Alt Title

Guru di Penjara, Sudah Tak Sejahtera Ada Pula Cobaannya

Guru di Penjara, Sudah Tak Sejahtera Ada Pula Cobaannya

 


 


Dalam sistem pendidikan sekuler

guru sudah seperti tidak memiliki marwah

_________________________


Penulis Mia Annisa

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Kreator Digital dan Pemerhati Remaja


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Jagat maya kembali dihebohkan dengan berita penetapan seorang guru menjadi tersangka karena orang tua murid tidak terima anaknya ditegur.


Seorang murid kelas satu SD memiliki goresan di paha. Namun saat ditanya oleh ibunya, ia mengaku mendapatkan kekerasan dari guru di sekolahnya, membuat orang tua murid naik darah.


Akibat dari keterangan tersebut, pihak kepolisian menahan guru Supriyani. Ia mengajar di SDN Baito, Konawe Selatan dan sudah mengabdikan diri sebagai tenaga pendidik selama 16 tahun lamanya. 


Meskipun kejadian tersebut sudah cukup lama, namun kasusnya banyak mendapatkan perhatian publik. Bahkan tagar save Ibu Supriyani menjadi trending. 


Karena tak ingin memperpanjang masalah, dengan berbesar hati guru Supriyani akhirnya didampingi oleh kepala sekolah datang untuk meminta maaf. Alih-alih diterima permintaan maafnya, justru orang tua murid yang tak lain seorang anggota polisi berpangkat Aipda menganggap Supriyani mengakui kesalahannya.


Alhasil, diam-diam memproses kasus tersebut ke kantor polisi dan ditangani oleh Polda setempat. Kemudian memanggil Supriyani untuk dimintai keterangan, namun kenyataannya Supriyani justru langsung ditahan. (kumparan.com, 21-10-2024)


Apalah daya, nasib malang menimpa Supriyani bertubi-tubi. Sudahlah dituduh melakukan kekerasan, diminta pula uang damai sebesar Rp50 juta. Kepada seorang guru honorer yang gajinya tak seberapa. 


Ini terjadi sebelum penahanan terhadapnya, sehingga banyak yang menilai kasus Supriyani juga terdapat unsur pemerasan. Mirisnya, Supriyani juga diminta untuk mundur sebagai guru honorer. (detik.com, 22-10-2024)


Sejauh ini pihak sekolah mengatakan Supriyani menyangkal apa yang dituduhkan kepadanya itu tidaklah benar di hadapan kepolisian. Bahkan saksi yang dimintai keterangan tidak pernah menyebut bahwa Supriyani melakukan tindak kekerasan.


Yang menjadi pertanyaan mengapa kasus ini malah tetap diproses dan kasusnya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Konawe Selatan. (kompas.id, 22-10-2024)


Berulangnya Kasus Serupa dalam Sistem Sekuler


Ini bukan pertama kalinya seorang guru menghadapi tindakan hukum karena mendisiplinkan murid. Tahun lalu guru Akbar di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat dituntut bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sumbawa karena menegur siswanya yang tidak mau melakukan salat.


Tidak hanya menghadapi tindakan hukum, ada juga guru yang mengalami tindak kekerasan (pengeroyokan) dari siswa dan keluarganya karena tidak terima didisiplinkan. Mirisnya, hingga membuat sang guru berakhir meregang nyawa bahkan ada pula guru berbalik menjadi tersangka. 


Tak jarang banyaknya kasus guru yang dipidanakan membuat guru hari ini takut untuk menegur siswanya. Dalam sistem pendidikan sekuler, guru sudah seperti tidak memiliki marwah


Adab dan sopan santun terhadap guru sudah sedemikian mirisnya. Tak hanya itu, guru dalam sistem hari ini seperti berada di persimpangan jalan. Sudahlah banyak yang tak sejahtera dan memikul tanggung jawab besar, namun ada saja cobaannya. 


Meskipun sudah ada UU Perlindungan Guru Nomor 14 Tahun 2005, kenyataannya itu tak cukup ampuh untuk melindungi guru. Fakta ini tak bisa dilepaskan bahwa dalam sistem demokrasi negara hanyalah sebatas membuat regulasi atau kebijakan. Namun bagaimana regulasi itu dijalankan semua jauh panggang dari api.


Guru sering kali menjadi terdakwa, sedangkan murid melenggang dan menjadi besar kepala karena terkadang sering divalidasi dalam UU Perlindungan Anak. 


Mengembalikan Sistem Pendidikan Islam 


Kasus orang tua murid yang mempidanakan guru adalah potret buram karut marutnya dunia pendidikan hari ini. Sistem pendidikan harus dikembalikan kepada sistem pendidikan Islam yang mengatur peserta didik apabila melakukan pelanggaran akan dikenai sanksi yang sudah ditentukan oleh syariat.


Misalnya anak di bawah usia 10 tahun tidak boleh mendapatkan sanksi fisik seperti pemukulan. Namun, anak di atas 10 tahun boleh ada sanksi fisik dengan beberapa syarat.


Alat yang digunakan tidak boleh sampai melukai, pukulannya pun tidak meninggalkan luka dan cacat. Sebab di dalam Islam sendiri terdapat syariat mengenai ta'dzib (pendisiplinan) pada anak. (muslimahnews.net, 9-5-2023)


Rasul shalallahu 'alaihi wassalam bersabda, "Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melakukan salat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukulah mereka saat usia sepuluh tahun." (HR. Abu Daud dan Ahmad)


Ta'dzib akan berjalan sebagaimana mestinya apabila arah dan tujuan pendidikannya jelas. Kurikulum pendidikan adalah kurikulum Islam tanpa memisahkan agama dari kehidupan, sehingga bentuk pendisiplinan guru terhadap murid tidak akan pernah bias. 


Memuliakan Guru, Memuliakan Ilmu


Para ulama terdahulu telah banyak mencontohkan. Mereka tidak hanya giat mencari ilmu, tetapi mereka juga belajar bagaimana caranya memuliakan guru. 


Umar bin Khattab pernah berkata, "Tawaduklah kalian terhadap orang yang mengajari kalian." Perkataan ini dengan gamblang menyatakan adab atau etika seorang penuntut ilmu terhadap guru. 


Imam Syafi'i juga pernah mengatakan, "Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru. Sejujurnya, gagal mempelajari ilmu karena memusuhi sang guru."


Bahkan Imam Syafi'i pernah memperlakukan seorang laki-laki tua dengan mencium tangannya dan memeluknya hangat ketika berpapasan.


Tak lain adalah seorang guru yang telah mengajari Imam Syafi'i bagaimana caranya mengetahui anjing yang telah masuk usia dewasa. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]