Dambaan Memperoleh Haji Mabrur
Opini
Yang perlu diperhatikan bahwa berhaji bukan saja untuk memenuhi aspek ruhiyah (spiritual) saja, melainkan untuk memenuhi aspek siyasiyah (politik) dan perjuangan. Saat ibadah haji, umat manusia berkumpul menjadi satu kesatuan tanpa perbedaan suku, ras, warna kulit maupun status sosial. Ini membuktikan bahwa ideologi Islam mampu menyatukan umat manusia dari seluruh penjuru dunia
___________________
Penulis Fatin
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Musim haji telah berlalu, tiba waktunya para jamaah pulang ke tanah air. Sekitar 357 Jamaah Haji Asal Ogan Komering Ulu Timur (OKUT) Provinsi Sumatera Selatan yang tergabung dalam Kloter 1 pada keberangkatan 27 Mei 2023 telah mendarat di Bandara Internasional Sultan Mahmud Badarudin II Palembang, pada hari Kamis 6 Juli 2023, pukul 22.15 WIB. Kedatangan mereka disambut oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Sumatera Selatan Syafitri Irwan yang diwakilkan Kabid PHI Kemenag setempat, H Armet Dachil.(RadarPalembang[dot]com, Jumat, 7 Juli 2023)
Kemabruran adalah hal yang didambakan oleh seluruh jamaah haji. Ini bukan sekedar gelar, melainkan tergantung dari ibadah yang dilakukan selama di tanah suci. Kembalinya ke tempat masing-masing, setidaknya ada perbaikan entah itu dari sisi pemikiran juga tingkah laku. Setidaknya perbuatan maksiat yang dahulu sering dilakukan, sudah harus ditinggalkan. Semisal riba, korupsi, mengkriminalisasi ajaran Islam, memberangus perjuangan dakwah dan lain sebagainya.
Ide kapitalisme yang selama ini diemban juga akan dibuang jauh, pemikiran yang menjadikan agama sebatas ibadah ritual juga akan dikikis habis. Berganti dengan ketaatan yang lebih baik dilandasi dengan keimanan dan akidah yang kokoh. Pribadi yang dihasilkan akan menjadi lebih baik lagi dengan ketundukan dan kepatuhan total pada seluruh perintah dan larangan Allah.
Pada hakikatnya, hukum haji adalah wajib bagi Muslim yang mampu. Dalam hal ini, tentu saja disertai dengan tuntutan untuk menjadi haji mabrur, karena sebagai salah satu ibadah yang utama, haji mendapat kedudukan sejajar dengan jihad fi sabilillah. Nabi saw. bersabda : "Orang yang berperang dijalan Allah, orang yang berhaji, dan orang yang berumrah adalah tamu-tamu Allah. Allah mengundang mereka, mereka pun memenuhi undangan-Nya. Lalu mereka meminta kepada Allah, Allah pun memenuhi permintaan mereka." (HR Ibnu Majah)
Semua yang berhaji tentu mengharapkan haji mabrur yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, yaitu dengan memperhatikan berbagai syarat, rukun dan wajib, serta menghindari hal-hal yang dilarang (muharramat) semata-mata atas dasar dorongan keimanan dan hanya mengharap ridha Allah Swt. Para ulama telah menjelaskan bahwa orang yang berhak mendapatkan predikat tersebut adalah mereka yang tidak mencampur ibadah haji dengan kemaksiatan dan tidak melakukan lagi kemaksiatan usai berhaji. Tidak pantas seseorang disematkan demikian jika masih melakukan tindak kemaksiatan, misalnya, masih melakukan riba, korupsi, membenci hukum-hukum Allah, mengkriminalisasi ajaran Islam, bahkan menghalang-halangi dakwah penerapan syariah Islam.
Yang perlu diperhatikan bahwa berhaji bukan saja untuk memenuhi aspek ruhiyah (spiritual) saja, melainkan untuk memenuhi aspek siyasiyah (politik) dan perjuangan. Saat ibadah haji, umat manusia berkumpul menjadi satu kesatuan tanpa perbedaan suku, ras, warna kulit maupun status sosial. Ini membuktikan bahwa ideologi Islam mampu menyatukan umat manusia dari seluruh penjuru dunia. Ditambah lagi, saat Rasulullah saw. melaksanakan haji wada', beliau menyampaikan khutbah yang berisi pesan-pesan politik dan spiritual yang menggugah umat yaitu: pertama, darah dan harta sesama Muslim terpelihara. Kedua, kewajiban menunaikan amanat, termasuk di dalamnya amanah kekuasaan untuk melayani dan melindungi umat. Ketiga, sistem ekonomi ribawi dihapuskan untuk selamanya.
Keempat, menjaga aturan Islam dalam rumah tangga dan kewajiban mendidik istri. Kelima, kewajiban umat menjaga persatuan dan kesatuan. Keenam, kewajiban berpegang teguh pada Kitabullah dan Sunnah Nabi saw. jika tidak ingin tersesat. Jika hal itu dilakukan, akan menyeret pada ajaran dan sistem kehidupan selain Islam. Syariat bukan semata ritual ibadah saja, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan yaitu sosial, ekonomi, politik dan kenegaraan.
Pernah suatu waktu, pada tahun 1916, mereka yang telah melaksanakan ibadah haji mendapatkan 'ujian haji', dimana penjajah Belanda takut jika jamaah sepulang haji membawa pikiran revolusi perjuangan melawan kolonial Belanda. Sehingga, jamaah diberi pakaian khusus haji seperti peci dan jubah putih. Tujuannya agar kaum penjajah bisa mengawasi mereka.
Dulu, setiap pelaksanaan haji, kaum Muslim berkumpul dari seluruh penjuru dunia, lalu mereka menceritakan kondisi negeri masing-masing. Mereka menyadari setelah ketiadaan Khilafah Islamiyah, umat dicengkeram oleh penjajah. Politik, militer, ekonomi, sosial, budaya mereka dikendalikan oleh asing. Namun saat ini, justru lebih parah lagi, para penguasa malah melayani asing dan aseng, membiarkan mereka menguasai kekayaan alam, serta menjadikan peradaban Barat sebagai budaya mereka. Pergaulan bebas, minuman keras bahkan LGBT dibiarkan masuk ke tengah umat. Pada saat yang sama hukum-hukum Islam ditelantarkan.
Dengan demikian, Allah mewajibkan ibadah haji dan mewajibkan dakwah untuk memperjuangkan agama-Nya. Karena itu, kaum Muslim yang berhaji harus merasa terpanggil untuk berdakwah memperjuangkan Islam karena sebagaimana ibadaYang perlu diperhatikan bahwa berhaji bukan saja untuk memenuhi aspek ruhiyah (spiritual) saja, melainkan untuk memenuhi aspek siyasiyah (politik) dan perjuangan. Saat ibadah haji, umat manusia berkumpul menjadi satu kesatuan tanpa perbedaan suku, ras, warna kulit maupun status sosial. Ini membuktikan bahwa ideologi Islam mampu menyatukan umat manusia dari seluruh penjuru duniah haji, dakwah memperjuangkan Islam juga memiliki keutamaan yang besar disisi Allah Swt. Saatnya umat berubah dan bangkit, untuk bersama menegakkan kalimat Allah di muka bumi. Menerapkannya di setiap aspek kehidupan dalam naungan sebuah kepemimpinan Islam. Wallahualam bissawab. (DH)