Featured Post

Recommended

Tunjangan Dewan Selangit Rakyat Makin Terimpit

Fenomena ini tidak lain merupakan cermin dari sistem sekuler-kapitalis Sistem yang memisahkan agama dari urusan kehidupan, hingga jabatan po...

Alt Title
Tunjangan Dewan Selangit Rakyat Makin Terimpit

Tunjangan Dewan Selangit Rakyat Makin Terimpit



Fenomena ini tidak lain merupakan cermin dari sistem sekuler-kapitalis

Sistem yang memisahkan agama dari urusan kehidupan, hingga jabatan politik tak lagi dipandang sebagai amanah, melainkan jalan pintas menuju kemewahan


_______________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Beberapa minggu belakangan, Indonesia kembali menunjukkan gambaran ironi yang suram. Di satu sisi, masyarakat kecil terpaksa berhemat dengan ketat karena harga beras, minyak goreng, dan sembako terus meningkat. Biaya transportasi dan listrik makin membebani, sedangkan gaji pekerja tetap stagnan.


Namun di pihak lain, informasi yang beredar dari Senayan membuat masyarakat terkejut. Para anggota dewan yang jumlahnya sekitar lima ratusan dilaporkan mendapatkan tunjangan perumahan yang mencapai puluhan juta rupiah setiap bulannya.


Puan Maharani Ketua DPR bahkan menyatakan bahwa besaran tunjangan rumah senilai Rp50 juta telah melalui analisis. Ditambah lagi dengan fasilitas lainnya: tunjangan transportasi Rp7 juta dan tunjangan beras Rp12 juta setiap bulan. (Tempo.co, 19-08-2025)


Jika dijumlahkan, total penerimaan anggota dewan bisa mencapai Rp69–91 juta setiap bulan, bahkan tanpa dipotong pajak. ICW (Indonesia Corruption Watch) mencatat dalam lima tahun masa jabatan negara berpotensi menggelontorkan Rp1,74 triliun hanya untuk tunjangan rumah para legislator.


Angka sebesar ini sebetulnya bisa dialokasikan untuk membantu jutaan rakyat miskin melalui subsidi kebutuhan pokok. Sementara, Formappi (Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia) menilai kebijakan ini justru melahirkan jurang kesenjangan baru antara elite politik dengan rakyat yang seharusnya mereka wakili.


Kapitalisme Menyuburkan Ketidakadilan Sosial


Di tengah tekanan hidup yang makin berat, kucuran tunjangan fantastis bagi pejabat jelas menegaskan wajah kebijakan yang zalim—minim empati, penuh hedonisme. Saat rakyat berhemat demi bertahan hidup, wakilnya justru menumpuk kenyamanan dengan fasilitas mewah.


Fenomena ini tidak lain merupakan cermin dari sistem sekuler-kapitalis. Sistem yang memisahkan agama dari urusan kehidupan, hingga jabatan politik tak lagi dipandang sebagai amanah, melainkan jalan pintas menuju kemewahan. Tak heran, banyak pejabat tak merasa bersalah menghabiskan uang rakyat di tengah penderitaan masyarakat.


Padahal Allah Swt. dengan tegas berfirman dalam QS. An-Nisa: 58: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil."


Dari ayat tersebut menyatakan bahwa setiap amanah kepemimpinan harus dijalankan dengan adil dan penuh tanggung jawab. Hadis Rasulullah saw. bersabda: “Setiap pemimpin adalah penggembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya.” (HR. Muslim)


Ulama terkemuka, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Syakhshiyah Islamiyah volume II, menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kepribadian Islam: cara berpikir dan sikap yang berlandaskan ketakwaan, sifat lembut terhadap masyarakat, dan keberanian dalam menegakkan keadilan.


Solusi Islam untuk Menutup Jurang Kesenjangan


Dalam Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam (Sistem Ekonomi Islam) Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan bahwa gaji atau tunjangan pejabat boleh diambil dari Baitulmal. Namun, hanya sebatas kompensasi yang layak serta cukup untuk menjalankan amanah, bukan untuk bermewah-mewahan.


Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang kami angkat untuk suatu pekerjaan, lalu kami beri gaji, maka apa yang ia ambil setelah itu adalah ghulul (pengkhianatan).” Hadis ini mengingatkan setiap tambahan berlebihan dari hak seharusnya adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik.


Artinya, pejabat hanya berhak menerima gaji yang layak, bukan melimpah. Standar ini sudah diteladankan oleh Umar bin Khattab r.a.. Sang khalifah hanya mengambil secukupnya dari Baitulmal untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, tidak lebih.


Demikian gambaran kepemimpinan yang ditawarkan dalam Islam: sederhana, penuh tanggung jawab, serta menolak segala bentuk kesenjangan sosial. Singkatnya pemimpin adalah pelayan rakyat, bukan penguasa yang harus dilayani sebagaimana kondisi saat ini yang ironi dengan kondisi islami. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

 

Nafisusilmi

Darurat Narkoba di Mana Peran Negara?

Darurat Narkoba di Mana Peran Negara?



Dalam sistem ini, narkoba dipandang sebagai barang yang bernilai ekonomi

Selama permintaan terhadap narkoba transaksi gelap narkoba akan terus berlangsung

_______________________


Penulis Rosmili 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kasus penyalahgunaan narkoba di negara ini makin memprihatinkan. Meningkatnya jumlah pengguna dan pengedar telah melibatkan elite politik, artis, anak-anak, anak sekolah, mahasiswa, dan kelompok lainnya. Meski perbuatan itu sangat di larang oleh Allah Swt..


Namun, narkoba tetap menjadi obat yang sangat di sukai di kalangan masyarakat. Tak hanya perkotaan, tetapi masyarakat bawah. Seperti dilansir dalam Kendaripos.com (15-07-2025) bahwa menjelang tahun 2025 kasus narkoba di Sulawesi Tenggara meningkat drastis. Tentu ini memicu kekhawatiran bagi masyarakat, termasuk aparat penegak hukum. 


Sebagaimana tercatat berdasarkan data direktorat reserse narkotika kepolisian daerah sampai pada akhir bulan Juni 2025. Terdapat sebanyak 259 kasus narkoba tindak pidana di wilayah Bumi Anoa. Sesuai barang bukti yang ditemukan bahwa kasus yang terjangkit berupa ganja seberat 350 kg, 99 butir ekstasi, tembakau gorilla seberat 803,88 kg, maupun sabu-sabu mencapai seberat 25.421,40 gram.


Kepala Kepolisian Daerah Irjen Pol Didik Agung Widjanarko menegaskan kepada pihaknya yang telah melakukan berbagai langkah strategis. Agar terus menerus melakukan pemberantas terhadap peredaran narkotika terutama para penyasar jaringan pengedar narkoba.


Kepala Badan Narkotika Nasional menyatakan bahwa secara ekonomi perputaran uang dari peredaran narkoba yang ada di Indonesia diperkirakan sudah hampir mencapai Rp500 triliun per tahun. Sedangkan secara jumlah yang seharusnya mereka adalah pelindung atau penjaga masyarakat, termasuk penghuni lapas di Indonesia sebanyak 25%.


Dari data ini menunjukkan bahwa Sulawesi Tenggara darurat penyebaran narkoba. Kurang lebih 90% narkotika sudah tersebar ke negara Indonesia diimpor melalui jalur pantai. Daerah Jawa Barat bagian selatan merupakan titik yang sangat rawan penyusupan narkoba. Terlebih ada masyarakat lokal terlibat dalam kelancaran penyebaran narkoba hingga dengan mudahnya masuk ke negara Indonesia.


Sulit Diberantas


Walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas narkoba. Akan tetapi, harapan memberantas narkoba dengan tuntas terlihat makin berat. Dengan berton-ton narkoba ilegal yang diselundupkan ke Indonesia, sungguh mengerikan membayangkan ribuan kilogram barang selundupan berakhir di tangan para pengedar, distributor, bahkan pengguna.


