Delapan Dekade Merdeka: Pendidikan Masih Tertinggal Kesehatan Kian Terabaikan
OpiniSelama negara dikelola dengan sistem sekuler, bidang pendidikan, dan kesehatan
justru hanya dijadikan ladang bisnis seperti yang tampak saat ini.
__________________
Penulis Ika Fath
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Sudah 80 kali Indonesia merayakan kemerdekaan, tetapi cita-cita mencerdaskan bangsa seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 jauh dari harapan. Dua sektor krusial pada suatu negara yaitu pendidikan dan kesehatan masih menjadi PR besar untuk bangsa ini. Masalah pendidikan dan kesehatan merupakan fondasi sebuah negara yang saat ini jauh dari kata ideal.
Permasalahan tidak kunjung menemukan jalan keluar. Alih-alih mengurai masalah dengan pergantian kepemimpinan yang ada hanya menambah masalah baru. Masalah pendidikan meliputi angka putus sekolah, kualitas literasi, ketimpangan akses, gaji guru kurang memadai, kualitas guru buruk, dan fasilitas pendidikan yang tidak layak.
Dikutip dari kompas.co.id (16-08-2025), potret buruknya fasilitas pendidikan tercermin pada SD Negeri 084 Amballong, Sulawesi Selatan. Bangunan sekolahnya jauh dari kata layak, lantainya berupa tanah dengan dinding papan. Beberapa bagian dinding dan Papan tulis kayu mulai rusak. Akses menuju sekolah dengan jalur ekstrem berupa tanah becek yang menjadi kubangan lumpur saat hujan, jalur mendaki/menurun, melewati sungai dengan jembatan kayu yang lapuk dan kecil. Sangat jomplang dengan potret pendidikan di kota-kota besar dengan segala kemudahan akses.
Demikian juga dengan permasalahan di sektor kesehatan seperti sulitnya akses, antrean panjang dan memakan waktu. Ketersediaan obat yang terbatas, minimnya fasilitas kesehatan di daerah, serta rumah sakit milik konglomerat yang belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Hesti Lestari Pengurus Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). Beliau menyampaikan bahwa pelayanan kesehatan di Indonesia belum merata. Dengan jumlah rumah sakit 2.636 unit dan puskesmas sekitar 10 ribu yang dimiliki oleh Indonesia. Namun, jumlah tersebut belum memenuhi standar World Health Organization (WHO). (rri.co.id, 30-07-2025)
Bisnis Bidang Pendidikan dan Kesehatan
Pendidikan dan kesehatan merupakan tonggak pada sebuah negara. Selama 80 tahun Indonesia merdeka, masyarakat yang berada di daerah terpencil tidak pernah merasakan pendidikan memadai, dan pelayanan kesehatan yang layak. Sudah seharusnya pelayanan kesehatan dari negara menjadi hak dasar bagi rakyat dan benar-benar dirasakan manfaatnya.
Selama negara dikelola dengan sistem sekuler, bidang pendidikan dan kesehatan justru hanya dijadikan ladang bisnis seperti yang tampak saat ini. Sistem kapitalis memandang pendidikan merupakan sebuah komoditas bisnis, seperti barang atau jasa yang dapat diperjualbelikan. Orientasinya hanya pada profit, maka penyedia layanan pendidikan lebih banyak digerakkan oleh swasta.
Negara hanya sebagai regulator dan fasilitator bukan sebagai pelaku utama. Pendidikan gratis dan berkualitas yang merupakan hak dasar masyarakat seharusnya menjadi kewajiban negara dalam menyediakannya. Namun sayang, hal itu hanya menjadi ilusi saja dalam sistem kapitalis.
Akibatnya, tidak ada pemerataan akses pendidikan dan pelayanan kesehatan. Hanya di perkotaan yang dapat menjangkaunya dengan mudah. Rakyat kecil di pelosok daerah, khususnya di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) sama sekali tidak merasakannya.
Kapitalis menganggap wilayah-wilayah terpencil tidak memiliki nilai potensial tinggi secara ekonomi, akibatnya sering terabaikan bahkan dengan sengaja dilupakan. Kualitas pendidikan dan kesehatan antara kota dan wilayah terpencil yang tidak seimbang.
Pendidikan berkualitas dengan fasilitas lengkap dibayar mahal, hanya segelintir orang kaya saja yang mampu menikmatinya. Rakyat miskin hanya mendapatkan pendidikan dengan kualitas buruk, dan fasilitas yang tidak layak sesuai daya beli mereka. Di sektor kesehatan, hanya orang kaya saja yang mendapatkan pelayanan kesehatan memadai. Rakyat miskin hanya bisa mengeluh dengan pelayanan kurang sabar, antrean yang lama dan panjang, dan kualitas obat seadanya bahkan tidak ada.
Sungguh ironis, tetapi itulah yang diciptakan oleh sistem kapitalis. Hanya menganakemaskan para kapitalis, tanpa peduli dampak buruk yang berimbas pada rakyat kecil.
Islam Mewujudkan Pendidikan dan Kesehatan Gratis
Berbeda dengan sistem Islam, pendidikan dan kesehatan adalah prioritas utama. Dua sektor vital tersebut menjadi hak mendasar bagi rakyat jika ditinjau dari sisi syariat. Negara wajib memprioritaskan keduanya sebab dalam Islam negara berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat) dalam hal pemenuhan segala kebutuhannya baik papan, sandang, dan pangan.
Seperti yang tertuang dalam hadis. Rasulullah saw. bersabda, “Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR. Al-Bukhari)
Bagaimana negara mampu memenuhi pembiayaan segala kebutuhan rakyatnya? Negara Islam memiliki sumber dana sangat berlimpah dari kekayaan alam yang dikelola berdasarkan syariat Islam. Negara bahkan bisa mengambil harta milik pribadi yang seharusnya jadi kepemilikan umum, agar hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan banyak orang. Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Hasil dari pemasukan negara tersebut dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur yang menjadi akses pendidikan dan pelayanan kesehatan. Semua hal yang terkait dengan kebutuhan rakyat akan diperhatikan dan dibenahi. Seperti fasilitas umum jalan, jembatan, dan transportasi sehingga semua rakyat dari seluruh negara yang bergabung dalam negara Islam bisa merasakan pendidikan dan kesehatan secara baik dan merata.
Walhasil, masyarakat mendapatkan pendidikan yang layak bahkan bisa gratis. Mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi tanpa memandang apakah dia laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin. Semua akan mendapatkan hak untuk mengakses pendidikan. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]