Negara Tidak Berdaya Melindungi Anak dari Ancaman Predator
OpiniUndang-undang yang melindungi anak
tidak berdaya dalam menghadapi kasus ini
________________________
Penulis Erna Astuti Amd
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Setiap tahun kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada anak usia dini meningkat. Pelecehan seksual anak-anak sekitar satu dari tiga anak perempuan dan satu dari tujuh anak laki-laki mengalaminya. Ironisnya kekerasan ini sering terjadi di lingkungan terdekat anak seperti rumah, sekolah.
Seperti diberitakan di Banyuwangi, Jawa Timur, Dcn (7) siswi kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah (MI), dibunuh dan diperkosa sepulang sekolah pada Rabu (13/11/2024). Korban ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan di tengah kebun. Dilansir kompas.com (17-11-2024). Pelecehan seksual juga dialami A (14) warga kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, pada Senin (11-11-2024). Kasus terungkap setelah ibu korban melaporkan ketiga pelaku ke Mapolres Aceh Utara. (kompas.com, 17-11-2024)
Di Kabupaten Ende, seorang petani ditangkap atas kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, Z (16). Peristiwa terjadi pada, Sabtu (28-9-2024) di Kecamatan Pulau Ende, kasus kemudian dilaporkan keluarga ke Polres Ende, Kabupaten Ende, NTT. (kompas.com, 16-11-2024). Dalam 11 bulan terakhir 171 kasus terjadi di Jawa Barat, anak laki-laki rentan pelecehan seksual.(Google.com,12-11-2024)
Sampai kapankah para orang tua akan terus waswas terhadap keselamatan anak-anaknya? Pertanyaan ini bentuk kegelisahan yang terjadi pada setiap orang tua terhadap anaknya. Pedofilia (predator anak) definisinya menunjuk pada seseorang yang memiliki minat seksual pada anak-anak yang belum mencapai usia remaja awal, umumnya berarti anak-anak di bawah umur.
Dampak Negatif dari Media
Masyarakat secara umum memandang pedofilia sebagai tindakan amoral. Meskipun demikian kenyataannya hal tersebut tumbuh subur dalam masyarakat sekuler. Pelaku pedofil biasanya tak lepas dari konten pornografi. Untuk berbagai keperluan mereka menggunakan gambar, mulai dari kepentingan seksual pribadi, perdagangan dengan pedofil lain, menyiapkan anak-anak untuk pelecehan seksual, atau bujukan yang mengarah ke jebakan untuk eksploitasi seksual, seperti produksi pornografi atau prostitusi anak.
Sistem Sanksi yang Tidak Memberi Efek Jera
Akal manusia terbatas, sering kali dikalahkan oleh hawa nafsu. Ketika hawa nafsu menguasai, akal tidak dapat berpikir jernih, menghalalkan segala cara untuk memuaskannya. Tak peduli apakah melanggar syariat atau tidak. Sistem sekularisme liberal adalah sistem yang mendewakan nafsu dan akal. Sistem ini tidak mau tunduk pada Ilahi Al-Khalik Al-Mudabbir yang mengetahui semua permasalahan manusia. Akibat ketidaktahuannya manusia meniscayakan munculnya berbagai perilaku penyimpangan seksual.
Dengan nama kebebasan individu, mereka seolah mendapat angin segar. Apalagi Barat pengusung sistem kufur. Pemahaman mereka penyimpangan seksual dipandang hal biasa. Parahnya pemahaman itu menjangkiti pemikiran masyarakat dunia termasuk Indonesia.
Kasus terus berulang karena tidak ada hukuman yang tegas dan membuat jera. Padahal tidak main-main dampak yang ditimbulkan. Tidak hanya luka fisik tapi juga psikis, bahkan bisa menjadi trauma seumur hidup. Undang-undang yang melindungi anak tidak berdaya dalam menghadapi kasus ini. Banyak negara seperti Korea Selatan, Rusia, Ukraina, India, Inggris, bahkan Amerika menetapkan sanksi hukuman kebiri kimia bagi pedofil, tetapi tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.
Hal ini menunjukkan solusi yang diberikan sistem kufur tidak mampu mengatasi permasalahan ini. Hukum buatan manusia sangat lemah ketika berhadapan dengan predator anak. Kejahatan seksual ini seperti lingkaran setan, tidak akan terputus jika sistem sekularisme yang mengatasinya. Jelas terbukti negara gagal melindungi dan memberikan keamanan pada generasi muda. Masihkah kita berharap pada sistem kufur ini?
Sistem Islam yang Sempurna
Islam agama yang sempurna, mengatur ibadah ritual, juga mengatur kehidupan manusia seluruhnya. Islam mempunyai metode untuk menyelesaikan kejahatan seksual dengan tiga pilar perlindungan.
Pilar pertama, pertahanan keluarga. Keluarga adalah pertahanan pertama bagi seorang anak ketika lahir ke dunia. Allah memerintahkan orang tua melindungi anak-anaknya dengan menanamkan akidah Islam.
Pilar kedua adalah masyarakat yang beramar makruf nahi mungkar yang selalu mengingatkan bila ada kemaksiatan, selain itu juga wajib mengoreksi penguasa jika ada kebijakan yang tidak sesuai syarak.
Pilar ketiga adalah negara sebagai pilar penyempurna. Negara memiliki kekuasaan menerapkan kebijakan yang melindungi hak dan kewajiban anak.
Ketika seluruh sendi kehidupan diatur dengan IsIam maka kejahatan seksual dapat diberantas tuntas. Negara juga berkewajiban dalam fasilitas pendidikan yang layak dan dapat diakses seluruh masyarakat tanpa terkecuali sehingga akan terbentuk individu-individu yang bertakwa dan berkepribadian IsIam.
Selain itu, negara menerapkan sistem pergaulan IsIam, melarang interaksi laki-laki dan perempuan berkhalwat maupun ikhtilat, melarang keras pornografi dan pornoaksi yang dapat memicu kejahatan seksual. Media hanya boleh menampilkan acara sesuai syariat, melarang tontonan yang mengandung kekerasan maupun mengundang syahwat. Terakhir adalah penerapan sanksi tegas akan memberikan efek jera, sekaligus menebus dosa bagi para pelaku kejahatan.
Seperti di dalam Al-Qur'an Allah Subhanahu wa taala berfirman:
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'raf: 96)
Lalu masihkah kita ragu mengambil Islam sebagai aturan kehidupan? Wallahualam bissawab. [SM/MKC]