Alt Title

Pembangunan Sarana Olahraga untuk Rakyat?

Pembangunan Sarana Olahraga untuk Rakyat?

Dengan banyaknya persoalan yang terjadi, harusnya pemerintah bisa menentukan skala prioritas pembangunan mana yang lebih mendesak dan yang bisa ditunda

Berharap mampu mendongkrak sektor ekonomi dari event-event olahraga, nyatanya tidak lebih sekadar ilusi belaka. Bagaimana mungkin kestabilan mampu diraih dalam waktu singkat dengan solusi yang tidak mengakar?

__________________________

Penulis Umi Lia

Kontributor Media Kuntum Cahaya



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pertimbangan skala prioritas bagi seorang pemimpin adalah sesuatu yang harus diperhatikan, karena akan berpengaruh pada masyarakat itu sendiri. Sayangnya hal itu tidak selalu dimiliki saat menduduki tampuk kekuasaan. Seperti yang terjadi saat ini, di saat rakyat mengeluh karena banyak jalan yang rusak, Bupati Bandung Dadang Supriatna justru memastikan pembangunan Pusat Latihan Atletik di Pangalengan berjalan kondusif. 


Hal itu ia sampaikan saat rapat koordinasi dengan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan. Selain Bupati, ada juga Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), TNI dan Polri yang juga siap menjaga kondusivitas wilayah dalam pembangunan pusat atletik tersebut, dalam rangka memajukan olahraga di Indonesia. (detikjabar, 4/5/2023)


Pengurus Besar Persatuan Atletik Indonesia (PB-PASI) akan membangun stadion training center/pemusatan latihan nasional (pelatnas) cabang olahraga atletik di lapangan Babakan Tanara Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Lokasi ini sudah dipakai sejak tahun 1980-an dengan fasilitas seadanya. Rencana tersebut disambut antusias oleh Bupati Bandung karena jika pelatnas ini terwujud, akan menguntungkan bagi warga Kabupaten Bandung, berupa  kehadiran wisatawan lokal maupun asing saat ada pelaksanaan event.


Fakta tersebut menggambarkan bahwa pembangunan yang dilakukan pemerintah tidak memperhatikan skala prioritas. Olahraga bukanlah sektor yang bisa langsung mengurusi rakyat, walaupun keberadaannya penting untuk kesehatan dan kebugaran tubuh. Namun tidak berkaitan langsung dengan ekonomi rakyat yang saat ini masih terpuruk setelah diserang badai pandemi. 


Bagi sebagian kalangan, pusat atletik memang berguna untuk memajukan prestasi para atlet di event-event olahraga internasional demi mengharumkan nama baik bangsa dan negara di dunia. Tapi apalah arti kebanggaan/prestise di dunia internasional jika rakyat di dalam negeri sengsara, dengan angka pengangguran meningkat, kelaparan dan marak terkena stunting.


Selain itu, dibanding membangun pusat atletik, ada yang lebih urgen untuk segera dibangun demi keselamatan masyarakat, yaitu membangun jalan-jalan yang rusak. Baru-baru ini viral di medsos warga yang memasang spanduk menuntut pemerintah untuk segera memperbaiki fasilitas yang sangat dibutuhkan sebagai sarana dalam aktivitas mereka. Berdasarkan laporan  Statistik Transportasi Darat 2021 dari Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 87.454 km (16,01%) jalan di Indonesia rusak, dan ada 86.844 km (15,9%) rusak berat. Secara kumulatif panjang jalan yang rusak mencapai 174.298 km (31,91%) pada tahun 2021. (Katadata, 17/4/2023)


Selain kebutuhan jalan yang mendesak ada sektor lain yang butuh perhatian pemerintah yaitu kekurangan gizi yang menimpa penduduk miskin. Menurut laporan  The State of Food Security and Nutrition in the World yang dirilis Food Agriculture Organization (FAO) pada 2021, Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penduduk kurang gizi tertinggi di Asia Tenggara. Jumlahnya mencapai 17,7 juta jiwa. Apakah data ini terhapus dengan menjadi juara di bidang olahraga? Tentu tidak. Ini terjadi karena sektor ekonomi yang belum bangkit pasca pandemi. Orang-orang miskin terus bertambah bahkan kemiskinan ekstrem masih banyak di tengah masyarakat. Menurut data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada tahun 2021, tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 4% atau 10,86 juta jiwa.


