Kontroversi Pernikahan Dini Liberalisasi Pemicunya
OpiniSelama negeri ini masih menerapkan sistem sekuler liberal
tentunya kasus-kasus tersebut akan ada dan terus bermunculan
_______________________________
Penulis Haova Dewi
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Maraknya pernikahan anak di bawah umur menjadi salah satu perhatian besar Kementerian Agama di Kabupaten Bandung. Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Kantor Kemenag Kabupaten Bandung Abdul Hanan mengatakan secara regulasi pernikahan bisa dicatatkan di KUA dengan syarat harus berusia minimal 19 tahun. (Kamis, 14-08-2025)
Menurut Abdul Hanan, pemerintah sangat memberikan perhatian yang besar terhadap masalah tersebut. "Pasalnya, pernikahan di bawah usia yang disyaratkan oleh negara memiliki berbagai risiko. Mulai dari unsur psikologis yang belum matang untuk berumah tangga, juga terdapat konsekuensi lain yang bisa merugikan, yaitu unsur kesehatan reproduksi yang rentan. Makanya kami terus berupaya menekan agar pernikahan itu sesuai dengan usia. Kami sendiri memiliki program bernama BRUS," ucapnya.
Melalui program Brus para penyuluh dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bandung melakukan sosialisasi kepada para siswa di sekolah ihwal berbagai hal, termasuk dalam dampak negatif dari pernikahan dini dan itu semua merupakan salah satu upaya agar para remaja tidak terburu-buru untuk menikah di usia remaja. Tidak hanya itu, pihaknya juga melakukan penyuluhan kepada masyarakat umum agar tidak menikahkan anaknya sebelum berusia 19 tahun. (Kamis, 14-08-2025)
Sistem Sekuler Liberal Akar Masalah Pergaulan Bebas
Perbincangan, diskusi bahkan regulasi terkait pernikahan dini terus dilakukan oleh pemerintah seolah tidak ada habisnya padahal faktanya sedikit remaja yang menikah dini karena dorongan keimanan, yaitu ingin menjaga kesucian diri dan agamanya dengan berbekal ilmu. Mereka siap bertanggung jawab sebagai suami istri. Namun, di sisi lain banyak remaja yang menikah dini karena terlanjur hamil di luar nikah akibat pergaulan bebas padahal mereka belum siap secara mental maupun keilmuan untuk memikul tanggung jawab sebagai suami istri.
Maraknya dispensasi remaja mengajukan pernikahan dini, bukan semata kurangnya pemahaman remaja dan orang tua akan konsekuensi dari pernikahan dini tersebut. Namun, yang paling besar pengaruhnya adalah karena dampak dari pergaulan bebas di kalangan anak dan remaja yang makin mengkhawatirkan akibat pemahaman sekuler liberal yang menancap di benak kaum muslim bahkan remaja.
Secara fakta maraknya pornografi dan pornoaksi menjadikan makin meningkatnya rangsangan seksual pada anak remaja. Di sisi lain, lemahnya akidah mereka menyebabkan mereka makin terjerumus ke jurang pergaulan bebas. Semua itu karena negeri ini menerapkan sistem sekuler liberal.
Alhasil, dalam kehidupan pergaulannya tidak menyertakan agama sebagai benteng, kebebasan yang membabi buta menjadi dasar dalam berperilaku. Selama negeri ini masih menerapkan sistem sekuler liberal tentunya kasus kasus tersebut akan ada dan terus bermunculan.
Solusi dalam Islam
Menyikapi permasalah ini tentu harus di pandang secara komprehensif. Islam mempunyai solusi yang sangat menyeluruh terhadap permasalahan dalam berbagai aspek di antaranya, yaitu:
Pertama, penerapan kurikulum sistem pendidikan Islam di sekolah. Termasuk di dalamnya sistem pergaulan di dalam Islam yang berkaitan dalam pengaturan pergaulan laki-laki dan perempuan. Di mana Islam mewajibkan bagi laki-laki dan perempuan yang sudah baligh untuk menutup aurat, dilarang berkhalwat dengan yang bukan mahram, diwajibkan untuk ghadul bashar (menundukkan pandangan), diharamkan pacaran dan pergaulan bebas.
Tak kalah penting pendidikan di dalam keluarga juga menjadi faktor yang sangat mendasar bagi pembentukan keimanan anak dan remaja, orang tua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam membentuk akidah yang kuat terhadap anak-anaknya sesuai dengan tujuan QS. At-tahrim ayat 6, pembiasaan dalam melaksanakan berbagai syariat Islam, semisal salat, tutup aurat sehingga ketika anak-anak keluar rumah dalam melaksanakan aktivitasnya, keimanan akan senantiasa menjadi benteng bagi mereka.
Kedua, media informasi mempunyai peran yang sangat strategis dalam mengedukasi masyarakat dengan tsaqafah-tsaqafah Islam sehingga bisa menghadirkan suasana yang islami, menghantarkan ketakwaan kepada Allah Swt., bukan mempertontonkan pornografi-pornoaksi yang pembangkit nafsu biologis pada anak dan remaja untuk melakukan pergaulan bebas. Terlebih mereka sedang masa puber hal tersebut tentu menjadi bahaya bagi mereka.
Tentunya wajib bagi negara mengeluarkan undang-undang yang melarang segala bentuk pornoaksi-pornografi dan hal-hal yang sifatnya mendekati perzinaan. Jika ada yang melanggar, mereka harus mendapatkan sanksi yang menjerakan. Apalagi media porno berdampak pada liberalisasi seks yang makin merajalela.
Ketiga, pemerintah dengan seperangkat aturannya wajib menerapkan sistem pergaulan dan keharaman zina, serta larangan mendekatinya. Sanksi tegas yang diberikan kepada pelaku zarimah semisal pezina yang belum menikah wajib didera 100 kali cambuk dan boleh untuk diasingkan selama setahun berdasarkan firman Allah Swt. (QS. An-Nur [24]: 2) akan menimbulkan efek jera terhadap pelaku dan akan membuat masyarakat yang lainnya berpikir seribu kali untuk melakukan hal yang serupa.
Demikian solusi yang harus kita lakukan. Namun, tentunya solusi ini hanya bisa terwujud manakala negeri ini menerapkan sistem pemerintahan Islam dan itu semua wajib bagi seluruh kaum muslim untuk memperjuangkannya hingga terwujud. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]