Peredarannya meluas pengguna menikmati kebebasan yang semakin meningkat, dan para pengedar tak kalah kejamnya. Bukan tanpa alasan, maraknya kasus narkoba karena disebabkan beberapa faktor. Di antaranya adalah penegakan hukum dalam upaya memberantas narkoba masih menjadi PR besar karena tidak memberi efek jera. Walaupun telah ada regulasi hukum terkait narkoba pelaksanaannya masih berjalan lambat, misalnya dengan hukuman penjara.  


Penjara yang seharusnya menjadi tempat untuk menjalani hukuman selama waktu yang ditentukan. Realitanya menjadi tempat perdagangan dan pengendali narkotika. Begitu pun ketika para pelaku keluar penjara sangat minim jaminannya untuk bertobat menyesali perbuatannya. Pelaku justru makin ahli dalam mengedar narkoba karena ada beberapa bukti terjerumus ke dalam jurang narkotika bukan hanya sekadar pengedar, tetapi menjadi pemakai, hingga harus keluar masuk penjara.


Terlebih dalam sistem kapitalis yang diterapkan saat ini dengan asasnya berfokus pada mencari materi sebanyak-banyaknya. Narkoba menjadi bisnis yang menggiurkan. Apalagi dalam sistem ini, narkoba dipandang sebagai barang yang bernilai ekonomi. Selama permintaan terhadap narkoba transaksi gelap narkoba akan terus berlangsung.  


Hal ini selaras prosedur produksi dalam ekonomi kapitalisme menyatakan jika barang itu masih ada yang menginginkan dan masih ada yang mau jadi pengedar produk itu akan terus berkelanjutan. Di samping itu, lemah imannya dan Islam tidak lagi menjadikan sebagai solusi.

 

Akibat sistem yang serakah ini, diperparah oleh sifat sekuler yang mengabaikan norma-norma agama dalam kehidupan sehari-hari. Agama hanya sebuah keyakinan, tetapi tidak memiliki kekuatan mengikat hukum syariat sebagai bukti keimanan tersebut. Jelas, sistem kapitalis yang memicu kasus-kasus narkoba di seluruh dunia.


Di sisi lain, gaya hidup elite dan ketimpangan ekonomi yang sangat krisis sehingga membelit kehidupan masyarakat saat ini. Ketika sudah mengalami stres, pusing, dan lain sebagainya sehingga berdampak pada pengambilan jalan pintas, yakni miras, narkoba, sampai bunuh diri. 


Termasuk generasi saat ini banyak yang terbelit dengan masalah seperti pergaulan bebas, tekanan keluarga, lingkungan, maupun tekanan dunia pendidikan sehingga mereka termasuk dalam penyalahgunaan narkotika. Ini adalah salah satu contoh negara yang sangat gagal dalam melindungi generasi muda hari ini.


Solusi Islam 


Selama sistem kapitalis yang diterapkan tidak ada solusi yang mampu memusnahkan atau memutuskan rantai lingkaran narkotika selain Islam. Islam adalah satu-satunya sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Tak hanya berkaitan dengan ibadah, tetapi aturan ini juga diterapkan dalam sebuah pemerintahan.   


Di dalam sistem Islam narkoba hukumnya haram dan tidak dijadikan sebagai barang ekonomi. Karena itu, barang haram tidak boleh di jualbelikan, dikonsumsi, dan penyaluran yakni didistribusikan di tengah-tengah masyarakat karena ini merupakan suatu bentuk perbuatan kejahatan yang harus dimusnahkan.


Sesuai dengan sabda Rasulullah saw. bahwa: “Melarang setiap zat yang dapat memabukkan dan menenangkan [mafatir]." {HR. Abu Dawud dan Ahmad}


Setiap aksi kejahatan narkotika merupakan bagian dari tindakan yang dibenci oleh Allah Swt. yakni telah melanggar hukum syarak yang diterapkan di dalam sistem Islam. Ketika diterapkan sanksi dalam sistem Islam. Sanksi itu akan berfungsi sebagai cara yang defentif (zawajir) merupakan pencegahan untuk orang lain. Agar tidak lagi melakukan kejahatan yang sama, termasuk penebus dosa para pelaku sehingga tidak mendapatkan azab dari Allah Swt. di akhirat kelak.


Walaupun mempunyai jenis yang sama dengan khamr. Namun, sanksi terkait narkoba berbeda karena hukuman pelaku narkoba tidak memiliki aturan secara terperinci di dalam hukum syarak sebagaimana hukuman pelaku khamr. Oleh karena itu, sanksi pelaku narkoba berupa hukuman yang dijatuhkan atas dasar kebijakan hakim yang disebut dengan takzir


Selain itu, dalam sistem Islam dalam memilih pemimpin akan dilihat dari perbuatan. Pemimpin  harus amanah, takwa, dan mampu menjaga dirinya dari dosa kecil maupun dosa besar. Ketakwaan itu akan menjadi salah satu kunci atau benteng yang paling kuat pada setiap individu. Karena akidah Islam menjadi fondasi dasar dalam sistem Islam. Segala aktivitas dan kebahagiaan tolok ukurnya adalah mendapatkan rida Allah Swt.. 


Tak hanya itu, sistem Islam akan menerapkan sistem pendidikan Islam. Tujuannya hanya untuk membentuk sebuah individu yang memiliki kepribadian Islam. Jika seseorang memiliki kepribadian tersebut akan tertanam kuat tsaqafah atau pemahaman Islam. Bahwa besar atau sedikit dalam mengonsumsi barang yang haram berupa narkoba akan tetap haram. Alhasil, dengan pemahaman ini akan menjadi senjata utama setiap individu muslim untuk tidak menggunakan narkotika.


Dengan demikian, hanya dengan Islam penyalahgunaan narkoba dapat diselesaikan secara menyeluruh. Bukan dengan sistem lain yang hanya menambah suburkan narkoba. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Membakar Gedung Membunuh Menjarah Adalah Haram

Membakar Gedung Membunuh Menjarah Adalah Haram



Demonstrasi tidak dilarang dalam Islam sebagai cara menyampaikan aspirasi

Namun, demonstrasi anarkis yang merusak, membakar, menjarah, baik milik per-orangan maupun umum atau negara, hukumnya haram

______________________


Penulis Abd. Latif

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Indonesia dalam peringatan 80 tahun kemerdekaannya telah mencatat sejarah kelam. Bagaimana tidak, hampir terjadi di setiap kota di negeri ini gelombang aksi menuntut pembubaran DPR. Tuntutan ini dilayangkan rakyat karena DPR dinilai sudah tidak aspiratif dan terkesan memupuk kekayaan pribadi serta membuat kebijakan yang menyengsarakan rakyat.


Di tengah impitan ekonomi yang dirasakan oleh rakyat negeri ini, tekanan pajak yang tinggi, naiknya berbagai kebutuhan pokok, ternyata DPR yang katanya wakil rakyat malah menaikkan tunjangannya dan bersorak-sorai, berjoget ria tanpa merasa menzalimi rakyat yang hidup sengsara. Dari sinilah ungkapan kemarahan rakyat menjelma menjadi kekuatan liar yang tak terkendali. 


Aksi massa yang tidak terima dengan berbagai kebijakan negara kini menyasar ke berbagai gedung atau fasilitas negara. Tidak hanya itu, penjarahan pun terjadi pada rumah dan harta pejabat yang dinilai telah menghina rakyat kecil melalui statement-nya. Akibat dari ini, banyak gedung/aset milik negara terbakar. Mulai dari gedung DPRD Makasar, gedung DPRD NTB, gedung DPRD Kediri, gedung negara Grahadi Surabaya, gedung SIM dan SPKT Mapolda DIY, Wisma MPR di Bandung, dan masih banyak lagi. Tidak hanya membakar, bahkan mereka pun menjarah barang-barang, baik milik pejabat maupun fasilitas negara. 


Selain gedung dan penjarahan barang, nyawa pun menjadi korban keberingasan massa. Banyak korban jiwa, luka-luka, baik dari pihak masyarakat maupun pejabat atau kepolisian negara. Mengapa ini terjadi di tengah hiruk-pikuk perayaan kemerdekaan RI? Lalu bagaimana pandangan Islam terhadap peristiwa ini?

