Visi Indonesia Emas tapi Besti Sangat Terbatas
Surat Pembaca
Program Besti ini dirancang sebagai upaya menuju visi Indonesia Emas
Sayangnya, tidak semua pelajar bisa menerima
___________________
KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Pemerintah Kabupaten Bandung kembali membuka program Beasiswa ti Bupati (Besti) bagi calon penerima yang berprestasi dan penghafal Al-Qur'an.
Tepatnya tanggal 7//11/2024, digelar acara pembekalan bagi 197 calon penerima di Gedung Moch Toha, Komplek Pemda Bandung di Soreang.
Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Bandung Dra. Hj. Lilis Suryani, M.Si menyatakan bahwa persiapan ini penting agar mahasiswa mampu menghadapi tantangan pendidikan tinggi. Sejak diluncurkan pada 2022, menurutnya Besti terus berkembang. Yang awalnya diberikan kepada 80 mahasiswa, kemudian di tahun 2023 menjadi 125 orang, dan tahun ini mencapai 250. (wartaparahyangan.com, 17-10-2024)
Dunia Pendidikan dalam Sistem Kapitalis
Pendidikan adalah modal besar untuk membangun generasi juga negara di masa yang akan datang. Untuk itu, program Besti ini dirancang sebagai upaya menuju visi Indonesia Emas. Sayangnya, tidak semua pelajar bisa menerima. Meskipun diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu, tetap ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi.
Salah satunya dengan menunjukkan prestasi akademik dan nonakademik. Di samping itu, dalam pelaksanaannya siswa yang terdaftar harus melalui proses seleksi ketat. Ada empat tahap yang harus dilewati, di antaranya wawancara dan tes hafalan Al-Qur'an sehingga dari total 2.875 pendaftar, hanya 197 siswa yang berhasil lolos.
Mendapatkan pendidikan tinggi yang berkualitas dengan harga terjangkau atau gratis tentu merupakan keinginan semua lapisan masyarakat. Namun faktanya sangat sulit, apalagi kondisi dunia pendidikan sedang carut marut, baik dari sisi sarana maupun prasarananya. Meskipun bantuan bagi siswa yang tidak mampu dan berprestasi telah diberikan oleh pemerintah namun jumlahnya sangat terbatas.
Bagaimana mungkin bisa mewujudkan visi Indonesia Emas? Padahal pendidikan itu sendiri merupakan hak rakyat yang wajib disediakan oleh negara. Dalam sebuah negara yang menganut kapitalisme sekuler, sampai kapan pun pemerataan pendidikan tidak akan pernah terwujud.
Mengapa? Karena, keuntungan materi menjadi fokus dari sistem ini. Akibatnya, pendidikan dikapitalisasi, anggarannya minim, itu pun mengandalkan dari pajak. Wajar jika pendidikan sering dijadikan sebagai ajang bisnis. Hanya mereka yang mampu secara materi akan mendapat pendidikan dengan sarana dan prasarana lengkap. Sementara siswa yang tidak memiliki kemampuan secara biaya harus rela menerima apa adanya.
Dunia Pendidikan dalam Bingkai Islam
Sangat jauh berbeda dengan sistem pemerintahan Islam yang memfasilitasi seluruh warganya untuk mendapatkan haknya dalam hal pendidikan. Mulai dari pembiayaan yang menyangkut gaji para guru atau dosen, maupun infrastruktur. Bahkan di semua jenjang pendidikan dari SD sampai perguruan tinggi digratiskan.
Karena Islam memandang ilmu bagaikan jiwa dalam tubuh manusia dan ibarat air bagi kehidupan. Pendidikan merupakan perkara sangat vital, juga memiliki peran strategis yang tidak bisa diukur hanya dari sudut pandang materi saja. Oleh karenanya, negara memfasilitasi dengan segenap kemampuan. Berapa pun biayanya akan diupayakan pemenuhannya oleh negara.
Sebagaimana sabda Nabi saw. yang diriwayatkan dari Abu Musa: “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. ….” (HR. Bukhari)
Adapun sumber pembiayaan negara untuk pendidikan diperoleh dari kas baitulmal yang sumber pemasukannya berasal dari: Pertama, pos kharaj, ganimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah. Kedua, dari kepemilikan umum, seperti: SDA, tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).
Dalam Islam tidak dikenal konsep otonomi daerah sebagaimana dalam sistem kapitalis yang kerap menimbulkan problem. Sentralisasi kekuasaan diperuntukkan bagi seluruh wilayah tanpa memandang potensi yang dimiliki wilayah masing-masing. Kewajiban penguasa meri'ayah atau mengurusi semua warga negara tanpa perbedaan, apalagi dalam hal pendidikan.
Kaya, miskin, muslim, nonmuslim akan merasakan sarana prasarana pendidikan maksimal tidak ada yang diistimewakan. Karena Islam memandang pendidikan adalah kebutuhan mendasar publik. Wajar Islam di masa lalu menjadi pusat perhatian bagi dunia pendidikan.
Dengan demikian, solusi hakiki bagi jaminan pembiayaan pendidikan secara merata sejatinya adalah kembali kepada penerapan syariat Islam secara keseluruhan dalam pemerintahan Islam. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]
Penulis Oom Rohmawati
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi