Alt Title

Ironi Gegap Gempita Kemerdekaan Negeri

Ironi Gegap Gempita Kemerdekaan Negeri



Merdeka seharusnya tidak hanya lepas dari penjajahan fisik militer

Namun juga lepas dari berbagai skenario dan tuntutan asing

______________________


Penulis Nia Rahmat

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Guru


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Negeri ini baru saja melewati gempita kemeriahan pesta peringatan hari kemerdekaannya yang ke-80. Tanpa mengurangi rasa syukur kita kepada Allah Swt. terhadap apa yang sudah Allah Swt. berikan kepada negeri ini.


Kita tidak bisa menutup mata dengan berbagai realita memprihatinkan di tengah kehidupan rakyat saat ini sehingga seringkali menimbulkan pertanyaan, apakah negeri ini memang sudah benar-benar merdeka?


Di sini, di Garut di mana penulis tinggal, hanya sebanyak 35, 61% warga tinggal di rumah layak huni. Ini merupakan angka terendah kedua di Jabar. Kini, kondisi ekonomi kelas menengah masih pontang panting berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Daya beli lesu dan condong habis untuk urusan pangan dan operasional harian. (Bisnis.com, 15-08-2025)


Aris (31) asal Bandung, merasa keadaan keuangannya rentan sejak pandemi Covid-19 untuk menafkahi istri dan satu anak. Ia bahkan sudah dua kali berganti pekerjaan sejak 2021. (Tirto.id, 06-08-2025)


Ancaman gelombang PHK terus membayangi jika barang-barang impor murah terus membanjiri pasar domestik di tengah menurunnya tingkat konsumsi dalam negeri. Penurunan ini terjadi pada konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah terhadap industri barang dan jasa yang aktivitas bisnisnya bergantung pada permintaan domestik. (Metrotv.com, 08-08-2025)


Video seorang bidan desa, Dona (46), menyebrangi sungai berarus deras untuk menolong pasien di  Pasaman, Sumbar. Jembatan yang menjadi akses penghubung warga untuk melintasi sungai terputus total. Sungguh memprihatinkan perjuangannya untuk menyelamatkan pasien karena terbatasnya sarana infrastruktur yang ada. (detiknews.com, 06-08-2025)


Demikianlah paparan kondisi sebagian rakyat. Namun, saat ini rakyat dininabobokan dengan kemeriahan perayaan kemerdekaan negeri padahal di balik pesta rakyat dan berbagai lomba itu ada realita pahit, kekayaan negeri ini dikuasai asing. Rakyat malah terbebani berbagai pajak sehingga kedaulatan negeri hanya jargon saja.


Wajah Baru Penjajahan di Negeri Kita


Berbagai fakta miris ini sungguh tak layak membuat kita menepuk dada sebagai bangsa merdeka. Rakyat yang begitu kesusahan di era milenial ini ternyata tidak berbeda jauh kondisi ekonomi mereka dengan masa kolonial dahulu.


Jika kita merdeka secara hakiki, usia 80 tahun adalah usia di mana negeri ini seharusnya sudah mencapai kemajuan di tengah berbagai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Merdeka seharusnya tidak hanya lepas dari penjajahan fisik militer, tetapi juga lepas dari berbagai skenario dan tuntutan asing. Tidak manut dan membebek pada mereka. Sadarilah negeri kita belum merdeka. Hanya beralih dari penjajahan fisik militer kepada penjajahan gaya baru atau neokolonialisme.


Penguasa negeri seakan menikmati kondisi neokolonialisme ini karena mereka turut menikmati hasilnya. Sistem ekonomi politik negara penjajah berkelindan dengan berbagai kebijakan materialistis penguasa kita.


Seiring dengan itu, beragam pemikiran dan peraturan kehidupan disusun sesuai jalur sekularisasi dan liberalisasi dalam rangka menghilangkan porsi agama. Program moderasi Islam, dialog antar umat beragama, deradikalisasi, dan sebagainya turut digulirkan. Di sisi lain, dikembangkan narasumber negatif untuk mengalienasi golongan yang tidak disukai rezim penguasa melalui stigma negatif radikalisme, fundamentalisme, Khil4fah, dan Islam kafah.


Sistem kapitalis saat ini jelas tidak berpihak pada rakyat. Namun, berpihak pada segelintir penguasa dan oligarki.


