UU PKDRT Solutifkah?
AnalisisPenyebab utama maraknya KDRT hingga kekerasan remaja adalah
sistem yang berkuasa hari ini yaitu sekularisme
______________________________
Penulis Windih Silanggiri
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Indonesia tidak pernah sepi dengan berita kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Tercatat di tahun ini sebanyak 1.146 perkara pada Januari dan terus mengalami peningkatan bertahap hingga mencapai 1.316 perkara pada bulan Mei. Pada Juli kasus meningkat tajam yaitu 1.395 perkara. Sedangkan tanggal 1-4 September 2025 sudah tercatat sebanyak 104 kasus KDRT. (goodstats.id, 14-09-2025)
KDRT tidak hanya berupa kekerasan fisik, tetapi mencakup kekerasan psikis dan seksual. KDRT juga bukan hanya terjadi pada pasangan suami istri, melainkan bisa terjadi pada anak oleh anggota keluarga lain. Tentu motifnya bermacam-macam.
Salah satu contoh kasus KDRT pada pasangan suami istri yang berujung pada pembunuhan, terjadi di Sumbermanjing Wetan (Sumawe), Kabupaten Malang. Sebelum pembunuhan, ada cekcok antara suami istri. Sampai akhirnya suami tega menganiaya dan membakar istrinya. (beritasatu.com, 16-10-2025)
Sedangkan yang terjadi pada anak oleh ayahnya sendiri, telah terjadi di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Sang ayah yang berusia 42 tahun tega melakukan kekerasan seksual terhadap anaknya sendiri yang masih berusia 15 tahun. Pelaku telah melakukan tindakan asusila sejak tahun 2022 sebanyak 30 kali. (kompas.com, 18-10-2025)
Tidak jarang kasus KDRT berujung pada perceraian sehingga berakibat pada rusaknya mental anak. Jika sejak kecil anak disuguhi dengan adegan kekerasan, tidak heran jika kelak dia beranjak remaja, sikapnya tidak akan jauh-jauh dari apa yang pernah mereka alami. Seperti yang terjadi di Pacitan, Jawa Timur. Seorang remaja usia 16 tahun tega membacok nenek angkatnya lantaran sakit hati karena dibilang cucu pungut.
Kasus kekerasan seksual yang berujung pembunuhan juga terjadi pada anak perempuan usia 11 tahun oleh seorang remaja usia 16 tahun. Kejadian ini terjadi di Kelurahan Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara. Pelaku mengaku telah melakukan perbuatan keji itu disebabkan sakit hati ditagih utang oleh ibu korban.
Semakin banyaknya kasus KDRT akan menambah daftar panjang permasalahan negeri ini yang harus segera diselesaikan. Pertanyaannya, mengapa kasus ini belum juga selesai? Sementara jumlah kasus makin hari makin banyak dan beragam.
Sistem Kapitalis Meruntuhkan Ketahanan Keluarga
Rusaknya tatanan keluarga hari ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena keluarga adalah lingkup terkecil dalam sebuah negara yang memiliki peran vital, yaitu mencetak generasi. Jika lingkup terkecil sudah rusak, maka rusaklah sebuah negara.
Penyebab utama maraknya KDRT hingga kekerasan remaja adalah karena sistem yang berkuasa hari ini, yaitu sistem sekularisme. Sebuah sistem kehidupan yang memandang bahwa pengaturan kehidupan manusia tidak boleh bersandarkan pada agama. Nilai-nilai agama tidak boleh ada dalam kehidupan umum termasuk dalam berumah tangga. Hal ini mengakibatkan keluarga kehilangan fondasi agama.
Sistem pendidikan berbasis sekuler-liberal menumbuhkan kebebasan tanpa batas. Suami istri tidak memahamai tujuan, hakikat, dan ilmu berumah tangga. Minimnya kesiapan mental dan fondasi agama mengakibatkan emosi mudah tersulut saat ujian rumah tangga datang. Ditambah lagi tekanan ekonomi dan sosial yang mengikis ketakwaan individu dan masyarakat.
Naluri setiap manusia pasti ingin hidup dalam kebahagiaan. Namun, jika makna bahagia hanya diartikan sebagai terwujudnya kesenangan duniawi, maka dari sinilah muncul masalah. Tekanan hidup yang semakin sulit, tidak jarang menjadi pemicu KDRT bahkan berujung pada perceraian.
Di sisi lain, adanya UU PKDRT (Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga) tidak mampu menyelesaikan kasus KDRT. Kata "anak" dalam undang-undang, tidak memiliki definisi yang seharusnya. Menurut undang-undang dikatakan anak jika masih berusia di bawah 18 tahun. Inilah yang dijadikan senjata oleh remaja untuk melancarkan aksinya.