 

Sungguh tidak ada asap tanpa api, artinya tidak ada masalah tanpa sebab. Ada beberapa sebab yang memicu aksi massa tersebut, di antaranya adalah tunjangan DPR/MPR yang sangat fantastis hingga Rp50 juta per bulan yang dianggap sangat menyimpang dari kondisi masyarakat hari ini. Kematian Affan Kurniawan akibat dilindas oleh kendaraan Brimob yang merupakan simbol kekuatan negara yang akhirnya viral.

 

Krisis ekonomi dan ketidakadilan pun turut mewarnai sebab marahnya massa. Pajak dinaikkan dan di saat yang sama tunjangan pejabat dan fasilitasnya ditingkatkan, sementara rakyat menjerit kelaparan. Rasional anggaran, ketimpangan sosial, juga naiknya biaya kuliah. Semua kondisi ini menyeret serikat pekerja dan mahasiswa dalam unjuk rasa. Ditambah mudahnya komunikasi melalui media sosial yang cepat diterima. 


Lantas, bagaimana Islam memandang persoalan ini? Dalam pandangan syariat Islam, demonstrasi pada dasarnya adalah cara menyampaikan aspirasi. Hukum asalnya adalah boleh atau mubah selama memenuhi syarat, yaitu damai, tidak merusak, dan bertujuan menegakkan keadilan dan kebenaran.

 

Hal ini pernah terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan. Pada saat itu masyarakat Mesir, Kufah, dan Basrah datang ke Madinah untuk menyampaikan aspirasinya. Mereka menuntut agar Khalifah Usman mencopot dan mengganti para gubernur/pejabat yang dianggap zalim atau tidak adil. Mereka pun memandang betapa banyak kebijakan yang menguntungkan kerabat dekat khalifah di kala itu. Usman pun menerima mereka dan aspirasi yang disampaikan dengan lembut.


Dari sini kita bisa mengambil hikmah bahwa menyampaikan aspirasi ke kepala negara/pejabat adalah sah-sah saja dalam Islam. Namun demikian, Islam melarang secara tegas jika dalam demonstrasi ada perilaku-perilaku anarkis atau membuat kerusakan. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-A’raf ayat 56, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi ini setelah Allah memperbaikinya .…”


Nabi Muhammad saw. juga bersabda, “Sesungguhnya darahmu, hartamu, dan kehormatanmu adalah haram atas kalian (untuk dilanggar) sebagaimana sucinya hari ini, di negeri ini ….”


Artinya bahwa demonstrasi dengan membakar gedung, menjarah, atau merusak fasilitas umum tentu tidak diperbolehkan alias haram. 


Dalam adab berjihad juga terdapat hadis yang melarang merusak gedung/bangunan, menebang pohon, dan membunuh tanpa hak. Rasulullah saw. berpesan kepada pasukan jihad, “Berangkatlah kalian dengan nama Allah Swt., dan janganlah membunuh orang tua, anak-anak, wanita. Dan janganlah menebang pohon.” (HR. Abu Dawud no. 2614)


Dalam kesempatan lain Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah kalian membakar pohon kurma, jangan menenggelamkannya dengan air, jangan merusak bangunan, dan jangan membunuh hewan ternak kecuali untuk dimakan." (HR. Malik dalam Al-Muwaththa’)


Kalau dalam perang saja yang itu jelas musuhnya adalah orang-orang kafir, Islam telah jelas melarang merusak sembarangan, apalagi dalam keadaan damai juga dengan saudara Islam sendiri, tentu hal ini jauh lebih haram lagi.


Jadi jelaslah bahwa aktivitas demonstrasi tidak dilarang dalam Islam karena hal itu adalah cara menyampaikan aspirasi. Namun, demonstrasi yang anarkis kemudian merusak, membakar, menjarah, baik milik per-orangan/pribadi maupun milik umum atau negara hukumnya adalah haram. 


Wahai saudaraku …, apa yang kalian lakukan hari ini dengan membakar gedung-gedung, merusak fasilitas umum, menjarah harta pejabat atau harta negara adalah bertentangan dengan syariat Islam. Allah Swt. tidak akan pernah rida dengan cara-cara ini. Sementara jika Allah tidak rida, maka keberkahan akan dicabut. Artinya, aktivitas yang dilakukan tidak akan membuahkan kebaikan dan kemaslahatan untuk kita dan negara kita.


Ingatlah, hanya dengan Islam kita mulia. Hanya dengan Islamlah kita bahagia, dan hanya dengan Islam kita akan masuk surga. Jalan terbaik tentulah bersegera untuk senantiasa tunduk dengan Islam, artinya menegakkan Islam secara kafah dalam bingkai Khil4fah Rasyidah. Hanya dengan itu hidup akan mulia, selamat dunia dan akhirat. Wallahualam bissawab. [By/MKC]

Seorang Remaja Dibakar Bukti Kapitalisme Gagal Menjaga Nyawa

Seorang Remaja Dibakar Bukti Kapitalisme Gagal Menjaga Nyawa



Inilah realitas ketika hidup di dalam sistem aturan yang dibuat oleh manusia

yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan

_______________________


Penulis Widia Fitriani Sitopu, S.Pd

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Seorang remaja Peri Andika namanya (18) hampir saja kehilangan nyawa setelah dibakar hidup-hidup oleh sekelompok orang di Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Peristiwa ini terjadi pada 6 Agustus 2025. Saat itu PA dan temannya, mengambil 2 karung ubi sekitar pukul 5 pagi. Ternyata aksi mereka diketahui sehingga langsung melarikan diri dengan meninggalkan sepeda motor, dan 2 karung berisi ubi tersebut.


Setelah berhasil kabur, ternyata sore harinya mereka memilih kembali ke kebun ubi dengan niat meminta maaf. Naas, bukan maaf yang di dapat malah ia dibakar dan akhirnya mengalami luka bakar. Dikutip dari Tribunnews.com (12-08-2025) diketahui terduga pelaku pembakaran merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkab Deli Serdang, berinisial HR dan seorang oknum anggota Brimob Binjai yang diduga ikut menganiaya.


Bukanlah hal yang baru, ketika mencuri menjadi salah satu solusi peliknya ekonomi yang mengimpit. Mencuri menjadi lumrah dan kerap terjadi. Ini dikarenakan sempitnya lapangan pekerjaan yang menyebabkan angka pengangguran meningkat. Ditambah biaya kebutuhan pokok melonjak. Imbasnya biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan hidup menjadi mahal dengan penghasilan yang tidak menentu.


Sekularisme Akar Masalah


Kondisi kehidupan saat ini memaksa berbuat apa pun demi mendapatkan materi. Inilah bukti ketika hidup di dalam sistem kapitalis sekuler. Di mana manusia diajarkan untuk mencari materi sebanyak-banyaknya tanpa peduli halal dan haram.


Maka akan wajar banyak penyelewengan terjadi serta membuat masyarakat memilih cara praktis dalam menghasilkan materi. Inilah realitas ketika kita hidup di dalam sistem aturan yang dibuat oleh manusia. Sistem sekularisme yaitu berasaskan pemisahan agama dari kehidupan. Di mana, kita hidup dalam lingkaran yang sebenarnya membelenggu secara struktural dengan tidak sadar menyebabkan kita semua juga menjadi korbannya. Tolok ukur berbuat adalah manfaat tanpa pertimbangan meski sampai merenggut nyawa. 


Kita tentu prihatin atas kekerasan yang menimpa PA. Namun, kita juga harus melihat dari berbagai sisi. Tindakan PA tentu salah dan keliru. Meski akhirnya ia dengan percaya diri mengambil jalan kembali untuk mengakui kesalahannya. Fakta bahwa PA mencuri ubi menjadi bukti bahwa sistem sekuler tidak mampu mewujudkan individu dan masyarakat yang bertakwa. Standar benar salah tidak berdasarkan pada halal haram.


Kemudian kontrol masyarakat terhadap setiap perbuatan yang melanggar syariat tidak berjalan, hingga akhirnya tidak ada pembiasaan untuk amar makruf nahi mungkar. Belum lagi sanksi untuk pelaku tidak ditetapkan dengan tegas. Walhasil, masyarakat akan menormalisasi segala perbuatan yang berpotensi buruk. 