Menurut Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya Mafahim Siyasi, penjajahan  sesungguhnya tidak benar-benar berakhir. Kapitalisme akan selalu berupaya menyebarkan pemahamannya dan mempertahankan pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia. Sedangkan metode yang diterapkan melalui penjajahan berupa penguasaan, pengendalian dan dominasi di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan. 


Setelah  institusi Khil4fah Utsmani runtuh di tahun 1924, negara imperialis melakukan penjajahan militer. Negeri-negeri Islam terpecah sedemikian rupa. Di antaranya, Libya dijajah Italia, Inggris menguasai Palestina, Irak, Yordania, Mesir, kawasan Teluk, dan India, Belanda menjajah Indonesia, Perancis menjajah Aljazair. 


Kemerdekaan Hakiki Hanya dengan Menerapkan Syariat Islam Kafah


Tentu saja kita semua ingin meraih kemerdekaan hakiki karena hidup di tengah penjajahan neokolonialisme sama saja bagi rakyat. Mereka tetap menderita dan jauh dari kesejahteraan. Oleh karena itu, menjadi tugas kita bersama untuk mewujudkan kemerdekaan hakiki tersebut. 


Tugas itu adalah dengan berjuang membebaskan umat dari penjajahan neokolonialisme. Membebaskan umat dari penjajahan ideologi sekularisme-kapitalis, hukum-hukum sekuler warisan penjajah, ekonomi kapitalistik, budaya, dan semua tatanan hidup yang tidak islami. Hal tersebut meniscayakan ditegakkannya syariat Islam secara kafah.


Untuk itu, harus ada upaya dakwah menaikkan level berpikir umat agar tidak menyerah dan akhirnya menerima kondisi buruk saat ini. Umat harus disadarkan agar bisa keluar dari neokolonialisme. Melakukan upaya dakwah penegakkan syariat Islam kafah, mendukung dan tergabung dengan kelompok yang memperjuangkannya.


Jika tegak nanti, negara Khil4fah akan menerapkan Islam sebagai ideologi negara. Sementara penguasa berperan sentral sebagai pelaksana syariat Islam secara total di seantero wilayah negara. Di luar negeri, penguasa melaksanakan dakwah dan jihad.


Menurut Islam, penguasa adalah pengurus dan pelayan umat. Sekaligus sebagai pelindung umat, sebagaimana hadis Nabi Muhammad saw. bersabda yang artinya, "Imam (khalifah), ia adalah ra'in (pengurus), dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari)


Dalam hadis lain Rasulullah saw. bersabda, yang artinya, "Sungguh imam (khalifah) itu adalah perisai, orang-orang berlindung dengan dirinya." (HR. Muslim)


Khalifah wajib menjamin kebutuhan dasar rakyat seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Selain itu, khalifah juga akan mendorong para pengusaha untuk membuka usaha agar dapat menyerap banyak tenaga kerja, sekaligus melarang penumpukan kekayaan pada segelintir orang.


Negara akan menjalankan sistem ekonomi Islam yang mampu menciptakan keadilan. Kekayaan alam diatur sesuai 3 prinsip yang jelas, di mana segala hasil bumi, air, dan energi adalah milik umum yang tidak boleh menjadi milik pribadi atau golongan. 


Keberadaan negara sebagai pengelola hasil bumi. Segala jenis potensi air dan energi kemudian akan mendistribusikan kepada seluruh rakyat dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka dan memberikan jaminan kesejahteraan.


Negara juga akan mengelola pemasukan zakat, jizyah, fa'i, ghanimah, dan kharaj dalam sebuah departemen, yaitu Baitulmal. Negara akan memberikan bantuan kepada fakir miskin dan tidak akan memungut pajak.


Khatimah


Paparan singkat tentang bagaimana penerapan syariat Islam memiliki mekanisme unik dalam memberikan jaminan kesejahteraan hidup bagi seluruh rakyat, memiliki wibawa yang tinggi di antara negara-negara lain, bahkan mampu menjadi sebuah negara adidaya. Hal ini membuktikan bagaimana negara Khil4fah mampu meraih kemerdekaan hakiki. Sejarah panjang rentang peradaban Islam sudah membuktikannya.


Oleh karena itu, tidak ada jalan lain untuk meraih kemerdekaan hakiki hanya dengan menegakkan sistem Islam secara kafah di dalam institusi Khil4fah. Wallahualam bissawab. [Eva/MKC]