Kasus Pembunuhan Mahasiswa UI, Buah dari Pendidikan Sekuler Hari Ini
AnalisisGenerasi saat ini yang jauh dari agama, terjadi seiring tingginya konektivitas mereka dengan internet. Apapun yang mereka dapatkan di media sosial akan ditelan bulat-bulat tanpa peduli benar atau salah, apalagi halal atau haram
Inilah yang akhirnya menyuburkan tindakan kekerasan di kalangan anak muda saat ini. Kehidupan liberal yang serba bebas sudah menjadi gaya hidup mereka
_________________________________
Penulis Bunda Hanif
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Baru-baru ini ramai diberitakan kasus pembunuhan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Depok, berinisial MNZ (19 tahun). Korban ditemukan tewas dalam keadaan terbungkus plastik di kamar kosnya di Kawasan Kukusan, Beji, Kota Depok, Jumat (4/8/2023). Korban dibunuh oleh seniornya sendiri lantaran si pelaku mengincar barang berharga yang dimiliki korban. (Republika[dot]co[dot]id, 05/08/2023)
Berdasarkan hasil investigasi, korban dibunuh oleh AAB (23 tahun), senior dan kenalan korban di kampus. Motif pelaku membunuh MNZ lantaran iri dengan korban dan ingin mengambil barang berharganya. Hal ini diungkapkan oleh Wakasat Reskrim Polres Metro Depok, AKP Nirwan Pohan.
Adapun cara yang digunakan pelaku untuk membunuh korban dengan menusuk korban menggunakan senjata tajam berupa pisau lipat. Kemudian, korban dibungkus dengan kantong plastik hitam yang direkatkan dengan lakban. Pelaku sampai tega melakukan perbuatannya lantaran iri dengan kesuksesan korban dan terlilit bayar kosan serta pinjol (pinjaman online) lalu mengambil laptop, dompet dan HP korban. Atas perbuatannya tersebut pelaku dibawa ke Polres Metro Depok berikut barang bukti guna pengusutan lebih lanjut dan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Mengapa saat ini sering kita jumpai kasus pembunuhan, bahkan pelakunya adalah insan terdidik? Tentunya peristiwa tersebut tidak terjadi tanpa ada pemicunya. Ada banyak faktor yang menyebabkan rusaknya moral generasi saat ini, di antaranya:
Faktor pertama, sistem pendidikan yang diterapkan saat ini adalah sistem pendidikan sekuler yang hanya berfokus pada akademik dan cenderung mengabaikan nilai agama. Sebagai bukti bisa kita lihat pada mata pelajaran agama yang hanya diberikan 2 jam saja dalam sepekan, padahal agama adalah pedoman hidup bagi manusia. Seseorang yang mendapatkan pemahaman agama yang cukup, akan mampu memahami hakikat kehidupan. Ia akan paham untuk apa manusia diciptakan, yakni untuk beribadah kepada Sang Pencipta. Keimanannya akan melahirkan ketakwaan yang totalitas sehinggamelakukan apapun yang Allah Swt perintahkan, tanpa bertanya mengapa Allah memerintahkan hal tersebut. Begitupun, ia akan meninggalkan segala larangan-Nya tanpa bertanya mengapa Allah melarangnya.
Bukankah ini merupakan jaminan utama untuk mencegah tindak kekerasan sebab paham bahwa menzalimi orang lain adalah perbuatan yang tercela dan dilarang oleh agama? Lalu bagaimana jika seseorang jauh dari pemahaman agama? Sudah bisa dipastikan tidak ada tolok ukur halal dan haram dalam setiap perbuatannya. Mereka tidak peduli apakah perbuatannya sesuatu yang Allah perintahkan atau yang dilarang. Sehingga wajar jika tindakan kriminal saat ini semakin meningkat.
Faktor kedua adalah keluarga. Banyak pelaku kejahatan yang berasal dari keluarga broken home ataupun keluarga yang ayah dan/atau ibunya abai dalam pengasuhan. Orang tua yang sibuk dan cenderung menyerahkan sepenuhnya pengasuhan kepada pihak lain, seperti kepada asisten rumah tangga atau sekolah akan menghasilkan anak yang haus akan kasih sayang. Anak yang demikian akan tumbuh menjadi pribadi yang keras dan susah berempati.
Ia tidak akan merasa iba pada orang lain, bahkan mungkin tega menganiaya. Sejatinya, anak adalah peniru yang ulung. Saat ia mendapatkan contoh kebaikan, ia akan menirunya, begitupun sebaliknya. Sehingga sudah semestinya orang tua tidak abai dalam pengasuhan dan pembentukan karakter anak yang nantinya akan berpengaruh terhadap kepribadiannya. Anak yang memiliki trauma masa lalu juga bisa tumbuh menjadi seseorang yang tidak memiliki rasa belas kasih pada orang lain.
Selain itu, keluarga yang tidak dibangun atas ketakwaan akan menjadi malapetaka bagi anggotanya. Mereka yang jauh dari pemahaman agama akan bebas melakukan apapun. Mereka tidak merasa bahwa Allah selalu mengawasi setiap perbuatannya. Kepala keluarga, dalam hal ini adalah ayah adalah orang yang paling bertanggung jawab menjadikan anggota keluarganya sebagai insan yang bertakwa dan takut pada Rob-Nya. Namun nyatanya, saat ini tidak sedikit orang tua yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak, justru tega menjadi pelaku kejahatan bagi anaknya, atau justru sebaliknya.