Ada beberapa faktor pemicu yang bisa kita lihat dari kejadian ini, yaitu sikap main hakim sendiri seorang pejabat akan menjadi dalih bagi rakyat untuk berbuat sesukanya. Sebagaimana pepatah mengatakan "Penguasa adalah cermin bagi rakyatnya." Bila pejabatnya menunjukkan sikap minimnya kesadaran hukum dalam merespons kriminalitas dengan main hakim sendiri, maka bagaimana nanti rakyatnya?


Kemudian kontrol emosi yang lemah. Faktor ini disebabkan dalam sistem sekuler kapitalisme yang cenderung emosional dan temperamental. Karena tidak ada batasan yang jelas bagaimana mengelola emosi di saat-saat tertentu. Bagaimana marah yang dianjurkan dan lain sebagainya.


Terakhir, lingkungan sosial dan budaya yang permisif (serba boleh) terhadap kekerasan. Jika terbiasa menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalahnya, maka sejatinya akan timbul masalah baru. Selain dengan cara itu dirasa masalah tidak akan selesai. Miris.


 Solusi dalam Islam 


Dalam kasus PA yang dikeroyok dan dibakar hampir meregang nyawa termasuk kemaksiatan yang sanksinya berupa jinayah. Menurut istilah, jinayah adalah pelanggaran terhadap badan yang di dalamnya mewajibkan kisas atau harta (diat), juga berarti sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap tindak penganiayaan.


Dari setiap anggota tubuh dan tulang manusia, kadarnya harus sesuai dengan kadar sesuai yang tercantum dalam sunah. Sebagaimana HR. An-Nasai dari Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm dari bapaknya dari kakeknya, "Bahwa Rasulullah telah menulis surat kepada penduduk Yaman. Isinya, "Barangsiapa terbukti membunuh seorang wanita mukmin, ia dikenai kisas, kecuali dimaafkan oleh wali pihak yang terbunuh.

 

Dibuat dalam jiwa 100 ekor unta, pada hidung yang terpotong dikenakan diat, pada lidah ada diat, pada dua bibir ada diat, pada dua buah pelir dikenai diat, pada penis dikenai diat, pada tulang punggung dikenakan diat, pada dua biji mata ada diat, pada satu kaki ada ½ diat, pada ma'munah ⅓ diat, pada jaifah ⅓ diyat, pada munaqqilah 15 ekor unta, pada setiap jari kaki dan tangan 10 ekor unta, pada gigi 5 ekor unta, pada muwadldlilah 5 ekor unta, dan seorang laki-laki harus dibunuh karena membunuh seorang perempuan dan bagi pemilik emas, 1000 dinar. Atas dasar ini maka sanksi atas penganiayaan anggota badan adalah diat atau irsyi, bukan yang lain.


Islam menjadikan standar dalam perbuatan seseorang adalah halal atau haram. Di mana segala tingkah laku yang dilakukan berdasarkan hukum syarak sehingga terbentuk ketakwaan individu di tengah- tengah masyarakat.

 

Sistem  ekonomi dalam Islam juga memiliki pengaturan baik itu kepemilikan individu, masyarakat, maupun negara. Di dalam Islam, sudah menjadi kewajiban khalifah untuk memberikan jaminan akan kebutuhan dasar masyarakat seperti kisah Umar Bin Khattab di mana beliau memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan primer rakyat. Beliau juga membayar utang-utang dan memberikan biaya kepada para petani agar mereka menanami tanahnya. Hal ini juga berlaku bukan hanya diberikan kepada kaum muslim, tetapi juga kepada orang nonmuslim.


Kemudian dalam Islam juga memiliki kepribadian yang bertakwa kepada Allah sehingga tidak mudah melakukan halal atau melakukkan tindakan mencuri. Semua itu menunjukkan betapa Islam memberikan keberkahan dan kesejahteraan. 


Demikianlah ketika Islam menjawab setiap solusi problematika kehidupan. Maka sudah sewajarnya kita mengganti sistem hari ini dengan sistem yang menjaga darah, harta, dan kehormatan rakyatnya, di bawah naungan sistem Khil4fah. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Perjuangan Sholawat Cahaya Umat

Perjuangan Sholawat Cahaya Umat



Bersholawat-lah dengan penuh cinta

Dan berjuanglah tanpa lelah dan penuh asa


_________________________

 

Teh Ncie

Kontributor Media Kuntum Cahaya

 

KUNTUMCAHAYA.com, PUISI - Di sepertiga malam hati merindu

Terdengar lantunan sholawat bersatu

Yaaa Rasulullah, kekasih hati terdalam

Nikmatmu mengalir laksana embun nan pagi temaram


Pencapaian hadirmu terlukis kisah

Tanpa takut caci maki 

Tanpa henti menyerah

Saat gulita datang

Engkau penerang

Jahiliyah terhalau oleh nur cahayamu 


Maka, bersholawat-lah dengan penuh cinta

Dan berjuanglah tanpa lelah dan penuh asa

Sebab di sanalah pahala berharga

Dan di situlah keberkahan selalu ada [Dara/MKC]


Perang Sudan dan Kepentingan Imperialisme Amerika

Perang Sudan dan Kepentingan Imperialisme Amerika



Segala kekacauan yang menimpa Sudan akibat dari hilangnya kekuasaan Islam

Menjadikan negeri-negeri kaum muslim sebagai santapan keserakahan para pemimpin imperialis barat, khususnya Amerika


_________________________


Penulis Caca

Kontributor Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Timur Tengah wilayah kaya akan minyak dan sumber daya alam. Tak terkecuali benua Afrika, tepatnya Sudan. Negara di benua hitam yang menyimpan cadangan energi yang terbarukan, khususnya energi surya. Begitu pun, kekayaan yang tersimpan di perut bumi, seperti pertanian dan ekspor minyak yang menjadi sumber pendapatan utama negara. 


Dilihat dari letak geografisnya, Sudan mempunyai letak yang strategis mampu menopang perdagangan internasional. Sudan berada di Afrika Timur Laut menjadikan penghubung antara benua Afrika dan Timur Tengah. Memiliki garis pantai laut merah. Jalur ini merupakan salah satu jalur maritim tersibuk di dunia. Sudan memiliki posisi pertemuan di antara sungai Nil putih di Khartoum, dan sungai Nil biru yang kemudian membentuk sungai Nil.


Tentu dengan potensi sumber daya alam yang melimpah dan posisi yang strategis menjadikan Sudan sebagai incaran negara Barat. Begitu pun keadaan saat ini, konflik kudeta, dan perebutan kekuasaan, tidak bisa dilepaskan dari kepentingan Barat yang selalu ingin menjadikan negara boneka di bawah kendalinya. Tak sedikit, dampak dari konflik yang berkepanjangan di Sudan menimbulkan gelombang bencana kelaparan, pemerkosaan, dan krisis kemanusiaan yang makin luas. 


Komite Penyelamatan Internasional (IRC) menganalisis negara-negara mana yang paling mungkin mengalami krisis kemanusiaan baru atau yang memburuk. Untuk tahun kedua berturut-turut, Sudan berada di puncak daftar karena keruntuhan negara itu makin cepat di tengah perang saudara yang brutal dan berdampak buruk pada warga sipil.


Sebelum perang meletus pada April 2023, Sudan telah mengalami krisis kemanusiaan parah yang menyebabkan 15,8 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Perang selama dua tahun telah memperburuk kondisi ini, menyebabkan lebih dari 12 juta orang mengungsi dan 30,4 juta orang—lebih dari separuh populasi Sudan—membutuhkan bantuan kemanusiaan.


Sudan kini menjadi krisis pengungsian terbesar dan tercepat di dunia. Krisis ini juga merupakan krisis kemanusiaan terbesar yang pernah tercatat. (rescu.com, 24-07-2025)


Awal Mulai Konflik 


Dalam sejarahnya, Sudan merupakan negara yang tidak pernah sepi dari konflik internal yang syarat akan kepentingan dunia internasional, khususnya negara adidaya Amerika. Seperti keadaan saat ini, perang yang meletus pada 15 April 2025 masih berlangsung hingga saat ini. 


