Pesta Demokrasi Rawan Gangguan Mental
AnalisisFenomena stres hingga depresi membuktikan bahwa pemilu dalam sistem hari ini rawan mengakibatkan gangguan mental.
Kerawanan gangguan mental itu disebabkan oleh dua hal yakni faktor sistem demokrasi yang dijadikan sebagai sistem pemerintahan di negeri ini dan faktor individu yang memiliki kepribadian yang lemah
_________________________________________
Penulis Ratna Ummu Rayyan
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Sejumlah rumah sakit menyiapkan ruangan khusus untuk mengantisipasi calon legislatif yang mengalami stres atau gangguan jiwa akibat gagal dalam pemilihan legislatif di pemilu 2024. Rumah Sakit Otto iskandar Dinata Soreang, Bandung, Jawa Barat, salah satu rumah sakit yang menyiapkan ruangan khusus untuk caleg yang mengalami gangguan mental. (antaranews.com, 27/11/23)
Tak hanya di Bandung, Pemerintah Kota Jakarta Pusat telah menyampaikan pihaknya menyediakan fasilitas dan layanan kesehatan jiwa di pusat kesehatan masyarakat atau Puskesmas dan rumah sakit bagi peserta pemilu 2024 yang gagal terpilih.
Dokter spesialis kejiwaan dan Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional, DR. Nova Riyanti Yusuf, Spkj. menyatakan banyak individu yang mengalami kegagalan saat mencalonkan diri sebagai calon legislator (caleg), dan akibatnya terjerat dalam utang atau merasa sangat kecewa hingga mengalami depresi, bahkan mengakhiri hidup mereka. Menurutnya, tidak sedikit caleg yang mencalonkan diri hanya untuk tujuan kekuasaan atau material dan berujung kekalahan. Persiapan pelayanan kesehatan mental bagi calon legislator sebenarnya dilakukan sebagai langkah antisipasi berdasarkan pengalaman dari pemilu-pemilu sebelumnya.
Fenomena stres hingga depresi membuktikan bahwa pemilu dalam sistem hari ini rawan mengakibatkan gangguan mental. Kerawanan gangguan mental itu disebabkan oleh dua hal yakni faktor sistem demokrasi yang dijadikan sebagai sistem pemerintahan di negeri ini dan faktor individu yang memiliki kepribadian yang lemah.
Berkaitan dengan faktor pertama, diketahui bahwa sistem demokrasi memiliki mekanisme pemilihan pemimpin dengan cara pemilihan langsung oleh rakyat untuk memilih calon kepala negara dan anggota legislatif secara langsung. Sebelum model pemilihan langsung, pemilihan kepala negara dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. Anggota DPR dipilih langsung oleh rakyat melalui proses pemilihan umum.
Pemilu dalam sistem demokrasi membutuhkan biaya tinggi atau modal besar pasalnya kontestasi pemilu harus melakukan kampanye yang tentu membutuhkan ongkos yang tidak sedikit sehingga mereka membutuhkan perjuangan dengan mengerahkan segala macam cara untuk meraih kemenangan.
Menurut Lembaga Pers Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia modal menjadi caleg cukup variatif. Calon anggota DPR RI sebesar 1 miliar hingga 2 miliar rupiah calon anggota DPRD provinsi sebesar 500 juta hingga 1 miliar rupiah dan calon anggota DPRD kabupaten atau kota sebesar 250 juta hingga 300 juta rupiah.
Hal ini bisa menjadi pemicu stres bagi para caleg yang gagal dalam pemilu apalagi hari ini jabatan menjadi impian masyarakat karena dianggap dapat menaikkan harga diri atau prestise juga jalan untuk mendapatkan keuntungan materi dan kemudahan atau fasilitas lainnya.
Adapun faktor kedua mudahnya stres menimpa para caleg adalah kekuatan mental para caleg yang lemah padahal kekuatan mental seseorang akan menentukan sikap seseorang terhadap hasil pemilihan. Hal ini dipengaruhi oleh sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini.
Secara nyata, sistem pendidikan sekuler yang berbasis kapitalis tidak berhasil menciptakan individu yang memiliki kepribadian yang kuat dan mulia. Sistem pendidikan ini secara khusus memisahkan prinsip-prinsip agama dari pengaturan kurikulumnya. Akibatnya, masyarakat kehilangan pemahaman akan sifat dirinya sebagai hamba Allah dan cara menghadapi berbagai persoalan kehidupan sesuai dengan ajaran syariat Islam.
