Alt Title

Merdeka dari Kebodohan Hanyalah Ilusi dalam Kapitalisme

Merdeka dari Kebodohan Hanyalah Ilusi dalam Kapitalisme




Alih-alih menyediakan pendidikan bermutu

berbagai bentuk kebijakan yang dibuat pemerintah malah menjadi alasan keterbatasan masyarakat untuk mengakses pendidikan yang berkualitas

_________________________


Penulis Zulhilda Nurwulan, M. A. 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Masalah  Pendidikan


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Guru itu beban negara! Begitu katanya. Dalam momentum perayaan 80 tahun kemerdekaan. Rakyat disuguhkan berbagai pengkhianatan para pejabat korup yang menikmati kesengsaraan rakyat. Tunjangan para pejabat dinaikkan, gaji yang mencapai Rp100 juta perbulan hingga kenaikan pajak yang mencapai 1000 persen.

 

Gila! Guru dianggap beban padahal tanpa guru maka pendidikan tidak ada gunanya. Gaji guru seringan guyonan pejabat di kursi dewan. Pekerjaannya serius, tetapi gajinya main-main. Sementara para pejabat lebih banyak bercanda, tetapi gajinya melampaui keseriusan pengabdian guru. Lucu!


80 tahun merdeka, tetapi rakyat masih duduk di bangku kebodohan. Peringatan hari anak nasional pun sebatas seremonial belaka. Faktanya, masih banyak anak di Indonesia yang tidak mendapat layanan pendidikan yang optimal. Pelayanan pendidikan makin mahal, hanya segelintir orang yang bisa mencicipi nikmatnya pendidikan yang bermutu. Hingga akhir tahun 2024 tercatat 20,31 % usia muda (15-24 tahun) di seluruh Indonesia yang tidak sekolah, tidak bekerja dan tidak mengikuti pelatihan. (BPS.go.id, 06-02-2025) 


Banyak anak putus sekolah disebabkan tidak mampu membayar dana pendidikan. Alhasil, anak-anak Indonesia masuk dalam daftar salah satu negara yang minim literasi. Bantuan bagi si miskin nyatanya tidak merata di kalangan masyarakat. Perihnya, penerima bantuan kadang merupakan anggota keluarga mampu yang lahir dari keluarga elite. Praktik nepotisme!


Di sisi lain, program zonasi sekolah yang menyebabkan banyak siswa berprestasi yang tinggal di luar  zona sekolah tidak bisa menempuh pendidikan di sekolah-sekolah negeri dambaan. Imbasnya, orang tua harus mengocek dana yang besar untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah swasta yang notabene mahal. Mirisnya lagi, sistem pendaftaran yang menyusahkan orang tua dengan fitur-fitur digital sehingga orang tua harus mengeluarkan dana tambahan untuk meminta bantuan orang lain (calo) agar bisa mengakses link pendaftarn. Sungguh menyebalkan!


Pendidikan Kapitalis, Sarat Kepentingan Elite!


Tak bisa dimungkiri pendidikan kapitalis tidak lepas dari politik praktis. Dari laporan Kompas.com (05-05-2025) dinyatakan bahwa konsistensi kebijakan pendidikan nasional dipengaruhi oleh terpilihnya menteri pendidikan sehingga setiap kebijakan ditentukan oleh menterinya. Tak heran, kebijakan akan berganti seiring dengan pergantian posisi menteri.


Hal ini menjadi salah satu faktor pendidikan Indonesia semakin rapuh. Inkonsistensi kebijakan yang dibuat pemerintah mengakibatkan kekacauan dalam sistem pendidikan itu sendiri. Alih-alih menyediakan pendidikan bermutu, berbagai bentuk kebijakan yang dibuat pemerintah malah menjadi alasan keterbatasan masyarakat untuk mengakses pendidikan yang berkualitas.

 

Belum lagi dana pendidikan yang lebih banyak disunat oleh segelintir elite hingga akhirnya program pendidikan tidak berjalan optimal. Namanya juga kapitalis, berbagai program yang tidak mendatangkan keuntungan materi tentu tidak akan dilirik. Maka wajar saja pendidikan Indonesia makin carut-marut karena kebijakannya disetir oleh kepentingan para elite.


Pendidikan Kapitalis: Mahal Tetapi tidak Bermutu!


Sarat keuntungan materi, berorientasi industri, kurang pendidikan akhlak, berkarakter kapitalis sedikitnya begitulah potret pendidikan bentukan kapitalis. Lagi-lagi, materi menjadi standar kesuksesan pendidikan. Output pendidikan kapitalis tidak jauh dari industri dan uang. Lembaga pendidikan baik sekolah maupun kampus dibentuk ibarat industri yang menghasilkan tenaga siap kerja.


Visi pendidikan nasional yang katanya ingin mencerdaskan bangsa, nyatanya hanya sebuah slogan tertulis, tetapi minim aplikasi. Alih-alih menghasilkan generasi unggul, pendidikan kapitalis malah menutup kesempatan generasi menjadi seorang ahli dengan visi sebagai buruh. Berbagai sarana dan prasarana yang disediakan pemerintah selalu tidak mampu meningkatkan potensi peserta didik.


Kalaupun ingin memiliki sarana yang memadai maka sekolah perlu membuat banyak sekali proposal kebutuhan fasilitas sekolah yang dananya lebih banyak dipotong biaya administratif atau malah menarik iuran dari orang tua. Dari sisi moril, anak-anak hasil didikan kapitalis sangat jauh dari ajaran agama. Alhasil, tawuran, balap liar, narkoba, seks bebas, dan lain-lain kerap mewarnai gaya hidup anak muda hari ini. Inilah rusaknya sistem kapitalis!


Pendidikan Unggul Hanya Ada dalam Sistem Islam


Pendidikan gratis merupakan suatu kewajiban bagi negara. Terpenuhinya pendidikan sebagai kebutuhan pokok individu merupakan tanggung jawab negara. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

 

 الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

 

“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Lahirnya berbagai macam bentuk keilmuan di masa lalu saat Islam berjaya adalah output dari pelayanan negara kepada setiap individu yang ingin menempuh ilmu di tempat manapun bahkan hingga ke luar negeri. Menariknya, dalam negara Khil4fah menempuh pendidikan hingga ke luar negeri bebas visa dan layanan administratif apa pun sehingga tugas dan kewajiban para peserta didik hanya fokus pada mendalami kebidangan ilmu tanpa takut biaya pendidikan. Biaya pendidikan disediakan oleh negara melalui Baitulmal untuk dipakai memenuhi seluruh kebutuhan pokok individu salah satunya kebutuhan pendidikan.


Negara wajib memastikan kebutuhan pendidikan merata untuk seluruh rakyat agar tidak terjadi ketimpangan. Sistem pendidikan Islam yang dilandasi oleh akidah Islam nyatanya tidak hanya mencerdaskan generasi secara akademik, melainkan mampu melahirkan generasi berkepribadian Islam, generasi yang unggul. Keberhasilan pendidikan Islam pun ditopang oleh kepribadian peserta didik dengan akidah islam yang kokoh, tunduk pada syariat Islam dan berfokus pada penerapan hukum Islam. 


Rasulullah saw. bersabda,

 

مَنْ خَرَجَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ كَانَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى يَرْجِعَ

 

“Siapa saja yang pergi untuk mencari ilmu, maka ia sedang berada di jalan Allah hingga ia pulang.” (HR At-Tirmidzi).

 

Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]