Alt Title
Ironi Pelajar Terperangkap Narkoba dan Tindak Kekerasan

Ironi Pelajar Terperangkap Narkoba dan Tindak Kekerasan



Dengan ini sistem pendidikan sekuler telah gagal dalam mencetak generasi berkepribadian Islam

Kemudian, gerbang kemaksiatan terbuka lebar bagi para penerus bangsa


__________________________


Penulis Ummu Choridah Ummah 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pelajar usia 15 hingga 18 tahun sebanyak lima orang terlibat aksi begal di daerah Penjaringan Jakarta Utara. Korban berinisial O yang telah lanjut usia melaporkan bahwa dirinya telah dibegal saat membawa truk ekspedisi. Korban mengalami luka di bagian kepala dan dagu, sedangkan kaca depan truk pecah akibat serangan pelajar tersebut.


Dengan menggunakan cerulit para pelajar menakuti korban dan berhasil merampas hp Oppo dan uang tunai sebesar Rp400.000.- milik korban. Akibat aksinya pelaku yang masih pelajar dan di bawah umur itu terancam hukuman penjara maksimal 5 tahun penjara. (Beritasatu.com, 08-08-2025)


Di jalan Jendral Sudirman Senayan kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) melakukan pertemuan untuk membuat MoU dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) guna membahas topik tentang penyalahgunaan narkoba oleh pelajar yang telah berdampak kepada masyarakat. Kepala BNN mengatakan hasil survei pervalensi Indonesia tahun 2023, jumlah penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar mencapai 312.000 orang.


Angka ini yang membuat kepala BNN dan kepala Mendikdasmen ingin melakukan MoU guna membangun rumah belajar bagi pelajar yang terjerat narkoba pasca rehabilitasi. Dengan harapan pelajar siap kembali ke sekolah dan belajar pasca tercandu narkoba dengan harapan tidak mengulangi kesalahan yang sama. (BNN.go.id 16-04-2025)


Usia remaja adalah usia anak ingin mencoba hal-hal baru karena keingintahuan dan rasa penasaran yang tinggi sehingga usia remaja rentan terjerat narkoba dan kekerasan. Rasa penasaran yang tidak terpenuhi dengan sempurna akan berubah menjadi bencana bagi masa depan mereka. Kian hari tag line berita membuat hati teriris tak habis pikir, para pelajar mampu melakukan kekerasan yang tidak pernah terpikirkan oleh kita.


Mereka dengan sadar melakukan tindak kekerasan antar pelajar dan mengganggu masyarakat hanya untuk tujuan kesenangan dan melampiaskan keingintahuannya. Selain itu, mereka juga melakukannya dengan tujuan mendapatkan validasi oleh sesama kelompok.


Gerbang Kemaksiatan bagi Pelajar


Dunia dengan kekacauan yang disebabkan oleh kesalahan sistemik tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi dan lingkungan saja. Lebih dari itu dampak fatal adalah kepada pelajar. Berita di atas membuktikan rusaknya generasi saat ini.


Seseorang tidak akan mampu melakukan kejahatan besar bila tidak ada faktor pemicunya. Dalam hal ini, jika ditelisik lebih dalam akar dari persoalannya adalah kesalahan pada sistem yang diterapkan oleh negara dan dunia, yaitu sistem sekularisme kapitalis.


Kapitalisme sekularisme yaitu sistem yang lahir dari buah pemikiran manusia dalam menyelesaikan problematika kehidupan. Sistem ini mengedepankan kebebasan dan mengesampingkan agama, di mana setiap perbuatan dan peraturan dalam hidup tidak boleh dicampuradukkan dengan agama.


Dengan kata lain, sekularisme adalah sistem yang tidak ingin agama mencampuri urusan kehidupan. Agama hanya digunakan untuk ibadah ritual saja sehingga individu bebas melakukan apa pun sesuai  keinginannya. Tidak ada batasan dalam berperilaku, selain batasan yang telah dibuat oleh manusia, yaitu berupa kebijakan-kebijakan negara.


Negara telah membuat berbagai kebijakan yang mengatur tentang kekerasan dan narkoba di kalangan pelajar. Namun, terbukti kebijakan yang dibuat tidak menghasilkan generasi yang baik. Justru sebaliknya, melahirkan generasi yang lemah dalam mengendalikan diri dalam menghadapi problematika kehidupan.


Karena gerbang kemaksiatan terbuka dengan lebar sehingga para pelajar bisa dengan mudah terjebak dalam narkoba hingga kekerasan. Dengan ini, sistem pendidikan sekuler telah gagal dalam mencetak generasi berkepribadian Islam.


Pendidikan yang lahir dari sistem sekuler kapitalis tentu akan menghasilkan pelajar yang sekuler pula, pelajar tidak mengenali jati dirinya sebagai seorang muslim. Bagaimana tidak, pelajar dijauhkan dengan ilmu-ilmu Islam.


Alhasil, para pelajar tidak paham bagaimana semestinya berperilaku, bertindak, dan berpikir sesuai dengan tujuan ia diciptakan oleh Allah, yakni sebagai abdullah. Selain itu, tercipta lingkungan yang tidak mendukung dalam pembentukan generasi cemerlang dengan Islam. Lingkungan islami tidak akan tercipta di tengah sistem serba kebebasan karena Islam memiliki batasan-batasan dalam berperilaku.


Negara telah berupaya membuat berbagai kebijakan yang mengatur tentang kekerasan dan narkoba. Melalui kebijakan yang dibuat pelajar tidak merasa takut dan jera terhadap hukuman yang akan didapat, terbukti kebijakan yang dibuat tidak menghasilkan generasi yang baik. Justru sebaliknya, melahirkan generasi yang lemah dalam mengendalikan emosi diri dan menghadapi problematika kehidupan, tidak heran apabila generasi saat ini dikatakan generasi sandwich.


Pendidikan yang lahir dari sistem sekuler kapitalis juga menghasilkan pelajar yang tidak mengenali jati dirinya sebagai seorang muslim. Bagaimana tidak, para pelajar tidak mampu memahami bagaimana semestinya berperilaku, bertindak, dan berpikir sesuai dengan tujuan ia diciptakan oleh Allah. 


Selain itu, lingkungan yang dibentuk oleh sistem ini tidak mendukung dalam pembentukan generasi cemerlang dengan Islam. Lingkungan islami tidak akan tercipta di tengah sistem serba kebebasan. Kebebasan dalam berperilaku dan mengambil keputusan tanpa mengindahkan hukum-hukum Allah akan merusak masa depan bangsa.


Lingkungan sosial juga telah dicemari oleh konten-konten yang tidak mendidik. Konten yang hanya memamerkan kemewahan dunia dan kesenangan semata. Namun, di balik itu semua ada kewajiban berupa syariat Islam yang ditinggalkan. Dengan ini sistem pendidikan sekuler telah gagal dalam mencetak generasi berkepribadian Islam. Kemudian gerbang kemaksiatan terbuka lebar bagi para penerus bangsa.


Islam Mencerdaskan Generasi


Begitu banyak problematika generasi yang membutuhkan solusi tuntas segera untuk menyelesaikan segala persoalan yang kian menjamur. Masyarakat membutuhkan solusi yang bukan datang dari kepribadian individu saja, melainkan solusi yang datang dari sebuah institusi besar, yaitu negara.


Satu-satunya solusi adalah negara menerapkan sistem Islam dalam setiap aspek, baik pendidikan, ekonomi dan sosial sehingga akan tercipta lingkungan yang islami. Para pelajar dapat bertumbuh menjadi generasi muslim yang beradab. Dalam surah Az-Dzariyat ayat 56 Allah berfirman: "Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."


Islam tidak membiarkan manusia luput dari misi penciptaannya. Karena itu, Islam mengatur sedemikian rupa supaya manusia mengetahui batasan-batasan dalam bertindak. Islam mengatur sistem pendidikan berbasis akidah Islam dari jenjang pendidikan dini hingga perguruan tinggi. Negara akan berperan sebagai penanggung jawab penuh atas segala urusan umat.


Sistem pendidikan Islam tidak hanya fokus kepada perkembangan nilai akademis semata. Melainkan membentuk kepribadian Islam kepada para pelajar. Dari sini, lingkungan akan tercipta suasana islami yang akan menghasilkan generasi-generasi islami. Generasi yang memahami Islam sebagai kontrol dalam berperilaku serta menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.


Sebuah negara yang menerapkan sistem Islam akan mengatur sedemikian rupa dalam penayangan dan konten-konten di media sosial. Negara akan memanfaatkan media sebagai sarana untuk pendidikan, informasi, dan dakwah semata.


Alhasil, tidak ada konten-konten yang merusak moral, akhlak, pemikiran dan emosional generasi. Hanya akan ada konten-konten yang mendidik, dan membentuk karakter yang kuat. Semua ini hanya bisa diterapkan oleh negara berbasis Islam dan dipimpin oleh satu kepemimpinan. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Tunjangan DPR Fantastis: Wajah Buram Demokrasi Kapitalisme

Tunjangan DPR Fantastis: Wajah Buram Demokrasi Kapitalisme



Untuk bisa duduk di kursi legislatif, kandidat mesti mengeluarkan biaya besar

Wajar apabila sudah terpilih, ada dorongan kuat untuk 'balik modal' melalui fasilitas, proyek, dan tunjangan

____________________
 

Penulis Perawati
 
Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Kemewahan Wakil Rakyat, Luka Kolektif  Publik


Di tengah kondisi ekonomi rakyat yang makin melemah, berbeda fakta dengan para anggota DPR. Mereka memperoleh pendapatan di atas Rp100 juta per bulan. Tentu ini memunculkan kegaduhan publik. (BeritaSatu.com, 21-08-2025)


Adapun rincian fasilitasnya termasuk tunjangan bahan bakar senilai Rp7 juta dan tunjangan beras mencapai Rp12 juta setiap bulan. (Tempo.com, 20-08-2025)

 
Berbanding terbalik dengan kondisi rakyat. Banyak keluarga menengah yang terpaksa “makan tabungan” demi menutupi kebutuhan harian. Fenomena ini muncul karena pendapatan stagnan dan biaya hidup yang melonjak drastis. (CNBCIndonesia.com, 08-08-2025)


Kondisi yang sangat kontras dan menusuk hati. Di satu sisi, masyarakat berjibaku mencari cara untuk bertahan hidup. Di sisi lain, para wakil rakyat justru dimanjakan dengan fasilitas berlimpah. Keadilan sosial tidak tercipta, fondasi kebijakan publik runtuh, kesejahteraan rakyat makin jauh dari harapan.
 

Demokrasi Kapitalistik dan Produksi Ketimpangan


Fenomena tunjangan DPR tidak berdiri sendiri. Ia adalah cerminan dari watak asli demokrasi kapitalistik. Dalam sistem ini, jabatan politik bukan sekadar ruang pelayanan publik, melainkan juga instrumen akumulasi kekayaan. Untuk bisa duduk di kursi legislatif, kandidat mengeluarkan biaya besar. Wajar apabila sudah terpilih, ada dorongan kuat untuk 'balik modal' melalui fasilitas, proyek, dan tunjangan.
 

