Alt Title

Pajak Mencekik Rakyat Islam Solusi Tepat

Pajak Mencekik Rakyat Islam Solusi Tepat



Rakyat ibarat sapi perah

Hasil keringatnya diperas oleh pemerintah dengan berbagai pungutan pajak


_________________________


Penulis Eva Rahma

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Belakangan ini, kata 'pajak' jadi bahan yang tren dalam obrolan di warung kopi dan timeline media sosial. Bukan karena rakyat makin cinta bayar pajak, tetapi karena beban pajak yang kian mencekik.


Dilansir bbc.com (Rabu, 13-8-2025), ratusan warga di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, turun ke jalan menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak tidak wajar. Aksi protes tidak hanya terjadi di Pati, tetapi merebak di daerah lain, seperti Bone, Cirebon, dan Jombang. 


Di tempat lain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Serasehan Nasional Ekonomi Syari'ah Refleksi Kemerdekaan RI, menyatakan bahwa kewajiban pajak sama halnya dengan zakat dan wakaf. Menurutnya, ketiganya memiliki tujuan yang sama, yaitu menyalurkan harta kepada yang lebih membutuhkan. (CNCBIndonesia.com, 13-8-2025)


Sontak pernyataan Menkeu tersebut makin menambah riuh perbincangan rakyat tentang pajak.


Kezaliman Pajak dalam Kapitalisme 


Gejala menaikan pajak oleh pemimpin daerah disinyalir karena adanya pemangkasan dana daerah oleh pemerintah pusat, sebagai bagian dari efisiensi anggaran. Solusi yang diambil pada akhirnya menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) sebagai upaya mencari pendapatan baru. 


Pajak dalam kapitalisme memang menjadi tumpuan pemasukan APBN ataupun APBD sehingga ketika ada kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat maka pemerintah daerah serentak menaikan Pajak Bumi dan Bangunan berkali-kali lipat. Tidak tanggung-tanggung kenaikan pajak pun berkisar mulai dari 250% hingga 1000%.


Setali tiga uang dengan pemerintah pusat. Mereka tidak segan mencari objek pajak baru, seperti pajak warisan, karbon, rumah ketiga, dll. Semua pajak yang dibebankan menambah rakyat makin susah.


Miris, di satu sisi pemerintah melakukan efesiensi anggaran, di sisi lain justru memalak rakyat tanpa pertimbangan. Kebijakan pajak yang mencekik, merupakan bentuk kezaliman penguasa terhadap rakyat.


Rakyat Korban Kebijakan Sistemis


Pajak dalam kapitalisme secara paksa diambil dari seluruh elemen rakyat tanpa memandang antara rakyat kaya dan miskin. Rakyat ibarat sapi perah. Hasil keringatnya diperas oleh pemerintah dengan berbagai pungutan pajak. Mulai dari Pajak Kendaraan, Pajak Penghasilan(PPN), Pajak Bumi dan Bangunan(PBB), hingga pajak nilai konsumsi, dll.


Lebih parahnya, pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur besaran Pajak Bumi dan Bangunan(PBB). Sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang No. 1/2022. Sehingga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan oleh Bupati setempat. 


Begitulah pajak dalam sistem kapitalisme dipungut untuk memenuhi kebutuhan fiskal negara. Namun, di sisi lain menekan rakyat sehingga kondisi ekonomi rakyat makin terpuruk dan jatuh pada jurang kemiskinan.


Kapitalis Untung Rakyat Buntung


Indonesia adalah negeri dengan sumber daya alam yang melimpah. Dengan sumber daya alam yang dimiliki, Indonesia berpotensi menjadi negara kaya dari pengelolaan sumber daya alam yang ada. Namun, ketika negara menerapkan ekonomi kapitalisme, SDA yang melimpah ini tidak mampu menjadi pos pendapatan negara andalan.


Negara yang menganut kapitalisme justru menyerahkan sumber daya alam (SDA) untuk dikelola individu, pihak swasta, dan negara asing. Mereka legal menguasai SDA melalui kemudahan undang-undang yang disahkan negara.