Faktor ketiga, media, termasuk media sosial. Media sosial ibarat pisau bermata dua. Satu sisi, memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, di sisi lain memberikan dampak buruk yang luar biasa. Melalui media sosial, anak-anak mudah mengakses konten pornografi dan adegan kekerasan yang bisa menstimulus terjadinya kasus kekerasan. Apalagi jika orang tua tidak mengontrol anak-anaknya dalam menggunakan media sosial. Segala informasi yang mereka dapatkan di media sosial lama kelamaan akan membentuk mereka. Kita adalah apa yang kita baca, kita lihat dan kita dengar setiap harinya. Jika setiap hari yang kita konsumsi adalah konten-konten unfaedah, sudah bisa dibayangkan akan seperti apa kita nantinya. Seperti kasus pembunuhan mahasiswa UI yang baru saja terjadi, bisa saja pelaku sering menyaksikan konten kekerasan, ditambah lagi dengan tekanan hidup yang ia alami. Hingga akhirnya ia terjerat pinjaman online. Dan tanpa pikir panjang, ia tega menghabisi korban demi mendapatkan barang berharga yang dimiliki korban.
Generasi saat ini yang jauh dari agama, terjadi seiring tingginya konektivitas mereka dengan internet. Apapun yang mereka dapatkan di media sosial akan ditelan bulat-bulat tanpa peduli benar atau salah, apalagi halal atau haram. Inilah yang akhirnya menyuburkan tindakan kekerasan di kalangan anak muda saat ini. Kehidupan liberal yang serba bebas sudah menjadi gaya hidup mereka.
Jika kita ingin keluar dari permasalahan tersebut, tentu kita harus mencari solusi yang tepat. Harus dicari akar permasalahannya kenapa semua ini bisa terjadi. Penerapan sistem kehidupan sekuler tidak akan membawa perubahan apa-apa, justru makin merusak tatanan kehidupan manusia. Karena di dalam sistem sekuler, agama tidak dijadikan landasan dan pedoman hidup sehari-hari. Atas nama kebebasan, setiap manusia bebas berbuat sekehendak hatinya. Sehingga lahirlah manusia-manusia yang tidak peduli dengan aturan agama. Solusi yang dicari untuk menyelesaikan persoalan juga solusi yang jauh dari syariat. Alih-alih ingin menyelesaikan masalah, yang terjadi justru sebaliknya. Masalah demi masalah datang silih berganti tanpa ada akhirnya.
Di dalam Islam, segala tindak kejahatan akan diselesaikan tanpa menimbulkan permasalahan baru. Negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab, sehingga bukan hanya menetapkan regulasi, melainkan juga menjaga kehidupan bermasyarakat. Negara akan memastikan sistem pendidikan berbasis akidah Islam sehingga semua anak didik memiliki fondasi yang kuat dalam berinteraksis sosial.
Agama harus menjadi landasan dan pendoman hidup sehari-hari, bukan justru diabaikan. Mereka yang memahami agama, akan paham bahwa hakikat penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah dan menjadi insan kamil yang bermanfaat bagi sesama. Pendidikan tidak hanya sekedar untuk mendapatkan ilmu yang nantinya bisa digunakan untuk mencari pekerjaan. Tetapi pendidikan adalah untuk mencetak generasi handal yang siap membangun peradaban. Ilmu yang mereka miliki harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemaslahatan umat.
Negara juga akan mengawasi media termasuk media sosial. Tayangan ataupun konten di media harus bisa menyebarkan kebaikan. Konten yang membawa kemudharatan, seperti pornografi dan kekerasan akan diputus sepenuhnya. Produsen dan penyebarnya akan mendapat sanksi tegas sebab dianggap merusak generasi. Media sosial digunakan untuk menyebarkan informasi dan hal lain yang bermanfaat.
Negara juga akan menjamin kesejahteraan keluarga. Lapangan kerja terbuka luas bagi kepala keluarga, sehingga ibu akan fokus mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya. Sebab ibu adalah madrasatul ula atau sekolah pertama bagi anak-anaknya. Anak-anak yang tumbuh di dalam keluarga yang dilandasi ketakwaan akan menjadi generasi emas yang siap membangun peradaban. Tidak seperti yang kita saksikan saat ini. Ayah kesulitan mendapatkan pekerjaan lantaran jumlah lowongan pekerjaan untuk laki-laki sangat terbatas. Sehinggu ibu harus ikut bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Akhirnya anak-anak kehilangan sosok seorang ayah maupun ibu, karena mereka tidak bisa melaksanakan perannya dengan baik lantaran disibukkan dengan pekerjaan.
Demikian, olusi yang Islam berikan. Sungguh indah jika bisa diterapkan. Umat Islam akan menjadi umat yang mulia. Kesejahteraan dan keamanan bukan hal yang mustahil untuk diraih. Dan negeri ini menjadi negeri yang penuh berkah. Wallahualam bissawab. [Dara]