Parahnya, demokrasi memberi kewenangan kepada DPR untuk menentukan sendiri fasilitas mereka. Dalam praktiknya, mekanisme check and balance yang seharusnya melindungi kepentingan publik sering berubah menjadi formalitas belaka. Kesenjangan pun menjadi keniscayaan. Kebijakan yang dihasilkan cenderung memihak elite, bukan rakyat.
 

Inilah wajah nyata demokrasi kapitalistik: kekuasaan berada di tangan segelintir orang, sementara suara rakyat hanya jadi alat legitimasi. Kesejahteraan publik tersubordinasi di bawah kepentingan modal dan elite politik. Pada titik ini, masalah bukan lagi soal perilaku individu, melainkan cacat sistemik yang melekat pada fondasi demokrasi itu sendiri.
 

Jabatan Adalah Amanah, Bukan Privilege


Berbeda dengan demokrasi, Islam memandang kekuasaan sebagai amanah, bukan hak istimewa. Dalam sistem Islam kafah, anggota majelis umat (lembaga setara DPR) bukanlah pemilik kuasa mutlak, melainkan pengawas kebijakan. Fasilitas mereka diatur secukupnya dan tidak ditentukan sendiri, melainkan dibatasi oleh syariat.
 

Allah Swt. menegaskan: “Janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan cara dosa…” (QS. Al-Baqarah: 188)
 

Ayat ini menunjukkan bahwa memanfaatkan jabatan untuk mengambil hak rakyat adalah bentuk kezaliman. Dalam Islam, fasilitas negara adalah amanah publik, bukan hak eksklusif pejabat.

 
Rasulullah saw. juga bersabda: “Pemimpin adalah pengurus dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
 

Dengan pemahaman ini, seorang pejabat tidak boleh menjadikan jabatannya sebagai sarana memperkaya diri. Mereka justru dituntut untuk hidup sederhana, mendahulukan kepentingan umat, dan menghindari fasilitas berlebihan.

 

Menghadirkan Negara yang Melayani


Sistem Islam kafah menghadirkan tata kelola negara yang berbeda secara fundamental. Ada beberapa prinsip utama yang menjadi fondasi:
 
1. Akidah sebagai landasan kebijakan semua keputusan negara bersandar pada syariat, bukan kepentingan kelompok atau kesepakatan politik. Kemaslahatan umat menjadi orientasi utama, bukan keuntungan elite.
 

2. Fasilitas pejabat yang terukur. Anggota majelis umat hanya mendapatkan kompensasi secukupnya untuk kebutuhan hidup layak. Tidak ada konsep tunjangan mewah, karena jabatan adalah bentuk pelayanan, bukan privilege.
 
 
3. Transparansi pengelolaan Baitulmal. Setiap pemasukan negara — baik dari zakat, kharaj, jizyah, maupun sumber daya publik — dikelola sepenuhnya untuk kepentingan umat. Penyalahgunaan amanah langsung dikenai sanksi tegas berdasarkan hukum syariat.
 
 
4. Hisab akhirat sebagai pengikat moral. Kesadaran bahwa setiap keputusan akan dihisab di hadapan Allah membuat pejabat Islam lebih berhati-hati. Integritas lahir bukan dari pengawasan manusia, melainkan dari kesadaran iman.
 
 
5. Kesejahteraan rakyat sebagai prioritas. Islam mewajibkan negara menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, mulai dari pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, hingga keamanan. Dalam sistem ini, fenomena 'makan tabungan' tidak akan terjadi sebab negara memastikan standar hidup layak untuk seluruh warganya.

Perlu Perubahan Paradigma dan Sistem


Fenomena tunjangan DPR adalah cermin betapa dalamnya jurang antara elite dan rakyat. Selama sistem demokrasi kapitalistik menjadi fondasi, ketimpangan akan terus berulang. Perbaikan personal atau pergantian figur tak akan membawa hasil signifikan bila sistemnya cacat sejak dasar.
 

Islam kafah menawarkan jalan keluar yang sistemik. Negara yang berorientasi pelayanan, bukan keuntungan elite. Dengan mengembalikan seluruh urusan publik kepada aturan Allah Swt. keadilan sosial bukan lagi sekadar jargon, melainkan kenyataan.


Saatnya umat membuka mata, bahwa perubahan hakiki tidak bisa berhenti pada kritik. Kita perlu mengganti paradigma, meninggalkan sistem kapitalistik, dan menjemput kembali syariat Islam sebagai pedoman hidup. Hanya dengan itu, kita bisa menghadirkan negara yang benar-benar melayani rakyat, bukan menindasnya. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Usia 80 Tahun Kemerdekaan Kesejahteraan Hanya Harapan Semu

Usia 80 Tahun Kemerdekaan Kesejahteraan Hanya Harapan Semu

 


Negara yang telah merdeka selama 80 tahun, seharusnya telah mengalami kemajuan pesat dalam berbagai aspek

Terutama pada aspek pendidikan dan kesehatan masyarakat

_______________________


Penulis Sariyulia

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pada tahun ini, kemerdekaan Indonesia telah menginjak usia ke-8 dekade. Arti kemerdekaan itu sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri, tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu dan leluasa.


Jika dilihat dari makna tersebut, negara yang telah merdeka selama 80 tahun seharusnya telah mengalami kemajuan pesat dalam berbagai aspek. Terutama pada aspek pendidikan dan kesehatan masyarakat yang merupakan konsentrasi utama bagi negara. Karena keduanya merupakan pilar fundamental untuk pembangunan sumber daya manusia berkualitas yang dapat mendorong kemajuan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memperkuat daya saing bangsa.


Namun, di tengah usia bangsa yang kian dewasa, peta pendidikan di Indonesia justru masih jauh dari harapan. Contohnya, masih banyak sekolah yang belum memiliki sarana pendidikan yang memadai, terutama di daerah-daerah terpencil.


Sebagai contoh, SD Negeri 084 Amballong, Desa Embonatana, Seko, Luwu Utara, Sulawesi Selatan, merupakan salah satu sekolah dengan ruang kelas yang masih berdindingkan papan dan beralaskan tanah. Bahkan akses siswa dan guru menuju ke sekolah pun sangat mengkhawatirkan. Di mana mereka harus melewati jalur ekstrem dengan jalanan mendaki, menurun, melewati kubangan lumpur bahkan menyeberangi sungai dengan jembatan yang kecil dan mulai lapuk. 


Selain itu, antusias rakyat pada pendidikan belum mengalami kenaikan. Angka partisipasi sekolah (APS) masyarakat Indonesia mengalami penurunan pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan merosot tajam di jenjang pendidikan tinggi.


"Secara nasional, rata-rata lama sekolah penduduk di usia 15 tahun ke atas hanya 9,22 tahun atau setara tamat SMP," ungkap Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani. Lalu juga mengungkapkan bahwa di Papua Pegunungan, rata-rata lama sekolah hanya di angka 5,10 tahun, artinya banyak penduduk belum tamat SD. Kondisi ini dinilai ironis memasuki usia 80 tahun kemerdekaan RI. (cnnindonesia.com, 14-08-2025)


Dalam aspek kesehatan, negara perlu memastikan akses layanan kesehatan yang merata dan berkualitas bagi seluruh masyarakat. Akan tetapi, faktanya kini masih terdapat ketimpangan distribusi tenaga kesehatan, rendahnya rasio dokter, serta perlindungan sosial nakes yang belum merata.


Tentu hal ini memerlukan adanya pemerataan distribusi tenaga kesehatan, fasilitas yang terakreditasi, dan perlindungan sosial bagi para tenaga medis guna memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat. Terutama cakupan pengadaan layanan kesehatan terhadap masyarakat yang terkategori kelompok rentan, yaitu penyandang disabilitas, lansia, ibu hamil, dan anak.


Seluruh ketimpangan pada aspek pendidikan dan kesehatan tersebut di atas merupakan akibat diterapkannya sistem kapitalisme di Indonesia. Kapitalisme hanya memfokuskan pemberian layanan kepada swasta dengan mengutamakan daerah yang dianggap bernilai ekonomi karena keuntungan yang didapat akan lebih tergambar, sementara daerah terpencil terabaikan.


Alhasil, negara hanya berperan sebagai regulator yang menyebabkan pendidikan dan kesehatan diperlakukan sebagai komoditas (barang dagangan atau benda niaga) oleh negara. Akibatnya kualitas sekolah ditentukan berdasarkan kemampuan finansial rakyatnya sehingga akan sangat terasa diskriminatif, timpang, tidak merata, dan tidak adil.


Demikian juga pada layanan kesehatan yang makin sulit didapat untuk rakyat yang miskin. Bahkan terasa sangat diskriminatif bagi rakyat yang menggunakan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan. Tentu kondisi ini berbanding terbalik dengan sistem pemerintahan Islam.


Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an, artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa: 58)


Islam menetapkan negara sebagai raain, yaitu pemelihara, pengurus atau pelindung sehingga negara akan senantiasa memenuhi seluruh kebutuhan dasar rakyat, termasuk pendidikan dan kesehatan.


Dalam Islam, pendidikan dan kesehatan merupakan hak publik sehingga negara Islam menjamin pendidikan dan kesehatan dapat dijangkau oleh seluruh rakyatnya secara gratis, merata, dan berkualitas tanpa diskriminasi. Begitu pun sarana prasarana publik seperti jalan, jembatan, transportasi, dibangun oleh negara guna mendukung akses pendidikan dan layanan kesehatan, tanpa pemungutan pajak.


Negara Islam memiliki sumber dana yang melimpah ruah karena bersumber dari pengelolaan kekayaan alam. Seluruh kekayaan alam akan dikelola oleh negara melalui Baitulmal berdasarkan syariat Islam. Alhasil, pengelolaan sumber daya alam ini akan membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat dan menjadi sumber utama pendapatan negara. Sebagaimana tercatat dalam sejarah kejayaan negara Islam yang berdiri selama 13 abad lamanya. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Merdeka dari Kebodohan Hanyalah Ilusi dalam Kapitalisme

Merdeka dari Kebodohan Hanyalah Ilusi dalam Kapitalisme




Alih-alih menyediakan pendidikan bermutu

berbagai bentuk kebijakan yang dibuat pemerintah malah menjadi alasan keterbatasan masyarakat untuk mengakses pendidikan yang berkualitas

_________________________


Penulis Zulhilda Nurwulan, M. A. 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Masalah  Pendidikan


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Guru itu beban negara! Begitu katanya. Dalam momentum perayaan 80 tahun kemerdekaan. Rakyat disuguhkan berbagai pengkhianatan para pejabat korup yang menikmati kesengsaraan rakyat. Tunjangan para pejabat dinaikkan, gaji yang mencapai Rp100 juta perbulan hingga kenaikan pajak yang mencapai 1000 persen.

 

Gila! Guru dianggap beban padahal tanpa guru maka pendidikan tidak ada gunanya. Gaji guru seringan guyonan pejabat di kursi dewan. Pekerjaannya serius, tetapi gajinya main-main. Sementara para pejabat lebih banyak bercanda, tetapi gajinya melampaui keseriusan pengabdian guru. Lucu!


