Alt Title

Hiprokisi HAM di Negara Pengusung

Hiprokisi HAM di Negara Pengusung

Jelaslah, bahwa Islamlah salah satu alternatif untuk menyelamatkan manusia di dunia ini dari kemelut pelanggaran massal atas hak asasi dan kehormatan manusia

Ini bukan retorika apologi, tetapi berdasarkan kesadaran penuh terhadap hukum Islam yang sejalan dengan martabat dan harga diri manusia yang dimuliakan oleh Allah Swt.

_______________________________


Penulis Elfia Prihastuti, S.Pd.

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan 



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Langit Perancis membara. Imbas dari penembakan seorang remaja muslim berumur 17 tahun oleh seorang petugas polisi Perancis pada 27 Juni 2023. Remaja itu bernama Nahel. Ia merupakan keturunan Afrika Utara, tepatnya Aljazair dan Maroko. Nahel yang saat itu mengendarai mobil di Nanterre, dinilai melanggar lalu lintas. Ia mengabaikan perintah polisi untuk menghentikan mobilnya.


Petugas polisi akhirnya menembak Nahel dari jarak dekat melalui jendela pengemudi. Nahel meninggal akibat peluru menembus lengan kiri dan dadanya. (Bisnis[dot]com, 1/7/2023)


Akibat insiden ini, gelombang protes terjadi di berbagai wilayah di Perancis. Seperti, Marseille, Lille, Lyon, Strasbourg, Toulouse dan Paris. Aksi massa berkembang menjadi amukan massa, kerusuhan, bahkan penjarahan.


Rasisme Pemicu Kemarahan Masyarakat 


Nahel yang mempunyai latar belakang sebagai keturunan Afrika Utara, santer menjadi sorotan. Ingatan masyarakat kembali dihidupkan  oleh peristiwa-peristiwa pahit serupa. Kekerasan polisi dan rasisme sistemik oleh penegak hukum  di Perancis terhadap etnis minoritas. Insiden ini seolah menguak keresahan yang telah lama terpendam.


Perancis telah menorehkan rekam jejak tentang insiden serupa. Pada tahun lalu ada 13 penembakan seperti itu. Ini adalah penembakan fatal kedua. Pada tahun 2021 tiga orang tewas akibat penembakan polisi karena menolak mematuhi perhentian lalu lintas dan dua orang di tahun 2020.


Menurut penghitungan kantor berita Reuters penembakan fatal pada tahun 2021 dan 2022 mayoritas korban penembakan polisi merupakan orang kulit hitam dan warga keturunan Arab. (CNBC, 28/6/22023)


Kasus Nahel tidak dapat dilepaskan dari Islamofobia di Perancis. Sebab dalam sejarah, Perancis merupakan negara tempat lahirnya sekulerisme. Peristiwa Renaisans dan Revolusi Perancis. Kebencian Perancis terhadap umat Islam, menjadikan kaum muslimin terutama keturunan Arab menjadi bulan-bulanan rasisme di Perancis.


Stigma negatif dan narasi-narasi yang menyudutkan sengaja diarus deraskan  sebagai manifestasi Islamofobia. Pelarangan jilbab, burkah dan simbol- simbol muslim lainnya sudah menjadi bagian dari UU Perancis. Sementara pemimpin Perancis saat ini Emanuel Macron terkenal sebagai sosok yang anti Islam.


Hipokrisi HAM


Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan ide yang lahir dari rahim sistem sekuler yang digadang-gadang oleh negara-negara Barat termasuk Perancis. HAM dianggap sebagai nilai kebaikan. Sejatinya terbentuknya ide ini bertujuan baik. Namun, karena terlahir dari rahim yang menihilkan agama dan aturan yang dibuat merupakan hasil karya buah pikiran manusia, dari sinilah rasisme berawal. 


Salah satu naluri manusia berupa naluri mempertahankan diri yang manifestasinya menganggap dirinya lebih baik dari manusia lain. Perasaan ini muncul karena ikatan emosional. Dalam kitab Nizhamul Islam, Ustadz Taqiyudin an Nabhani mengungkapkan, ikatan emosional terjadi pada manusia yang tingkat berpikirnya rendah. Sehingga jika keluarganya mempunyai kekuasaan, ia cenderung ingin memperluas kekuasaan tersebut. 


Hal semacam itu akan tumbuh subur dalam sistem demokrasi sekuler. Karena sistem ini meniscayakan aturan yang dibuat oleh manusia. Jadi hal wajar jika Perancis sebagai pengusung HAM dan selalu mendengung-dengungkannya, sekaligus juga menjadi pelanggarnya. Dengan demikian tak terbantahkan bahwa HAM hanya sebuah hipokrisi, meski di negara pengusungnya.


HAM dalam Pandangan Islam


Dalam Islam HAM tidak dibicarakan secara khusus. Pelaksanaannya tidak berdiri sendiri, melainkan produk dari totalitas penyelenggaraan syariat Islam. Artinya berpikir tentang HAM atau tidak, dengan melaksanakan syariat Islam semata dengan sendirinya apa yang disebut dengan pelaksanaan HAM akan tercapai.


Sejarah mencatat bahwa belum pernah ada penghargaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat sedemikian tinggi kecuali dalam lingkungan Islam. Bangsa Arab yang merupakan bangsa diturunkan Al-Quran, bukan berarti bangsa arab adalah bangsa yang mulia di hadapan Allah. Semua tergantung dari ketakwaan masing-masing individu. Sebagaimana Firman Allah Swt.:


يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ


Artinya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."


Jelaslah, bahwa Islamlah salah satu alternatif untuk menyelamatkan manusia di dunia ini dari kemelut pelanggaran massal atas hak asasi dan kehormatan manusia. Ini bukan retorika apologi, tetapi berdasarkan kesadaran penuh terhadap hukum Islam yang sejalan dengan martabat dan harga diri manusia yang dimuliakan oleh Allah Swt.


Tidak dapat dimungkiri, bahwa dalam Islam tidak mengenal rasisme. Sejatinya secara implisit sejak 14 abad silam, Islam telah mendeklarasikan hak asasi manusia jauh sebelum revolusi Perancis yang dianggap banyak orang sebagai pelopor deklarasi hak-hak manusia. Padahal pada saat yang sama, Perancis tengah menjajah banyak negara secara kejam. Wallahualam bissawab. [GSM]