Dengan banyaknya persoalan yang terjadi, harusnya pemerintah bisa menentukan skala prioritas pembangunan mana yang lebih mendesak dan yang bisa ditunda. Berharap mampu mendongkrak sektor ekonomi dari event-event olahraga, nyatanya tidak lebih sekadar ilusi belaka. Bagaimana mungkin kestabilan mampu diraih dalam waktu singkat dengan solusi yang tidak mengakar?


Inilah kapitalis dengan segala solusi yang ditawarkannya. Pembangunan di sistem ini nyatanya hanya dilakukan berdasarkan asas manfaat semata.  Hal itu karena negara di sistem kapitalis lebih memperhatikan kepentingan kapitalis/para pemilik modal dibanding rakyat banyak. Penguasa akan bekerja untuk melayani kepentingan segelintir orang dibanding rakyat pada umumnya.


Berbeda dengan Islam, sebagai agama yang sempurna, seluruh permasalahan kehidupan pasti ada solusinya, bahkan masalah olahraga pun dibahas dan diperhatikan dalam Islam. Pernah satu saat Rasul saw. memerintahkan umatnya untuk belajar berenang, berkuda dan memanah. Di saat lain Rasul juga pernah mengajak istrinya berlomba lari. Tujuannya hanya dua, yaitu untuk menjaga kebugaran tubuh agar tetap sehat dan melatih kekuatan fisik untuk persiapan jihad di jalan Allah bagi kaum pria. Selain itu juga Rasul saw. bersabda: "Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah." (HR. Muslim)


Bisa disimpulkan bahwa bagi umat Islam berolahraga itu karena ingin lebih dicintai atau diridai Allah Swt.. Bukan karena tujuan-tujuan yang bersifat materi yang dirasakan sesaat di dunia saja. Olahraga dalam Islam bukan untuk popularitas di dunia internasional, mendapat medali, harta, gengsi dan prestise. Apalagi untuk alasan klise demi mengharumkan nama bangsa di mata dunia. Itu hanya menipu diri sendiri mengingat fakta yang ada, terjadi sebaliknya. Oleh karena itu, tidak seharusnya hal ini terlalu dibesar-besarkan, karena keberadaannya bukan untuk dilombakan atau menjadi ajang pertunjukan, tontonan ataupun bisnis.


Demikianlah Islam mengatur masalah olahraga dengan begitu proporsional, seperti halnya mengatur masalah ekonomi, politik, pendidikan, pemerintahan dan lain-lain. Dengan begitu penguasa akan mampu mengatasi semua masalah dengan baik. Fakta itu terbukti dalam sejarah peradaban Islam yang mencapai 13 abad. Negara yang menerapkan sistem Islam bisa menyusun prioritas pembangunan sehingga selangkah demi selangkah bisa menjadi negara maju, terdepan meninggalkan negara-negara lain di dunia, pada masanya. Adapun kemundurannya justru terjadi ketika umat Islam mulai meninggalkan konsep yang sudah baku dari Al-Qur'an dan sunnah dan lebih memilih ide-ide dari luar Islam. Sekaranglah saatnya umat Islam kembali pada konsep atau aturan yang ada dalam Al-Qur'an dan sunnah.


Yang menjadi prioritas dalam sistem Islam adalah terkait pemenuhan kebutuhan dasar rakyat yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Untuk itu negara berkewajiban menyediakan lapangan kerja bagi seluruh rakyat yang berusia produktif. Hal ini bisa diciptakan dengan mewujudkan iklim usaha yang kondusif. Penguasa juga akan menggratiskan atau setidaknya memudahkan dengan harga yang murah dan kualitas yang bagus, fasilitas pendidikan dan kesehatan. Dengan begitu kesejahteraan bisa terwujud secara merata. Inilah berkah dari diterapkannya syariat Allah Swt. secara menyeluruh. Wallahu a'lam bi ash-shawwab. []