Alt Title

MENGAJI ITU KEBUTUHAN, NEGARA TEMPAT PERLINDUNGAN

MENGAJI ITU KEBUTUHAN, NEGARA TEMPAT PERLINDUNGAN


Begitu pentingnya memahami segala perintah dan larangan Allah


Maka, menghadiri pengajian atau majelis ilmu adalah kebutuhan sebagai umat Muslim terhadap pemahaman ajaran agama Islam itu sendiri


Penulis Bunda Irsyad

Aktivis Dakwah Serdang Bedagai


KUNTUMCAHAYA.com-Dipukul dipalu sehari-hari
Barulah ia sadarkan diri
Hidup di dunia tiada berarti
Akhirat di sana sangatlah rugi
Demikian secuil lirik lagu yang dipopulerkan oleh Alm. Ustaz Jefri (Uje). Liriknya santai tetapi mengandung banyak nasihat. Apalah daya hidup di zaman yang makin modern, tetapi banyak manusia lupa daratan. Apalagi di dalam sebuah negara yang menerapkan sistem kapitalis sekularisme. Rakyat dipaksa berbuat dengan standar manfaat dan materi belaka. 


Negara menyetir agar rakyat yang ada dalam pimpinannya bisa mandiri terhadap segala kebutuhan hidupnya. Sekalipun itu adalah bagian dari tugas negara. Para pemuda dibentuk agar menjadi mesin penghasil uang dengan berbagai kreativitas yang mampu diciptakan. Sekalipun hal tersebut justru bertentangan dengan harkat dan martabat sebagai pemuda, calon pemimpin masa depan. 


Kemudian rakyat dijauhkan dari pendidikan yang dapat mencerdaskan secara cemerlang. Kurikulum yang ada pun tidak menunjang kecerdasan anak didik. Bahkan, kini umat seolah dibuat lupa akan kebutuhan pada ilmu akhirat, sebagai bekal saat menghadap sang Ilahi. Kajian-kajian Islam yang menyelamatkan generasi dan orangtua dari kebodohan dan kemaksiatan, justru dituduh sebagai aktivitas yang tidak berguna. 


Dikutip dari REPUBLIKA[dot]CO[dot]ID (19/02/2023), Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri, kembali menjadi sorotan setelah pidatonya memicu kontroversi di media sosial (medsos).


Ibu Megawati yang sedang berpidato dalam Seminar Nasional Pancasila, membahas perihal yang berkaitan tentang bagaimana cara mencegah stunting, kekerasan seksual pada anak dan perempuan serta kekerasan dalam rumah tangga. Acara tersebut dilaksanakan pada hari Kamis, 16/2/23, di Jakarta Selatan.


Namun hal yang membuat perhatian publik adalah kata-kata beliau yang mengatakatan, "Ibu-ibu kenapa ya, kok hobinya ngaji mulu ...."


Beliau menganggap ibu-ibu yang sering ikut pengajian menjadi kurang peduli dalam mengurusi anak dan suami, hingga menyebabkan anak mengalami gizi buruk. Alhasil, ia sampai berpesan agar kaum ibu bisa membagi waktunya agar tidak habis untuk pengajian dengan melupakan asupan gizi anak. Mengapa setingkat mantan pemimpin nomor satu di negeri yang mayoritasnya Muslim bisa berpikir sekerdil itu? 


Sebagai umat Muslim, bukankah seharusnya beliau tahu betul bahwa menghadiri pengajian adalah salah satu wasilah. Yakni cara yang dilakukan umat untuk mendapatkan pemahaman yang benar ketika menjalani kehidupan di dunia. Serta sebagai bekal menuju kehidupannya yang abadi. 


Sangat disayangkan jika kata-kata tersebut keluar dari mulut seorang Muslim. Apalagi beliau merupakan orang yang berpengaruh di Indonesia. Begitu risihkah beliau terhadap ajaran Islam? 


Mengatakan bahwa ibu-ibu yang rajin menghadiri pengajian akan menelantarkan suami dan anak-anak sehingga mengalami gizi buruk. Ini tentu tuduhan yang sangat kejam. Karena sejatinya ibu-ibu yang rajin menghadiri pengajian akan lebih memahami tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. 


Sebab, memahami tugas dan perannya dalam rumah tanggalah yang mendorong ibu-ibu lebih giat lagi menuntut ilmu agama dengan menghadiri berbagai majelis ilmu. Tentu saja tanpa meninggalkan tanggung jawabnya di rumah. 


Kecintaan pada anak-anak membuat seorang ibu rela menghabiskan waktunya untuk mengurusi pekerjaan rumah sekaligus hadir di berbagai majelis. Karena hanya ibu yang memiliki kecerdasan dan ketakwaan saja yang mampu melahirkan dan mendidik generasi mustanir. Bukan hanya cerdas dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga ilmu agama.


