Tunjangan Rumah Dinas DPR, di Tengah Kesulitan Rakyat
Opini
Bukan berarti memberikan fasilitas sarana dan prasarana
tidak memperhitungkan situasi ekonomi negara terkhusus ekonomi rakyat
______________________________
Penulis Ummu Ahsan
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Berita terkait fasilitas anggota DPR RI yang akan mendapatkan tunjangan rumah dinas setelah dilakukan penarikan rumah dinas sebelumnya masih menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat.
Sungguh, tunjangan tersebut merupakan kebijakan yang ironis jika dibandingkan dengan realita kehidupan rakyat hari ini. Lantas, bagaimana Islam memandang hal ini?
Dianggap Sebuah Pemborosan
Indonesia Corruption Watch menilai bahwa kebijakan pemberian tunjangan perumahan bagi anggota DPR RI periode 2024-2029 dianggap sebagai bentuk pemborosan anggaran negara.
Total pengeluaran anggaran oleh anggota DPR untuk tunjangan perumahan berkisar dari Rp1,36 triliun hingga Rp2,06 triliun dalam jangka waktu lima tahun ke depan. ICW melakukan perbandingan antara pola belanja untuk pengelolaan rumah jabatan pada periode 2019-2024 dengan penghitungan tunjuk perumahan bagi anggota DPR selama satu periode.
Hal ini akan menyulitkan pengawasan, sebab tunjangan tersebut akan ditransfer langsung ke rekening pribadi masing-masing anggota DPR. (kompas.com)
Fasilitas Selangit, Kinerja Efektif?
Fasilitas yang diterima anggota dewan telah menambah panjang daftar anggaran negara. Negara berharap tunjangan tersebut memudahkan peran anggota dewan sebagai wakil rakyat dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur aspirasi rakyat.
Namun melihat kinerja sebelumnya dan kinerja anggota DPR saat ini, akan sulit mewujudkan harapan rakyat. Kerja yang optimal memang butuh support sarana dan prasarana yang memadai. Bukan berarti memberikan fasilitas sarana dan prasarana tidak memperhitungkan situasi ekonomi negara, terkhusus ekonomi rakyat.
Tak heran, jika banyak yang menganggap tunjangan DPR akan memperkaya mereka saja. Padahal harapan rakyat cukup sangat sederhana yaitu suara kehidupan mereka didengarkan dan diberikan solusi bagi masalah yang tengah melanda.
Tentu, hal itu membutuhkan waktu juga kerja keras dalam menimbang serta mencari solusi terbaik bagi permasalahan rakyat.
Wakil Rakyat dalam Demokrasi
Dewan Perwakilan Rakyat atau disingkat DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang beranggotakan dari partai politik peserta pemilihan umum. Dalam demokrasi, gaji serta tunjangan wakil rakyat sangat erat kaitannya dengan kebijakan politik dinasti.
Hal ini bisa terjadi, melihat di antara wakil rakyat sebagian besarnya adalah kerabat dari penguasa sebelumnya atau penguasa yang tengah menjabat. Apalagi DPR diberikan wewenang membuat dan mengesahkan UU.
Tentunya, ini membawa dampak pada keputusan wakil rakyat. Salah satu di antaranya ialah anggaran tunjangan anggota DPR RI. Setiap pergantian pemimpin dalam lima tahun sekali terjadi perubahan pada tatanan pemerintahan, termasuk segenap aturan dalam DPR.
Wakil Rakyat dalam Sistem Islam
Berbeda dalam sistem politik Islam, Majelis Umat keanggotaannya berasal dari umat bukan dari partai secara mutlak. Bahkan nonmuslim diberikan hak menjabat sebagai bagian dari Majelis Umat. Karena fungsi dari Majelis Umat melakukan muhasabah atas keputusan seorang khalifah.
Khalifah tidak hanya meriayah rakyatnya yang muslim, tapi rakyat nonmuslim diriayah tanpa adanya perbedaan. Namun, Majelis Umat dari kalangan nonmuslim hanya mengoreksi hal yang bersifat publik atau umum dalam hal terkait sarana dan prasarana.