Kelemahan sistem pendidikan sekuler berbasis kapitalis terbukti dari peningkatan kasus gangguan mental di masyarakat. Masalah inti terletak pada kecenderungan gangguan mental yang meningkat saat proses demokrasi, khususnya dalam penerapan sistem demokrasi sebagai model pemerintahan di negara ini.
Karena itu butuh sistem alternatif yang mampu mencetak individu berkualitas unggul dan dengan sistem politik yang sederhana serta menjamin terwujudnya kebaikan di tengah umat sistem yang dimaksud adalah sistem politik Islam. Islam memandang kekuasaan dan jabatan adalah amanah yang akan di pertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak dan harus dijalankan sesuai ketentuan Allah dan rasul-Nya.
Dalam sistem Islam dilakukan pemilihan wakil umat yang akan bergabung dalam lembaga yang disebut majelis umat. Majelis umat tidak berperan menjalankan pemerintahan tetapi merupakan wakil umat dalam melakukan muhasabah atau koreksi, kontrol, syuro atau musyawarah. Pemilihan majelis umat mutlak dilakukan melalui pemilu dan tidak diangkat melalui penunjukan. Karena majelis umat merupakan representasi masyarakat maka mereka adalah sosok yang berkepribadian Islam yang kuat amanah dan memahami tanggung jawabnya di hadapan Allah.
Generasi dengan sosok seperti ini hanya lahir dalam sistem Islam. Di masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam saat menjadi kepala negara di Madinah beliau sering menunjuk beberapa sahabat dalam mengambil pendapat. Di antara mereka adalah Abu Bakar, Umar, Hamzah, Ali, Salman Al Farisi dan Hudzaifah ra. Sahabat-sahabat di atas merupakan anggota majelis umat.
Realitas majelis umat diambil dari perlakuan khusus Abu bakar terhadap beberapa orang dari kaum Muhajirin dan Ansor saat beliau menjadi khalifah. Ahlu syuro pada masa Abu Bakar adalah ulama dan orang yang ahli dalam berfatwa. Adapun dalam hal pengangkatan kepala negara Islam telah menetapkan metode baku yaitu Baiat Syar'i. Imam An-Nawawi dalam kitabnya Nihayah Al Muhtaj ila Syarh Al Minhaj telah berkata: imam atau khilafah dengan adanya baiat atau lebih tepatnya baiat dari Ahlul Halli Wal Aqdi yang mudah untuk dikumpulkan.
Seorang calon pemimpin akan dibaiat jika mendapatkan dukungan umat dukungan ini tak harus berupa pemilu langsung yang menghabiskan uang negara. Dukungan rakyat bisa diperoleh melalui metode perwakilan yaitu rakyat memilih wakilnya lalu wakil umat ini yakni majelis ummah yang memilih penguasa.
Tidak tertutup kemungkinan dalam Islam, pemilihan umum dapat dilakukan secara langsung, tetapi cara langsung tersebut bukanlah prinsip yang mutlak, melainkan sebuah teknis yang bersifat opsional atau diperbolehkan (mubah). Metode yang sesuai dengan syariat Islam adalah melalui baiat. Islam menetapkan batas maksimal kekosongan kepemimpinan adalah tiga hari. Dalilnya adalah ijma sahabat pada pembaiatan Abu Bakar ra yang sempurna di hari ketiga pasca wafatnya Rasulullah SAW. Batas waktu 3 hari ini akan membatasi kampanye sehingga tidak perlu kampanye akbar yang akan menghabiskan uang dalam jumlah besar. Teknis pemilihan akan dibuat sederhana sehingga dalam waktu 3 hari pemilu sudah selesai.
Selain sistem pemilihan pemimpin yang sederhana, khilafah memiliki sistem pendidikan yang menghantarkan individu menjadi orang yang memahami kekuasaan adalah amanah dan beriman kepada Qada dan Qadar yang telah diterapkan Allah. Sistem pendidikan tersebut dapat menghasilkan individu yang selalu berada dalam keadaan baik karena senantiasa bersyukur dan bersabar, sehingga terlindungi dari gangguan mental. Inilah mekanisme pemilihan pemimpin dalam Islam yang efektif dan mampu menghasilkan pemimpin berkualitas dan tentu saja terhindar dari kecenderungan gangguan mental. Wallahualam bissawab. [Dara]