Di sisi lain, untuk memenuhi fiskal negara, pemerintah mengaruskan pungutan pajak. Dalih yang dinarasikan untuk kesejahteraan rakyat dan subsidi dalam perlindungan sosial, pelayanan kesehatan, pendidikan, subsidi pupuk, dan sebagainya. Namun, faktanya rakyat belum merasakan kesejahteraan itu.


Uang hasil pajak justru digunakan untuk proyek-proyek yang menguntungkan kaum kapitalis. Di antaranya pengembangan Infrastruktur berupa pembangunan jalan, jembatan, dan gaji pegawai pemerintahan. 


Anehnya, kewajiban pajak terhadap para konglomerat mendapat keringanan seperti, insentif pajak dan tax amnesty. Dari sini jelas pemerintah tidak berlaku adil. Para kapitalis dianakemaskan, sedangkan rakyat kian jadi sapi perahnya.


Islam Solusi Tuntas


Islam sebagai yang sempurna, aturannya lahir dari Allah Swt. Zat Yang Maha Adil. Islam memiliki aturan yang khas dalam pengelolaan harta rakyat.


Dalam pandangan Islam, tidak ada kewajiban membayar pajak bagi harta rakyat. Islam justru mengharamkan pungutan pajak. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya:


"Tidak akan masuk surga pemungut pajak (cukai)." (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim)


Begitu pun dalam telaah kitab Al-Amwal karya Syekh Abdul Qadim Zallum dijelaskan pajak dalam Islam hanya diambil ketika kas negara kosong dan memerlukan dana ekstra untuk kebutuhan yang mendesak, seperti ketika terjadi bencana, dan pembiayaan jihad. Dengan demikian, pajak dalam pandangan Islam bersifat sementara dan hanya diambil dari lelaki muslim yang kaya. 


Adapun zakat merupakan suatu kewajiban bagi para pemilik harta yang sudah mencapai nisab dan haul. Harta zakat ini merupakan salah satu pos pendapatan pemasukan negara. Demikian pun dalam pengeluaran dan distribusinya pun memiliki pos khusus, yaitu hanya diperuntukkan bagi 8 asnaf sebagai ketetapan hukum syariat. 


Allah Swt. berfirman yang artinya: "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, miskin, Amilin, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah (jihad fisabilillah) dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah (9): 60)


Zakat yang dikeluarkan seorang muslim bertujuan sebagai pembersih atas harta yang mereka miliki. Ciri khas ini tidak ada dan tidak sama dengan pungutan pajak. Adapun wakaf bukan sebuah kewajiban melainkan sunah.


Di dalam sistem ekonomi Islam, Baitulmal atau kas negara memiliki banyak pemasukan, bukan semata dari pajak saja. Sumber pendapatan negara Islam berasal dari jizyah, ghanimah, fa'i, kharaj, SDA milik umum, hasil laut, hasil hutan, berbagai hasil tambang, dll.


Sumber daya alam merupakan salah satu pemasukan terbesar bagi Baitulmal. Maka pengelolaan SDA tidak akan diserahkan kepada individu ataupun swasta. Sumber daya alam ini akan dikelola oleh negara. Adapun hasil penjualannya akan dipergunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat dalam bentuk pendidikan, kesehatan, keamanan, dan menjamin ketersediaan pangan, sandang, dan papan.


Dari sisi ini jelaslah bahwa selama Indonesia memakai aturan ekonomi kapitalisme, kesejahteraan rakyat sulit terwujud. Sejatinya hanya akan menjadi beban, bukan solusi.


Islam menawarkan konsep yang adil bagi rakyat dan kuat bagi negara. Saatnya kita memilih, apakah akan terus diperas oleh sistem pajak yang mencekik, atau kembali kepada sistem Islam yang benar-benar berpihak pada kesejahteraan rakyat. Wallahualam bissawab. [Eva/MKC]