80 tahun merdeka, tetapi rakyat masih duduk di bangku kebodohan. Peringatan hari anak nasional pun sebatas seremonial belaka. Faktanya, masih banyak anak di Indonesia yang tidak mendapat layanan pendidikan yang optimal. Pelayanan pendidikan makin mahal, hanya segelintir orang yang bisa mencicipi nikmatnya pendidikan yang bermutu. Hingga akhir tahun 2024 tercatat 20,31 % usia muda (15-24 tahun) di seluruh Indonesia yang tidak sekolah, tidak bekerja dan tidak mengikuti pelatihan. (BPS.go.id, 06-02-2025) 


Banyak anak putus sekolah disebabkan tidak mampu membayar dana pendidikan. Alhasil, anak-anak Indonesia masuk dalam daftar salah satu negara yang minim literasi. Bantuan bagi si miskin nyatanya tidak merata di kalangan masyarakat. Perihnya, penerima bantuan kadang merupakan anggota keluarga mampu yang lahir dari keluarga elite. Praktik nepotisme!


Di sisi lain, program zonasi sekolah yang menyebabkan banyak siswa berprestasi yang tinggal di luar  zona sekolah tidak bisa menempuh pendidikan di sekolah-sekolah negeri dambaan. Imbasnya, orang tua harus mengocek dana yang besar untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah swasta yang notabene mahal. Mirisnya lagi, sistem pendaftaran yang menyusahkan orang tua dengan fitur-fitur digital sehingga orang tua harus mengeluarkan dana tambahan untuk meminta bantuan orang lain (calo) agar bisa mengakses link pendaftarn. Sungguh menyebalkan!


Pendidikan Kapitalis, Sarat Kepentingan Elite!


Tak bisa dimungkiri pendidikan kapitalis tidak lepas dari politik praktis. Dari laporan Kompas.com (05-05-2025) dinyatakan bahwa konsistensi kebijakan pendidikan nasional dipengaruhi oleh terpilihnya menteri pendidikan sehingga setiap kebijakan ditentukan oleh menterinya. Tak heran, kebijakan akan berganti seiring dengan pergantian posisi menteri.


Hal ini menjadi salah satu faktor pendidikan Indonesia semakin rapuh. Inkonsistensi kebijakan yang dibuat pemerintah mengakibatkan kekacauan dalam sistem pendidikan itu sendiri. Alih-alih menyediakan pendidikan bermutu, berbagai bentuk kebijakan yang dibuat pemerintah malah menjadi alasan keterbatasan masyarakat untuk mengakses pendidikan yang berkualitas.

 

Belum lagi dana pendidikan yang lebih banyak disunat oleh segelintir elite hingga akhirnya program pendidikan tidak berjalan optimal. Namanya juga kapitalis, berbagai program yang tidak mendatangkan keuntungan materi tentu tidak akan dilirik. Maka wajar saja pendidikan Indonesia makin carut-marut karena kebijakannya disetir oleh kepentingan para elite.


Pendidikan Kapitalis: Mahal Tetapi tidak Bermutu!


Sarat keuntungan materi, berorientasi industri, kurang pendidikan akhlak, berkarakter kapitalis sedikitnya begitulah potret pendidikan bentukan kapitalis. Lagi-lagi, materi menjadi standar kesuksesan pendidikan. Output pendidikan kapitalis tidak jauh dari industri dan uang. Lembaga pendidikan baik sekolah maupun kampus dibentuk ibarat industri yang menghasilkan tenaga siap kerja.


Visi pendidikan nasional yang katanya ingin mencerdaskan bangsa, nyatanya hanya sebuah slogan tertulis, tetapi minim aplikasi. Alih-alih menghasilkan generasi unggul, pendidikan kapitalis malah menutup kesempatan generasi menjadi seorang ahli dengan visi sebagai buruh. Berbagai sarana dan prasarana yang disediakan pemerintah selalu tidak mampu meningkatkan potensi peserta didik.


Kalaupun ingin memiliki sarana yang memadai maka sekolah perlu membuat banyak sekali proposal kebutuhan fasilitas sekolah yang dananya lebih banyak dipotong biaya administratif atau malah menarik iuran dari orang tua. Dari sisi moril, anak-anak hasil didikan kapitalis sangat jauh dari ajaran agama. Alhasil, tawuran, balap liar, narkoba, seks bebas, dan lain-lain kerap mewarnai gaya hidup anak muda hari ini. Inilah rusaknya sistem kapitalis!


Pendidikan Unggul Hanya Ada dalam Sistem Islam


Pendidikan gratis merupakan suatu kewajiban bagi negara. Terpenuhinya pendidikan sebagai kebutuhan pokok individu merupakan tanggung jawab negara. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

 

 الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

 

“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Lahirnya berbagai macam bentuk keilmuan di masa lalu saat Islam berjaya adalah output dari pelayanan negara kepada setiap individu yang ingin menempuh ilmu di tempat manapun bahkan hingga ke luar negeri. Menariknya, dalam negara Khil4fah menempuh pendidikan hingga ke luar negeri bebas visa dan layanan administratif apa pun sehingga tugas dan kewajiban para peserta didik hanya fokus pada mendalami kebidangan ilmu tanpa takut biaya pendidikan. Biaya pendidikan disediakan oleh negara melalui Baitulmal untuk dipakai memenuhi seluruh kebutuhan pokok individu salah satunya kebutuhan pendidikan.


Negara wajib memastikan kebutuhan pendidikan merata untuk seluruh rakyat agar tidak terjadi ketimpangan. Sistem pendidikan Islam yang dilandasi oleh akidah Islam nyatanya tidak hanya mencerdaskan generasi secara akademik, melainkan mampu melahirkan generasi berkepribadian Islam, generasi yang unggul. Keberhasilan pendidikan Islam pun ditopang oleh kepribadian peserta didik dengan akidah islam yang kokoh, tunduk pada syariat Islam dan berfokus pada penerapan hukum Islam. 


Rasulullah saw. bersabda,

 

مَنْ خَرَجَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ كَانَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى يَرْجِعَ

 

“Siapa saja yang pergi untuk mencari ilmu, maka ia sedang berada di jalan Allah hingga ia pulang.” (HR At-Tirmidzi).

 

Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Kelaparan Akut Bentuk Genosida Baru di Gaza Palestina

Kelaparan Akut Bentuk Genosida Baru di Gaza Palestina



Apa yang terjadi di G4za adalah kejahatan perang yang dilakukan oleh Zion*s

ditambah lagi dengan bencana kelaparan sistemik sebagai genosida baru. Harusnya menjadikan umat bangkit dari tidur panjangnya


_______________________


Penulis Rahmawati, S.Pd.

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Penderitaan kaum muslim di G4za tak juga kunjung usai. Sejak serangan 7 Oktober 2023, situasi G4za makin mencekam, terlebih ketika Zion*s melakukan blokade total sejak 2 Maret 2025 lalu. Sejak itu pula warga G4za hidup dalam keterbatasan. Krisis pun melanda seluruh sendi-sendi kehidupannya. 


Tak ada lagi kata-kata yang mampu menggambarkan kebiadaban Zion*s Yah*di kejahatan mereka sudah teramat parah. Mereka bahkan tega membuat warga G4za kelaparan akut. Nampaklah kelaparan sebagai cara genosida baru. Saat ini, masyarakat G4za yang merasakan kelaparan hebat telah mencapai 2 juta jiwa. Akibatnya, kelaparan akut, kekurangan gizi (malnutrisi), hingga kematian tengah dialami oleh warga G4za. 


Blokade Isra*l Menambah Penderitaan Warga G4za


Namun liciknya demi menutupi kekejamannya, Perdana Menteri Isra*l Benyamin Netanyahu justru membantah kabar tersebut. “Tidak ada bencana kelaparan di G4za dan tidak ada upaya yang disengaja untuk membuat G4za kelaparan. Bantuan kemanusiaan telah kami buka selama perang berlangsung. Seandainya hal itu benar-benar kami lakukan, warga G4za tidak akan ada lagi,” katanya yang disiarkan melalui Daystar TV, (27-7-2025).


Lucunya, Donald Trump yang selama ini menjadi pendukung utama atas kekacauan yang terjadi di P4lestina justru menolak bantahan tersebut dengan mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Benyamin Netanyahu tidaklah benar. Karena terbukti di media anak-anak terlihat sangat kelaparan. (NPR, 28-7-2025)


Tedros Adhanom Ghebreyesus Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan sekitar 59 ribu warga P4lestina telah dinyatakan tewas sejak oktober 2023. 113 di antaranya meninggal akibat kelaparan. Ini menjadi bukti bahwa blokade Isra*l telah mendorong G4za ke ambang "kelaparan massal." (Republika.co.id, 26-07-2025)


Derita warga G4za makin bertambah. Rasa lapar yang menelanjangi tubuh hingga tinggal tulang. Kita tentu melihat kisah seorang kakek yang sempat viral di jagat maya. Ia meninggal ketika sedang antre untuk mendapatkan makanan. Sungguh ini adalah kejahatan perang yang di luar batas kemanusiaan, bahkan lebih brutal dari dentuman rudal.


Tak puas melihat warga G4za kelaparan, mereka juga membunuh kaum muslim yang sedang mengantre di pusat-pusat bantuan. Beberapa sumber menyebut korban mencapai 147 orang, 88 di antaranya adalah anak-anak.


Hingga 21 Juli 2025, sekitar 1.054 orang jumlah korban jiwa saat sedang berjuang mendapatkan makanan. 766 orang yang tewas di lokasi GHF, dan 288 orang di dekat konvoi bantuan PBB dan organisasi kemanusiaan. Hal ini disampaikan oleh Thameen al-Kheetan selaku Juru Bicara Kantor Hak Asasi Manusia PBB. (Gazamedia, 29-7-2025)


Demikianlah PBB sebagai lembaga dunia yang hanya mampu beretorika meminta Zion*s untuk menghentikan kekejamannya, tetapi veto Amerika membuatnya mandul tanpa daya dan membuat Zion*s makin jumawa.  Tak ada solusi terhadap warga G4za, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada 28-29 Juli 2025 lalu tak membuahkan hasil yang berarti. Mirisnya, Deklarasi New York justru menghasilkan dukungan penuh untuk solusi dua negara yang jelas-jelas bukanlah solusi hakiki. 


Tak bisa dimungkiri, dalam KTT tersebut terdapat para pemimpin muslim yang seagama dengan warga G4za. Hanya saja, mereka sibuk dengan kekuasaannya sendiri tanpa memikirkan kondisi warga G4za. Seraya berlindung di balik narasi soal menjaga hubungan antarnegara dan hukum-hukum internasional.


Mereka lupa bahwa diamnya mereka atas persoalan warga ini, kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Untuk itu, urusan G4za-P4lestina bukan sekadar kemanusiaan. Melainkan urusan keimanan menyangkut pembelaan terhadap sesama umat Islam. Mereka abai terhadap seruan Allah Swt. dan Rasul-Nya. 


Padahal Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Allah Taala berfirman: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lainnya.” (QS. At-Taubah: 71)


Umat Islam telah terpengaruh oleh propaganda Barat bahwa mereka lemah, tak berdaya, dan sulit untuk dipersatukan. Inilah propaganda yang ditanamkan agar kaum muslim menyerah padahal mereka memiliki kekuatan melebihi kekuatan musuh yang bersumber dari akidah Islam dan mampu mempersatukan umat.


Umat Islam Harus Terus Berjuang


Sejarah telah membuktikan bahwa sistem Islam memiliki kekuatan besar yang mampu menjadikan kekuasaan Islam sebagai negara adidaya. Menggetarkan dunia dengan keadilan dan peradaban. P4lestina, Yerusalem dan masjid Al-Aqsha dulu dibebaskan oleh khalifah, bukan oleh gencatan senjata, apalagi diplomasi kosong.