Hal ini diklaim sebagai perebutan kekuasaan militer. Perang yang melibatkan dua kekuatan militer, antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) yang merupakan angkatan militer negara di bawah kendali panglima militer Abdel Fatah Al Burhan. Melawan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter yang dipimpin oleh Muhamed Hamdan atau yang lebih dikenal dengan "Hemedti". 


RSF merupakan kelompok yang terdiri dari kalangan sipil yang dipersenjatai oleh negara. Awal pembentukan untuk memberantas pemberontak yang melawan negara. RSF dipimpin oleh Hemedti yang awalnya merupakan tangan perpanjangan negara untuk mengatasi permasalahan pemberontak di Darfur.


Di mana negara tidak mampu mengakses wilayah tersebut untuk segara diatasi. RSF dibentuk untuk mampu melindungi kepentingan negara dari ancaman pemberontak. Akan tetapi, Jenderal Burhan dan Jenderal Dagalo tidak sependapat mengenai arah negara ini dan usulan langkah menuju pemerintahan sipil.


Politik Kepentingan Amerika 


Sejatinya, perang yang telah berlangsung beberapa tahun ke belakang tidak bisa dilepaskan dari intervensi Amerika yang ingin menguasai kekayaan alam dan posisi strategis Sudan. Kedua pemimpin militer yang dulu berteman merupakan partner dalam mencapai kepentingan politik. Sesungguhnya mereka adalah agen Amerika yang bertugas untuk menjadi tangan perpanjangan imperialis. Sebelumnya pemimpin Sudan adalah Omar Basyir yang dilengserkan oleh kudeta merupakan pemimpin yang sudah tidak layak dipertahankan Amerika. 


Alhasil, kedua jenderal yang sedang bertikai ini saling berebut kekuasaan. Siapa pun pemenangnya mereka adalah antek Amerika yang dipersiapkan untuk melanjutkan kepentingannya. Walaupun dalam perjalanannya saat ini dengan adanya kudeta kekuasaan, rakyat Sudan seolah-olah mengalami transisi ke pemerintah sipil yang lebih adil. Akhirnya, menimbulkan kekacauan yang luar biasa. 


Besar kemungkinannya apabila transisi hal ini terjadi, memungkinkan celah negara Eropa dan Inggris menancap pengaruhnya dan memberikan intervensi, menguasai sumber daya alam Sudan. Kekayaan Sudan yang sangat besar adalah lumbung pemasukan bagi negara-negara Eropa.


Tentu hal ini yang akan menggeser posisi Amerika di Sudan. Faktanya, siapa pun pemenangnya Amerika sudah mengondisikan pemimpin Sudan yang akan mengamankan kepentingannya. Walaupun rakyat Sudan menjadi taruhan, Amerika tidak pernah peduli dengan dampak yang telah ditimbulkan akibat dari hegemoni penjajahnya.


Berharap Kepada Islam 


Segala potensi Sudan adalah anugerah pemberian Allah Swt. yang diberikan kepada umat Islam untuk dikelola sesuai aturan Allah Swt.. Namun, segala potensi itu menjadi bencana apabila kita mengabaikan aturan-Nya.


Segala kekacauan yang menimpa Sudan akibat dari hilangnya kekuasaan Islam. Menjadikan negeri-negeri kaum muslim sebagai santapan keserakahan para pemimpin imperialis Barat, khususnya Amerika. Untuk itu tidak ada alasan lain, selain kita berharap kepada sistem Islam yang bersumber dari Allah Swt.. Sistem Islam melahirkan kepemimpinan yang benar, Islam melihat kekuasaan sebagai amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt..


Kekuasaan bukan sarana untuk memperkaya diri atau untuk menguasai sumber daya alam. Akan tetapi, untuk mengurusi urusan umat. Penguasa bukan orang yang akan menguasai sumber daya alam, tetapi negara dan khalifah sebagai eksekutor yang mengatur dan mengolah sumber daya alam untuk kepentingan umat. Haram hukumnya individu menguasai sumber-sumber kekayaan alam. 


Kekuasaan Islam ini tidak melanggengkan hubungan diplomatik dengan kafir penjajah, apalagi membangun kerja sama untuk melakukan eksploitasi sumber daya alam yang jelas-jelas haram hukumnya. Islam hanya membangun relasi berdasarkan kepentingan dakwah dan jihad. Negara Islam berdiri tegak atas kekuatan ideologi yang benar, mandiri tanpa intervensi negara lain. Untuk itu, sudah selayaknya kita memperjuangkan Islam kembali tegak di tengah-tengah dunia. Wallahualam bissawab.[Dara/MKC]

Delapan Dekade Merdeka: Pendidikan Masih Tertinggal Kesehatan Kian Terabaikan

Delapan Dekade Merdeka: Pendidikan Masih Tertinggal Kesehatan Kian Terabaikan



Selama negara dikelola dengan sistem sekuler, bidang pendidikan, dan kesehatan

justru hanya dijadikan ladang bisnis seperti yang tampak saat ini.

__________________


Penulis Ika Fath

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Sudah 80 kali Indonesia merayakan kemerdekaan, tetapi cita-cita mencerdaskan bangsa seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 jauh dari harapan. Dua sektor krusial pada suatu negara yaitu pendidikan dan kesehatan masih menjadi PR besar untuk bangsa ini. Masalah pendidikan dan kesehatan merupakan fondasi sebuah negara yang saat ini jauh dari kata ideal.


Permasalahan tidak kunjung menemukan jalan keluar. Alih-alih mengurai masalah dengan pergantian kepemimpinan yang ada hanya menambah masalah baru. Masalah pendidikan meliputi angka putus sekolah, kualitas literasi, ketimpangan akses, gaji guru kurang memadai, kualitas guru buruk, dan fasilitas pendidikan yang tidak layak.


Dikutip dari kompas.co.id (16-08-2025), potret buruknya fasilitas pendidikan tercermin pada SD Negeri 084 Amballong, Sulawesi Selatan. Bangunan sekolahnya jauh dari kata layak, lantainya berupa tanah dengan dinding papan. Beberapa bagian dinding dan Papan tulis kayu mulai rusak. Akses menuju sekolah dengan jalur ekstrem berupa tanah becek yang menjadi kubangan lumpur saat hujan, jalur mendaki/menurun, melewati sungai dengan jembatan kayu yang lapuk dan kecil. Sangat jomplang dengan potret pendidikan di kota-kota besar dengan segala kemudahan akses.

Demikian juga dengan permasalahan di sektor kesehatan seperti sulitnya akses, antrean panjang dan memakan waktu. Ketersediaan obat yang terbatas, minimnya fasilitas kesehatan di daerah, serta rumah sakit milik konglomerat yang belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat.


Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Hesti Lestari Pengurus Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). Beliau menyampaikan bahwa pelayanan kesehatan di Indonesia belum merata. Dengan jumlah rumah sakit 2.636 unit dan puskesmas sekitar 10 ribu yang dimiliki oleh Indonesia. Namun, jumlah tersebut belum memenuhi standar World Health Organization (WHO). (rri.co.id, 30-07-2025)


Bisnis Bidang Pendidikan dan Kesehatan


Pendidikan dan kesehatan merupakan tonggak pada sebuah negara. Selama 80 tahun Indonesia merdeka, masyarakat yang berada di daerah terpencil tidak pernah merasakan pendidikan memadai, dan pelayanan kesehatan yang layak. Sudah seharusnya pelayanan kesehatan dari negara menjadi hak dasar bagi rakyat dan benar-benar dirasakan manfaatnya.


Selama negara dikelola dengan sistem sekuler, bidang pendidikan dan kesehatan justru hanya dijadikan ladang bisnis seperti yang tampak saat ini. Sistem kapitalis memandang pendidikan merupakan sebuah komoditas bisnis, seperti barang atau jasa yang dapat diperjualbelikan. Orientasinya hanya pada profit, maka penyedia layanan pendidikan lebih banyak digerakkan oleh swasta.


