Alt Title

Ganti Menteri Ganti Kurikulum, Efektifkah

Ganti Menteri Ganti Kurikulum, Efektifkah

 


Sebelum menerapkan kurikulum pendidikan

harus tentukan terlebih dahulu asas apa yang dipakai 

_______________________


Penulis Khusnul Khotimah.SP

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Umat


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Isu perubahan kurikulum pendidikan mengemuka seiring dengan pernyataan Menteri Dikdasmen Abdul Mu'ti pada suatu acara baru-baru ini.


Dilansir dari kompas.com, (11-11-2024), Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti sempat menyebutkan akan menggagas Kurikulum Deep Learning. Kurikulum Deep Learning ini diwacanakan sebagai pengganti Kurikulum Merdeka Belajar yang sudah diterapkan. 


Pernyataan Mendikdasmen ini semakin menguatkan opini yang ada di tengah masyarakat bahwa setiap ganti menteri, maka pasti ganti kebijakan dan ganti kurikulum. Terbukti selama ini memang selalu ada perubahan kurikulum ketika ada pergantian menteri.


Persoalan di dunia pendidikan saat ini makin kompleks dan beragam, tentu dibutuhkan kebijakan baru. Kebijakan ini diharapkan mampu menyelesaikan persoalan yang sudah ada di dunia pendidikan dan menekan munculnya persoalan baru. Untuk itu dibutuhkan pengkajian mendalam tentang apa akar masalahnya dan bagaimana memperbaikinya. Pengkajiannya dioptimalkan dan dievaluasi agar mampu memberikan solusi yang tepat.


Apa itu Deep Learning?


Deep Learning merupakan penggabungan tiga elemen. Di antaranya terdiri dari Mindful Learning, Meaningful Learning, dan Joyful Learning.


Ketiga elemen tersebut dirancang dalam rangka menciptakan lingkungan belajar yang tidak hanya berfokus pada pengetahuan, tapi juga memberikan pengalaman. 


Apabila diterapkan dalam sebuah kurikulum sekolah, melalui konsep Mindful Learning, seorang guru akan menemukan keunikan setiap siswa, termasuk potensi dan kebutuhan individual mereka. Elemen selanjutnya adalah Meaningful Learning. Nantinya, siswa didorong untuk memahami alasan dan manfaat setiap materi pelajaran dalam kehidupan nyata. Terakhir Joyful Learning. Yakni menciptakan suasana belajar yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga menggugah pemikiran mendalam siswa terhadap materi yang dipelajari. (Tirto.id, 14-11-2024)


Akan Dibawa Kemana Masa Depan Generasi?


Wacana perubahan kurikulum ini langsung menimbulkan pro dan kontra karena pergantian kurikulum selalu menyita energi, pikiran, dan juga biaya yang tidak sedikit. Di sisi lain, masyarakat sedang mengalami berbagai krisis multidimensi, akhirnya makin memperberat beban yang akan dirasakan masyarakat.

 

Perubahan kurikulum yang diwacanakan pun masih dalam bingkai sistem pendidikan sekuler, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Siswa hanya didorong untuk meningkatkan skill dan kemampuan fisik tanpa disertai pembenahan karakter. Materi-materi pembelajaran yang ditetapkan dalam kurikulum lebih merespons pada kebutuhan industri tanpa menyertakan perbaikan mental dan spiritual siswa. 


Hasilnya bisa kita lihat saat ini, sekalipun sudah berganti menteri dan berganti kurikulum hasil pendidikan bukannya bertambah baik. Namun, justru makin banyak permasalahan pendidikan yang muncul seperti: persoalan bullying, tawuran, narkoba, pesta miras, seks bebas, LGBT, kriminalisasi guru, dan lain sebagainya.


Wajar jika akhirnya muncul pertanyaan, mampukah kurikulum baru ini memperbaiki kondisi dunia pendidikan di Indonesia?


Kurikulum pendidikan adalah pijakan utama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Untuk itu perlu landasan yang jelas dan tepat dalam menentukan kebijakan kurikulum pendidikan. Tidak hanya ganti menteri ganti kurikulum, tetapi harus didasari pada asas apa yang dipakai dalam merancang kurikulum ini dan hasil apa yang ingin dicapai.


Penerapan sistem pendidikan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan menjadi penyebab utama munculnya berbagai permasalahan di dunia pendidikan.


