Sulitnya Mengatasi Pengangguran di Sistem Kapitalisme
OpiniSulitnya mencari pekerjaan memang menjadi fenomena besar di negara ini
Padahal jika dilihat, Indonesia mempunyai kekayaan dan sumber daya alam yang melimpah tetapi nyatanya masyarakat sangat sulit memperoleh pekerjaan yang layak
_______________________
Penulis Ari Wiwin
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sulitnya mencari pekerjaan memang menjadi fenomena besar di negara ini. Padahal jika dilihat, Indonesia mempunyai kekayaan dan sumber daya alam yang melimpah tetapi nyatanya masyarakat sangat sulit memperoleh pekerjaan yang layak. Bahkan PHK terjadi di mana-mana sehingga mengakibatkan banyaknya pengangguran.
Sejumlah upaya telah dilakukan oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna. Salah satunya dengan menciptakan lapangan kerja melalui job fair keliling setiap tahunnya. Job fair keliling ini dilakukan di masing-masing kecamatan melalui Dinas Tenaga Kerja yang tahun ini sudah mulai bekerja sama dengan 157 pengusaha dengan program 50 ribu wirausaha muda.
Hal ini dijelaskan oleh Bupati Bandung pada acara Head To Head Laporan keuangan daerah di Panggung Nasional. Bupati juga menegaskan bahwa dengan adanya program ini tercatat 4.100 orang telah mendapatkan pekerjaan. Beliau juga mendorong 10 ribu wirausaha muda sebagai upaya menciptakan lapangan pekerjaan. Mereka akan mendapat pelatihan serta modal tanpa bunga melalui BPR. Selain itu, menargetkan capaian investasi pada tahun 2025 sebesar Rp10 trliun.(CNBCIndonesia.com, 15/8/2025)
Negara dengan limpahan kekayaan alam baik dari hasil tambang, lautan, tanah yang subur, tetapi mirisnya banyak rakyatnya yang miskin dan tidak mempunyai pekerjaan tetap bahkan banyak yang menganggur. Kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin sangat jelas di negara ini. Mirisnya lagi menurut data IMF, Indonesia sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi pada tahun 2024 mengalahkan negara Myanmar, Kamboja, dan Laos. (Kompas.com, 30-04-2025)
Meski ada upaya pemerintah memberikan berbagai keterampilan dan modal usaha. Namun, tanpa pendampingan dan mitigasi yang terus berkelanjutan tentunya rakyat akan sulit berkembang. Bahkan banyak yang berujung kegagalan. Di samping itu, negara masih membuka keran-keran impor yang menambah sulitnya UMKM berkembang karena harus bersaing dengan produk impor yang lebih murah.
Makin sulitnya mencari pekerjaan, meski banyak lulusan yang sudah bergelar sarjana yang dianggap mempunyai skill yang lebih unggul, tetapi nyatanya tetap sulit untuk mencari pekerjan. Ini disebabkan perusahaan banyak membuka lapangan pekerjaan bagi kaum wanita yang dianggap tidak terlalu banyak tuntutan.
Alhasil, banyak ibu rumah tangga yang bekerja mencari nafkah demi menambah penghasilan. Sementara kaum pria menganggur karena sulit memperoleh pekerjaan. Akibat dari sistem ekonomi kapitalisme di mana lapangan kerja dipegang oleh para pemilik modal dan investor, negara tidak bisa berbuat banyak demi menyejahterakan rakyatnya.
Negara hanya menjadi regulator bagi pihak swasta dan asing untuk membuka usaha dengan alasan demi pertumbuhan ekonomi. Padahal para pemodal itu tidak berpihak pada rakyat dan hanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya di tengah sulitnya mencari pekerjaan. Mereka memberikan gaji kecil sehingga tidak menutupi kebutuhan sehari-hari, terkadang memberhentikan pekerja (PHK) secara sepihak tanpa memberikan pesangon.
Sungguh ini adalah bentuk kezaliman sistemik. Rakyat kecil dibiarkan bersaing dalam pasar global tanpa ada dukungan dan kontribusi negara. Kapitalisme juga menjadikan kekayaan alam dikelola oleh swasta dan menjadi rebutan segelintir elit ekonomi sehingga membuat negara sulit untuk menciptakan kemandirian nasional.
Dalam paradigma Islam, negara tidak akan berlepas tangan dalam mengurusi rakyatnya. Penguasa (khalifah) akan hadir dan bertanggung jawab mengurusi persoalan umatnya. Negara justru akan menjamin lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi para kepala rumah tangga, termasuk laki-laki yang sudah balig akan didorong untuk bekerja.
Sedangkan para ibu dan perempuan yang sudah menikah bertugas mengurus rumah tangga sebagai madrasatul ula dan ummu ajyal (pencetak generasi) bagi anak-anaknya. Tidak hanya itu negara akan memberikan jaminan kesehatan, pendidikan, keamanan, sandang, pangan, juga papan sehingga hak-hak rakyat terpenuhi secara sempurna.
Hal itu dilakukan oleh penguasa dalam Islam sebagai bentuk pertangungjawaban pada rakyatnya. Dalam hadis yang berbunyi: "Imam (khalifah) adalah pengurus rakyatnya dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari)
Khalifah Umar Bin Khattab misalnya. Beliau rela memanggul gandum demi memenuhi kebutuhan satu keluarga yang ibunya memasak batu untuk anak-anaknya. Khalifah Umar merasa lalai akan tanggung jawabnya sebagai pemimpin yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah sehingga Khalifah Umar tak segan mengambil, membawa serta memasak gandum itu untuk dikonsumsi keluarga tersebut.
Adapun sumber daya alam sebagai salah satu sumber pemasukan akan dikelola negara secara terpusat. Karena, Islam tidak membolehkan aset publik dikelola dan dikuasai pihak swasta atau pihak asing. Semua harus dikelola oleh negara dan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dalam bentuk jaminan kesehatan dan lain-lain secara gratis. Juga digunakan untuk pembangunan di sektor industri, pertanian, dan jasa yang akan menciptakan jutaan lapangan pekerjaan.
Negara akan mengembangkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam yang mencetak generasi cerdas membangun peradaban Islam. Sehingga masyarakat tidak dihadapkan pada masalah pekerjaan yang sejatinya mudah ketika sektor pertanian, perdagangan, dan industri ada di bawah kontrol negara, yakni negara yang menerapkan Islam secara total. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