Negara hanya sebagai regulator dan fasilitator bukan sebagai pelaku utama. Pendidikan gratis dan berkualitas yang merupakan hak dasar masyarakat seharusnya menjadi kewajiban negara dalam menyediakannya. Namun sayang, hal itu hanya menjadi ilusi saja dalam sistem kapitalis.

Akibatnya, tidak ada pemerataan akses pendidikan dan pelayanan kesehatan. Hanya di perkotaan yang dapat menjangkaunya dengan mudah. Rakyat kecil di pelosok daerah, khususnya di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) sama sekali tidak merasakannya.


Kapitalis menganggap wilayah-wilayah terpencil tidak memiliki nilai potensial tinggi secara ekonomi, akibatnya sering terabaikan bahkan dengan sengaja dilupakan. Kualitas pendidikan dan kesehatan antara kota dan wilayah terpencil yang tidak seimbang.


Pendidikan berkualitas dengan fasilitas lengkap dibayar mahal, hanya segelintir orang kaya saja yang mampu menikmatinya. Rakyat miskin hanya mendapatkan pendidikan dengan kualitas buruk, dan fasilitas yang tidak layak sesuai daya beli mereka. Di sektor kesehatan, hanya orang kaya saja yang mendapatkan pelayanan kesehatan memadai. Rakyat miskin hanya bisa mengeluh dengan pelayanan kurang sabar, antrean yang lama dan panjang, dan kualitas obat seadanya bahkan tidak ada.


Sungguh ironis, tetapi itulah yang diciptakan oleh sistem kapitalis. Hanya menganakemaskan para kapitalis, tanpa peduli dampak buruk yang berimbas pada rakyat kecil. 


Islam Mewujudkan Pendidikan dan Kesehatan Gratis


Berbeda dengan sistem Islam, pendidikan dan kesehatan adalah prioritas utama. Dua sektor vital tersebut menjadi hak mendasar bagi rakyat jika ditinjau dari sisi syariat. Negara wajib memprioritaskan keduanya sebab dalam Islam negara berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat) dalam hal pemenuhan segala kebutuhannya baik papan, sandang, dan pangan.

 

Seperti yang tertuang dalam hadis. Rasulullah saw. bersabda, “Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR. Al-Bukhari)

Bagaimana negara mampu memenuhi pembiayaan segala kebutuhan rakyatnya? Negara Islam memiliki sumber dana sangat berlimpah dari kekayaan alam yang dikelola berdasarkan syariat Islam. Negara bahkan bisa mengambil harta milik pribadi yang seharusnya jadi kepemilikan umum, agar hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan banyak orang. Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)


Hasil dari pemasukan negara tersebut dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur yang menjadi akses pendidikan dan pelayanan kesehatan. Semua hal yang terkait dengan kebutuhan rakyat akan diperhatikan dan dibenahi. Seperti fasilitas umum jalan, jembatan, dan transportasi sehingga semua rakyat dari seluruh negara yang bergabung dalam negara Islam bisa merasakan pendidikan dan kesehatan secara baik dan merata.


Walhasil, masyarakat mendapatkan pendidikan yang layak bahkan bisa gratis. Mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi tanpa memandang apakah dia laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin. Semua akan mendapatkan hak untuk mengakses pendidikan. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Ironi Pelajar Terperangkap Narkoba dan Tindak Kekerasan

Ironi Pelajar Terperangkap Narkoba dan Tindak Kekerasan



Dengan ini sistem pendidikan sekuler telah gagal dalam mencetak generasi berkepribadian Islam

Kemudian, gerbang kemaksiatan terbuka lebar bagi para penerus bangsa


__________________________


Penulis Ummu Choridah Ummah 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pelajar usia 15 hingga 18 tahun sebanyak lima orang terlibat aksi begal di daerah Penjaringan Jakarta Utara. Korban berinisial O yang telah lanjut usia melaporkan bahwa dirinya telah dibegal saat membawa truk ekspedisi. Korban mengalami luka di bagian kepala dan dagu, sedangkan kaca depan truk pecah akibat serangan pelajar tersebut.


Dengan menggunakan cerulit para pelajar menakuti korban dan berhasil merampas hp Oppo dan uang tunai sebesar Rp400.000.- milik korban. Akibat aksinya pelaku yang masih pelajar dan di bawah umur itu terancam hukuman penjara maksimal 5 tahun penjara. (Beritasatu.com, 08-08-2025)


Di jalan Jendral Sudirman Senayan kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) melakukan pertemuan untuk membuat MoU dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) guna membahas topik tentang penyalahgunaan narkoba oleh pelajar yang telah berdampak kepada masyarakat. Kepala BNN mengatakan hasil survei pervalensi Indonesia tahun 2023, jumlah penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar mencapai 312.000 orang.


Angka ini yang membuat kepala BNN dan kepala Mendikdasmen ingin melakukan MoU guna membangun rumah belajar bagi pelajar yang terjerat narkoba pasca rehabilitasi. Dengan harapan pelajar siap kembali ke sekolah dan belajar pasca tercandu narkoba dengan harapan tidak mengulangi kesalahan yang sama. (BNN.go.id 16-04-2025)


Usia remaja adalah usia anak ingin mencoba hal-hal baru karena keingintahuan dan rasa penasaran yang tinggi sehingga usia remaja rentan terjerat narkoba dan kekerasan. Rasa penasaran yang tidak terpenuhi dengan sempurna akan berubah menjadi bencana bagi masa depan mereka. Kian hari tag line berita membuat hati teriris tak habis pikir, para pelajar mampu melakukan kekerasan yang tidak pernah terpikirkan oleh kita.


Mereka dengan sadar melakukan tindak kekerasan antar pelajar dan mengganggu masyarakat hanya untuk tujuan kesenangan dan melampiaskan keingintahuannya. Selain itu, mereka juga melakukannya dengan tujuan mendapatkan validasi oleh sesama kelompok.


Gerbang Kemaksiatan bagi Pelajar


Dunia dengan kekacauan yang disebabkan oleh kesalahan sistemik tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi dan lingkungan saja. Lebih dari itu dampak fatal adalah kepada pelajar. Berita di atas membuktikan rusaknya generasi saat ini.


Seseorang tidak akan mampu melakukan kejahatan besar bila tidak ada faktor pemicunya. Dalam hal ini, jika ditelisik lebih dalam akar dari persoalannya adalah kesalahan pada sistem yang diterapkan oleh negara dan dunia, yaitu sistem sekularisme kapitalis.


Kapitalisme sekularisme yaitu sistem yang lahir dari buah pemikiran manusia dalam menyelesaikan problematika kehidupan. Sistem ini mengedepankan kebebasan dan mengesampingkan agama, di mana setiap perbuatan dan peraturan dalam hidup tidak boleh dicampuradukkan dengan agama.


Dengan kata lain, sekularisme adalah sistem yang tidak ingin agama mencampuri urusan kehidupan. Agama hanya digunakan untuk ibadah ritual saja sehingga individu bebas melakukan apa pun sesuai  keinginannya. Tidak ada batasan dalam berperilaku, selain batasan yang telah dibuat oleh manusia, yaitu berupa kebijakan-kebijakan negara.


Negara telah membuat berbagai kebijakan yang mengatur tentang kekerasan dan narkoba di kalangan pelajar. Namun, terbukti kebijakan yang dibuat tidak menghasilkan generasi yang baik. Justru sebaliknya, melahirkan generasi yang lemah dalam mengendalikan diri dalam menghadapi problematika kehidupan.


Karena gerbang kemaksiatan terbuka dengan lebar sehingga para pelajar bisa dengan mudah terjebak dalam narkoba hingga kekerasan. Dengan ini, sistem pendidikan sekuler telah gagal dalam mencetak generasi berkepribadian Islam.


Pendidikan yang lahir dari sistem sekuler kapitalis tentu akan menghasilkan pelajar yang sekuler pula, pelajar tidak mengenali jati dirinya sebagai seorang muslim. Bagaimana tidak, pelajar dijauhkan dengan ilmu-ilmu Islam.