Kurikulum pendidikan sekuler yang diterapkan di negara kita menjadikan siswa hanya fokus pada hasil akademik saja. Siswa dijejali dengan berbagai bidang ilmu dengan tujuan bisa menjadi bekal mereka ketika lulus mudah mendapatkan pekerjaan. 


Dengan dalih mengikuti kebutuhan dan tuntutan dunia industri, maka kurikulum pendidikan akhirnya hanya mengarah pada hasil untuk memenuhi standar yang diharapkan oleh dunia industri. 


Di sisi yang lain, guru dibebani dengan tugas-tugas administrasi yang banyak dan beragam. Beban tugas administrasi guru ini sangat memberatkan dan menyita waktu, pikiran, dan tenaga. Akibatnya, konsentrasi guru dalam mengajar sering kali hanya fokus pada penyampaian materi tanpa menjalankan fungsinya sebagai pendidik. 


Walhasil, peran guru sebagai pendidik yang menghantarkan siswa memiliki karakter dan berakhlak baik tergerus dengan tugas administrasi sehingga sosoknya hanya mengajarkan materi pelajaran saja. Sesungguhnya guru dituntut untuk menanamkan nilai-nilai kepribadian pada siswa. 


Namun sayang, dalam kurikulum sekuler pendidikan adab dan kepribadian tidak menjadi fokus utama dalam pendidikan. Wajar jika akhirnya muncul berbagai permasalahan yang melanda dunia pendidikan. Sekalipun kurikulum pendidikan sudah berkali-kali diganti, tapi generasi emas yang diharapkan tercapai pada tahun 2045 semakin jauh dari harapan. 


Dengan demikian, fokus perhatian seharusnya lebih serius dalam penentuan kebijakan kurikulum pendidikan. Dibutuhkan evaluasi mendalam, mengapa kurikulum yang diterapkan belum mampu mewujudkan tujuan yang diharapkan.


Kurikulum dalam Sistem Pendidikan Islam


Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Allah Swt. menciptakan manusia beserta aturan-aturannya. Aturan ini ketika diterapkan akan mampu menghantarkan manusia menuju kehidupan yang sejahtera, aman sentosa, dan berkeadilan. Sungguh suatu kehidupan yang dicita-citakan setiap manusia.


Dalam bidang pendidikan, Islam memiliki kurikulum khas yang menjadi landasan bagi tegaknya sistem pendidikan. Kurikulum pendidikan yang dibangun di atas landasan akidah Islam. 


Akidah Islam yang menjadi asas mendasar bagi kehidupan seorang muslim, asas bagi masyarakat, dan asas bagi negara. Dari landasan akidah ini maka seluruh ilmu pengetahuan yang dipelajari dan diberikan kepada siswa akan bersandar penilaiannya pada akidah Islam. 


Kurikulum pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk karakter dan kepribadian Islam. Yakni para siswa memiliki pola pikir Islam dan pola sikap Islam.


Pada tingkat sekolah dasar, pengajarannya akan fokus pada pemantapan akidah sehingga siswa dididik dengan berbagai ilmu dan tsaqafah yang akan memperkuat keimanannya. 


Sedangkan pada tingkat perguruan tinggi, ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan Islam boleh dipelajari untuk diketahui dan dipahami ketidaksesuaiannya dengan Islam.


Selain itu, Islam memberikan dorongan untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk kehidupan. Seperti ilmu perdagangan, pertanian, perindustrian, dan sebagainya.


Islam mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu karena ilmu adalah ukuran kemuliaan seorang. 


Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Mujadalah ayat 11, yang artinya: "Allah mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantara kamu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa saja yang kamu lakukan."


Melalui kurikulum pendidikan Islam maka akan terwujud manusia yang memiliki pola pikir dan pola sikap islami, mencetak generasi yang cerdas secara akal dan jiwa. Pada akhirnya, negara akan memiliki sumber daya manusia yang islami dan mampu menopang kemajuan sebuah peradaban.


Pada sisi yang lain, berbagai permasalahan pendidikan terjadi saat ini akan teratasi ketika menerapkan kurikulum pendidikan dengan asas akidah Islam. Sebab, Islam adalah agama sekaligus pandangan hidup yang akan membawa kepada kebaikan dunia dan akhirat. 


Sudah saatnya umat Islam kembali kepada syariat Allah Swt. dan menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan dalam naungan sistem pemerintahan Islam, yakni Daulah Islamiah. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]