Alt Title

LIBERALISME MENCIPTAKAN KEBAHAGIAAN SEMU DAN MENIPU

LIBERALISME MENCIPTAKAN KEBAHAGIAAN SEMU DAN MENIPU



Paham sekuler liberal telah menjauhkan kehidupan umat manusia dari agama (Islam), termasuk kehidupan dalam berkeluarga


Antara suami istri tidak lagi menjalankan peranannya. Suami sebagai qawwamah (pemimpin), istri sebagai ummun warabbatul bayt (ibu pengurus dalam rumah tangga). Inilah penyebab rapuhnya pernikahan karena kehidupannya jauh dari agama


Penulis Oom Rohmawati

Member AMK


KUNTUMCAHAYA.com-Indonesia menduduki peringkat kedua terbanyak perselingkuhannya di negara Asia. Hal ini dirilis oleh Justdating, yang surveinya menunjukkan bahwa 40% laki-laki dan perempuan di Indonesia mengaku pernah selingkuh atau mengkhianati pasangannya. 


Posisi pertama ditempati oleh Thailand dengan hasil survei sebanyak 50%, sedangkan 30% pasangan di Taiwan dan Singapura. Sementara jumlah yang paling sedikit diduduki oleh Malaysia, responden yang mengaku pernah berselingkuh hanya 20%. Maka negara ini dikatakan sebagai penduduk yang setia terhadap pasangannya. (Popmama[dot]com, 17 Februari 2023)


Sedangkan dalam skala dunia, menurut laporan World Population Review, Indonesia berada di peringkat keempat setelah India, Cina, dan Amerika. Sebab dalam pandangan Barat perselingkuhan adalah hal yang biasa.


Masih menurut World Population Review, perselingkuhan terjadi dimulai dengan teman dekat atau rekan kerja. Lamanya hubungan rata-rata dua tahun lamanya. Sebagian ada yang rujuk kembali, sebagian lagi berujung dengan perceraian, bahkan sebagian lainnya membiarkan perselingkuhan tersebut  tetap berjalan meskipun telah diketahui pasangan mereka dengan alasan anak dan lainnya.


Motif selingkuh pun bermacam-macam, ada yang karena ketidakpuasan dalam hubungan, ada yang sekadar ingin mencari kesenangan atau sensasi baru. Ada juga yang merasa bosan. Itulah budaya Barat yang diikuti oleh sebagian masyarakat Indonesia.


Maraknya perselingkuhan sejatinya telah menunjukkan rapuhnya ikatan pernikahan dan bangunan keluarga saat ini. Komitmen yang telah suami dan istri sepakati melalui akad pernikahan yang suci mereka langgar. Bahkan, perselingkuhan dianggap sebagai solusi untuk kehidupan yang lebih bahagia. Inilah dampak dari sistem yang rusak dan merusak yaitu demokrasi yang melahirkan kehidupan sekuler liberal di berbagai aspek hingga mahligai rumah tangga.


Mengapa sekularisme liberal dianggap pangkal rapuhnya ikatan rumah tangga yang memicu terjadinya fenomena perselingkuhan? Karena paham sekuler telah menjauhkan kehidupan umat manusia dari agama (Islam), termasuk kehidupan dalam berkeluarga. Antara suami dan istri tidak lagi menjalankan peranannya, yakni bahwa suami sebagai qawwamah (pemimpin), dan peran istri sebagai ummun warabbatul bayt (ibu pengurus dalam rumah tangga). Inilah penyebab rapuhnya suatu pernikahan karena kehidupannya jauh dari peran agama.


Jika fungsi qawwamah sudah hilang, maka akan memudarlah keinginan suami untuk melindungi dan memenuhi seluruh kebutuhan istrinya. Begitu pula ketika jika fungsi ummun wa rabbatul bayt hilang, ketaatan dan pelayanan pada suami akan minim. Padahal, sumber kebahagiaan dalam rumah tangga, manakala keduanya menjalankan peranannya. Jika tidak, tentu berpeluang baik suami maupun istri untuk mencari kebahagiaan di luar.


Kebahagiaan Semu yang Menipu


Suami dan istri sama-sama disibukkan dengan urusan kerja, karena dalam sistem kapitalis sekuler yang dianggap mampu mendatangkan kebahagiaan adalah materi. Sehingga mereka tidak menyadari, akan menelantarkan anak dan menggeser fungsi rumah. Rumah yang seharusnya menjadi tempat paling nyaman seluruh anggota keluarga, malah menjadi tempat persinggahan sejenak, suami istri dan anak bertemu hanya waktu untuk tidur. 


Selain materi, pemenuhan kesenangan jasadi pun dijadikan sumber kebahagiaan. Maka wajar jika akhirnya seorang suami ataupun istri lebih suka memperhatikan yang di luar.