Apa yang terjadi di G4za adalah kejahatan perang yang dilakukan oleh Zion*s, ditambah lagi dengan bencana kelaparan sistemik sebagai genosida baru. Harusnya menjadikan umat bangkit dari tidur panjangnya. Situasi ini pula digunakan sebagai langkah penyadaran umat bahwa solusi tuntas hanya jihad. 


Penyadaran umat harus terus digalakkan. Fakta G4za harus terus disuarakan untuk menggugah kesadaran. Umat harus paham bahwa hanya kekuatan Islam yang mampu mengonsolidasikan kekuatan umat, menyatukan para tentara muslim, dan melakukan jihad yang terorganisir untuk membebaskan P4lestina dan negeri-negeri lain yang tertindas.


Di sinilah peran jemaah dakwah ideologis, harus terus memimpin umat untuk mengembalikan kemuliaan Islam dan kaum muslim yang akan terwujud ketika kekuasaan Islam tegak kembali. Umat harus meningkatkan keterampilannya dalam berdakwah. Caranya dengan menyentuh pikiran dan perasaannya, meningkatkan keyakinan, dan istikamah di jalan dakwah sebagaimana yang ditempuh oleh Rasulullah saw.. 


Selain itu, senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan begitu, kelak semua yang kita lakukan akan membuahkan hasil yang sempurna dan menjadi hujjah bahwa kita tidak tinggal diam ketika agama dan saudara kita terhina dan dijajah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

SWI The Explorer: Petualangan Menjadi Remaja Merdeka

SWI The Explorer: Petualangan Menjadi Remaja Merdeka



Saat kita terlepas dari pemikiran sekuler menjadi pemikiran Islam

maka kita akan bangga mengucapkan "merdeka"

______________________________


Penulis Siska Juliana

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, REPORTASE - Bulan Agustus identik dengan perayaan hari ulang tahun Indonesia, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan merupakan hal yang dirayakan saat ini.


Namun, di tengah perayaannya terselip banyak cerita memilukan. Faktanya, tidak semua masyarakat merasakan kemerdekaan. Mereka masih banyak yang mengalami kelaparan, tidak memiliki rumah, sulit mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. 


Hal ini juga berkaitan dengan kehidupan remaja. Banyak remaja yang masih terjajah pemikirannya. Alhasil, mereka terjerat pergaulan bebas, mengalami penyakit berbahaya, terjebak pinjol dan judol, dan lain-lain. Lantas, timbul pertanyaan benarkah remaja sudah merdeka? 


Untuk menjawab rasa penasaran itu, Komunitas Smart With Islam mengadakan kajian bertajuk "SWI The Explorer: Petualangan Menjadi Remaja Merdeka" pada Ahad, 24 Agustus 2025. Kegiatan ini dihadiri oleh puluhan pelajar dan mahasiswa area Kota Bandung, Jawa Barat. 


Para peserta antusias mengikuti acara ini dari awal hingga akhir. Adanya sesi tanya jawab dan silah ukhuwah bersama peserta menambah pemahaman para remaja muslimah yang menghadiri acara ini. 


Teh Nandiana selaku pemateri menguraikan fakta yang dialami remaja. Misalnya, pergaulan bebas (kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, LGBT, HIV/AIDS), narkoba, judol, pinjol, obesitas, gagal ginjal dan cuci darah secara rutin, kena penyakit lambung, dan lain-lain. Kalau begitu, apakah remaja sudah merdeka? Apa makna merdeka bagi kita?


Ia menjelaskan akar masalahnya. Kerusakan yang terjadi saat ini akibat dari ulah manusia sendiri. Maksudnya perbuatan manusia yang menyalahi aturan Allah


"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rum: 41)


Misalnya, saat ini banyak orang yang tidak risih melakukan kemaksiatan, tetapi merasa asing dengan ketaatan. Jauhnya manusia dari aturan Allah akibat penerapan ide-ide Barat dalam kehidupan kita. Ide kapitalisme sekuler melahirkan gaya hidup bebas (liberal). Jadilah kehidupan ini serba bebas, bablas, bahkan binasa, jauh dari kata merdeka. Hanya ada satu cara untuk mengubahnya, yaitu kembali ke jalan yang benar, jalan Allah


"Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa." (QS. Ar-Rum: 54)


Teh Nandiana mengingatkan bahwa masa muda adalah anugerah terindah, kekuatan di antara dua kelemahan (usia bayi dan tua). Kekuatan ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Remaja memiliki privilege dari Allah, yaitu mempunyai hak menjadi salah satu golongan dari tujuh golongan untuk dapat naungan dari Allah ketika tidak ada naungan selain naungan-Nya. Kunci kemerdekaan hakiki yaitu menjadikan kesempatan hidup yang Allah berikan untuk menjalankan ketaatan (ibadah).


Hal yang harus kita lakukan yaitu: 


Pertama, menuntut ilmu agar memiliki pemahaman Islam.


Kedua, memiliki circle positif yang saling mengingatkan.


Ketiga, menjadikan pola hidup food, fun, fashion berstandar Islam


“Saat kita terlepas dari pemikiran sekuler menjadi pemikiran Islam, maka kita akan bangga mengucapkan MERDEKA," pungkasnya.


Demikianlah cara agar remaja merasakan kemerdekaan yang hakiki. Wallahualam bissawab.

Pajak Mencekik Rakyat Islam Solusi Tepat

Pajak Mencekik Rakyat Islam Solusi Tepat



Rakyat ibarat sapi perah

Hasil keringatnya diperas oleh pemerintah dengan berbagai pungutan pajak


_________________________


Penulis Eva Rahma

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Belakangan ini, kata 'pajak' jadi bahan yang tren dalam obrolan di warung kopi dan timeline media sosial. Bukan karena rakyat makin cinta bayar pajak, tetapi karena beban pajak yang kian mencekik.


Dilansir bbc.com (Rabu, 13-8-2025), ratusan warga di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, turun ke jalan menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak tidak wajar. Aksi protes tidak hanya terjadi di Pati, tetapi merebak di daerah lain, seperti Bone, Cirebon, dan Jombang. 


Di tempat lain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Serasehan Nasional Ekonomi Syari'ah Refleksi Kemerdekaan RI, menyatakan bahwa kewajiban pajak sama halnya dengan zakat dan wakaf. Menurutnya, ketiganya memiliki tujuan yang sama, yaitu menyalurkan harta kepada yang lebih membutuhkan. (CNCBIndonesia.com, 13-8-2025)


Sontak pernyataan Menkeu tersebut makin menambah riuh perbincangan rakyat tentang pajak.


Kezaliman Pajak dalam Kapitalisme 


Gejala menaikan pajak oleh pemimpin daerah disinyalir karena adanya pemangkasan dana daerah oleh pemerintah pusat, sebagai bagian dari efisiensi anggaran. Solusi yang diambil pada akhirnya menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) sebagai upaya mencari pendapatan baru. 


Pajak dalam kapitalisme memang menjadi tumpuan pemasukan APBN ataupun APBD sehingga ketika ada kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat maka pemerintah daerah serentak menaikan Pajak Bumi dan Bangunan berkali-kali lipat. Tidak tanggung-tanggung kenaikan pajak pun berkisar mulai dari 250% hingga 1000%.


Setali tiga uang dengan pemerintah pusat. Mereka tidak segan mencari objek pajak baru, seperti pajak warisan, karbon, rumah ketiga, dll. Semua pajak yang dibebankan menambah rakyat makin susah.


Miris, di satu sisi pemerintah melakukan efesiensi anggaran, di sisi lain justru memalak rakyat tanpa pertimbangan. Kebijakan pajak yang mencekik, merupakan bentuk kezaliman penguasa terhadap rakyat.


Rakyat Korban Kebijakan Sistemis


Pajak dalam kapitalisme secara paksa diambil dari seluruh elemen rakyat tanpa memandang antara rakyat kaya dan miskin. Rakyat ibarat sapi perah. Hasil keringatnya diperas oleh pemerintah dengan berbagai pungutan pajak. Mulai dari Pajak Kendaraan, Pajak Penghasilan(PPN), Pajak Bumi dan Bangunan(PBB), hingga pajak nilai konsumsi, dll.


Lebih parahnya, pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur besaran Pajak Bumi dan Bangunan(PBB). Sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang No. 1/2022. Sehingga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan oleh Bupati setempat. 


Begitulah pajak dalam sistem kapitalisme dipungut untuk memenuhi kebutuhan fiskal negara. Namun, di sisi lain menekan rakyat sehingga kondisi ekonomi rakyat makin terpuruk dan jatuh pada jurang kemiskinan.


Kapitalis Untung Rakyat Buntung


Indonesia adalah negeri dengan sumber daya alam yang melimpah. Dengan sumber daya alam yang dimiliki, Indonesia berpotensi menjadi negara kaya dari pengelolaan sumber daya alam yang ada. Namun, ketika negara menerapkan ekonomi kapitalisme, SDA yang melimpah ini tidak mampu menjadi pos pendapatan negara andalan.


Negara yang menganut kapitalisme justru menyerahkan sumber daya alam (SDA) untuk dikelola individu, pihak swasta, dan negara asing. Mereka legal menguasai SDA melalui kemudahan undang-undang yang disahkan negara.


Di sisi lain, untuk memenuhi fiskal negara, pemerintah mengaruskan pungutan pajak. Dalih yang dinarasikan untuk kesejahteraan rakyat dan subsidi dalam perlindungan sosial, pelayanan kesehatan, pendidikan, subsidi pupuk, dan sebagainya. Namun, faktanya rakyat belum merasakan kesejahteraan itu.


Uang hasil pajak justru digunakan untuk proyek-proyek yang menguntungkan kaum kapitalis. Di antaranya pengembangan Infrastruktur berupa pembangunan jalan, jembatan, dan gaji pegawai pemerintahan. 


Anehnya, kewajiban pajak terhadap para konglomerat mendapat keringanan seperti, insentif pajak dan tax amnesty. Dari sini jelas pemerintah tidak berlaku adil. Para kapitalis dianakemaskan, sedangkan rakyat kian jadi sapi perahnya.


Islam Solusi Tuntas


Islam sebagai yang sempurna, aturannya lahir dari Allah Swt. Zat Yang Maha Adil. Islam memiliki aturan yang khas dalam pengelolaan harta rakyat.


Dalam pandangan Islam, tidak ada kewajiban membayar pajak bagi harta rakyat. Islam justru mengharamkan pungutan pajak. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya:


"Tidak akan masuk surga pemungut pajak (cukai)." (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim)


Begitu pun dalam telaah kitab Al-Amwal karya Syekh Abdul Qadim Zallum dijelaskan pajak dalam Islam hanya diambil ketika kas negara kosong dan memerlukan dana ekstra untuk kebutuhan yang mendesak, seperti ketika terjadi bencana, dan pembiayaan jihad. Dengan demikian, pajak dalam pandangan Islam bersifat sementara dan hanya diambil dari lelaki muslim yang kaya. 


