Alt Title

Hanya Negara Islam yang Akan Bebas dari Pelaku Korupsi

Hanya Negara Islam yang Akan Bebas dari Pelaku Korupsi

Akar masalah munculnya korupsi dan tidak amanahnya para pejabat akibat dari penerapan sistem kapitalisme yang menjadi dasar

Ide sekularisme menjadi acuan dalam berbagai kebijakan. Mulai dari ekonomi, pemerintahan, hingga pendidikan, yang membuat masyarakat terbiasa memandang sesuatu tanpa arahan agama

_____________________________


Penulis Oom Rohmawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Member Akademi Menulis



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Peribahasa mengatakan, sepandai-pandainya orang yang menyembunyikan bangkai akhirnya tercium juga. Begitupun dengan praktik korupsi migor (minyak goreng), pada akhirnya mereka tertangkap juga. Aktivitas kerja sama antara perusahaan dan pejabat terkait memang sudah lama terjadi. Bahkan, sebelum ada indikasi mafia minyak goreng setahun lalu. Hanya saja, kasus ini baru terungkap ketika masalah mulai menumpuk yang menyebabkan harga melambung tinggi dan kelangkaan parah di tengah masyarakat.


Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana Juru Bicara Kejaksaan menetapkan, setelah tiga perusahaan menyusul 5 terdakwa lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka pidana korupsi. Mereka diduga melakukan pelanggaran terkait izin ekspor di saat pengiriman dibatasi, dan larangan ekspor dalam kondisi negara lagi penanganan pasokan domestik guna mengendalikan lonjakan harga.


Di antara, kelima orang tersebut adalah Indrasari Wisnu Wardhana (Pejabat Eselon I Kemendag), Pierre Togar Sitanggang (General Manager di Bagian General Affair Musim Mas), Dr Master Parulian Tumanggor , Stanley Ma, dan Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. Hal ini beliau sampaikan saat jumpa pers perkembangan penanganan perkara tindak pidana korupsi BAKTI Kominfo dan Minyak Goreng di Jakarta, (CNBC, 15/6/2023)


Sementara, ketiga perusahaan terkait yakni Wilmar Group WLIL, SI yang berkantor pusat di Singapura serta Grup Musim Mas dan Grup Permata Hijau yang berbasis di Medan perusahaan besar sebagai tersangka kasus yang sama. Pengadilan menilai ketiganya sebagai perusahaan yang menikmati hasil korupsi yang dilakukan oleh para pemimpinnya. Karena ulah para koruptor tersebut negara telah  dibuat rugi sebesar Rp 6,47 Triliun. (Tempo, 17-6-2023)


Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan pemain besar dalam industri minyak goreng Indonesia, yang produksinya sukses menguasai pasar migor Tanah Air. Di antaranya Sania, Fortune, Siip, Sovia, Mahkota, Ol'eis, Bukit Zaitun dan Goldie. Menurut Majelis Hakim  perbuatan terpidana ini adalah merupakan  dari aksi korporasi.


Dari kasus ini, kita dapat belajar bahwa korporasi ternyata bisa mempengaruhi kebijakan. Para pemilik modal dengan mudah membeli apa saja. Bagi mereka, semua tidak ada artinya selain dari keuntungan untuk perusahaan semata. Banyak peristiwa yang menunjukkan betapa buruknya perilaku para pejabat yang mendapat amanah. Mereka lupa dengan tanggung jawab yang dibebankan pada mereka karena tergiur dengan harta dan berbagai fasilitas yang ditawarkan oleh oligarki. Mirisnya yang terlibat bukan satu dua orang, tapi berjamaah dan dilakukan berkali-kali. Ini artinya ada masalah lain yang menjadi akarnya dan harus dirubah.


Akar masalah munculnya korupsi dan tidak amanahnya para pejabat akibat dari penerapan sistem kapitalisme yang menjadi dasar. Ide sekularisme menjadi acuan dalam berbagai kebijakan. Mulai dari ekonomi, pemerintahan, hingga pendidikan, yang membuat masyarakat terbiasa memandang sesuatu tanpa arahan agama. Halal haram sudah tidak menjadi pertimbangan, ide materialisme yang menjadi acuan kapitalisme dalam mencapai kepuasan. 


Menilai baik segala sesuatu manakala menghasilkan materi dan kesenangan lahiriah saja. Dan ide ini masuk ke seluruh kancah kehidupan. Hasilnya masyarakat lebih mementingkan keuntungan, tidak peduli caranya benar atau salah. Sehingga, mereka mengagungkan kepemilikan individu. Setiap orang bebas melakukan apapun, boleh saling menjatuhkan, menguasai kekayaan alam secara pribadi, mengatur kebijakan demi laba sendiri. Bahkan, dalam sistem kapitalisme sekuler ini siapapun yang punya modal besar dialah yang berkuasa dan akan menindas yang lemah. Maka, tidak heran jika minyak goreng menjadi sasaran empuk  para pemilik modal. 


Inilah karakter yang dibangun atas dasar aturan yang dibuat manusia yaitu kapitalisme, sekularisme dan liberalisme. Bahayanya setiap orang yang terpengaruh dengan pemahaman ini, mereka menjadi orang yang tidak mau diatur agama. Padahal jelas Islam itu mengatur seluruh aspek kehidupan. Namun saat ini mereka hanya menempatkan Islam pada ranah ibadah mahdhah saja. Sementara muamalah, sanksi, pergaulan dan lainnya tidak terikat aturan agama.


Sungguh berbeda dengan sistem Islam, sebagai agama yang sempurna dan paripurna. Islam memiliki sistem pengadilan yang simpel dan tidak perlu ribet. Proses peradilan akan dilakukan sesuai syariat. Dalam Islam tidak mengenal ada peradilan banding, PK, dan lainnya. Sebab aturannya bersifat sebagai jawabir yaitu sebagai penebus dosa dan zawajir sebagai sebagai pencegah kejahatan yang sama terulang. 


Begitupun dengan sistem pendidikan, Islam mengharuskan pendidikan berlandaskan akidah Islam yang akan membentuk pola pikir dan pola sikap Islam. Sehingga, ketika mereka mendapatkan amanah sebagai pejabat, mereka akan berusaha maksimal menjalankannya dan takut melakukan praktik-praktik suap. Sebab mereka paham bahwa hal itu dilarang dalam Islam. 


Seperti ketika kepemimpinan di masa Khalifah Umar Abdul Aziz. Beliau sangat wara (meninggalkan semua perkara yang dikhawatirkan akan merusak akhirat), maka beliau berhati-hati dalam urusan rakyat. Ketika itu anaknya bertamu padanya di malam hari dan karena beliau mengetahui bahwa tujuan anaknya bertamu bukan urusan negara tapi urusan pribadi, maka beliau mematikan lampunya.


Islam juga tegas terkait pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), termasuk minyak goreng, yang berasal dari CPO yaitu kekayaan alam yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw : "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)


Sehingga pengelolaannya tidak boleh diserahkan pada individu swasta baik pribumi apalagi asing. Negara yang wajib mengelola dan memberikan hasilnya kepada rakyat dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, negara bisa aman dari para pelaku korupsi. Hingga masyarakat dapat hidup dengan sejahtera karena harga-harga sembako seperti minyak goreng akan mudah didapatkan dengan harga murah. Maka dari itu, kita harus bersatu berjuang mengembalikan pemerintahan Islam. Karena dengan sistem pemerintahan Islam,  umat manusia akan merasakan kesempurnaan Islam sebagai rahmatan lil  'aalamiin. Wallahuallam bisawwab. [DH]