Alt Title

Pornografi Anak Mewabah, Minimnya Proteksi dari Negara

Pornografi Anak Mewabah, Minimnya Proteksi dari Negara

 


Syariat Islam menerapkan sistem yang melindungi tata sosial masyarakat (ijtima’iy) dengan mengatur interaksi antar manusia 

Islam juga mengatur agar kita semua senantiasa menjaga kemuliaan dan kehormatan demi terwujudnya tata sosial yang sehat


____________________


Penulis Widya Ummu EL

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sangat miris, di zaman era digitalisasi seperti ini anak-anak mulai keluar dari fitrahnya karena menjadi korban pornografi. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Hadi Tjahjanto, mengatakan bahwa Indonesia berada di peringkat keempat dunia dengan kasus pornografi terbanyak yang melibatkan anak di bawah umur. 


Berdasarkan data dari National Center For Missing Exploited Children (NCMEC) konten pornografi anak Indonesia selama empat tahun terakhir menyentuh angka 5.566.015 kasus. Yang membuat Indonesia masuk peringkat empat global dan peringkat dua di regional ASEAN. Diantara korbannya adalah anak usia PAUD sampai SMA, termasuk pelajar di pesantren dan disabilitas. (Republika.co.id 19/4/2024)


Adapun solusi yang dikatakan oleh Menko Polhukam untuk memberantas kasus pornografi di Indonesia adalah dengan membuat Satgas (Satuan Tugas) khusus yang melibatkan 11 lembaga negara, diantaranya Kemendikbud, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Kemenag, Kemensos, Kemenkominfo, Polri, KPAI, Kemenkumham, Kejaksaan, LPSK dan PPATK. (cnnindonesia.com 18/4/2024)


Faktanya, pornografi pada sistem kapitalisme ini adalah industri yang sangat menjanjikan untuk perputaran uang. Karena, netizen Indonesia merupakan pengakses situs pornografi terbanyak di dunia. Wajar, bila industri pornografi mengincar Indonesia sebagai pasar untuk memperjualbelikan konten-konten asusila itu secara bebas. Dan mirisnya, saat ini anak-anak yang dijadikan objek visualisasi dalam konten pornografi tersebut. Hal ini akan menimbulkan banyak sekali kasus pelecehan bahkan pemerkosaan pada anak di bawah umur. Tidak tanggung-tanggung, pelakunya adalah orang terdekat korban, misalnya ayah, kakak, paman, atau kakeknya sendiri.


Pemisahan agama dari kehidupan atau sekuler yang diemban kapitalisme ini membuat peluang kejahatan semakin terbuka lebar. Agama hanya dijadikan ibadah kerohanian saja. Padahal agama Islam adalah agama yang sempurna. Yang mengatur urusan kecil seperti masuk kamar mandi sampai urusan kenegaraan. Masyarakat kini hidup dengan standar kebahagiaan kapitalis, yaitu memiliki materi sebanyak-banyaknya. Seakan mereka hanya akan hidup sampai di dunia saja. Melupakan bahwa segala sesuatunya akan dimintai pertanggung jawabannya.


Belum lagi pergaulan anak yang serba bebas, minuman keras yang banyak beredar, serta kemajuan digitalisasi dan teknologi membuat akses konten pornografi semakin mudah untuk dijumpai. Banyak kita jumpai konten-konten di media sosial yang mengundang timbulnya syahwat, misalnya lewat lirik-lirik lagu, foto atau video yang tidak menutup aurat, wanita yang tidak malu bergoyang di depan kamera, atau bahkan interaksi dengan lawan jenis yang melewati batas. Ini semua muncul di beranda anak-anak di bawah umur tanpa pengawasan orangtua, sungguh miris sekali.


Berbagai upaya sudah pemerintah lakukan untuk memberantas pornografi, tetapi semuanya seakan tumpul untuk memadamkan industri yang sudah mewabah ini. Menjadi urutan keempat dunia dalam kasus pornografi anak, membuktikan bahwa negeri ini memiliki masalah yang sangat kompleks. Baik dalam masalah pencegahan maupun sanksi yang diberikan bagi para pelakunya. Hal ini menjadi bukti minimnya proteksi di sistem saat ini, terutama sanksi pada anak-anak di bawah umur.


Melindungi rakyat dari paparan visualisasi pornografi dan informasi asing yang merusak pemikiran, juga menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak di dunia nyata maupun di dunia maya adalah tugas negara sebagai perisai bagi umat. Begitu pula mengatur masyarakat agar bersih dan bebas pornografi. Karena itu, negara tidak boleh abai dalam hal ini agar tidak ada celah bagi pebisnis syahwat. Karena, elite global tidak akan peduli dengan rusaknya generasi asalkan bisa mengambil keuntungan dari sesuatu yang membuat candu di masyarakat.


Sayangnya, semua peran negara tidak kita temukan di negeri ini. Karena, poin utama sistem sekular adalah kebebasan dan hak asasi manusia. Hasilnya, negara menjadi dilema dan tidak memberikan solusi tuntas dalam mengatasi kasus pornografi anak ini.


Islam hadir tidak hanya untuk ritual ibadah semata. Dalam Islam semuanya akan diatur berdasarkan syariat al-Qur’an dan as-sunnah, dari masalah yang sepele bahkan sampai ke masalah yang mendunia sekalipun. Termasuk mengatasi masalah konten-konten pornografi anak yang marak terjadi di dunia maya. Dalam Islam, semua permasalahan pasti ada solusi tuntasnya, dan menghilangkan akar permasalahannya.


Syariat Islam menerapkan sistem yang melindungi tata sosial masyarakat (ijtima’iy) dengan mengatur interaksi antar manusia. Misalnya, Islam mengatur batasan aurat pria dan wanita, menjaga interaksi lawan jenis, tidak berdua-duaan, tidak bercampur baur dan berinteraksi, kecuali untuk keperluan yang diperbolehkan oleh syara (muamalah, pendidikan, dan kesehatan). Islam juga mengatur agar kita semua senantiasa menjaga kemuliaan dan kehormatan demi terwujudnya tata sosial yang sehat.


Begitu pula negara akan melindungi umat dari visualisasi tidak pantas, dan menyaring informasi yang merusak. Hal ini tidak akan memerlukan perdebatan panjang, karena dalam Islam sudah jelas sekali batasan aurat pria dan wanita yang boleh diperlihatkan, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Sehingga masyarakat akan terhindar dari konten-konten yang mengundang syahwat.


Hal terpenting adalah sanksi yang diterapkan negara harus memberikan efek jera agar tidak terulang kembali kasus yang serupa. Hukumannya bisa berbeda sesuai hasil ijtihad pemimpin negara. Jika kasus pornografi ini berkaitan dengan kasus perzinaan, maka akan ditegakkan had zina. Ghaiyru muhsan (pezina yang belum pernah menikah) mendapat 100 kali cambuk, sedangkan muhsan (pezina yang sudah menikah & memiliki pasangan sah) berupa hukuman rajam. 


Demikian, Islam menciptakan tata sosial yang sehat dan sesuai syariat. Ini adalah langkah strategis untuk melindungi seluruh umat, baik untuk yang sudah menjadi korban, atau bagi mereka yang berpotensi menjadi pelaku. Hanya Islam yang memiliki konsep ideal untuk melindungi anak dan memutus rantai pornografi pada anak. Wallahualam Bissawab. [Dara]