Adapun zakat merupakan suatu kewajiban bagi para pemilik harta yang sudah mencapai nisab dan haul. Harta zakat ini merupakan salah satu pos pendapatan pemasukan negara. Demikian pun dalam pengeluaran dan distribusinya pun memiliki pos khusus, yaitu hanya diperuntukkan bagi 8 asnaf sebagai ketetapan hukum syariat. 


Allah Swt. berfirman yang artinya: "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, miskin, Amilin, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah (jihad fisabilillah) dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah (9): 60)


Zakat yang dikeluarkan seorang muslim bertujuan sebagai pembersih atas harta yang mereka miliki. Ciri khas ini tidak ada dan tidak sama dengan pungutan pajak. Adapun wakaf bukan sebuah kewajiban melainkan sunah.


Di dalam sistem ekonomi Islam, Baitulmal atau kas negara memiliki banyak pemasukan, bukan semata dari pajak saja. Sumber pendapatan negara Islam berasal dari jizyah, ghanimah, fa'i, kharaj, SDA milik umum, hasil laut, hasil hutan, berbagai hasil tambang, dll.


Sumber daya alam merupakan salah satu pemasukan terbesar bagi Baitulmal. Maka pengelolaan SDA tidak akan diserahkan kepada individu ataupun swasta. Sumber daya alam ini akan dikelola oleh negara. Adapun hasil penjualannya akan dipergunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat dalam bentuk pendidikan, kesehatan, keamanan, dan menjamin ketersediaan pangan, sandang, dan papan.


Dari sisi ini jelaslah bahwa selama Indonesia memakai aturan ekonomi kapitalisme, kesejahteraan rakyat sulit terwujud. Sejatinya hanya akan menjadi beban, bukan solusi.


Islam menawarkan konsep yang adil bagi rakyat dan kuat bagi negara. Saatnya kita memilih, apakah akan terus diperas oleh sistem pajak yang mencekik, atau kembali kepada sistem Islam yang benar-benar berpihak pada kesejahteraan rakyat. Wallahualam bissawab. [Eva/MKC]

Pendudukan Gaza Sudah Berlangsung Sejak Lama, Bebaskan Segera!

Pendudukan Gaza Sudah Berlangsung Sejak Lama, Bebaskan Segera!




Hanya dengan Islam solusi hakiki akan terwujud

Jihad fii sabilillah di bawah komando khalifah adalah jalan syar’i untuk membebaskan P4lestina


_______________________


Penulis Fatimah Al Fihri

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pendudukan Isra*l atas P4lestina bukanlah isu baru. Selama lebih dari 75 tahun, rakyat P4lestina hidup dalam penindasan, kehilangan tanah, hak, bahkan nyawa. Baru-baru ini pernyataan Perdana Menteri Isra*l Benjamin Netanyahu kembali menuai kecaman global. Ia secara terbuka mengungkapkan rencana untuk melakukan full occupation atau pendudukan penuh atas G4za. (CNBCIndonesia.com, 08-08-2025)


Pernyataan ini seolah menegaskan strategi lama Zion*s yaitu menghapus eksistensi bangsa P4lestina dengan merebut seluruh wilayahnya. Reaksi keras datang dari berbagai pihak. Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mengecam keras langkah Isra*l menyebutnya sebagai pelanggaran berat terhadap hukum internasional.


PBB dan sejumlah negara lain turut melayangkan protes, menegaskan bahwa langkah Isra*l hanya akan memperparah penderitaan rakyat G4za yang selama ini hidup di bawah blokade dan bombardir (BBC Indonesia, 2025; Kumparan, 2025). Namun, jika ditelusuri, pernyataan Netanyahu bukanlah hal mengejutkan sebab sejak 1948 agenda Zion*s memang tidak pernah berhenti yaitu memperluas tanah jajahan dengan mengusir, menekan, dan melumpuhkan bangsa P4lestina.


Upaya Penggiringan Opini


Jika kita cermati, opini publik global selalu diwarnai narasi yang berubah-ubah. Di satu sisi, Isra*l kerap melabeli serangan brutalnya sebagai “operasi pertahanan” atau “penumpasan terorisme H4mas.” Namun di sisi lain, fakta di lapangan menunjukkan bahwa G4za justru menjadi sasaran utama perluasan wilayah jajahan Zion*s. 


Pernyataan Netanyahu tentang pendudukan penuh hanyalah upaya penggiringan opini, agar seolah-olah selama ini Israel belum benar-benar berniat menguasai G4za padahal blokade total, serangan udara terus menerus, genosida serta penghancuran infrastruktur sipil sudah berlangsung selama puluhan tahun.


Sayangnya, dunia internasional hanya bisa mengecam tanpa langkah konkret. PBB tidak lebih dari kumpulan forum basa-basi sebab resolusi demi resolusi kerap digagalkan oleh veto negara-negara besar, terutama Amerika Serikat. Akibatnya, penderitaan rakyat P4lestina terus berlanjut, sementara solusi yang ditawarkan hanyalah perundingan, gencatan senjata sementara, atau bantuan kemanusiaan.


Akar masalahnya adalah penjajahan yang sistematis dan berkepanjangan. Penjajahan ini tidak mungkin dihapus hanya dengan kecaman atau bantuan logistik. Penjajahan ini hanya bisa dihentikan dengan mengirimkan tentara untuk melawan Isra*l. Perlu diingat bahwa Israel tidak mengenal bahasa diplomasi, mereka hanya mengenal bahasa pertempuran dengan senjata.


Akar Masalah: Nasionalisme


Pertanyaan yang selalu muncul adalah “mengapa penjajahan ini seakan abadi dan tidak kunjung berakhir?” Salah satu akar permasalahan terletak pada paham nasionalisme. Nasionalisme menjadikan umat Islam terjebak ke dalam batas-batas negara bangsa yang diwariskan kolonial. 


P4lestina dianggap hanya urusan rakyat P4lestina, sementara umat di negeri-negeri muslim lain cukup bersimpati dari jauh. Negara-negara Arab bahkan kerap sibuk dengan kepentingan politik domestik atau tawar-menawar diplomasi dengan Barat, alih-alih benar-benar bersatu membela saudara seiman.


Dalam pandangan Islam, persoalan P4lestina bukan sekadar isu nasionalisme yang sempit, melainkan persoalan akidah dan penjajahan atas tanah kaum muslim. Selama umat masih terjebak pada sekat-sekat nasionalisme, penjajah akan mudah melancarkan agresinya. Zion*s memahami hal ini karena itu mereka terus mendorong normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab agar solidaritas umat makin rapuh.


Islam Sebagai Solusi Hakiki


Islam memandang penjajahan sebagai kezaliman yang harus dilawan hingga tuntas. Allah Swt. berfirman agar kaum muslim tidak tunduk kepada penjajah dan tidak rela ditindas. Rasulullah saw. juga mencontohkan bahwa ketika ada bagian dari wilayah Islam diserang, maka kewajiban umat adalah berjihad membela, hingga penjajah terusir. Solusi hakiki untuk membebaskan P4lestina, khususnya G4za, tidak lain adalah jihad fii sabilillah.


Namun, jihad tidak bisa berjalan sempurna tanpa kepemimpinan yang sah dan terpusat. Dalam sejarah Islam, jihad senantiasa dipimpin oleh seorang khalifah, pemimpin tertinggi umat yang mengemban kewajiban menjaga agama dan melindungi kaum muslim. Hanya dengan adanya Khil4fah, kekuatan politik, militer, dan ekonomi umat bisa digerakkan secara total untuk membebaskan P4lestina dari penjajahan Zion*s.


Khil4fah bukan sekadar konsep teoritis, melainkan realitas sejarah yang pernah berlangsung selama berabad-abad. Dalam sistem Khil4fah, umat Islam bersatu tanpa sekat nasionalisme sehingga kekuatan mereka benar-benar diperhitungkan dunia. Ketika satu wilayah umat diserang, maka seluruh kekuatan Khil4fah akan dikerahkan untuk melawan agresi tersebut. Inilah yang tidak dimiliki umat Islam saat ini akibat dominasi sistem nasionalisme buatan kolonial.


Solusi hakiki bagi P4lestina bukanlah menunggu belas kasihan PBB apalagi mengandalkan diplomasi Barat yang nyata-nyata berpihak kepada Isra*l. Solusinya adalah mengembalikan kesadaran umat akan pentingnya persatuan dalam naungan Khil4fah. Melalui Khil4fah, jihad fii sabilillah bisa diwujudkan secara sempurna, dengan komando yang jelas, strategi militer yang terencana, dan tujuan yang pasti mengusir penjajah dari bumi P4lestina.


Pernyataan Netanyahu tentang pendudukan penuh G4za hanyalah bukti bahwa Zion*s tidak pernah berhenti merampas tanah dan hak rakyat P4lestina. Fakta ini seharusnya membuka mata umat bahwa P4lestina telah dijajah selama puluhan tahun dan penjajahan tidak akan pernah berakhir dengan kecaman atau perundingan. Akar masalahnya adalah nasionalisme yang memecah belah umat, membuat mereka lemah dan tidak mampu melawan penjajah secara kolektif.


Hanya dengan Islam, solusi hakiki akan terwujud. Jihad fii sabilillah di bawah komando khalifah adalah jalan syar’i untuk membebaskan P4lestina. Kewajiban umat hari ini adalah berjuang mewujudkan Khil4fah, dengan melakukan dakwah berjamaah bersama jamaah dakwah ideologis.


Inilah satu-satunya jalan yang akan benar-benar menghentikan penderitaan G4za dan membebaskan P4lestina secara total. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Ironi Gegap Gempita Kemerdekaan Negeri

Ironi Gegap Gempita Kemerdekaan Negeri



Merdeka seharusnya tidak hanya lepas dari penjajahan fisik militer

Namun juga lepas dari berbagai skenario dan tuntutan asing

______________________


Penulis Nia Rahmat

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Guru


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Negeri ini baru saja melewati gempita kemeriahan pesta peringatan hari kemerdekaannya yang ke-80. Tanpa mengurangi rasa syukur kita kepada Allah Swt. terhadap apa yang sudah Allah Swt. berikan kepada negeri ini.


Kita tidak bisa menutup mata dengan berbagai realita memprihatinkan di tengah kehidupan rakyat saat ini sehingga seringkali menimbulkan pertanyaan, apakah negeri ini memang sudah benar-benar merdeka?


Di sini, di Garut di mana penulis tinggal, hanya sebanyak 35, 61% warga tinggal di rumah layak huni. Ini merupakan angka terendah kedua di Jabar. Kini, kondisi ekonomi kelas menengah masih pontang panting berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Daya beli lesu dan condong habis untuk urusan pangan dan operasional harian. (Bisnis.com, 15-08-2025)


Aris (31) asal Bandung, merasa keadaan keuangannya rentan sejak pandemi Covid-19 untuk menafkahi istri dan satu anak. Ia bahkan sudah dua kali berganti pekerjaan sejak 2021. (Tirto.id, 06-08-2025)


Ancaman gelombang PHK terus membayangi jika barang-barang impor murah terus membanjiri pasar domestik di tengah menurunnya tingkat konsumsi dalam negeri. Penurunan ini terjadi pada konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah terhadap industri barang dan jasa yang aktivitas bisnisnya bergantung pada permintaan domestik. (Metrotv.com, 08-08-2025)


Video seorang bidan desa, Dona (46), menyebrangi sungai berarus deras untuk menolong pasien di  Pasaman, Sumbar. Jembatan yang menjadi akses penghubung warga untuk melintasi sungai terputus total. Sungguh memprihatinkan perjuangannya untuk menyelamatkan pasien karena terbatasnya sarana infrastruktur yang ada. (detiknews.com, 06-08-2025)


Demikianlah paparan kondisi sebagian rakyat. Namun, saat ini rakyat dininabobokan dengan kemeriahan perayaan kemerdekaan negeri padahal di balik pesta rakyat dan berbagai lomba itu ada realita pahit, kekayaan negeri ini dikuasai asing. Rakyat malah terbebani berbagai pajak sehingga kedaulatan negeri hanya jargon saja.