Alhasil, para pelajar tidak paham bagaimana semestinya berperilaku, bertindak, dan berpikir sesuai dengan tujuan ia diciptakan oleh Allah, yakni sebagai abdullah. Selain itu, tercipta lingkungan yang tidak mendukung dalam pembentukan generasi cemerlang dengan Islam. Lingkungan islami tidak akan tercipta di tengah sistem serba kebebasan karena Islam memiliki batasan-batasan dalam berperilaku.


Negara telah berupaya membuat berbagai kebijakan yang mengatur tentang kekerasan dan narkoba. Melalui kebijakan yang dibuat pelajar tidak merasa takut dan jera terhadap hukuman yang akan didapat, terbukti kebijakan yang dibuat tidak menghasilkan generasi yang baik. Justru sebaliknya, melahirkan generasi yang lemah dalam mengendalikan emosi diri dan menghadapi problematika kehidupan, tidak heran apabila generasi saat ini dikatakan generasi sandwich.


Pendidikan yang lahir dari sistem sekuler kapitalis juga menghasilkan pelajar yang tidak mengenali jati dirinya sebagai seorang muslim. Bagaimana tidak, para pelajar tidak mampu memahami bagaimana semestinya berperilaku, bertindak, dan berpikir sesuai dengan tujuan ia diciptakan oleh Allah. 


Selain itu, lingkungan yang dibentuk oleh sistem ini tidak mendukung dalam pembentukan generasi cemerlang dengan Islam. Lingkungan islami tidak akan tercipta di tengah sistem serba kebebasan. Kebebasan dalam berperilaku dan mengambil keputusan tanpa mengindahkan hukum-hukum Allah akan merusak masa depan bangsa.


Lingkungan sosial juga telah dicemari oleh konten-konten yang tidak mendidik. Konten yang hanya memamerkan kemewahan dunia dan kesenangan semata. Namun, di balik itu semua ada kewajiban berupa syariat Islam yang ditinggalkan. Dengan ini sistem pendidikan sekuler telah gagal dalam mencetak generasi berkepribadian Islam. Kemudian gerbang kemaksiatan terbuka lebar bagi para penerus bangsa.


Islam Mencerdaskan Generasi


Begitu banyak problematika generasi yang membutuhkan solusi tuntas segera untuk menyelesaikan segala persoalan yang kian menjamur. Masyarakat membutuhkan solusi yang bukan datang dari kepribadian individu saja, melainkan solusi yang datang dari sebuah institusi besar, yaitu negara.


Satu-satunya solusi adalah negara menerapkan sistem Islam dalam setiap aspek, baik pendidikan, ekonomi dan sosial sehingga akan tercipta lingkungan yang islami. Para pelajar dapat bertumbuh menjadi generasi muslim yang beradab. Dalam surah Az-Dzariyat ayat 56 Allah berfirman: "Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."


Islam tidak membiarkan manusia luput dari misi penciptaannya. Karena itu, Islam mengatur sedemikian rupa supaya manusia mengetahui batasan-batasan dalam bertindak. Islam mengatur sistem pendidikan berbasis akidah Islam dari jenjang pendidikan dini hingga perguruan tinggi. Negara akan berperan sebagai penanggung jawab penuh atas segala urusan umat.


Sistem pendidikan Islam tidak hanya fokus kepada perkembangan nilai akademis semata. Melainkan membentuk kepribadian Islam kepada para pelajar. Dari sini, lingkungan akan tercipta suasana islami yang akan menghasilkan generasi-generasi islami. Generasi yang memahami Islam sebagai kontrol dalam berperilaku serta menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.


Sebuah negara yang menerapkan sistem Islam akan mengatur sedemikian rupa dalam penayangan dan konten-konten di media sosial. Negara akan memanfaatkan media sebagai sarana untuk pendidikan, informasi, dan dakwah semata.


Alhasil, tidak ada konten-konten yang merusak moral, akhlak, pemikiran dan emosional generasi. Hanya akan ada konten-konten yang mendidik, dan membentuk karakter yang kuat. Semua ini hanya bisa diterapkan oleh negara berbasis Islam dan dipimpin oleh satu kepemimpinan. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Tunjangan DPR Fantastis: Wajah Buram Demokrasi Kapitalisme

Tunjangan DPR Fantastis: Wajah Buram Demokrasi Kapitalisme



Untuk bisa duduk di kursi legislatif, kandidat mesti mengeluarkan biaya besar

Wajar apabila sudah terpilih, ada dorongan kuat untuk 'balik modal' melalui fasilitas, proyek, dan tunjangan

____________________
 

Penulis Perawati
 
Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Kemewahan Wakil Rakyat, Luka Kolektif  Publik


Di tengah kondisi ekonomi rakyat yang makin melemah, berbeda fakta dengan para anggota DPR. Mereka memperoleh pendapatan di atas Rp100 juta per bulan. Tentu ini memunculkan kegaduhan publik. (BeritaSatu.com, 21-08-2025)


Adapun rincian fasilitasnya termasuk tunjangan bahan bakar senilai Rp7 juta dan tunjangan beras mencapai Rp12 juta setiap bulan. (Tempo.com, 20-08-2025)

 
Berbanding terbalik dengan kondisi rakyat. Banyak keluarga menengah yang terpaksa “makan tabungan” demi menutupi kebutuhan harian. Fenomena ini muncul karena pendapatan stagnan dan biaya hidup yang melonjak drastis. (CNBCIndonesia.com, 08-08-2025)


Kondisi yang sangat kontras dan menusuk hati. Di satu sisi, masyarakat berjibaku mencari cara untuk bertahan hidup. Di sisi lain, para wakil rakyat justru dimanjakan dengan fasilitas berlimpah. Keadilan sosial tidak tercipta, fondasi kebijakan publik runtuh, kesejahteraan rakyat makin jauh dari harapan.
 

Demokrasi Kapitalistik dan Produksi Ketimpangan


Fenomena tunjangan DPR tidak berdiri sendiri. Ia adalah cerminan dari watak asli demokrasi kapitalistik. Dalam sistem ini, jabatan politik bukan sekadar ruang pelayanan publik, melainkan juga instrumen akumulasi kekayaan. Untuk bisa duduk di kursi legislatif, kandidat mengeluarkan biaya besar. Wajar apabila sudah terpilih, ada dorongan kuat untuk 'balik modal' melalui fasilitas, proyek, dan tunjangan.
 

Parahnya, demokrasi memberi kewenangan kepada DPR untuk menentukan sendiri fasilitas mereka. Dalam praktiknya, mekanisme check and balance yang seharusnya melindungi kepentingan publik sering berubah menjadi formalitas belaka. Kesenjangan pun menjadi keniscayaan. Kebijakan yang dihasilkan cenderung memihak elite, bukan rakyat.
 

Inilah wajah nyata demokrasi kapitalistik: kekuasaan berada di tangan segelintir orang, sementara suara rakyat hanya jadi alat legitimasi. Kesejahteraan publik tersubordinasi di bawah kepentingan modal dan elite politik. Pada titik ini, masalah bukan lagi soal perilaku individu, melainkan cacat sistemik yang melekat pada fondasi demokrasi itu sendiri.
 

Jabatan Adalah Amanah, Bukan Privilege


Berbeda dengan demokrasi, Islam memandang kekuasaan sebagai amanah, bukan hak istimewa. Dalam sistem Islam kafah, anggota majelis umat (lembaga setara DPR) bukanlah pemilik kuasa mutlak, melainkan pengawas kebijakan. Fasilitas mereka diatur secukupnya dan tidak ditentukan sendiri, melainkan dibatasi oleh syariat.
 

Allah Swt. menegaskan: “Janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan cara dosa…” (QS. Al-Baqarah: 188)
 

Ayat ini menunjukkan bahwa memanfaatkan jabatan untuk mengambil hak rakyat adalah bentuk kezaliman. Dalam Islam, fasilitas negara adalah amanah publik, bukan hak eksklusif pejabat.

 
Rasulullah saw. juga bersabda: “Pemimpin adalah pengurus dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
 

Dengan pemahaman ini, seorang pejabat tidak boleh menjadikan jabatannya sebagai sarana memperkaya diri. Mereka justru dituntut untuk hidup sederhana, mendahulukan kepentingan umat, dan menghindari fasilitas berlebihan.

