka agar bisa fokus dalam mencerdaskan anak bangsa. Sayangnya, apa yang kita harapkan ini sangat sulit terwujud di negara yang bersistem bukan dari Sang Pencipta. 


Berbeda dengan kondisi bagaimana Islam memperlakukan seorang guru. Aturan Islam sangat menghormati ilmu dan pengembannya. Salah satu wujudnya dengan memberikan jaminan perlindungan serta fasilitas untuk peningkatan ilmunya. Seperti pelatihan, diskusi ilmiah, penelitian, buku, dan sarana prasarana penunjang lainnya sehingga kualitas guru bisa dipertanggungjawabkan.


Islam juga menetapkan kriteria tinggi dalam penerimaan guru agar kelak yang ditugaskan untuk mendidik generasi. Tidak hanya unggul dalam intelektual akal saja, tetapi juga harus orang-orang yang bertakwa, berakhlak mulia, memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni, disiplin, profesional, dan memiliki kemampuan untuk mendidik. Negara juga menyempurnakan proses pendidikan semaksimal mungkin, salah satunya dengan memberikan gaji yang tinggi kepada setiap guru.


Di dalam kitab An-Nafahat Wa Idàratuha Fii Daulatil Abbasiyyah Dr.Rudhaifullah Yahya Az-Zahrani menyebutkan bahwa pada masa kepemimpinan khalifah Harun Ar-Rasyid, gaji rata-rata dari setiap pendidik mencapai 2.000 dinar atau setara  dengan RP12,75 miliar pertahunnya. Begitu pun semakin tinggi ilmu pengetahuan seorang guru maka akan semakin tinggi juga.


Di dalam institusi negara Islam, fasilitas terhadap kesehatan, pendidikan, atau keamanan diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat termasuk para guru, sehingga dari jumlah gaji diatas, nominal tersebut tentu lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya.


Jaminan keamanan pun diberikan penuh sehingga kriminalitas atau kasus pembullyan terhadap guru seperti hari ini tidak akan ditemukan lagi. Jika saja hal tersebut dapat terimplementasikan di tengah-tengah kita. Tentulah guru akan fokus dan optimal dalam mendidik generasi. 


Maka sudah saatnya kita renungkan, mau terus bertahan dalam sistem yang penuh kerusakan yang tidak menghargai jerih payah para guru, atau berganti kepada sistem yang di dalamnya penuh dengan kebaikan dan kepastian sebab aturan Islam langsung berasal dari Sang Pencipta, sekaligus Pengatur kehidupan manusia. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]