Menuntut ilmu adalah kewajiban seluruh manusia, apalagi untuk urusan agama.  Rasulullah saw.:


طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ


Artinya: "Mencari ilmu itu wajib atas setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah)


Maka, bukan hanya para ibu yang harus rajin menghadiri pengajian. Para ayah juga harus ikut serta menghadiri taklim yang ada. Sebab, kewajiban seorang suami bukan hanya memberi nafkah, tetapi juga melindungi keluarganya dari api neraka.  


Allah berfirman: "Hai orang-orang yan beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu ...." (QS. At-Tahrim ayat 6)


Jadi, bagaimana seorang suami dan ayah bisa menjaga keluarga dari api neraka, bila ia sendiri tidak memiliki pemahaman tersebut? Maka, menghadiri kajian ilmu agama juga keharusan bagi para lelaki.


Sebagai makhluk ciptaan Allah, kita diwajibkan untuk tunduk dan patuh terhadap seluruh perintahnya. Namun, bagaimana caranya kita bisa memenuhi seruan tersebut jika tidak memahami aturan yang Allah berikan?


Maka dari itu, sangat penting bagi kaum muslimin mencari tahu dari orang yang lebih mengetahui perihal tersebut. Tidak lain dengan cara kita belajar di taklim yang para ustaz/ustazah mengisi kajian di sana.


Menuntut ilmu agama itu banyak bentuknya, silakan memilih yang ingin kita ikuti. Yang terpenting jangan sampai salah dalam memilih guru yang hendak kita jadikan teladan dan mengambil ilmu darinya.


Begitu pentingnya memahami segala perintah dan larangan Allah. Juga panduan dalam menjalankan di kehidupan sehari-hari. Maka, menghadiri pengajian atau majelis ilmu adalah kebutuhan kita sebagai umat Muslim terhadap pemahaman ajaran agama Islam itu sendiri.


Sebaliknya, jangan jadikan pengajian sebagai sesuatu yang hanya kita hadiri di saat lapang. Justru kita memang harus menyediakan waktu khusus untuk mempelajari agama melalui pengajian atau taklim yang ada.


Sedang perihal gizi buruk, seharusnya ini menjadi tugas negara dalam memastikan hal tersebut. Berbagai kebutuhan yang serba mahal, serta kecilnya pendapatan kepala keluarga bisa jadi sebagai faktor penyebabnya. Maka, pemerintahlah yang harus memastikan bahwa seluruh rakyat yang ada dalam pimpinannya dapat memperoleh segala kebutuhannya baik sandang, pangan, dan papan. Termasuk kebutuhan gizi yang bisa berpengaruh pada kesehatan rakyat.


Para orangtua di mana pun pastilah ingin memberikan yang terbaik bagi buah hatinya. Namun, jika permasalahan ekonomi yang menjadi sandungannya, maka kepada siapa mereka harus mengadu? Tentulah kepada penguasa, umat mengharapkan pertolongan.


Sebab, pemimpin negara bertanggung jawab penuh kepada rakyatnya. Bahkan, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan rakyatnya, pemerintah diibaratkan sebagai pelayan yang melayani tuannya (rakyat). Pemerintah bukanlah produsen yang sedang berjual-beli dengan rakyatnya.


Sebagaimana pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab yang berkeliling setiap malam demi memastikan rakyatnya tidak ada yang kekurangan apa pun. Sampai akhirnya dirinya menemukan ada satu rumah yang ternyata mengalami kesusahan ekonomi, hingga tangis anaknya yang lapar terdengar oleh sang Khalifah Umar.


Beliau sebagai kepala negara tidak malu untuk melakukan hal tersebut. Bahkan, ia merasa sangat berdosa karena anak yang menangis tersebut sedang menunggu sang ibu memasak tetapi tak kunjung matang. Disebabkan yang dimasak hanyalah sebuah kerikil.


Menjadi pemimpin adalah amanah yang sangat besar. Ia bisa menjadi mulia ataupun hina di mata Allah, tergantung sikapnya terhadap kepemimpinan dirinya.


Dari Aisyah raḍiyallahu anha, dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shalallahu 'alaihu wa sallam bersabda di rumah ini, 'Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan umatku (meskipun kecil),  lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkan dirinya. Dan barangsiapa yang mengurusi urusan umatku (meskipun kecil), lalu ia bersikap lemah lembut kepada mereka, maka perlakukanlah ia dengan lemah lembut.'." (Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim)


Wallahu a'lam bi ash-shawwab.