 

Menghadirkan Negara yang Melayani


Sistem Islam kafah menghadirkan tata kelola negara yang berbeda secara fundamental. Ada beberapa prinsip utama yang menjadi fondasi:
 
1. Akidah sebagai landasan kebijakan semua keputusan negara bersandar pada syariat, bukan kepentingan kelompok atau kesepakatan politik. Kemaslahatan umat menjadi orientasi utama, bukan keuntungan elite.
 

2. Fasilitas pejabat yang terukur. Anggota majelis umat hanya mendapatkan kompensasi secukupnya untuk kebutuhan hidup layak. Tidak ada konsep tunjangan mewah, karena jabatan adalah bentuk pelayanan, bukan privilege.
 
 
3. Transparansi pengelolaan Baitulmal. Setiap pemasukan negara — baik dari zakat, kharaj, jizyah, maupun sumber daya publik — dikelola sepenuhnya untuk kepentingan umat. Penyalahgunaan amanah langsung dikenai sanksi tegas berdasarkan hukum syariat.
 
 
4. Hisab akhirat sebagai pengikat moral. Kesadaran bahwa setiap keputusan akan dihisab di hadapan Allah membuat pejabat Islam lebih berhati-hati. Integritas lahir bukan dari pengawasan manusia, melainkan dari kesadaran iman.
 
 
5. Kesejahteraan rakyat sebagai prioritas. Islam mewajibkan negara menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, mulai dari pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, hingga keamanan. Dalam sistem ini, fenomena 'makan tabungan' tidak akan terjadi sebab negara memastikan standar hidup layak untuk seluruh warganya.

Perlu Perubahan Paradigma dan Sistem


Fenomena tunjangan DPR adalah cermin betapa dalamnya jurang antara elite dan rakyat. Selama sistem demokrasi kapitalistik menjadi fondasi, ketimpangan akan terus berulang. Perbaikan personal atau pergantian figur tak akan membawa hasil signifikan bila sistemnya cacat sejak dasar.
 

Islam kafah menawarkan jalan keluar yang sistemik. Negara yang berorientasi pelayanan, bukan keuntungan elite. Dengan mengembalikan seluruh urusan publik kepada aturan Allah Swt. keadilan sosial bukan lagi sekadar jargon, melainkan kenyataan.


Saatnya umat membuka mata, bahwa perubahan hakiki tidak bisa berhenti pada kritik. Kita perlu mengganti paradigma, meninggalkan sistem kapitalistik, dan menjemput kembali syariat Islam sebagai pedoman hidup. Hanya dengan itu, kita bisa menghadirkan negara yang benar-benar melayani rakyat, bukan menindasnya. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Usia 80 Tahun Kemerdekaan Kesejahteraan Hanya Harapan Semu

Usia 80 Tahun Kemerdekaan Kesejahteraan Hanya Harapan Semu

 


Negara yang telah merdeka selama 80 tahun, seharusnya telah mengalami kemajuan pesat dalam berbagai aspek

Terutama pada aspek pendidikan dan kesehatan masyarakat

_______________________


Penulis Sariyulia

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pada tahun ini, kemerdekaan Indonesia telah menginjak usia ke-8 dekade. Arti kemerdekaan itu sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri, tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu dan leluasa.


Jika dilihat dari makna tersebut, negara yang telah merdeka selama 80 tahun seharusnya telah mengalami kemajuan pesat dalam berbagai aspek. Terutama pada aspek pendidikan dan kesehatan masyarakat yang merupakan konsentrasi utama bagi negara. Karena keduanya merupakan pilar fundamental untuk pembangunan sumber daya manusia berkualitas yang dapat mendorong kemajuan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memperkuat daya saing bangsa.


Namun, di tengah usia bangsa yang kian dewasa, peta pendidikan di Indonesia justru masih jauh dari harapan. Contohnya, masih banyak sekolah yang belum memiliki sarana pendidikan yang memadai, terutama di daerah-daerah terpencil.


Sebagai contoh, SD Negeri 084 Amballong, Desa Embonatana, Seko, Luwu Utara, Sulawesi Selatan, merupakan salah satu sekolah dengan ruang kelas yang masih berdindingkan papan dan beralaskan tanah. Bahkan akses siswa dan guru menuju ke sekolah pun sangat mengkhawatirkan. Di mana mereka harus melewati jalur ekstrem dengan jalanan mendaki, menurun, melewati kubangan lumpur bahkan menyeberangi sungai dengan jembatan yang kecil dan mulai lapuk. 


Selain itu, antusias rakyat pada pendidikan belum mengalami kenaikan. Angka partisipasi sekolah (APS) masyarakat Indonesia mengalami penurunan pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan merosot tajam di jenjang pendidikan tinggi.


"Secara nasional, rata-rata lama sekolah penduduk di usia 15 tahun ke atas hanya 9,22 tahun atau setara tamat SMP," ungkap Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani. Lalu juga mengungkapkan bahwa di Papua Pegunungan, rata-rata lama sekolah hanya di angka 5,10 tahun, artinya banyak penduduk belum tamat SD. Kondisi ini dinilai ironis memasuki usia 80 tahun kemerdekaan RI. (cnnindonesia.com, 14-08-2025)


Dalam aspek kesehatan, negara perlu memastikan akses layanan kesehatan yang merata dan berkualitas bagi seluruh masyarakat. Akan tetapi, faktanya kini masih terdapat ketimpangan distribusi tenaga kesehatan, rendahnya rasio dokter, serta perlindungan sosial nakes yang belum merata.


Tentu hal ini memerlukan adanya pemerataan distribusi tenaga kesehatan, fasilitas yang terakreditasi, dan perlindungan sosial bagi para tenaga medis guna memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat. Terutama cakupan pengadaan layanan kesehatan terhadap masyarakat yang terkategori kelompok rentan, yaitu penyandang disabilitas, lansia, ibu hamil, dan anak.


Seluruh ketimpangan pada aspek pendidikan dan kesehatan tersebut di atas merupakan akibat diterapkannya sistem kapitalisme di Indonesia. Kapitalisme hanya memfokuskan pemberian layanan kepada swasta dengan mengutamakan daerah yang dianggap bernilai ekonomi karena keuntungan yang didapat akan lebih tergambar, sementara daerah terpencil terabaikan.


Alhasil, negara hanya berperan sebagai regulator yang menyebabkan pendidikan dan kesehatan diperlakukan sebagai komoditas (barang dagangan atau benda niaga) oleh negara. Akibatnya kualitas sekolah ditentukan berdasarkan kemampuan finansial rakyatnya sehingga akan sangat terasa diskriminatif, timpang, tidak merata, dan tidak adil.


Demikian juga pada layanan kesehatan yang makin sulit didapat untuk rakyat yang miskin. Bahkan terasa sangat diskriminatif bagi rakyat yang menggunakan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan. Tentu kondisi ini berbanding terbalik dengan sistem pemerintahan Islam.


Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an, artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa: 58)


Islam menetapkan negara sebagai raain, yaitu pemelihara, pengurus atau pelindung sehingga negara akan senantiasa memenuhi seluruh kebutuhan dasar rakyat, termasuk pendidikan dan kesehatan.


Dalam Islam, pendidikan dan kesehatan merupakan hak publik sehingga negara Islam menjamin pendidikan dan kesehatan dapat dijangkau oleh seluruh rakyatnya secara gratis, merata, dan berkualitas tanpa diskriminasi. Begitu pun sarana prasarana publik seperti jalan, jembatan, transportasi, dibangun oleh negara guna mendukung akses pendidikan dan layanan kesehatan, tanpa pemungutan pajak.


Negara Islam memiliki sumber dana yang melimpah ruah karena bersumber dari pengelolaan kekayaan alam. Seluruh kekayaan alam akan dikelola oleh negara melalui Baitulmal berdasarkan syariat Islam. Alhasil, pengelolaan sumber daya alam ini akan membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat dan menjadi sumber utama pendapatan negara. Sebagaimana tercatat dalam sejarah kejayaan negara Islam yang berdiri selama 13 abad lamanya. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]