Tidak diperkenankan mengoreksi hasil keputusan yang bersifat UU. Wakil rakyat dalam Islam prioritas utama mereka adalah keridaan Allah Swt., yang mengontrol wakil rakyat adalah iman dan takwa.
Dari sini jelas bahwa tunjangan wakil rakyat sarat akan kepentingan pribadi atau kelompok. Sedangkan wakil rakyat dalam Islam murni menjalankan tugasnya sebagai pengontrol berjalannya tatanan pemerintahan.
Mengapa demikian? Karena Islam tidak memberlakukan pengupahan terhadap wakil rakyat atau Majelis Umat.
Hal ini untuk menjaga adanya dinasti politik atau pemanfaatan tugas dalam pemilihan khalifah atau pemilihan struktur pemerintahan negara Islam yang lainnya seperti Muawwin, Wali, Amil, dan jabatan yang lainnya. Dalam Islam tidak ada dinasti politik atau politik dinasti.
Sistem Ekonomi Islam, Solusi atas Kesenjangan Ekonomi
Berbicara terkait upah atau gaji, bahkan tentang tunjangan wakil rakyat dalam demokrasi yang diklaim sebagai pemborosan APBN adalah salah satu masalah dari sistem ekonomi kapitalisme.
Hal ini akan menyebabkan ekonomi hanya beredar pada orang-orang dan kelompok tertentu saja. Akhirnya, perputaran ekonomi menjadi tidak sehat yang berdampak pada kesenjangan ekonomi.
Jika ada madu mengapa memilih racun. Konsep sistem kapitalis demokrasi telah gagal menyelesaikan masalah, bahkan setiap aturan yang lahir dari demokrasi selalu memberikan problem baru bagi masyarakat.
Mengapa tidak mencoba melirik sistem Islam yang telah diterapkan dan terbukti keberhasilannya selama 13 abad?
Islam memiliki aturan terkait sistem politik ekonomi yang akan memberikan jaminan. Sebab, negara yang semestinya menjamin kebutuhan pokok hidup rakyat.
Khalifah dalam sistem kekhilafahan diberikan wewenang secara mutlak mengatur keuangan negara APBN. Wakil rakyat tidak diberikan legalitas demikian.
Sistem Islam memiliki mekanisme terkait ketersediaan kebutuhan umat salah satunya adalah hunian yang bisa dimiliki oleh rakyatnya. Berarti, Islam tidak membiarkan rakyatnya tidak memiliki tempat tinggal. Seperti saat ini banyak rakyat yang tinggal di bawah kolong jembatan.
Mekanismenya melalui pengelolaan harta, hak kepemilikan maupun pemanfaatannya. Negara Islam mengelola sumber daya alam seperti tambang emas, nikel, minyak bumi, dan semisalnya yang bersifat seperti air mengalir, jumlahnya yang melimpah serta tak terbatas.
Kekayaan alam seperti ini haram diberikan kepada swasta asing. Sebagaimana dalilnya pemberian Nabi saw. kepada Abyadh bin Hamal r.a..
Dari Abyadh bin Hammal, bahwa ia pernah meminta kepada Nabi diberikan tanah (yang digunakan untuk tambak) garam, yang ada di Ma’rib. Lalu, beliau hendak memberikan tanah itu.
Kemudian ada seorang lelaki yang berkata kepada Rasulullah saw., bahwa itu seperti air yang tak terputus sumbernya. Karena itu, beliau enggan untuk memberikan tanah tersebut.
Negara Islam juga menjamin hak kepemilikan dan pemanfaatannya. Negara bisa bekerja sama dengan rakyat dalam hal jual beli agar rakyat bisa mendapatkan keuntungan dari usaha mereka. Adanya mekanisme tersebut akan mampu memenuhi kebutuhan rakyat, begitu pun dengan wakil rakyat.
Ketiga mekanisme tersebut terikat pada izin Asy-Syari' yakni hukum syarak, sehingga semua pemanfaatan kekayaan alam, kekayaan individual wajib terikat pada syariat Islam.
Walhasil, demokrasi hanya memberikan harapan palsu disebabkan sistem perpolitikan sarat akan politik dinasti.
Hanya Islam satu-satunya sistem yang telah mampu memberikan solusi yang fundamental bagi setiap masalah umat. Wallahualam bissawab.[Dara/MKC]