Wajah Baru Penjajahan di Negeri Kita


Berbagai fakta miris ini sungguh tak layak membuat kita menepuk dada sebagai bangsa merdeka. Rakyat yang begitu kesusahan di era milenial ini ternyata tidak berbeda jauh kondisi ekonomi mereka dengan masa kolonial dahulu.


Jika kita merdeka secara hakiki, usia 80 tahun adalah usia di mana negeri ini seharusnya sudah mencapai kemajuan di tengah berbagai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Merdeka seharusnya tidak hanya lepas dari penjajahan fisik militer, tetapi juga lepas dari berbagai skenario dan tuntutan asing. Tidak manut dan membebek pada mereka. Sadarilah negeri kita belum merdeka. Hanya beralih dari penjajahan fisik militer kepada penjajahan gaya baru atau neokolonialisme.


Penguasa negeri seakan menikmati kondisi neokolonialisme ini karena mereka turut menikmati hasilnya. Sistem ekonomi politik negara penjajah berkelindan dengan berbagai kebijakan materialistis penguasa kita.


Seiring dengan itu, beragam pemikiran dan peraturan kehidupan disusun sesuai jalur sekularisasi dan liberalisasi dalam rangka menghilangkan porsi agama. Program moderasi Islam, dialog antar umat beragama, deradikalisasi, dan sebagainya turut digulirkan. Di sisi lain, dikembangkan narasumber negatif untuk mengalienasi golongan yang tidak disukai rezim penguasa melalui stigma negatif radikalisme, fundamentalisme, Khil4fah, dan Islam kafah.


Sistem kapitalis saat ini jelas tidak berpihak pada rakyat. Namun, berpihak pada segelintir penguasa dan oligarki.


Menurut Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya Mafahim Siyasi, penjajahan  sesungguhnya tidak benar-benar berakhir. Kapitalisme akan selalu berupaya menyebarkan pemahamannya dan mempertahankan pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia. Sedangkan metode yang diterapkan melalui penjajahan berupa penguasaan, pengendalian dan dominasi di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan. 


Setelah  institusi Khil4fah Utsmani runtuh di tahun 1924, negara imperialis melakukan penjajahan militer. Negeri-negeri Islam terpecah sedemikian rupa. Di antaranya, Libya dijajah Italia, Inggris menguasai Palestina, Irak, Yordania, Mesir, kawasan Teluk, dan India, Belanda menjajah Indonesia, Perancis menjajah Aljazair. 


Kemerdekaan Hakiki Hanya dengan Menerapkan Syariat Islam Kafah


Tentu saja kita semua ingin meraih kemerdekaan hakiki karena hidup di tengah penjajahan neokolonialisme sama saja bagi rakyat. Mereka tetap menderita dan jauh dari kesejahteraan. Oleh karena itu, menjadi tugas kita bersama untuk mewujudkan kemerdekaan hakiki tersebut. 


Tugas itu adalah dengan berjuang membebaskan umat dari penjajahan neokolonialisme. Membebaskan umat dari penjajahan ideologi sekularisme-kapitalis, hukum-hukum sekuler warisan penjajah, ekonomi kapitalistik, budaya, dan semua tatanan hidup yang tidak islami. Hal tersebut meniscayakan ditegakkannya syariat Islam secara kafah.


Untuk itu, harus ada upaya dakwah menaikkan level berpikir umat agar tidak menyerah dan akhirnya menerima kondisi buruk saat ini. Umat harus disadarkan agar bisa keluar dari neokolonialisme. Melakukan upaya dakwah penegakkan syariat Islam kafah, mendukung dan tergabung dengan kelompok yang memperjuangkannya.


Jika tegak nanti, negara Khil4fah akan menerapkan Islam sebagai ideologi negara. Sementara penguasa berperan sentral sebagai pelaksana syariat Islam secara total di seantero wilayah negara. Di luar negeri, penguasa melaksanakan dakwah dan jihad.


Menurut Islam, penguasa adalah pengurus dan pelayan umat. Sekaligus sebagai pelindung umat, sebagaimana hadis Nabi Muhammad saw. bersabda yang artinya, "Imam (khalifah), ia adalah ra'in (pengurus), dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari)


Dalam hadis lain Rasulullah saw. bersabda, yang artinya, "Sungguh imam (khalifah) itu adalah perisai, orang-orang berlindung dengan dirinya." (HR. Muslim)


Khalifah wajib menjamin kebutuhan dasar rakyat seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Selain itu, khalifah juga akan mendorong para pengusaha untuk membuka usaha agar dapat menyerap banyak tenaga kerja, sekaligus melarang penumpukan kekayaan pada segelintir orang.


Negara akan menjalankan sistem ekonomi Islam yang mampu menciptakan keadilan. Kekayaan alam diatur sesuai 3 prinsip yang jelas, di mana segala hasil bumi, air, dan energi adalah milik umum yang tidak boleh menjadi milik pribadi atau golongan. 


Keberadaan negara sebagai pengelola hasil bumi. Segala jenis potensi air dan energi kemudian akan mendistribusikan kepada seluruh rakyat dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka dan memberikan jaminan kesejahteraan.


Negara juga akan mengelola pemasukan zakat, jizyah, fa'i, ghanimah, dan kharaj dalam sebuah departemen, yaitu Baitulmal. Negara akan memberikan bantuan kepada fakir miskin dan tidak akan memungut pajak.


Khatimah


Paparan singkat tentang bagaimana penerapan syariat Islam memiliki mekanisme unik dalam memberikan jaminan kesejahteraan hidup bagi seluruh rakyat, memiliki wibawa yang tinggi di antara negara-negara lain, bahkan mampu menjadi sebuah negara adidaya. Hal ini membuktikan bagaimana negara Khil4fah mampu meraih kemerdekaan hakiki. Sejarah panjang rentang peradaban Islam sudah membuktikannya.


Oleh karena itu, tidak ada jalan lain untuk meraih kemerdekaan hakiki hanya dengan menegakkan sistem Islam secara kafah di dalam institusi Khil4fah. Wallahualam bissawab. [Eva/MKC]

Pungutan Pajak Bukti Rapuhnya Sistem Kapitalis

Pungutan Pajak Bukti Rapuhnya Sistem Kapitalis



Akibat diterapkan sistem kapitalis hari ini

negara tidak memilik sumber pendapatan APBN yang mumpuni kecuali dari pajak dan utang

____________


Penulis Vivi Novidianur

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI-Dalam acara Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan RI 2025 di Jakarta, Rabu (13-08-2025) Menkeu Sri Mulyani mengatakan membayar pajak sama seperti menunaikan zakat dan wakaf. Ketiganya memiliki tujuan yang sama, yakni menyalurkan sebagian harta kepada pihak yang membutuhkan.


Menkeu menjelaskan dalam konteks kebijakan fiskal, pajak yang dibayarkan oleh masyarakat akan kembali ke masyarakat. Di antaranya perlindungan sosial hingga subsidi yang manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat. Hal tersebut tentunya dapat dirasakan secara langsung pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah. (CNBCIndonesia.com, 14-08-2025) 


Pernyataan di atas tak lain upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak yang saat ini tengah seret. Pertanyaannya, layakkah masyarakat digiring sebagai masyarakat taat pajak? Sedangkan negara telah menciptakan ketimpangan pada pengelolaan antara potensi SDA serta kebijakan fiskal yang adil. 


Faktanya, SDA yang melimpah dikelola dan dimiliki oleh segelintir pihak (oligarki), sedangkan pembangunan negara bergantung pada pajak yang dibebankan kepada rakyat. Maka sudah seharusnya kita berpikir kritis terhadap tata kelola negara yang salah. 


Tata Kelola Negara yang Salah


Dalam tata kelola perekonomian Indonesia, pajak telah menjadi "tulang punggung" keuangan negara. APBN negara bergantung pada pajak. Di antaranya pajak komsumsi seperti PPN dan PPh dari individu. Tak hanya itu, pemerintah pun mencari objek pajak baru, seperti warisan, karbon, hingga rumah ketiga. Tarif PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) disejumlah daerah naik 200%-1000%. 


Beban pajak yang relatif besar akan menjadi beban masyarakat. Alhasil, terciptalah kemiskinan secara struktural, rakyat kecil akan menanggung beban berat dibandingkan kelompok kaya. Hal ini justru memperburuk kesejahteraan serta menambah kesulitan ekonomi rakyat. Ketika pajak sebagai andalan utama pendapatan negara tidak mencukupi, maka utang menjadi solusi yang diambil. Dari hal tersebut, terlihat jelas menghantarkan pada ketidakmandirian negara dalam mengurus rakyat. 


Sejatinya, Indonesia merupakan negara yang kaya akan SDA. Kekayaan tersebut mencakup berbagai jenis. Di antaranya hutan, laut, pertambangan, minyak bumi, hingga gas alam. Ketika SDA tersebut dikelola dengan baik oleh negara, maka pembiayaan APBN akan lebih dari cukup. Bahkan tidak diperlukan adanya pungutan pajak. 


Sistem Ekonomi Kapitalis


Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan negara saat ini adalah bagian kapitalisme. Dibangun atas dasar akidah sekuler (pemisahan agama dari kehidupan). Maka sistem ini menjadikan pilar utama kepemilikan pribadi. Artinya, individu atau perusahaan boleh memiliki sumber daya ekonomi, termasuk SDA yang menguasai hajat hidup orang banyak tanpa ada batasan. Akibatnya, keuntungan besar yang dihasilkan dari eksploitasi SDA tidak kembali pada rakyat melainkan masuk kantong pemilik modal. 


Sementara itu, hanya dampak negatif yang dirasakan oleh rakyat. Seperti kerusakan lingkungan, konflik sosial, serta hilangnya potensi ekonomi. Alhasil, akibat diterapkannya sistem kapitalis hari ini, negara tidak memilik sumber pendapatan APBN yang mumpuni kecuali dari pajak dan utang.


Hakikatnya pajak jelas berbeda dengan zakat dan wakaf. Zakat adalah kewajiban atas harta bagi muslim kaya. Kekayaannya melebihi nisab serta mencapai haul (setahun). Dalam pengelolaan zakat hari ini minim peran negara. Peran ini banyak dilakukan oleh pengurus mesjid, Ormas Islam atau bahkan lembaga keagamaan tertentu saja. Akibatnya, problem pendistribusiannya yang lambat atau penyaluran tidak tepat sasaran. Sedangkan wakaf hukumnya sunah bukan kewajiban.