Apalagi ditopang dengan rusaknya sistem pergaulan. Menjadikan banyak perselingkuhan terjadi di tempat kerja. Interaksi perempuan dan laki-laki hari ini tidak berbatas. Khalwat atau berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan nonmahram menjadi hal biasa yang menimbulkan rasa suka di antara mereka.


Ditambah lagi dengan budaya liberal. Sistem kehidupan sekuler telah membuat individu-individu yang mendewakan kebebasan. Didukung pula dengan media yang terus menstimulus syahwat, menjadikan hubungan laki-laki dan perempuan hanya sebatas hawa nafsu.


Atas nama kebebasan, para perempuan tidak malu-malu untuk menjadi pelakor, mencari sugar daddy demi membiayai gaya hidupnya. Para laki-lakinya pun kadang merasa tidak puas dengan istrinya sehingga jajan di luar, berselingkuh dengan teman satu kantor, dan sebagainya. Hal ini menambah rapuhnya suatu pernikahan.


Lain halnya dengan sistem pemerintahan Islam. Aturan yang memandang pernikahan adalah sebuah ibadah. Bahkan disebutkan pernikahan itu sebagai mitsaqan ghaliza (perjanjian agung) yang tidak bisa dipermainkan. Sebagaimana firmankan Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 21, "... Dan mereka istri-istrimu telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan)."


Tujuan pernikahan bukan hanya mengenai meraih kesenangan antara suami istri. Melainkan ikatan mulia dan suci yang harus dijaga dalam kehidupan bermasyarakat. Standar kebahagiaan seorang muslim adalah rida Allah Swt., bukan materi semata. Walhasil, suami istri akan memenuhi hak pasangannya dengan melaksanakan kewajiban yang telah Allah tetapkan pada mereka. Sehingga seorang istri akan taat pada suami dan seorang suami akan semangat bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.


Kehidupan berumah tangga yang dibangun berlandaskan Islam akan menghadirkan pernikahan yang sakinah, mawadah, rahmah (samara). Sakinah adalah ketenteraman, ketenangan dan kebahagiaan. Mawaddah adalah rasa cinta yang tulus antara kedua pasangan. Rahmah adalah kasih sayang. Semua itu akan terhimpun dalam bangunan keluarga seorang Muslim. Begitu pula dalam masalah rezeki dalam berumah tangga, setiap pasangan yakin Allah telah menetapkan rezeki bagi hamba-Nya. Maka dalam Islam, sangat jarang bahkan tidak akan ditemukan fenomena perselingkuhan yang marak seperti saat ini.


Islam tidak hanya mewajibkan para pasangan untuk menjaga keberlangsungan pernikahan, tetapi juga masyarakat, bahkan negara, turut menjaga ikatan pernikahan. Mereka akan senantiasa menegakkan amal makruf nahi mungkar, terhadap yang melanggar hukum syarak. Seperti ketika ada yang berkhalwat, tidak menutup aurat dan lainnya, karena hal demikian bisa merangsang jinsiah (perasaan terhadap lawan jenisnya).


Negara dalam sistem Islam sangat berperan. Seperti ketat pada memberlakukan sistem sosial yang sesuai syariat. Memisahkan kehidupan antara laki-laki dan perempuan yang pada dasarnya infishal (terpisah) sehingga interaksi mereka akan terbatas pada hal tertentu, seperti kesehatan, peradilan, jual beli, transportasi dan lainnya. Negara pun akan benar-benar memperhatikan media agar yang disampaikan pada umat adalah kebaikan, bukan yang membangkitkan syahwat, seperti pornografi dan pornoaksi. Inilah yang juga menjaga suasana keimanan masyarakat. 


Dalam hal pendidikan negara akan menyiapkan kurikulum yang berlandaskan akidah Islam yang akan menciptakan individu-individu yang berkepribadian Islam. Sehingga tindakan-tindakan yang merusak rumah tangga orang bisa diminimalisir.


Begitu pun sistem ekonomi dan sanksi. Negara akan menjamin kesejahteraan rakyatnya, dengan membuka lapangan pekerjaan bagi para suami, agar para istri fokus dengan kewajibannya mengurus anak dan rumah. Mereka tidak akan disibukkan dengan urusan kerja.


Begitu juga sistem sanksi. Negara akan sangat tegas, termasuk bagi para penzina, hingga ada sanksi rajam. Maka siapapun akan takut untuk melanggar hukum Allah Swt..


Untuk itu sudah saatnya kita perjuangkan sistem Islam, yang mampu secara hakiki melindungi keutuhan rumah tangga umat. Pasangan suami istri, masyarakat, dan negara akan berusaha bersama menjaga keutuhan keluarga. Karena dari keluarga yang samara-lah akan terlahir generasi yang siap membangun peradaban mulia. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.