Suara Kritis Dibungkam Kesadaran Politik Gen Z Dikriminalisasi
OpiniSistem demokrasi liberal cenderung toleran
terhadap kritik yang sudah “aman”
_________________________
Penulis Nur Saleha, S.Pd
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Remaja
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Di tengah gejolak sosial dan protes kebijakan pada Agustus 2025, muncul fakta yang mengusik nurani bangsa. Bahwasanya sebanyak 959 orang ditetapkan sebagai tersangka dan dari jumlah itu 295 di antaranya adalah anak-anak (Gen Z atau remaja). (tempo.co, 24-09-2025)
Fenomena ini memunculkan pertanyaan mendasar, apakah kesadaran politik generasi muda justru dianggap ancaman dan dipaksa menjadi kriminal? Haruskah suara kritis anak bangsa dibisukan? Tulisan ini akan mengurai bagaimana kesadaran politik Gen Z dikriminalisasi, dan bagaimana solusi yang diajarkan Islam dapat menjadi jawaban mengembalikan kebebasan berekspresi dan keadilan sejati.
Pemerintahan Demokrasi Membungkam Kritik
1. Penetapan 295 Anak sebagai Tersangka
Polri menyebut dari total 959 tersangka pasca kerusuhan demonstrasi 25–31 Agustus 2025, sebanyak 295 adalah kategori anak-anak. Beberapa di antaranya telah melalui mekanisme diversi atau dibebaskan, namun sebanyak 13 anak masih berstatus tersangka dalam proses hukum.
2. Kekhawatiran Pelanggaran HAM dan Proses Tidak Adil
KPAI dan Komnas HAM mengingatkan adanya potensi pelanggaran HAM dalam penanganan anak-anak ini. Mereka menyebut proses penyelidikan sarat dengan ancaman, intimidasi, penahanan melebihi waktu hukum (24 jam), dan pemutusan hak pendidikan. Dalam beberapa kasus, anak yang semestinya layak mendapat diversi malah tetap diproses sebagai tersangka.
3. Dorongan Restoratif dan Pemerintah Diminta Menyikapinya Secara Hak Anak
KPAI mendesak penerapan keadilan restoratif sesuai UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan meminta agar pendekatan hukum bagi anak menjadi jalan terakhir. Pemerintah daerah diminta menyusun strategi berperspektif hak anak agar generasi muda tidak mudah dieksploitasi dalam aksi anarkis atau konfrontasi yang membahayakan. (antaranews.com, 02-10-2025)
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa suara kritis generasi Z tak ubahnya dilekati stigma kriminal, padahal banyak di antara mereka yang mungkin sekadar menyuarakan ketidakadilan, bukan menghancurkan negara.
Penulis menguraikan analisis sebagai berikut:
1. Gen Z sebagai Agen Perubahan
Generasi Z tumbuh dalam era digital, terbuka terhadap informasi, dan semakin sadar akan problematika sosial, lingkungan, korupsi, ketimpangan ekonomi, serta hak asasi manusia. Rasa ingin memperjuangkan keadilan merebak di benak mereka. Apabila kesempatan berdialog terbuka terbatas, mereka otomatis beralih ke aksi dan kritik publik.
2. Risiko Labelisasi Anarkisme sebagai Senjata Pembungkam
Menempelkan label “anarkis” terhadap aksi kritis, khususnya anak, adalah taktik membungkam. Dengan kriminalisasi, bukan dialog yang diberikan, melainkan stigma dan jerat hukum. Hal ini kerap terjadi ketika penguasa lebih takut pada suara kritis daripada memperbaiki kebijakan yang salah.
3. Demokrasi-Kapitalisme Gagal Memberi Ruang Kritis
Sistem demokrasi liberal cenderung toleran terhadap kritik yang sudah “aman”. Namun, ketika kritik menyentuh akar kekuasaan dan kepentingan, ia segera dilawan dengan represi. Akibatnya, generasi muda kehilangan ruang aman untuk menyuarakan keadilan.
4. Islam dan Hak Politik Umat
Islam memerintahkan amar makruf nahi mungkar — menyeru yang baik dan melarang yang buruk, termasuk mengoreksi penguasa apabila mereka berbuat zalim. Rasulullah saw. bersabda:
“Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Kritik adalah bagian dari ibadah, bukan tindakan kriminal.
5. Khil4fah sebagai Sistem Pengelolaan Politik Islam
Dalam model Khil4fah Islam, penguasa adalah khalifah yang mengemban amanah. Umat—termasuk pemuda—punya akses formal dalam perkara politik dan pengawasan. Pendidikan politik berbasis akidah Islam mengajarkan generasi muda bahwa kritis bukan untuk merusak, tetapi demi menegakkan keadilan Allah. Dalam sistem Khil4fah, suara rakyat tidak dilekati stigma kriminal, melainkan diakomodasi melalui mekanisme musyawarah yang beradab.
Solusi dalam Islam
1. Membangun Pendidikan Politik Berbasis Akidah sejak Dini
Di sekolah Islam dan lembaga dakwah, perlu diajarkan bahwa politik dalam Islam adalah ibadah ketika ditujukan mendekatkan diri pada Allah. Pemuda harus dibekali tata cara kritis yang sopan, metode dakwah, dan keberanian moral.
2. Wadah Partisipasi Politik Terstruktur dalam Sistem Khil4fah
Dalam Khil4fah, generasi muda memiliki kanal resmi: majelis syura pemuda, wakil pemuda di dewan kota, atau lembaga pengawas publik berbasis syariah. Kritik dikemas dalam musyawarah konsep Islam dengan penuh adab, dan diterima dengan beradab pula oleh para penguasa.
3. Lindungi Anak-anak dari Jerat Hukum yang Tidak Adil
Ketika terjadi konflik atau demonstrasi, anak di bawah umur harus dicadangkan dari proses pidana keras. Jika pun terlibat, pendekatan restoratif, pengasuhan, dan pendidikan lebih diutamakan dibanding jerat pidana.
4. Transparansi Pemerintah dan Akuntabilitas Publik
Pemerintahan Khil4fah menerapkan prinsip hisbah—pengawasan publik terhadap penguasa—untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Media Islam dan lembaga pengawas sipil ditegakkan agar kritik tidak dibungkam.
5. Dialog Terbuka dan Musyawarah Publik
Generasi muda dalam Khil4fah menjadi bagian dari musyawarah publik (syura), bukan sekadar penonton. Aspirasi mereka diterima secara resmi, sehingga potensi gesekan dan kriminalisasi dapat ditekan.
Khatimah
Kriminalisasi kesadaran politik Gen Z—baik melalui label anarkis maupun proses hukum yang tidak adil—adalah luka dalam perjalanan demokrasi modern. Namun, kerangka Islam dan model Khil4fah menawarkan alternatif yang menjembatani keberanian kritis generasi muda dengan norma adil dan jauh dari stigma kriminal.
Melalui pendidikan politik bersumber dari akidah, mekanisme partisipasi politik yang formal, dan penegakan akhlak dalam kritik, generasi Z dapat menjadi pelopor perubahan transformasional, bukan korban represi. Dalam sistem Khil4fah, suara anak-anak yang menyuarakan keadilan tidak akan ditangkap, melainkan dijadikan partisipan yang terhormat demi tegaknya keadilan Allah. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]