Inilah bukti nyata jika aturan dibuat oleh manusia. Banyak kekurangan yang muncul sehingga menyebabkan masalah tidak bisa diselesaikan dengan tuntas. Alih-alih menyelesaikan, mencegah pun juga tak mampu. Jika dicermati, menyelesaikan kasus KDRT tidak bisa hanya memberi sanksi bagi pelaku karena kasus muncul dipicu oleh aspek yang lain sehingga perlu solusi sistemik bukan solusi parsial.
Islam Membentuk Ketahanan Keluarga
Islam adalah agama yang sempurna. Bukan hanya mengatur ibadah spiritual, melainkan memiliki seperangkat aturan untuk mencegah dan menyelesaikan masalah manusia. Pendidikan Islam memiliki tujuan untuk membentuk kepribadian Islam yaitu memiliki cara berpikir Islam dan bertingkah laku Islam sehingga akan lahir manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
Pasangan suami istri akan menjadikan iman dan takwa sebagai pondasi dalam berumah tangga. Mereka tidak akan mudah mencari jalan pintas ketika menemui masalah. Jika terjadi goncangan dalam berumah tangga dan tidak mungkin mempertahankan pernikahan, Islam memiliki mekanisme dalam perceraian, bukan dengan kekerasan.
Dalam Islam, hubungan suami istri bukan seperti atasan dan bawahan, bukan pula hanya sekadar hubungan seksual semata. Hubungan suami istri layaknya seperti sahabat sejati yang dihiasi dengan kasih sayang. Dengan adanya hubungan ini, akan terwujud ketenangan dan ketenteraman. Oleh karena itu, Islam menjelaskan terkait hak dan kewajiban suami istri.
Sebagaimana firman Allah: “Dan bergaulah dengan mereka secara patut (makruf).” (TQS An-Nisa: 19)
Islam memerintahkan bahwa seorang istri wajib taat kepada suaminya selama tidak dalam kemaksiatan. Sedangkan suami, dia akan menjadi pemimpin dalam rumah tangga. Peran suami istri ini akan dilakukan dengan penuh kasih sayang dan dorongan ketakwaan. Tidak boleh ada kepemimpinan ganda yang akhirnya akan menimbulkan perpecahan dalam rumah tangga.
Salah satu penyebab adanya KDRT adalah tekanan ekonomi. Oleh karena itu, negara wajib hadir untuk mengatasi masalah ekonomi. Negara akan melakukan fungsinya sebagai raa'in, yaitu pengurus urusan rakyat. Negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar tiap individu rakyat, yaitu kebutuhan sandang, pangan, dan papan secara layak.
Negara akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya dengan gaji yang layak bagi laki-laki. Individu yang tidak memiliki modal, negara akan memberi modal tanpa harus dikembalikan. Negara akan memberikan pelatihan skill bagi yang tidak memiliki keahlian secara gratis tanpa batas waktu. Sedangkan bagi individu yang lemah secara fisik atau mental, negara akan memberi bantuan sesuai dengan kebutuhan.
Selain itu, negara akan menjamin kebutuhan umum, yaitu kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara gratis dan berkualitas. Semua ini akan bisa terwujud jika negara menerapkan sistem ekonomi Islam, yaitu membagi kepemilikan dalam tiga kategori.
Pertama, pos kepemilikan negara antara lain dari fai, ghanimah, kharaj, jizyah, khumus, 'usyur, ghulul, rikaz, dan yang sejenisnya.
Kedua, pos kepemilikan umum antara lain dari minyak, gas bumi, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan.
Ketiga, pos zakat yang hanya boleh didistribusikan kepada delapan asnaf.
Negara juga menegakkan sanksi hukum yang tegas dan membuat efek jera. Fungsi sanksi di dalam Islam adalah sebagai penebus dosa kelak di akhirat dan memberi efek jera bagi masyarakat sehingga kemaksiatan dapat dicegah sedari awal.
Demikian, bagaimana Islam mampu menyelesaikan permasalahan KDRT hingga ke akar-akarnya. bahkan aturan Islam mampu mencegah agar tidak timbul masalah dalam kehidupan manusia. Aturan ini tidak mungkin diterapkan secara parsial dalam sistem ekonomi dan pendidikan saja, tetapi butuh perubahan sistem secara keseluruhan. Sistem yang mampu menerapkan seluruh aturan Islam hanya sistem warisan Rasulullah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]











