Alt Title

Pendidikan Hak Umat dan Kewajiban Negara

Pendidikan Hak Umat dan Kewajiban Negara

 



Ketika pendidikan berada dalam lingkup sistem kapitalistik

Pendidikan hanya dijadikan sebagai sebuah komoditas mahal


________________________


Penulis Sri Wulandari

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Sebagaimana seharusnya masyarakat mendapatkan pendidikan yang layak dan terjamin berkualitas untuk membentuk generasi emas yang digadangkan. Tanpa adanya perbedaan status ekonomi, sosial, maupun geografis.


Fakta di lapangan nyatanya tidak mencerminkan pendidikan yang berhasil. Hari ini justru pendidikan di Indonesia mencerminkan keterputusan antara idealisme konstitusional dan realitas struktural. Untuk menutup kegagalan tersebut, pemerintah membuat Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Namun, hal tersebut hanya dijadikan sebagai bantalan ekonomi sementara bagi keluarga miskin. Bantuan ini bahkan tidak menyentuh akar masalah ketimpangan pendidikan yang sistemik dan berulang dari generasi ke generasi. 


Dikutip dari (tirto.id, 2-6-2025), berdasarkan data dari Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Tatang Muttaqin mengungkapkan faktor utama tingginya angka anak tidak sekolah (ATS) ialah faktor ekonomi dan membantu orang tua mencari penghasilan tambahan. Melihat dari segi angka faktor ekonomi sebanyak 25,55 persen dan mencari nafkah sebanyak 21,64 persen.


Pendidikan dalam Lingkup Sistem Kapitalistik 


Ketika pendidikan berada dalam lingkup sistem kapitalistik, pendidikan hanya dijadikan sebagai sebuah komoditas mahal yang diakses secara optimal untuk mereka yang mampu secara finansial, bukan pemerataan akses dan keadilan sosial. Alih-alih menjadi penyelenggara utama pendidikan, negara berubah menjadi fasilitator yang membiarkan pasar mengambil peran dominan.


Selain itu, dalam sistem kapitalis harta kepemilikan umum pengelolaannya diberikan kepada swasta yang sejatinya itu adalah harta milik rakyat sehingga pendidikan berkualitas hanya bisa diakses oleh kalangan mampu dan tidak bisa diakses oleh seluruh rakyat.


Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk memutus rantai kemiskinan termasuk melalui jalur pendidikan, salah satu yang digadangkan yaitu pembentukan sekolah rakyat dan biaya gratis bagi sekolah swasta terpilih dari jenjang SD, SMP, dan SMK. Namun, apakah upaya ini benar-benar mampu memutus rantai kemiskinan dan angka putus sekolah?


Program-program yang digagas oleh Prabowo yakni Sekolah Rakyat dan Sekolah Garuda Unggul justru menunjukkan makin menguatnya kesenjangan sosial dalam pendidikan. Sekolah Rakyat dirancang sebagai sekolah berasrama untuk anak-anak dari kalangan kurang mampu, dengan alasan agar mereka bisa mendapat makanan bergizi dan pendidikan dasar. Sementara, Sekolah Garuda dikhususkan bagi anak-anak dari kalangan mampu dan berprestasi tinggi yang kemungkinan besar sudah memiliki akses terhadap pendidikan berkualitas sejak awal.


Program-program populis tersebut memiliki anggaran yang tak sedikit. Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan bahwa untuk 100 lokasi Sekolah Rakyat dibutuhkan dana Rp2,3 triliun per tahun. Padahal, alokasi tersebut belum mencakup fundamental seperti kesejahteraan guru, mutu kurikulum, dan distribusi tenaga pendidik ke daerah tertinggal. Strategi seperti ini tidak akan menyentuh akar masalah dan hanya sebatas tambal sulam dalam sistem kapitalisme pendidikan.


Lebih dari itu, program ini dapat memicu diskriminasi sosial yang lebih luas. Siswa dari keluarga kurang mampu sering kali diperlakukan berbeda secara halus maupun terbuka, dan peluang mereka untuk mengakses pendidikan tinggi berkualitas menjadi sangat terbatas. Diskriminasi ini bukan hanya persoalan sikap, tetapi juga struktural karena negara tidak menyediakan sistem yang adil dan merata.


Pendidikan dalam Sistem Islam 


Islam memandang pendidikan sebagai hak dasar setiap individu. Negara harus memastikan bahwa hak tersebut benar-benar terpenuhi untuk individu. Islam memosisikan pendidikan dalam struktur kebijakan publik sebagai kewajiban negara yang ditopang oleh mekanisme pendanaan dari Baitulmal.


Dana ini bersumber dari pos-pos keuangan negara seperti fa’i, kharaj, zakat, dan pemanfaatan sumber daya alam yang menjadi milik umum. Dengan sistem ekonomi Islam yang terstruktur, tanpa harus membebani rakyat atau menjadikan pendidikan sebagai ladang komersialisasi negara mampu mendanai pendidikan secara gratis.


Dalam struktur sistem Islam, seluruh kebijakan pendidikan berpijak pada asas akidah dan syariat, yang menjadikan pendidikan sebagai ibadah dan tanggung jawab kolektif umat. Ini adalah solusi menyeluruh yang menjawab akar masalah, bukan solusi tambal sulam yang menambah kompleksitas persoalan. Pendidikan adalah kunci peradaban. Tidak ada kemajuan tanpa pendidikan yang adil, merata, dan berkualitas.


Namun, untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan sistem yang benar-benar menjamin, bukan sekadar menjanjikan. Sistem kapitalis telah terbukti gagal menghapus ketimpangan, bahkan menciptakan kelas-kelas sosial dalam pendidikan.


Umat sudah seharusnya mendapatkan sistem alternatif yang menempatkan pendidikan sebagai hak syar’i yang dijamin penuh oleh negara. Dengan sistem pendidikan Islam yang adil, merata, berkualitas, dan menyeluruh. Upaya pembangunan Sekolah Garuda dan Sekolah Rakyat sungguh justru bukan solusi yang dibutuhkan, melainkan itu terlihat seperti reproduksi dari kegagalan lama dalam wajah baru.


Satu-satunya solusi ialah perubahan paradigma dari sistem kapitalis menuju sistem Islam.


Demikianlah, Khil4fah menjalankan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara pendidikan dengan melakukan segala upaya untuk mewujudkan pemenuhan hak pendidikan setiap anak, kenyamanan mereka selama bersekolah, dan kesejahteraan para tenaga pendidik. Semua itu akan terpenuhi dan terjamin baik bagi peserta didik dan pendidik agar sistem pendidikan Islam benar-benar berjalan secara optimal dalam mencetak generasi bertakwa, cerdas, dan bermanfaat ilmunya bagi kemaslahatan hidup manusia. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]