Pajak dalam Syariat Islam


Islam sebagai agama dan ideologi yang sempurna menjelaskan segala hal, termasuk sebagai solusi untuk mengatasi kezaliman. Kuncinya ialah dengan kembali pada syariat Islam. Pajak memang ada dalam aturan sistem ekonomi Islam, tetapi ini jelas berbeda dengan pungutan pajak saat ini. Perbedaan pengelolaan APBN dalam sistem kapitalis dengan Islam yang disebut dengan istilah Baitulmal.


Syariat Islam menetapkan bahwa setiap pungutan pajak apa pun kepada rakyat haruslah legal. Artinya, pungutan tersebut harus benar-benar diizinkan syariat dan berdasarkan kepada dalil. Pajak hanya dipungut dari laki-laki muslim yang kaya untuk keperluan penting dan sifatnya insidental, yakni ketika kas negara benar-benar kosong.


Perbedaan prinsip yang menyangkut sumber-sumber utama pendapatan maupun alokasi pembelanjaannya. Seluruh pos pendapatan dan pengeluaran baitulmal (APBN Khil4fah) telah ditetapkan oleh Islam. Dengan prinsip utama ini harus sesuai dengan syariat Islam dan akan memberikan kemaslahatan yang optimal bagi agama dan rakyat.


Khalifah sebagai kepala negara memiliki kewenangan dalam mengatur pemasukan dan pengeluaran dengan berpegang teguh pada syariat Islam. Khalifah tidak boleh menjadikan pajak sebagai salah satu pos pendapatan negara. Dalam pemerintahan Islam, sumber pendapatan APBN Khil4fah sangatlah banyak dan berlimpah. Di antaranya, ada ganimah, fai, khumus, kharaj, jizyah, pajak (dharibah), dan zakat. Selain itu, sumber terbesar pemasukan APBN Khil4fah ialah harta kepemilikan umum.


Semua kekayaan milik umum atau yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikelola oleh negara. Seperti SDA, semua hasilnya pun harus dinikmati oleh seluruh warga negara, muslim maupun nonmuslim. Adapun pengeluaran Baitulmal (APBN Khil4fah), salah satunya yakni delapan golongan yang berhak menerima zakat. 


اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ


"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah: 60)


Allah Swt. telah memberikan solusi hakiki dalam sistem ekonomi APBN Khil4fah (Baitulmal) untuk mewujudkan keadilan ekonomi, pemerataan kekayaan, dan kesejahteraan rakyat. Dengan diterapkannya APBN Khil4fah, rakyat tidak akan terbebani pajak berlebihan, kebutuhan rakyat yang mendasar akan terpenuhi dari zakat dan pendapatan dari SDA yang menjadi kepemilikan umum.


Dengan begitu maka terciptalah pendistribusian kekayaan yang adil, tidak hanya berputar di tangan segelintir orang saja. Namun, terdistribusikan untuk kepentingan umat. Dengan keuangan negara yang stabil, maka tanpa utang luar negeri kebutuhan rakyat akan terpenuhi serta menjadikan negara pada posisi lebih kuat secara ekonomi dan politik.


Hanya Khil4fah beserta syariat yang diterapkan secara kafah akan mampu mewujudkan kehidupan sejahtera bagi rakyatnya. Maka menjadi kewajiban setiap muslim untuk berjuang menegakkannya kembali. Kesejahteraan hidup di bawah naungan Khil4fah pada akhir zaman telah diberitakan Rasulullah saw. dalam sabdanya,


“Akan ada pada akhir umatku seorang khalifah yang memberikan harta secara berlimpah dan tidak terhitung banyaknya.” (HR. Muslim)


Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Kontroversi Pernikahan Dini Liberalisasi Pemicunya

Kontroversi Pernikahan Dini Liberalisasi Pemicunya



Selama negeri ini masih menerapkan sistem sekuler liberal

tentunya kasus-kasus tersebut akan ada dan terus bermunculan

_______________________________


Penulis Haova Dewi

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Maraknya pernikahan anak di bawah umur menjadi salah satu perhatian besar Kementerian Agama di Kabupaten Bandung. Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Kantor Kemenag Kabupaten Bandung Abdul Hanan mengatakan secara regulasi pernikahan bisa dicatatkan di KUA dengan syarat harus berusia minimal 19 tahun. (Kamis, 14-08-2025)


Menurut Abdul Hanan, pemerintah sangat memberikan perhatian yang besar terhadap masalah tersebut. "Pasalnya, pernikahan di bawah usia yang disyaratkan oleh negara memiliki berbagai risiko. Mulai dari unsur psikologis yang belum matang untuk berumah tangga, juga terdapat konsekuensi lain yang bisa merugikan, yaitu unsur kesehatan reproduksi yang rentan. Makanya kami terus berupaya menekan agar pernikahan itu sesuai dengan usia. Kami sendiri memiliki program bernama BRUS," ucapnya.


Melalui program Brus para penyuluh dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bandung melakukan sosialisasi kepada para siswa di sekolah ihwal berbagai hal, termasuk dalam dampak negatif dari pernikahan dini dan itu semua merupakan salah satu upaya agar para remaja tidak terburu-buru untuk menikah di usia remaja. Tidak hanya itu, pihaknya juga melakukan penyuluhan kepada masyarakat umum agar tidak menikahkan anaknya sebelum berusia 19 tahun. (Kamis, 14-08-2025)


Sistem Sekuler Liberal Akar Masalah Pergaulan Bebas


Perbincangan, diskusi bahkan regulasi terkait pernikahan dini terus dilakukan oleh pemerintah seolah tidak ada habisnya padahal faktanya sedikit remaja yang menikah dini karena dorongan keimanan, yaitu ingin menjaga kesucian diri dan agamanya dengan berbekal ilmu. Mereka siap bertanggung jawab sebagai suami istri. Namun, di sisi lain banyak remaja yang menikah dini karena terlanjur hamil di luar nikah akibat pergaulan bebas padahal mereka belum siap secara mental maupun keilmuan untuk memikul tanggung jawab sebagai suami istri. 


Maraknya dispensasi remaja mengajukan pernikahan dini, bukan semata kurangnya pemahaman remaja dan orang tua akan konsekuensi dari pernikahan dini tersebut. Namun, yang paling besar pengaruhnya adalah karena dampak dari pergaulan bebas di kalangan anak dan remaja yang makin mengkhawatirkan akibat pemahaman sekuler liberal yang menancap di benak kaum muslim bahkan remaja.


Secara fakta maraknya pornografi dan pornoaksi menjadikan makin meningkatnya rangsangan seksual pada anak remaja. Di sisi lain, lemahnya akidah mereka menyebabkan mereka makin terjerumus ke jurang pergaulan bebas. Semua itu karena negeri ini menerapkan sistem sekuler liberal.


Alhasil, dalam kehidupan pergaulannya tidak menyertakan agama sebagai benteng, kebebasan yang membabi buta menjadi dasar dalam berperilaku. Selama negeri ini masih menerapkan sistem sekuler liberal tentunya kasus kasus tersebut akan ada dan terus bermunculan.


Solusi dalam Islam 


Menyikapi permasalah ini tentu harus di pandang secara komprehensif. Islam mempunyai solusi yang sangat menyeluruh terhadap permasalahan dalam berbagai aspek di antaranya, yaitu:


Pertama, penerapan kurikulum sistem pendidikan Islam di sekolah. Termasuk di dalamnya sistem pergaulan di dalam Islam yang berkaitan dalam pengaturan pergaulan laki-laki dan perempuan. Di mana Islam mewajibkan bagi laki-laki dan perempuan yang sudah baligh untuk menutup aurat, dilarang berkhalwat dengan yang bukan mahram, diwajibkan untuk ghadul bashar (menundukkan pandangan), diharamkan pacaran dan pergaulan bebas.


Tak kalah penting pendidikan di dalam keluarga juga menjadi faktor yang sangat mendasar bagi pembentukan keimanan anak dan remaja, orang tua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam membentuk akidah yang kuat terhadap anak-anaknya sesuai dengan tujuan QS. At-tahrim ayat 6, pembiasaan dalam melaksanakan berbagai syariat Islam, semisal salat, tutup aurat sehingga ketika anak-anak keluar rumah dalam melaksanakan aktivitasnya, keimanan akan senantiasa menjadi benteng bagi mereka.


Kedua, media informasi mempunyai peran yang sangat strategis dalam mengedukasi masyarakat dengan tsaqafah-tsaqafah Islam sehingga bisa menghadirkan suasana yang islami, menghantarkan ketakwaan kepada Allah Swt., bukan mempertontonkan pornografi-pornoaksi yang pembangkit nafsu biologis pada anak dan remaja untuk melakukan pergaulan bebas. Terlebih mereka sedang masa puber hal tersebut tentu menjadi bahaya bagi mereka.


Tentunya wajib bagi negara mengeluarkan undang-undang yang melarang segala bentuk pornoaksi-pornografi dan hal-hal yang sifatnya mendekati perzinaan. Jika ada yang melanggar, mereka harus mendapatkan sanksi yang menjerakan. Apalagi media porno berdampak pada liberalisasi seks yang makin merajalela. 


Ketiga, pemerintah dengan seperangkat aturannya wajib menerapkan sistem pergaulan dan keharaman zina, serta larangan mendekatinya. Sanksi tegas yang diberikan kepada pelaku zarimah semisal pezina yang belum menikah wajib didera 100 kali cambuk dan boleh untuk diasingkan selama setahun berdasarkan firman Allah Swt. (QS. An-Nur [24]: 2) akan menimbulkan efek jera terhadap pelaku dan akan membuat masyarakat yang lainnya berpikir seribu kali untuk melakukan hal yang serupa.


Demikian solusi yang harus kita lakukan. Namun, tentunya solusi ini hanya bisa terwujud manakala negeri ini menerapkan sistem pemerintahan Islam dan itu semua wajib bagi seluruh kaum muslim untuk memperjuangkannya hingga terwujud. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Menyamakan Zakat, Wakaf, dan Pajak Sebuah Kekeliruan

Menyamakan Zakat, Wakaf, dan Pajak Sebuah Kekeliruan





Dalam Islam pajak disebut dengan istilah dharibah

Namun, pengaturannya dan pendistribusiannya berbeda dengan konsep pajak dalam kapitalisme

________________________


Penulis Sumiati 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI-Menyamakan zakat, wakaf, dan pajak merupakan pandangan yang menimbulkan kontroversi sebab ketiganya lahir dari latar belakang yang berbeda.


Zakat dan wakaf berlandaskan syariat, sedangkan pajak berlandaskan kebijakan negara.


Hal yang Keliru


Rabu, 13-08-2025 Menteri Keuangan Sri Mulyani hadir sebagai pembicara dalam acara Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan RI 2025. Ia menyatakan dalam pidatonya bahwa menunaikan zakat dan wakaf sama seperti menunaikan pajak. Ia berpendapat bahwa menyalurkan sebagian harta kepada pihak yang membutuhkan adalah tujuan dari ketiganya.


Setiap rezeki dan harta yang didapatkan ada hak orang lain sehingga mereka yang mampu harus menggunakan kemampuannya. Sesuai dengan kebijakan fiskal, pajak yang sudah dibayarkan oleh masyarakat akan kembali ke masyarakat terutama untuk kelompok yang berpendapatan rendah. Contohnya, subsidi yang manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat dan program perlindungan sosial lainnya.


Sumber Pendapatan Negara Kapitalisme 


Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang dipungut dari semua warga negara tanpa memandang miskin ataupun kaya. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk membayar pajak tanpa terkecuali. Untuk itu, negara terus berupaya menggiring opini terhadap rakyatnya agar tetap membayar pajak dengan berbagai slogan motivasi. Di antara slogan-slogan tersebut adalah Orang Bijak Taat Pajak, Bangga Bayar Pajak, Ayo Peduli Pajak dan lain sebagainya.


Selain pajak, sumber pendapatan negara lainnya yaitu PNBP (Pemasukan Negara Bukan Pajak) yaitu pengelolaan sumber daya alam seperti minyak dan gas, pertambangan, kehutanan dan perikanan. 


Kekayaan sumber daya alam ini seharusnya menjadi modal utama dalam pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat. Namun faktanya, sebagian besar pengelolaannya dikuasai oleh swasta baik nasional maupun asing. Penyerahan SDA kepada swasta sering dibenarkan dengan alasan efisiensi dan keterbatasan modal. Alhasil, swasta menikmati sebagian besar keuntungannya sedangkan rakyat hanya gigit jari. Padahal dalam amanat UUD 1945: "Bumi, air dan kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat."


Adapun pajak yang sudah diberlakukan diantaranya pajak penghasilan (Pph), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Hotel & Resto, Bea Cukai, Pajak Penjualan Barang Mewah, dan lain sebagainya. Untuk menambah pendapatan lagi, negara berencana mencari objek pajak baru dengan memungut pajak karbon, pajak warisan dan pajak rumah ketiga. Adapun pajak yang sudah ada, nilainya dinaikkan dari biasanya. Sungguh pajak makin mencekik rakyat di tengah mahalnya kebutuhan pokok, kesehatan dan pendidikan.


Mungkin rakyat masih bisa terima jika pajak yang mereka bayar dikelola dan disalurkan demi kemaslahatan umat tanpa adanya penyelewengan dana. Namun nyatanya, jauh api dari panggang. Para kapitalis banyak yang melakukan tindak korupsi, mendominasi ekonomi negara setelah mendapatkan fasilitas dan tunjangan dari pemerintah. Tak tanggung-tanggung, per orang mendapatkan sekitar Rp100 juta pertahun.


Ditambah lagi, pajak yang dibayar oleh rakyat digunakan untuk proyek-proyek yang menguntungkan para kapitalis. Hal tersebut menjadikan hidup rakyat makin dipersulit.


Pandangan Islam 


Pajak berbeda dengan zakat dan wakaf. Zakat merupakan kewajiban atas harta muslim kaya yang kekayaannya sudah melebihi nishab serta mencapai haul. Nishab adalah batas minimum jumlah harta yang dimiliki, sedangkan haul adalah jangka waktu tertentu.


Misalkan zakat harta emas, nishab emas setara dengan 85 gram dan sudah dimiliki selama 1 tahun. Maka besaran zakat yang harus dibayar  2,5 persen dari total harta kita.


Dalam pendistribusian zakat sudah ditentukan oleh syariat yaitu kepada 8 asnaf sebagaimana yang tertera dalam surah 9 ayat 60 yang artinya: "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, miskin, amil zakat, muallaf, hamba sahaya, orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah."


Adapun wakaf hukumnya sunah, bukan termasuk kewajiban. Dalam Islam, pajak disebut dengan istilah dharibah. Namun, pengaturannya dan pendistribusiannya berbeda dengan konsep pajak dalam sistem kapitalisme.


Kedudukan pajak dalam Islam merupakan alternatif terakhir saat baitulmal kosong. Pajak dipungut dari orang-orang kaya yang sudah terpenuhi segala kebutuhan sandang, pangan dan, papannya.


Dalam pengurusan umat, negara mempunyai sumber utama pendapatan negara.  Ada 9 bagian yaitu fa'i (anfal, ghanimah, khusus), jizyah, kharaj, 'usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta haram pejabat dan pegawai negara serta harta orang murtad. Semua itu merupakan hak kaum muslim dan masuk ke Baitulmal.


Dalam pengelolaan sumber daya alam, negara menjadi garda terdepan dalam pengurusannya hingga sampai kebermanfaatannya kepada umat. 


Pemimpin dalam sistem Islam bukan sekadar penguasa, tetapi sebagai pengurus rakyat yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan umatnya. Dengan menjalankan ekonomi berbasis hukum syarak, maka kesejahteraan umat akan tercipta.


Sampai kapan kita terus berharap kepada sistem sekularisme kapitalis yang nyata-nyata mencekik rakyat? Sudah saatnya kembali kepada sistem yang datang dari Sang Pencipta yang jelas-jelas dapat menyejahterakan umatnya yaitu sistem Islam kafah. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Zion*s Makin Brutal Jurnalis Jadi Sasaran

Zion*s Makin Brutal Jurnalis Jadi Sasaran



Isra*l ingin membungkam dunia

dengan menjadikan jurnalis sebagai targetnya

__________________________


Penulis Nurhy Niha

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPlNl - "Jangan biarkan rantai membungkam kalian dan jangan biarkan perbatasan membatasi kalian." 


Kalimat penuh makna yang ditulis dalam wasiat Anas Jamal Al-Sharif jurnalis Al-Jazeera menyebar dari media sosial ke seluruh dunia. Pesan yang berisi permintaan Anas untuk melanjutkan perjuangannya dan menitipkan P4lestina, permata mahkota dunia Islam. 


Dikutip dari Kompas.com, (12-08-2025) Isra*l pada Minggu, 10 Agustus 2025 melakukan serangan ke Rumah Sakit Al-Shifa yang menewaskan 6 jurnalis, salah satunya adalah Anas Jamal Al-Sharif. 


Serangan Zion*s terhadap rumah sakit dan menargetkan para jurnalis jelas melanggar hukum internasional. Target perang seharunya adalah militer tempur aktif yang ada di lapangan. Dalam 22 bulan serangan Isra*l ke G4za setidaknya ada 200 jurnalis yang telah gugur.


Para jurnalis pun tak luput menjadi korban kebrutalan Isra*l. Mereka syahid dalam aksinya membuka fakta genosida yang dilakukan Zion*s. Bahkan jumlah jurnalis yang gugur di G4za lebih banyak bila dibandingkan dengan jurnalis yang gugur pada perang dunia II.


Sasaran Pembungkaman


Banyaknya jurnalis yang menjadi sasaran utama membuktikan kekalahan Isra*l dalam perang G4za. Isra*l takut terbongkarnya kebenaran genosida yang terjadi sebab jurnalis merupakan corong utama pemberitaan genosida di G4za. Alhasil, untuk menghentikan pemberitaan naka jurnalis menjadi targetnya.


Dunia Bersuara Kecaman Menggema


Fakta yang disuguhkan para jurnalis berhasil membuka mata dunia internasional. Mereka mengecam tindakan ini, Isra*l telah nyata melakukan tindakan pelanggaran hukum internasional dalam perang. Bahkan, Sekjen PBB Antonio Guterres menyerukan penyelidikan mendalam dalam kasus pembunuhan jurnalis ini. 


Jurnalis termasuk elemen yang memiliki hak perlindungan dalam menjalankan tugas, termasuk saat perang. Tidak boleh ada intervensi dan intimidasi dari siapa pun saat mereka melakukan peliputan.


Namun, Isra*l selalu memiliki seribu alasan agar tindakan brutalnya dianggap benar. Begitu pun ketika menargetkan jurnalis sebagai sasarannya, Isra*l bernarasi bahwa ada jurnalis yang tergabung dengan kelompok militer Ham*s sehingga yang ditargetkan adalah reporter/jurnalis yang aktif dalam memberitakan kekejaman genosida yang terjadi di G4za. 


Persoalannya bukan hanya sekadar hilangnya nyawa, tetapi hilangnya pemberitaan perjuangan penduduk G4za dalam menghadapi kekejaman Isra*l. Saat pemberitaan mulai minim, perlahan dunia akan mulai lupa dengan genosida yang dilakukan Isra*l. Pada akhirnya, tidak ada lagi pembahasan tentang P4lestina.


Isra*l Tidak Sehebat yang Diduga


Topeng kegagalan Isra*l makin menyeruak ke permukaan. Tentara militer yang makin menipis, senjata perang yang makin terbatas, dan dukungan beberapa negara Eropa yang mulai mengakui kemerdekaan P4lestina. Segala macam cara dilakukan agar dunia menutup mata akan penderitaan penduduk P4lestina. Membuat narasi seolah Isra*l menjadi korban. Menggunakan kekuatan negara-negara pendukung agar terbebas dari hukum internasional. 


Diamnya para pemimpin negeri muslim membuat Isra*l merasa jumawa. Para pemimpin negeri muslim hanya bereaksi dengan mengecam dan memberikan bantuan materi, seolah sudah berkontribusi dalam perjuangan penduduk G4za. 


Sekat nasionalisme yang membatasi adalah akar masalah yang membuat para pemimpin negeri muslim tidak mengirimkan tentara militernya dalam menyelamatkan penduduk G4za dari gempuran senjata dan kelaparan sistemis. 


Pemimpin muslim dilenakan oleh urusan dunia dan disibukkan mengurusi negerinya sendiri. Mereka bermuka dua seolah bersimpati pada P4lestina. Namun, di sisi lain bekerja sama dengan Isra*l dan para sekutunya. Walaupun tidak ada hubungan diplomasi, tetapi mereka menjalin hubungan perdagangan.


Solusi Pembebasan P4lestina


Mati satu tumbuh seribu. Idiom yang menggambarkan kekuatan perjuangan penduduk G4za. Dengan menargetkan jurnalis, lsra*l bermaksud menghentikan pemberitaan tentang penderitaan warga G4za, memang makin senyap, tetapi Isra*l tidak bisa menghentikan matahari terbit dan kebenaran selalu datang menggagalkan semua usahanya. Perjuangan penduduk G4za yang terus menggelora dalam kondisi yang sangat terjepit sekalipun makin membuktikan kekalahan Isra*l. 


P4lestina adalah tanah yang diberkahi dan merupakan mahkota dunia Islam. Bagi seorang muslim, tanah P4lestina harus tetap berada di tangan umat Islam. Ini tujuan utama perjuangan saat ini. Para pejuang dengan keimanan yang kuat banyak terlahir di sana. Perjuangan yang tidak mudah padam walau dibayangi kematian atau kehilangan. 


Sebagai muslim kita wajib saling menolong P4lestina. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda: "Perumpamaan umat muslim bagaikan satu tubuh, bila ada anggota tubuh  yang sakit maka bagian tubuh lain akan merasakannya." (HR. Muslim)


Muslim saat ini harus menjadi bensin dalam api perjuangan penduduk P4lestina. Terus menyebarkan pemberitaan kebrutalan Zion*s Isra*l dalam menggenosida penduduk G4za.


Kita harus menyamakan pandangan bahwa yang terjadi di P4lestina adalah pemusnahan etnis atau genosida bukan perang. Umat harus disadarkan untuk bergabung dalam dakwah jamaah untuk menyuarakan persatuan umat Islam seluruh dunia. 


Persatuan perjuangan dalam satu komando, yakni untuk membebaskan P4lestina. Komando yang akan memimpin pasukan dalam jihad. Komando yang dipimpin oleh khalifah kaum muslim. Wallahualam bissawab. [Luth/MKC]